Habakuk 04: Bersukacita dalam penderitaan

Habakuk 3:1-19

Habakuk 3:16-19 – Ketika aku mendengarnya, gemetarlah hatiku, mendengar bunyinya, menggigillah bibirku; tulang-tulangku seakan-akan kemasukan sengal, dan aku gemetar di tempat aku berdiri; namun dengan tenang akan kunantikan hari kesusahan, yang akan mendatangi bangsa yang bergerombolan menyerang kami. Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku. (Untuk pemimpin biduan. Dengan permainan kecapi).

Kapan kita mengatakan bahwa Tuhan itu baik? Mari kita jujur. Tahukah anda kapan kita mengatakan bahwa Tuhan itu baik? Ketika segala sesuatu berjalan sesuai dengan yang kita inginkan. Kita mengatakan bahwa Tuhan itu baik ketika kita dipromosikan di tempat kerja. Ketika rekening bank kita penuh. Ketika kita sehat. Ketika keluarga kita bahagia. Ketika kita pergi berlibur ke tempat yang kita impikan. Ketika hidup kita indah, kita berkata, “Tuhan itu baik.” Tetapi apa yang terjadi ketika kita berada dalam kesukaran hidup? Apa yang terjadi ketika kita tidak mendapatkan promosi jabatan? Apa yang terjadi ketika kita berdoa untuk kesembuhan, tetapi kita malah tambah sakit? Apa yang terjadi ketika kita berdoa untuk seorang anak, tetapi kita masih belum memiliki anak? Apa yang terjadi ketika kita berdoa untuk pemulihan pernikahan, tetapi yang terjadi justru perceraian? Apa yang terjadi ketika tidak ada satu pun hal dalam hidup kita yang berjalan sesuai dengan yang kita inginkan? Apakah kita masih berkata, “Tuhan itu baik”? Inilah yang menakjubkan dari akhir kitab Habakuk. Sampai akhir, Habakuk tidak mendapatkan apa yang dia inginkan. Tidak hanya itu, deskripsi di akhir pasal ini menunjukkan bahwa Habakuk tahu bahwa hal yang terburuk yang akan terjadi. Dia tahu situasinya akan menjadi jauh lebih buruk daripada yang terjadi di awal kitab ini. Namun pada saat yang sama, ia berkata, “Aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.” Habakuk adalah seseorang yang segala sesuatu dalam hidupnya semakin memburuk, namun ia tetap bersukacita. Habakuk bersukacita dalam penderitaan. Bagaimana ia bisa melakukan hal itu? Apa rahasianya? Bagaimana ia dapat bersukacita di dalam Tuhan terlepas dari keadaan hidupnya? Itulah yang akan kita lihat hari ini.

Mari saya ingatkan anda apa yang terjadi dalam kitab Habakuk sejauh ini. Habakuk merasa frustrasi dengan kejahatan dan ketidakadilan yang ia lihat di Yehuda, dan ia berdoa kepada Tuhan untuk kebangkitan rohani. Namun ketika Tuhan menjawabnya, Habakuk semakin bingung. Karena Tuhan berkata, “Aku telah mendengarmu Habakuk, tetapi Aku tidak akan membuat hidupmu lebih baik. Aku akan membuat hidupmu lebih buruk. Aku akan memakai Babel untuk mendisiplinkan Yehuda.” Dan Habakuk berkata, “Babel? Apa tidak salah? Babel bahkan lebih jahat daripada Yehuda. Engkau tidak bisa melakukan itu. Engkau adalah Allah yang kudus. Bagaimana mungkin Engkau lebih memilih Babel yang jahat daripada umat-Mu yang Engkau kasihi? Ini tidak masuk akal.” Tuhan menjawab, “Kamu mungkin tidak mengerti, tetapi kamu harus percaya kepada-Ku. Aku tahu apa yang Aku lakukan. Aku punya rencana. Aku punya tujuan. Dan Aku akan menyelesaikannya. Orang yang benar akan hidup dengan iman. Dan Babel akan mendapatkan apa yang pantas mereka dapatkan pada waktunya. Aku akan menghakimi Babel karena kejahatan mereka pada waktu yang telah ditentukan. Dan seluruh bumi akan dipenuhi dengan pengetahuan tentang kemuliaan-Ku.” Di situlah kita berhenti terakhir kali. Tiga khotbah dalam dua menit.

Perikop hari ini adalah respons Habakuk terhadap apa yang baru saja Tuhan katakan kepadanya. Habakuk 3:1 – Doa nabi Habakuk. Menurut nada ratapan. Jika sebelumnya Habakuk mengeluh, sekarang Habakuk tidak lagi mengeluh; dia berdoa. Dan dia tidak hanya berdoa tetapi juga bernyanyi. Di akhir pasal ini, doa ini diberikan kepada pemimpin paduan suara, dan menjadi sebuah lagu yang dinyanyikan oleh umat Tuhan. Dan ini adalah sebuah lagu yang sangat indah. John Piper mengatakan bahwa lagu terindah selalu lahir dari rasa sakit yang terbesar. Jika anda sudah cukup lama bergereja, saya yakin anda pernah mendengar bagian terakhir dari Habakuk 3 dikutip. Itu adalah puisi yang indah. Itu adalah salah satu baris yang paling mempesona dalam Alkitab. Tetapi kalimat-kalimat indah itu tidak muncul begitu saja. Mereka muncul dari rasa sakit yang paling dalam. Dan mari saya beri tahu anda hal yang lebih menakjubkan lagi. Tidak ada yang berubah dalam hidup Habakuk. Perhatikan. Hidup Habakuk tidak menjadi lebih baik, bahkan lebih sukar. Tetapi Habakuk melihat dengan lebih baik. Dia tidak lagi melihat kehidupan melalui lensanya sendiri tetapi melalui lensa iman. Mari kita lihat bersama.

