20 Sep Iman yang berkenan
Ibrani 11:1-7
Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Sebab oleh imanlah telah diberikan kesaksian kepada nenek moyang kita. Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat. Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik dari pada korban Kain. Dengan jalan itu ia memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar, karena Allah berkenan akan persembahannya itu dan karena iman ia masih berbicara, sesudah ia mati. Karena iman Henokh terangkat, supaya ia tidak mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan, karena Allah telah mengangkatnya. Sebab sebelum ia terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa ia berkenan kepada Allah. Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia. Karena iman, maka Nuh–dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan–dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya.
Mari saya mulai dengan sebuah pertanyaan. Apakah anda tahu kesamaan apa yang dimiliki oleh Oprah, Televangelist, dan John Piper? Setiap mereka sering berbicara tentang pentingnya memiliki iman. Tetapi kita tahu dengan pasti bahwa mereka tidak mungkin membicarakan hal yang sama. Jadi, apa itu iman? Dan ini adalah pertanyaan yang sangat penting. Karena Alkitab menggambarkan kehidupan Kekristenan sebagai kehidupan iman. Jadi, kita harus yakin kita tahu apa yang kita maksud sewaktu kita menggunakan kata iman. Dan ini tidak mudah. Karena hari ini kata iman digunakan sedemikian rupa sehingga iman memiliki arti yang berbeda bagi banyak orang. Ketika Oprah berkata, “Anda harus memiliki iman”, dia berbicara tentang pentingnya memiliki keyakinan terhadap diri kita sendiri. “Apakah anda ingin menjadi seperti Bill Gates? Anda harus memiliki iman! Anda harus percaya bahwa anda memiliki apa yang diperlukan untuk mencapai apa yang ingin anda capai. Pertempuran terbesar adalah meyakinkan diri sendiri bahwa anda bisa.” Bagi Oprah, memiliki iman adalah tentang percaya kepada diri kita sendiri. Ketika Televangelist berkata, “Anda harus memiliki iman”, mereka berbicara tentang pentingnya percaya bahwa Allah akan memberikan apa pun yang kita inginkan. Mereka berkata, “Apa yang anda inginkan dalam hidup? Ferrari? Milikilah iman dan mintalah di dalam nama Yesus. Jika anda melihat Ferrari di jalan, letakkan tangan anda atasnya dan katakan, ‘Dalam nama Yesus, aku percaya bahwa aku akan memiliki Ferrari. Amin.’” Dan mereka terdengar sangat meyakinkan. Saya pernah mencobanya pada foto Song Hye Kyo. Saya meletakkan tangan saya di atas fotonya dan berdoa, “Aku percaya bahwa Song Hye Kyo akan menjadi pacarku.” Dan sampai hari ini, dia bahkan tidak tahu bahwa saya ada. Apa permasalahannya? Mereka berkata, “Oh, itu karena kamu tidak memiliki cukup iman. Jika kamu memiliki cukup iman, maka Allah akan memberikan kamu apa yang kamu minta. Jadi, kamu perlu mengusahakan imanmu lebih lagi.” Bagi Televangelist, memiliki iman adalah kunci untuk mendapatkan apapun yang kita inginkan. Bagi John Piper, “Iman adalah pemahaman rohani atau persepsi atau pengecapan atau perasaan akan keindahan dan kemanisan dan keberhargaan dan kebaikan dari apa yang Allah janjikan.” Dan kita berkata, “Aku tidak tahu apa yang dia maksud, tetapi aku tahu ini pasti benar karena ini adalah John Piper.” Poin saya adalah kata iman seringkali kehilangan maknanya hari ini.