Bagaimana kita bisa bersukacita dalam penderitaan? Ada tiga hal yang dapat kita pelajari dalam ayat-ayat ini: ingat siapa Tuhan; ingat perbuatan Tuhan; ingat keselamatan Tuhan.

 

 

Ingat siapa Tuhan

Habakuk 3:2 – TUHAN, telah kudengar kabar tentang Engkau, dan pekerjaan-Mu, ya TUHAN, kutakuti! Hidupkanlah itu dalam lintasan tahun, nyatakanlah itu dalam lintasan tahun; dalam murka ingatlah akan kasih sayang!

Apa yang anda lakukan ketika hidup terasa sukar dan tidak berjalan seperti yang anda harapkan? Inilah yang dilakukan oleh Habakuk. Dia melihat ke atas. Habakuk memandang kepada Tuhan dan mengingatkan dirinya sendiri siapa Tuhan itu. Seperti yang telah kita lihat sebelumnya dalam kitab ini, Habakuk sangat jujur dalam dialognya dengan Tuhan, dan ia diubahkan karenanya. Percakapannya dengan Tuhan memberikan dia perspektif. Dia tahu bahwa dia tidak dapat mengubah pikiran Tuhan untuk memakai Babel untuk mendisiplinkan Yehuda, tetapi dia tahu bahwa Tuhan adalah Tuhan yang penuh kasih sayang. Dia berkata, “Dalam murka, ingatlah akan kasih sayang.” Habakuk berkata, “Aku tahu kami layak menerima penghakiman-Mu. Aku tahu kami layak menerima disiplin-Mu. Tetapi aku telah mendengar tentang kasih sayang-Mu. Aku tahu apa yang telah Engkau lakukan bagi kami di masa lalu. Aku tahu Engkau adalah Tuhan yang penuh kasih sayang. Dan murka tidak akan menjadi kata terakhir-Mu bagi kami. Jangan perlakukan kami menurut dosa-dosa kami. Perlakukanlah kami menurut kebaikan-Mu.” Habakuk berdoa agar Tuhan berbelas kasihan kepada umat-Nya dalam terang penghakiman yang akan datang karena itulah siapa Tuhan. Mari kita lanjutkan.

Habakuk 3:3-7 – Allah datang dari negeri Teman dan Yang Mahakudus dari pegunungan Paran. Sela. Keagungan-Nya menutupi segenap langit, dan bumipun penuh dengan pujian kepada-Nya. Ada kilauan seperti cahaya, sinar cahaya dari sisi-Nya dan di situlah terselubung kekuatan-Nya. Mendahului-Nya berjalan penyakit sampar dan demam mengikuti jejak-Nya. Ia berdiri, maka bumi dibuat-Nya bergoyang; Ia melihat berkeliling, maka bangsa-bangsa dibuat-Nya melompat terkejut, hancur gunung-gunung yang ada sejak purba, merendah bukit-bukit yang berabad-abad; itulah perjalanan-Nya berabad-abad. Aku melihat kemah-kemah orang Kusyan tertekan, kain-kain tenda tanah Midian menggetar.

Dalam ayat-ayat ini, Habakuk mengingat kembali siapa Tuhan itu. Tema dari ayat 3 sampai 7 adalah keagungan Tuhan. Teman dan Gunung Paran merujuk pada batas perjalanan bangsa Israel dari Mesir ke Tanah Perjanjian. Jadi apa yang Habakuk lakukan adalah mengingat kembali kisah keluaran, di mana Tuhan memimpin umat-Nya keluar dari perbudakan di Mesir, melalui padang gurun, dan sampai ke Tanah Perjanjian. Sebagian besar gambaran dalam ayat-ayat ini berasal dari peristiwa keluaran. Ayat 3 dan 4 berbicara tentang kemuliaan Tuhan yang hadir di Gunung Sinai. Ini adalah peristiwa di mana Gunung Sinai berguncang, dan guntur serta kilat bergema dari gunung tersebut. Bangsa Israel menjadi sangat takut dan Musa naik ke gunung untuk bertemu dengan Tuhan. Ayat 5 berbicara tentang saat Tuhan membebaskan umat-Nya menggunakan tulah dan penyakit sampar. Tuhan memukul Mesir dengan tangan-Nya yang perkasa. Ayat 6 berbicara tentang kekuatan Tuhan yang mahakuasa. Dia mengguncang bangsa-bangsa seperti mainan, Dia menghamburkan gunung-gunung seperti melemparkan benih, Dia meruntuhkan bukit-bukit seperti merobohkan bukit pasir, dan jalan-jalan-Nya adalah jalan-jalan yang kekal. Dan dalam ayat 7, musuh umat Tuhan gemetar di hadapan kebesaran Tuhan. Apakah anda melihat apa yang terjadi? Habakuk mengingatkan dirinya sendiri bahwa tidak ada Tuhan yang seperti Tuhan Israel. Tidak ada yang dapat menghentikan Tuhan ketika Dia berjalan melintasi bumi untuk melaksanakan penghakiman. Tuhan Israel tidak dapat dihentikan. Apa yang Habakuk lakukan adalah dia menguatkan dirinya sendiri. Dia mengingatkan dirinya sendiri bahwa Tuhan adalah Tuhan yang berdaulat dan Tuhan tidak akan meninggalkan mereka dalam keadaan apapun.

Apa pelajarannya bagi kita? Sederhana saja. Ketika dalam kesukaran hidup, ingatlah siapa Tuhan. Saya tahu ini kedengarannya klise, tetapi ini sangat penting. Karena ketika dalam kesukaran hidup, kecenderungan kita adalah melupakan Tuhan. Kecenderungan kita adalah mencari segala sesuatu yang lain selain Tuhan. Kita mencari hiburan untuk melupakan rasa sakit kita. Kita menonton serial Netflix yang terbaru. Kita bermain game sepanjang malam. Kita bergaul dengan teman-teman. Kita pergi belanja. Kita melakukan apa pun yang kita bisa untuk mengalihkan pikiran kita dari rasa sakit kita. Atau kita mencoba untuk memberikan semangat kepada diri kita sendiri. Kita berkata pada diri kita bahwa semuanya akan baik-baik saja, dan kita hidup dengan berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja. Tetapi Habakuk tidak melakukan itu. Habakuk memandang kepada Tuhan. Dia mengingatkan dirinya sendiri siapa Tuhan itu. Perhatikan. Kesembuhan seringkali tidak datang dari perubahan keadaan; kesembuhan datang dari mengalihkan pandangan dari bumi ke surga.

Saya berikan dua contoh dari Alkitab. Apakah anda ingat ketika Yesus menenangkan badai? Yesus sedang berada di atas perahu bersama murid-murid-Nya dan badai yang dahsyat menghantam mereka. Murid-murid panik dan mereka berkata kepada Yesus, “Guru, apakah engkau tidak peduli kalau kami akan binasa? Kami akan mati! Lakukanlah sesuatu untuk menyelamatkan kami.” Kemudian Yesus meredakan badai itu, dan Ia menoleh kepada mereka dan berkata, “Di manakah imanmu?” Perhatikan bahwa Yesus tidak berkata, “Kamu perlu iman yang lebih besar.” Dia berkata, “Di manakah imanmu?” Tahukah anda apa yang sedang Yesus lakukan? Dia berkata, “Tidakkah kamu ingat siapa aku? Kamu tahu siapa aku. Kamu memiliki iman kepadaku. Seharusnya iman itu ada di dalammu. Tapi di mana iman itu? Kamu tidak ingat siapa aku.” Dengan kata lain, para murid tahu siapa Yesus, tetapi mereka lupa mengingat siapa Yesus di tengah badai. Mata mereka tertuju pada badai dan bukan pada Yesus. Mereka tahu siapa Yesus, tetapi mereka tidak menghubungkan apa yang mereka tahu dengan hati mereka dan badai. Karena jika mereka ingat, tidak ada alasan bagi mereka untuk panik. Mereka panik karena mereka tidak ingat siapa Yesus.

Satu contoh lagi. Saat itu badai sedang terjadi dan Yesus berjalan di atas air. Dan Petrus berkata, “Tuhan, jika itu engkau, suruhlah aku datang kepadamu. Suruhlah aku berjalan di atas air.” Dan Yesus berkata, “Datanglah, Petrus.” Kemudian Petrus melangkah keluar dari perahu. Hal ini sangat berisiko karena ada badai besar di laut. Badai dapat dengan mudah membunuh Petrus. Tetapi Petrus melangkah keluar dari perahu dan berjalan di atas air. Petrus berjalan di atas air di tengah-tengah badai. Tetapi kemudian Petrus mulai terganggu oleh angin dan ombak di sekelilingnya. Dengan kata lain, ia mulai berfokus pada keadaan. Ia mengalihkan pandangannya dari Yesus dan mulai berfokus pada situasi. Ia merasa takut dan mulai tenggelam. Kemudian Yesus segera mengulurkan tangannya kepada Petrus dan berkata, “Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?” Apakah anda lihat? Selama Petrus berfokus pada Yesus, ia berjalan di atas air. Tetapi pada saat dia mulai melihat betapa buruknya situasinya, dia melupakan Yesus, dia merasa takut, dan dia tenggelam. Hal yang sama juga berlaku bagi kita. Kita akan tenggelam setiap kali kita berfokus pada keadaan kita dan tidak mengingat siapa Tuhan. Tetapi jika kita tetap mengarahkan pandangan kita kepada Tuhan, kita akan berjalan di atas badai.

 

 

Ingat perbuatan Tuhan

Habakuk 3:8-12 – Terhadap sungai-sungaikah, ya TUHAN, terhadap sungai-sungaikah murka-Mu bangkit? Atau terhadap lautkah amarah-Mu sehingga Engkau mengendarai kuda dan kereta kemenangan-Mu? Busur-Mu telah Kaubuka, telah Kauisi dengan anak panah. Sela. Engkau membelah bumi menjadi sungai-sungai; melihat Engkau, gunung-gunung gemetar, air bah menderu lalu, samudera raya memperdengarkan suaranya dan mengangkat tangannya. Matahari, bulan berhenti di tempat kediamannya, karena cahaya anak-anak panah-Mu yang melayang laju, karena kilauan tombak-Mu yang berkilat. Dalam kegeraman Engkau melangkah melintasi bumi, dalam murka Engkau menggasak bangsa-bangsa.