Ibrani 11 memberi tahu kita dengan jelas apa itu iman. Tetapi pertimbangkan konteks kitab Ibrani terlebih dahulu. Ingat bahwa penerima surat Ibrani adalah orang-orang Kristen Yahudi yang berjuang untuk mengikuti Yesus. Mereka dianiaya oleh pemerintah dan komunitas Yahudi mereka. Mereka ditolak oleh orang-orang di sekitar mereka. Dan mereka mulai berpikir apakah layak mengikuti Yesus. Dan penulis mengatakan kepada mereka, Ibrani 10:36-38 – Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu. “Sebab sedikit, bahkan sangat sedikit waktu lagi, dan Ia yang akan datang, sudah akan ada, tanpa menangguhkan kedatangan-Nya. Tetapi orang-Ku yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya.” Dapatkah anda melihat tujuan iman di dalam konteks ini? Tujuan iman bukanlah untuk mereka percaya kepada diri mereka sendiri atau memberi mereka apa pun yang mereka inginkan. Tetapi bagi mereka untuk terus mendekat kepada Allah dan bertekun dalam perjalananan mereka bersama Allah.
Jadi, sebelum kita melihat apa itu iman, saya pikir ada baiknya kita mengetahui apa yang bukan iman. Iman bukanlah mempercayai di dalam hati kita apa yang kita tidak percayai di dalam pikiran kita; Iman bukanlah mempercayai sesuatu tanpa fakta atau seseorang tanpa informasi; Iman tidak buta; Iman bukanlah musuh akal sehat; Iman bukanlah berpikir positif; Iman bukanlah mata uang yang melaluinya kita dapat membuat Allah melakukan hal-hal bagi kita yang tidak akan Dia lakukan tanpanya. Ibrani 11 tidak ditulis untuk memberi tahu kita bahwa Allah akan memberikan kita apa pun yang kita minta jika kita memiliki iman, meskipun inilah cara Ibrani 11 sering digunakan. Ini adalah penyimpangan iman. Ibrani 11 ditulis untuk memperdalam keyakinan kepada janji Allah yang memungkinkan kita untuk tetap tekun. Ibrani 11 dirancang untuk mendorong umat Kristus untuk tetap berpegang teguh kepada Yesus dan bertekun di tengah penganiayaan. Jadi, apa itu iman? Mari kita belajar bersama.
Saya memisahkan khotbah ini menjadi tiga bagian: Ketegangan iman; Isi iman; Teladan iman.
Ketegangan iman
Ibrani 11:1-3 – Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Sebab oleh imanlah telah diberikan kesaksian kepada nenek moyang kita. Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat.
Ibrani 11:1 adalah definisi iman yang sangat terkenal. Tetapi perhatikan baik-baik. Ini sangat menarik. Ada ketegangan dalam pernyataan ini. Ibrani 11:1 – Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Pertama, iman melibatkan dasar dan bukti, atau bahasa inggrisnya, kepastian dan keyakinan. Ini berarti bahwa iman adalah untuk memiliki kepastian saat ini. Tetapi kedua, iman juga melibatkan hal-hal yang diharapkan dan hal-hal yang tidak terlihat. Untuk berharap berarti hal itu belum terjadi. Jika seorang gadis mengatakan bahwa dia berharap untuk menikah, itu berarti bahwa dia belum menikah. Jika dia sudah menikah, dia tidak perlu berharap untuk menikah. Harapan selalu melihat ke masa depan. Dan hal-hal yang tidak terlihat berarti bahwa hal tersebut tidak ada di dalam pandangan kita. Apakah anda melihat ketegangannya? Di satu sisi, iman berbicara tentang keyakinan saat ini, dan di sisi lain, iman melibatkan hal yang belum terjadi dan tidak terlihat. Ada celah. Ada ketegangan antara apa yang kita yakini dan apa yang kita alami. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita bisa yakin akan sesuatu yang belum terjadi atau hal-hal yang tidak bisa kita lihat? Dan jawabannya adalah karena iman. Iman membuat nyata bagi kita hal-hal yang kita harapkan tetapi belum menjadi bagian dari pengalaman kita. Iman memberikan kita jaminan di dalam kita bahwa apa yang kita harapkan pasti akan terjadi. Iman mengisi celah antara keyakinan dan pengalaman. Tetapi iman tidak buta. Perhatikan ayat 3.