Ada perubahan dalam ayat-ayat ini. Dalam ayat 2 sampai 7, Habakuk menyebut Tuhan dengan kata ganti orang ketiga. Dia mengingat kembali siapa Tuhan itu. Namun dalam ayat-ayat ini, Habakuk menyebut Tuhan menggunakan kata ganti orang kedua – Engkau. Dia berbicara kepada Tuhan secara langsung tentang apa yang telah Tuhan lakukan untuk umat-Nya di masa lalu. Dalam ayat 8 sampai 10, Habakuk berbicara tentang bagaimana Tuhan menunjukkan kuasa-Nya terhadap sungai dan laut, seperti sewaktu Tuhan membelah Laut Merah dan Sungai Yordan untuk diseberangi oleh umat-Nya. Dalam ayat 11 dan 12, dia berbicara tentang bagaimana Tuhan membuat matahari dan bulan berhenti. Jika anda tidak tahu ceritanya, ini adalah salah satu cerita favorit saya dalam Perjanjian Lama. Tuhan memerintahkan Yosua untuk memusnahkan bangsa Amori, termasuk semua hewan ternaknya. Dan jumlah tentara Israel kalah jauh dibandingkan tentara Amori, tetapi mereka menekan tentara Amori dan membuat mereka kabur. Tetapi kemudian matahari mulai terbenam dan Yosua kuatir ia tidak akan dapat menyelesaikan tugas yang Tuhan telah berikan kepadanya. Jadi dia meminta kepada Tuhan untuk menahan sinar matahari. Dia berkata, “Matahari, berhentilah.” Dan Tuhan membengkokkan hukum fisika dan menjawab permintaan Yosua. “Oke Yosua. Aku akan memberimu tiga jam lagi. Tuntaskan tugasmu.” Dan Yosua memusnahkan bangsa Amori. Sungguh luar biasa.

Habakuk 3:13-15 – Engkau berjalan maju untuk menyelamatkan umat-Mu, untuk menyelamatkan orang yang Kauurapi. Engkau meremukkan bagian atas rumah orang-orang fasik dan Kaubuka dasarnya sampai batu yang penghabisan. Engkau menusuk dengan anak panahnya sendiri kepala lasykarnya, yang mengamuk untuk menyerakkan aku dengan sorak-sorai, seolah-olah mereka menelan orang tertindas secara tersembunyi. Dengan kuda-Mu, Engkau menginjak laut, timbunan air yang membuih.

Dalam ayat 13, Habakuk berbicara tentang rencana Tuhan untuk membawa keselamatan bagi umat-Nya. Tuhan tidak membinasakan orang fasik hanya demi membinasakan orang fasik. Dia membinasakan orang fasik untuk menyelamatkan umat-Nya dari musuh-musuh mereka. Dan saya sangat suka ayat 14. Karena ayat ini mengatakan bahwa Tuhan begitu berkuasa sehingga Dia menggunakan senjata musuh untuk melawan mereka. Habakuk berkata, “Engkau menusuk dengan anak panahnya sendiri kepala lasykarnya.” Tahukah anda apa ini? Ini adalah senjata makan tuan. Tidak peduli seberapa kuat musuh, semakin besar mereka, semakin besar kejatuhan mereka. O. Palmer Robertson menulis dengan sangat indah dalam kometarinya atas kitab Habakuk. “Seringkali umat Allah merasa sangat terganggu karena mereka tidak melihat kekuatan lain yang sekuat musuh-musuh mereka. Tetapi nubuat Habakuk mendorong umat beriman untuk memiliki perspektif yang berbeda. Mereka harus melihat kekuatan musuh sebagai sumber perlindungan mereka sendiri. Semakin kuat musuh, semakin pasti kehancurannya. Karena sebagaimana Allah berdaulat membangkitkan kekuatan dan meruntuhkannya kembali, Dia membalikkan kekuatan musuh terhadap mereka sendiri.”

Bukankah kita melihat hal ini terjadi berulang kali di dalam Alkitab? Firaun mengira bahwa ia telah berhasil menjebak Israel di antara Laut Merah dan tentara Mesir. Haman mengira dia akan menggantung Mordekhai di tiang gantungan. Musuh-musuh Daniel menyusun rencana sedemikian rupa agar Daniel dimakan singa. Tetapi tahukah anda apa yang terjadi pada mereka? Tentara Mesir ditelan oleh Laut Merah. Haman digantung di tiang gantungannya sendiri. Musuh-musuh Daniel justru yang akhirnya dimakan oleh singa. Senjata makan tuan. Apa yang kita lihat adalah bagaimana Tuhan selalu bekerja untuk kebaikan umat-Nya. Di mana pun kita melihat musuh umat Tuhan, di mana pun kita melihat ketidakadilan, di mana pun tampaknya musuh Tuhan berada di atas angin, Tuhan selalu memiliki cara untuk memutar balikkan senjata mereka. Habakuk menarik kisah demi kisah dari masa lalu Israel untuk mengingatkan dirinya sendiri bahwa kemenangan Tuhan sudah dijamin, bahkan ketika tampaknya masih sangat jauh.