Ibrani 11:3 – Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat. Iman tidak buta tetapi iman berpegang teguh kepada firman Allah. Tidak satu pun dari kita hadir ketika Allah menciptakan alam semesta. Tetapi kita tahu bahwa Allah menciptakan alam semesta dengan firman-Nya. Kita bukan saksi mata penciptaan, tetapi dengan iman kita tahu bahwa alam semesta diciptakan oleh firman Allah. Apa artinya bagi kita? Ini berarti bahwa kita akan selalu mengalami ketegangan dalam iman kita, ketegangan antara apa yang kita alami saat ini dan firman Allah. Saya berikan sebuah contoh: keselamatan. Firman Allah memberitahu kita bahwa kita diselamatkan oleh kasih karunia melalui iman dalam Kristus saja. Artinya, ketika kita beriman kepada Yesus, kita diampuni dari semua dosa kita satu kali untuk selamanya, dan kita dipakaikan kebenaran Yesus yang sempurna. Jadi saat ini, Allah melihat kita sebagai orang yang kudus, benar, dan sempurna di hadapan-Nya. Berapa banyak dari anda yang percaya kebenaran ini? Coba jawab pertanyaan ini. Bagaimana anda bisa yakin? Apakah anda menyaksikan kematian Yesus? Apakah anda melihat jubah kebenaran Yesus atas anda sekarang? Jika tidak, bagaimana anda bisa yakin bahwa Yesus mengampuni anda dari semua dosa anda? Jawabannya adalah karena firman Allah memberitahu anda demikian. Dan ketika anda mempercayai firman Allah, anda dijadikan benar di hadapan Allah. Anda dijadikan kudus, sempurna dan tidak bercacat karena iman anda kepada karya Yesus.
Tetapi kemudian pertanyaannya adalah, apakah kita sudah sepenuhnya benar dalam kehidupan kita sehari-hari? Tentu saja tidak. Hari ini, kita masih berjuang melawan dosa. Jadi, ada ketegangan antara apa yang kita yakini dan apa yang kita alami. Tetapi kita tidak berjuang tanpa harapan. Kita memiliki jaminan bahwa suatu hari kita tidak akan lagi bergumul dengan dosa, dan kita akan menjadi orang yang benar sepenuhnya. Bagaimana? Karena iman. Iman menjadikan nyata bagi kita hal-hal yang sepertinya tidak nyata dalam pengalaman kita, dan iman menghadirkan kepada hati kita hal-hal yang tidak dapat dilihat dengan mata kita. Iman adalah keyakinan pada hal-hal yang belum kita lihat tetapi sudah difirmankan oleh Allah. Selalu ada ketegangan di dalam iman. Dan penulis Ibrani memberi tahu kita di ayat 2 bahwa melalui imanlah orang-orang di dalam perjanjian lama menerima pujian dari Allah. Mereka berkenan di hadapan Allah bukan karena performa mereka, tetapi karena iman mereka kepada firman Allah. Tetapi iman mereka tidak kosong. Iman mereka memiliki dasar. Iman mereka memiliki isi. Mari kita lanjut.
Isi iman
Ibrani 11:6 – Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.