Pertanyaannya adalah, apakah kita percaya akan kebenaran ini? Apakah kita percaya bahwa Tuhan dapat mengubah kejahatan yang direka-rekakan oleh musuh kita menjadi kebaikan? Inilah sebabnya mengapa mengingat apa yang telah Tuhan lakukan itu penting. Perhatikan. Mengingat kembali apa yang telah Tuhan lakukan akan menciptakan kepercayaan dan pengharapan untuk masa depan. Mengingat pekerjaan Tuhan di masa lalu memberikan jangkar pada masa kini sambil menantikan masa depan dengan tekun. Pengalaman di masa lalu menciptakan pengharapan untuk masa depan. Ini yang Daud katakan dalam Mazmur 103:2 – Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya! Tahukah anda kepada siapa Daud berbicara? Dirinya sendiri. Mengapa? Karena dia sedang mengingat. Dia mengatakan pada dirinya sendiri untuk tidak melupakan apa yang telah Tuhan lakukan. Mari saya beri tahu anda mengapa hal ini sangat penting. Apakah anda tahu apa masalah utama kita? Jawaban yang mudah adalah dosa. Tetapi tahukah anda mengapa kita berdosa terhadap Tuhan? Saya berikan satu studi kasus dari Alkitab.

Yesaya 51:12-13 – Akulah, Akulah yang menghibur kamu. Siapakah engkau maka engkau takut terhadap manusia yang memang akan mati, terhadap anak manusia yang dibuang seperti rumput, sehingga engkau melupakan TUHAN yang menjadikan engkau, yang membentangkan langit dan meletakkan dasar bumi, sehingga engkau terus gentar sepanjang hari terhadap kepanasan amarah orang penganiaya, apabila ia bersiap-siap memusnahkan? Di manakah gerangan kepanasan amarah orang penganiaya itu? Perhatikan apa yang Tuhan katakan kepada bangsa Israel. Tuhan bertanya kepada bangsa Israel, “Hai Israel, mengapa kamu takut kepada manusia? Mengapa kamu takut kepada mereka? Mari Aku beri tahu alasannya. Karena kamu telah melupakan Aku, Tuhan, yang menjadikanmu. Kamu telah melupakan betapa hebatnya Aku dan apa yang dapat Aku lakukan.” Apakah anda bisa lihat? Israel seharusnya tahu bahwa Tuhan jauh lebih besar daripada manusia, tetapi mereka lupa. Dan karena mereka lupa, mereka berdosa kepada Tuhan. Itulah masalah mereka dan itulah masalah kita juga. Kita mudah lupa. Apakah anda menyadari bahwa ada sesuatu dalam hati kita yang dengan mudah melupakan hal yang baik tetapi mengingat hal yang buruk? Itulah yang dilakukan dosa kepada kita. Dosa membuat kita melupakan hal-hal yang seharusnya kita ingat dan mengingat hal-hal yang seharusnya kita lupakan.

Saya berikan sebuah contoh pribadi. Sebagai seorang pengkhotbah, terkadang saya menerima pujian dari orang-orang. Mereka mengatakan kepada saya bagaimana Tuhan menggunakan khotbah saya untuk berbicara kepada mereka dan mengubah mereka. Dan saya selalu bersyukur atas pujian-pujian itu. Tetapi mari saya beri tahu. Saya mungkin menerima ratusan pujian, tetapi hanya perlu satu kritik untuk mengalahkan semua pujian itu. Seolah-olah ratusan pujian itu datang dalam warna hitam putih, sementara satu kritik itu sejelas definisi 8K. Anda tahu apa yang saya maksudkan? Mengapa orang-orang harus mengatakan kepada kita bahwa kita hebat ratusan kali sebelum kita mempercayainya, tetapi hanya butuh seseorang mengatakan bahwa kita jelek sekali saja dan kita langsung mempercayainya? Hati kita telah tercemar oleh dosa sehingga mereka menolak yang baik dan memilih yang buruk. Karena dosa, hati kita bekerja berlawanan dengan yang seharusnya. Sebagian besar hal yang seharusnya kita ingat, kita tidak ingat. Dan sebagian besar hal yang seharusnya tidak kita ingat, kita ingat. Dapatkah anda melihat mengapa sangat penting bagi kita untuk terus mengingat apa yang Tuhan telah lakukan? Ketika dalam kesukaran hidup, ketika kita dalam pergumulan, terkadang yang harus kita lakukan hanyalah mengingat. Mengingat berarti menghubungkan apa yang Tuhan telah lakukan di masa lalu dengan masa kini. Ketika kita tidak mengerti apa yang Tuhan sedang lakukan saat ini, kita mengingat apa yang Tuhan telah lakukan di saat yang lalu. Dan kebenaran yang menguatkan adalah bahwa Tuhan tetap sama kemarin, hari ini, dan selamanya. Jika Dia dapat melakukannya di masa lalu, Dia dapat melakukannya di masa kini karena Dia tidak pernah berubah.

 

 

Ingat keselamatan Tuhan

Habakuk 3:16 – Ketika aku mendengarnya, gemetarlah hatiku, mendengar bunyinya, menggigillah bibirku; tulang-tulangku seakan-akan kemasukan sengal, dan aku gemetar di tempat aku berdiri; namun dengan tenang akan kunantikan hari kesusahan, yang akan mendatangi bangsa yang bergerombolan menyerang kami.

Ini luar biasa. Setelah melakukan semua mengingat tersebut, tubuh Habakuk masih gemetar. Dia tahu kehancuran yang akan menimpa Yehuda. Dia tahu penderitaan yang akan dialami bangsanya. Tidak ada yang dapat menghentikan tragedi tersebut. Babel akan datang. Kehancuran sudah dekat. Itu sebabnya tubuhnya gemetar. Tetapi pada saat yang sama, Habakuk tidak kehilangan harapan. Tuhan telah memberitahunya bahwa Tuhan akan menghakimi Babel atas apa yang akan mereka lakukan terhadap Yehuda. Dan Habakuk akan dengan tenang menunggu hari dimana Tuhan menghakimi Babel. Dengan kata lain, Habakuk berkata, “Aku sangat sedih. Aku menangis seperti bayi. Aku tidak dapat berdiri dengan kedua kakiku sendiri. Tetapi aku akan menantikan Tuhan untuk bertindak berdasarkan firman-Nya. Aku tidak melihatnya, tetapi aku percaya, dan aku akan menunggu kegenapannya.” Habakuk tidak menyukai apa yang ia dengar dari Tuhan, tetapi ia menerima dan mempercayai Tuhan di atas keinginannya. Dia tahu bahwa penderitaan apa pun yang akan mereka alami, ketakutan apa pun yang akan mereka hadapi, itu bukanlah akhir dari cerita. Tuhan akan menggenapi perkataan-Nya pada waktu yang telah ditentukan. Habakuk telah menunggu jawaban dari Tuhan sebelumnya, dan sekarang dia akan menunggu penggenapan jawaban Tuhan.

Inilah permasalahan dengan menunggu. Menunggu penggenapan jawaban Tuhan sering kali sulit karena hanya Tuhan yang tahu persis berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menggenapi janji-Nya. Karena Tuhan tidak terbatas pada ruang dan waktu, sangat sulit bagi kita untuk menunggu karena kita tidak tahu sampai kapan. Hampir tidak ada yang lebih sulit untuk kita lakukan selain menunggu. Kita lebih suka Tuhan memberikan kita 100 langkah yang harus kita lakukan daripada menunggu. Mengapa? Karena setidaknya ketika kita berada di langkah ke-99, kita tahu bahwa hanya perlu satu langkah lagi sebelum kita tidak usah lagi menunggu. Kita memegang kendali. Tetapi untuk hanya menunggu, dibutuhkan kepercayaan. Menunggu mengharuskan kita melepaskan kendali. Dan itu sangat sulit. Menunggu berarti kita tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya dan kapan itu akan terjadi. Kita hanya dapat mempercayai Tuhan bahwa Dia akan mencapai tujuan-Nya yang baik pada waktu yang telah ditentukan. Dan di sinilah iman kita diuji. Apakah kita mempercayai Tuhan tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan? Apakah kita mau bertekun dalam iman sampai akhir? Apakah kita tetap percaya kepada Tuhan, bahkan jika penggenapan janji-Nya tidak terjadi dalam hidup kita? Habakuk telah memutuskan di dalam hatinya bahwa ia akan tetap percaya kepada Tuhan apa pun yang terjadi. Lihat apa yang dia katakan selanjutnya. Sangat menakjubkan.

Habakuk 3:17-18 – Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.

Saya tahu kalimat-kalimat ini sangat puitis. Tetapi Habakuk sebenarnya sedang menggambarkan situasi yang sangat menghancurkan. Dan dia tidak sedang berbicara tentang situasi hipotetis. Dia tahu bahwa inilah yang akan menimpa Yehuda. Habakuk menggambarkan bencana ekonomi karena buah ara, anggur, zaitun, dan gandum adalah empat cara di mana tanah menghasilkan bahan makanan. Itu juga cara mereka menghasilkan kekayaan. Sementara kambing domba dan lembu sapi adalah portfolio mereka. Pada zaman Habakuk, orang-orang tidak menaruh investasi mereka dalam bentuk mata uang. Investasi mereka adalah ternak dan tanah. Oleh karena itu, tidak memiliki buah ara, anggur, zaitun, gandum, kambing domba, dan lembu sapi adalah bencana ekonomi yang lengkap. Itu berarti investasi mereka lenyap. Apakah anda mengerti? Ini adalah keruntuhan sosial tingkat kelaparan. Situasi yang digambarkan Habakuk sangat menghancurkan. Namun, dengarkan apa yang dia katakan di ayat 18. “Namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.” Apakah anda mendengar perkataan Habakuk? Meskipun keadaannya akan semakin memburuk, Habakuk mengatakan bahwa ia akan bersukacita di dalam Tuhan, ia akan beria-ria di dalam Tuhan yang menyelamatkannya. Mungkin tidak ada yang menopang hidupnya. Tidak ada makanan, tidak ada susu, tidak ada pakaian, tidak ada produksi, tidak ada uang, namun ia akan bersukacita.

Izinkan saya mengontekstualisasikan ayat-ayat ini untuk kita.
“Seandaianya tidak ada uang di bank untuk menyekolahkan anakku.
Seandaianya aku di-PHK dan aku tidak dapat menemukan pekerjaan baru.
Seandaianya dokter mengatakan bahwa aku memiliki penyakit yang ganas.
Seandaianya keinginanku untuk pernikahan yang lebih baik tidak terjadi dan aku harus tetap berjuang.
Seandaianya kerinduanku akan seorang anak tidak terjadi dan aku tetap tidak memiliki anak.
Seandaianya bisnisku gagal dan aku bangkrut.
Seandaianya pasanganku berselingkuh dan meninggalkan aku.
Seandainya skenario terburukku terjadi, seandainya ketakutan terbesarku terjadi, namun aku akan bersukacita di dalam Tuhan. Aku akan beria-ria di dalam Tuhan yang menyelamatkan aku.”