Ini sangat penting. Penulis Ibrani mengatakan bahwa tanpa iman, tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Dia tidak mengatakan bahwa sulit untuk berkenan kepada Allah tanpa iman, tetapi tidak mungkin untuk berkenan kepada Allah tanpa iman. Artinya, tidak peduli seberapa baik kita. Kita mungkin memberikan semua tabungan kita kepada Allah, kita mungkin orang yang paling murah hati di kota Sydney, kita mungkin orang yang paling dermawan di lingkungan kita, kita mungkin pelayan terbaik di gereja kita, tidak ada ketaatan yang berkenan kepada Allah tanpa iman. Karena bukan ketaatan saja tetapi ketaatan yang didasarkan iman yang membuat Allah tersenyum. Tetapi perhatikan apa yang dia katakan selanjutnya. “Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.” Ini sangat penting. Inilah yang membedakan iman Kekristenan dengan iman modern. Iman modern memberitahu kita untuk percaya kepada diri kita sendiri. Iman Kekristenan memberitahu kita untuk berpaling dari diri kita sendiri dan melihat kepada Allah. Dengan kata lain, iman yang berkenan kepada Allah adalah iman yang memiliki obyek yang benar.
Setiap iman pasti memiliki obyek. Dan kualitas iman tidak ditentukan oleh kekuatan subyek iman tetapi obyek iman. Saya berikan sebuah contoh. Salah satu mimpi buruk yang sering saya alami adalah mimpi jatuh dari tempat yang tinggi. Entah saya tidak sengaja kepleset dan jatuh atau seseorang secara tidak sengaja mendorong saya. Ada yang pernah mengalami mimpi buruk jatuh dari ketinggian dan terbangun dengan kaki terangkat ke atas? Bayangkan ini terjadi di kehidupan nyata. Dan saat kita jatuh, tepat di samping kita ada ranting pohon yang keluar dari ujung tebing. Ranting ini adalah satu-satunya harapan kita, dan ranting ini cukup kuat untuk menopang berat badan kita. Bagaimana ranting ini bisa menyelamatkan kita? Jika pikiran kita dipenuhi dengan kepastian intelektual bahwa ranting pohon dapat menopang kita, tetapi kita tidak menjangkau dan meraihnya, kita akan berada di surga dalam hitungan detik. Atau tetangga surga. Tetapi jika pikiran kita dipenuhi dengan ketidakpastian bahwa ranting itu dapat menopang kita, tetapi kita tetap menjangkau dan meraihnya, kita akan selamat. Mengapa? Karena bukan seberapa besar iman yang kita miliki di dalam ranting yang menyelamatkan kita. Rantinglah yang menyelamatkan kita. Saya dapat memiliki keyakinan bahwa saya akan menjadi pemain sepak bola terbaik di dunia. Tetapi iman saya tidak berguna karena obyek iman saya tidak berguna. Saya bahkan tidak bisa berlari satu km tanpa istirahat. Apakah anda lihat? Bukan subyek iman tetapi obyek iman yang membuat perbedaan. Dan untuk memperkuat iman kita, yang kita butuhkan adalah mengenal obyek iman kita dengan lebih baik. Yang kita butuhkan untuk memperkuat iman kita adalah untuk mempercayai Allah dengan benar.
Jadi, apa yang perlu kita percayai tentang Allah? Dua hal. Pertama, kita perlu percaya bahwa Allah sanggup. Penulis Ibrani mengatakan bahwa kita harus percaya bahwa Allah ada. Suatu hari, Musa sedang menggembalakan kawanan domba ketika ia melihat semak yang menyala dengan api. Dan semak yang menyala itu tidak lain adalah manifestasi kehadiran Allah. Dan dalam pertemuan ini, Allah mengungkapkan namanya untuk pertama kalinya di dalam Alkitab. Musa meminta nama Allah dan Allah menjawab, “AKU ADALAH AKU”. Apa artinya? Arti di balik nama “AKU” adalah bahwa Allah itu ada dengan sendirinya. Dia tidak membutuhkan siapa pun atau apa pun selain dirinya sendiri. Dia puas dengan sendirinya. Untuk ada dengan sendirinya juga berarti bahwa Allah mandiri. Dia adalah air terjun yang tidak akan pernah habis dan tidak akan pernah kering. Ini juga berarti bahwa Dia abadi dan Dia tidak dapat berubah. Tidak ada waktu di mana Allah tidak ada. Tidak akan ada waktu di mana Allah tidak ada. Kemarin, hari ini dan selamanya, nama Allah adalah “AKU”. Dahulu dia adalah Allah, sekarang dia adalah Allah, dan selamanya dia adalah Allah. Tidak ada yang bisa mengubah Dia, dan tidak ada yang bisa menggerakkan Dia. Untuk percaya bahwa Allah ada adalah untuk percaya kepada Allah yang “AKU ADALAH AKU.” Segala sesuatu ada karena Dia. Dia adalah matahari dimana segala sesuatu berorbit. Ini berarti bahwa Allah memiliki otoritas tertinggi dan perkataan terakhir dalam segala hal. Dia berdaulat dan Dia tidak dibatasi oleh apapun.