Inilah yang dikatakan Habakuk. Apakah anda melihatnya? Habakuk memiliki banyak alasan untuk tidak bersukacita, tetapi ia bersukacita. Habakuk bersukacita di dalam Tuhan dalam kesukaran hidup. Dan alasan dia bisa melakukannya bukan karena dia kuat. Habakuk 3:19 – ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku. Habakuk berkata, “Alasan aku dapat bersukacita dalam penderitaan, alasan aku dapat mempercayai Tuhan meskipun duniaku hancur, adalah karena Tuhanlah kekuatanku. Dialah yang memampukan aku untuk melakukannya. Dialah yang membuat kakiku ringan seperti kaki rusa. Dialah yang memampukan aku untuk berjalan di bukit ini. Aku tidak dapat melakukannya dengan kekuatanku sendiri, tetapi aku tidak melakukannya dengan kekuatanku sendiri. Tuhanlah kekuatanku. Dia menyertai aku dan Dia memampukan aku.” Habakuk tidak menaruh kepercayaan pada kekuatannya sendiri, tetapi pada kekuatan Tuhan yang memampukannya untuk menanti dengan iman dan sukacita.

Tetapi inilah yang saya ingin anda lihat. Kapan sukacita itu terjadi? Apakah setelah penderitaan berakhir? Ataukah dalam penderitaan? Sukacita terjadi dalam penderitaan. Bersukacita di dalam Tuhan tidak terjadi setelah penderitaan; itu terjadi dalam penderitaan. Saya tahu ini sulit untuk diterima. Kita sering berpikir bahwa kita sedang bersukacita atau bersedih. Jika kita bersukacita, kita tidak bersedih. Jika kita bersedih, kita tidak bersukacita. Tetapi itu bukanlah kesaksian Alkitab. Kesaksian Alkitab adalah bahwa kita dapat bersedih, namun selalu bersukacita. Karena alasan kita bersukacita tidak ada hubungannya dengan keadaan kita. Alasan kita bersukacita adalah Tuhan. Meskipun kita tidak memahaminya, kita percaya bahwa Tuhan akan menggenapi rencana-Nya yang baik dan kemuliaan-Nya akan menutupi bumi seperti air menutupi lautan. Inilah hal tentang bersukacita dalam penderitaan. Kita tidak dapat memaksakan diri kita untuk bersukacita dalam penderitaan, tetapi kita dapat menjelaskan kepada diri kita mengapa kita bisa bersukacita dalam penderitaan. Kita dapat berkata pada diri kita sendiri, “Aku tahu aku sangat sakit saat ini. Aku tahu aku sangat bingung. Aku tahu aku frustrasi. Tetapi Tuhan tahu persis apa yang sedang Dia lakukan. Aku ingat siapa Dia. Aku ingat apa yang telah Dia lakukan. Dan karena itu, aku tidak punya alasan untuk meragukan Dia hari ini. Aku dapat mempercayai Dia bahkan ketika hidupku hancur karena firman-Nya akan menjadi kenyataan. Dia adalah Tuhan atas keselamatanku, dan Dia tidak akan gagal untuk menyelesaikan pekerjaan-Nya yang baik di dalam hidupku. Oleh karena itu, aku akan bersukacita. Bukan karena hidupku menjadi lebih baik, tetapi karena aku tahu siapa Tuhanku. Aku akan bersukacita bukan karena keadaanku, tetapi aku akan bersukacita karena Tuhan yang menyelamatkanku.” Saudara, inilah inti pesan dari kitab Habakuk. Kita dapat memiliki iman dalam kesukaran hidup karena iman kita tidak bergantung pada keadaan kita, tetapi pada Tuhan atas segala keadaan.

Saya harap jelas bagi kita bahwa seiring dengan berjalannya kitab ini, situasi Habakuk tidak menjadi lebih baik. Situasi Habakuk justru semakin memburuk. Pada awal pasal satu, Habakuk mengeluh kepada Tuhan tentang kediaman Tuhan atas kebobrokan Yehuda. Namun ketika Tuhan menjawab, Habakuk memiliki lebih banyak alasan untuk mengeluh kepada Tuhan. Ketika kita masuk ke pasal dua, situasinya berubah dari buruk menjadi lebih buruk. Tuhan akan menggunakan Babel yang jahat untuk menghancurkan Yehuda, dan kemudian Tuhan akan menghukum Babel karenanya. Dan ketika kita sampai di pasal tiga, Habakuk siap untuk keruntuhan dan kelaparan terjadi di Yehuda. Jadi, lintasan keadaan di sekitar Habakuk berubah dari buruk menjadi lebih buruk. Namun tidak demikian dengan perjalanan imannya. Keadaan Habakuk berubah dari buruk menjadi lebih buruk, tetapi iman Habakuk menjadi lebih baik. Iman Habakuk berubah dari keluhan menjadi sukacita. Tetapi tahukah anda apa yang mengubah Habakuk? Dia bergumul dengan Tuhan dengan tekun. Dia jujur kepada Tuhan tentang rasa frustasinya dan dia menolak untuk meninggalkan Tuhan betapapun sakitnya. Dia tidak langsung mendapatkan sukacita. Hanya dengan bergumul dengan Tuhan melalui rasa sakit yang paling dalam, dia dapat bersukacita di dalam Tuhan.

Beberapa dari kita mungkin berpikir, “Ya, itu baik untuk dia. Tetapi aku bukan Habakuk. Aku tidak akan pernah bisa seperti Habakuk. Aku tidak akan bisa melakukan apa yang Habakuk lakukan.” Dan itu benar. Jika kita melihat Habakuk sebagai contoh, kita tidak akan pernah bisa seperti Habakuk. Tetapi kita bisa lebih baik dari Habakuk jika kita tahu bahwa kita memiliki sesuatu yang lebih baik dari Habakuk. Tahukah anda bahwa kita memiliki sesuatu yang lebih baik dari Habakuk? Apa yang Habakuk lakukan adalah dia mengingatkan dirinya sendiri tentang kisah keluaran. Dia mengingatkan dirinya sendiri tentang kisah kesetiaan Tuhan terhadap umat-Nya. Tetapi kisah keluaran hanyalah bayangan dari keluaran yang sesungguhnya yang Yesus lakukan bagi kita. Suatu kali Musa dan Elia datang menemui Yesus, dan mereka berbicara tentang kepergian Yesus. Dalam bahasa Yunani, secara harfiah dikatakan bahwa mereka membicarakan tentang keluaran Yesus. Musa tahu bahwa keluaran yang dilakukannya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang akan dilakukan Yesus. Karena jika Musa membebaskan umat Tuhan dari perbudakan politik dan sosial, Yesus akan membebaskan umat Tuhan dari perbudakan dosa dan kematian. Jika Musa mempertaruhkan nyawanya untuk umat Tuhan, Yesus memberikan nyawanya untuk umat Tuhan. Jika Musa menyembelih anak domba untuk menyelamatkan umat Tuhan dari kematian, Yesus adalah anak domba Allah yang disembelih untuk menyelamatkan umat Tuhan dari murka Tuhan.

Apakah anda melihatnya? Jika kita menaruh iman kita kepada Yesus hari ini, kita memiliki lebih banyak alasan untuk bersukacita di dalam Tuhan daripada Habakuk. Habakuk tahu bahwa Tuhan setia menepati janji-janji-Nya, tetapi dia tidak tahu bahwa kesetiaan Tuhan berarti bahwa Tuhan sendiri harus datang kepada kita dan mati untuk menepati janji-janji-Nya. Dan jika Habakuk dapat mempercayai Tuhan dan firman-Nya sebelum salib, seberapa besar kita dapat mempercayai Tuhan dan firman-Nya setelah salib? Kita melihat tindakan ketidakadilan terbesar di kayu salib. Anak Allah yang sempurna disalibkan di tangan orang-orang yang jahat. Tetapi kematian tidak memiliki kata terakhir atas Yesus. Tuhan menggunakan senjata musuh untuk melawan mereka. Dia mengubah apa yang dimaksudkan oleh para musuh untuk kejahatan menjadi kebaikan. Melalui salib yang mengerikan, Yesus menaklukkan maut sekali untuk selamanya, sehingga hari ini kita dapat mengetahui dengan pasti bahwa maut tidak memiliki kata terakhir atas kita. Kematian dan kebangkitan Yesus memberi tahu kita dengan pasti bahwa Tuhan dapat mengubah kesakitan terdalam menjadi kemenangan terbesar. Inilah mengapa kita dapat bersukacita dalam penderitaan.

Saya tidak tahu penderitaan apa yang anda alami saat ini. Tetapi saya tahu bahwa tidak ada penderitaan yang tidak dapat ditebus oleh Tuhan. Salib Kristus meyakinkan kita bahwa Tuhan selalu bekerja untuk kemuliaan-Nya dan kebaikan kita. Itulah sebabnya kita dapat dengan yakin berkata bersama Paulus, “Jika Allah ada di pihak kita, siapakah yang dapat melawan kita?” Jawabannya adalah banyak. Banyak hal yang dapat melawan kita. Penyakit, pernikahan yang gagal, kebangkrutan, kesepian, kemandulan, kematian, dll. Intinya bukanlah bahwa kita tidak akan mengalami semua penderitaan itu. Intinya adalah meskipun kita mengalami semua penderitaan itu, kita lebih dari pemenang melalui Kristus yang telah mengasihi kita. Dan inilah janji Kristus. Tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Tuhan di dalam Yesus Kristus. Kita dapat dipisahkan dari pasangan kita. Kita dapat dipisahkan dari anak-anak kita. Kita dapat dipisahkan dari rekening bank kita, pekerjaan kita, rumah kita, gereja kita, tubuh kita. Tetapi kita tidak akan pernah dapat dipisahkan dari kasih Kristus. Jadi, kita dapat bersukacita dalam penderitaan karena kita tahu bahwa penderitaan kita tidak akan menjadi kata terakhir; Kristus dan janji-janji-Nya yang akan menjadi kata terakhir. Mari kita berdoa.

 

 

Discussion questions:

 

  1. What struck you the most from the sermon?
  2. Why is it important to have the discipline of remembering who God is and what God has done?
  3. Give some practical steps on how to practice the discipline of remembering.
  4. In your opinion, what does it mean to rejoice in God’s salvation?
  5. How does the gospel enable us to rejoice in pain?

No Comments

Sorry, the comment form is closed at this time.