Pada titik ini, beberapa orang mungkin berpendapat, “Tetapi aku tidak percaya bahwa Allah itu ada. Aku percaya pada teori big bang.” Baiklah, tetapi mari kita berpikir lebih jauh. Menurut hukum fisika, untuk setiap akibat, pasti ada penyebabnya. Kita tahu hukum ini berlaku untuk segala sesuatu yang terjadi di sekitar kita. Bahkan ketika kita bertanya pada seorang wanita “Kamu kenapa?”, dan dia menjawab, “Tidak kenapa”, para pria, jangan tertipu. Segala sesuatu pasti ada penyebabnya. Selalu ada sesuatu di balik “Tidak kenapa”. Dan jika ada penyebab untuk setiap akibat, pasti ada penyebab yang tidak memiliki sebab yang memulai sebab yang pertama. Dan bagi umat Kristus, penyebab tanpa sebab ini adalah Allah. Perhatikan. Dibutuhkan iman yang lebih untuk percaya bahwa alam semesta dengan kompleksitas yang rumit adalah hasil dari molekul yang meledak tanpa sebab secara acak daripada percaya bahwa ada Sang Pencipta yang menciptakan segala sesuatu dari ketiadaan. Dibutuhkan iman yang lebih besar untuk menjadi seorang ateis daripada untuk percaya kepada Allah. Iman itu rasional. Iman menuntut kita untuk berpikir. Iman lebih dari berpikir tetapi tidak kurang dari berpikir.
Kejadian memberitahu kita bahwa Allah menciptakan alam semesta dengan firman-Nya. Kejadian 1 penuh dengan irama dimana Allah berfirman dan hal itu terjadi. Lihat betapa berkuasanya firman Allah. Setiap kali kita mencoba untuk membuat sesuatu, kita harus memiliki bahan yang tepat. Tanpa bahan yang tepat, kita tidak dapat membuat apa yang kita inginkan. Kita tidak bisa membuat sesuatu dari ketiadaan. Ini tidak mungkin. Tetapi ini bukan bagaimana Allah bekerja. Alkitab memberi tahu kita bahwa pada mulanya bumi belum berbentuk dan kosong. Tidak ada bahan yang tepat untuk Allah menciptakan. Kabar baiknya adalah bahwa Allah tidak membutuhkan bahan yang tepat bagi Dia untuk mencapai apa yang Dia inginkan. Dia hanya perlu mengatakannya dan hal itu terjadi. Kuasa Allah tidak terbatas. Dia adalah satu-satunya yang memiliki kuasa untuk menciptakan sesuatu dari ketiadaan. Jadi, Allah berkata jadilah terang, dan cahaya mematuhi perkataan Allah dan muncul dari kegelapan. Allah berkata jadilah binatang, dan singa, beruang, kucing, anjing, dan bahkan kecoak mematuhi firman-Nya dan muncul dari ketiadaan. Apapun yang Allah katakan, itu terjadi. Tidak ada keringat atau kerja keras. Dan sekarang ketika kita melihat keindahan ciptaan, dengan iman kita melihat sidik jari Allah atas ciptaan. Inilah yang dimaksud dengan percaya bahwa Allah itu ada. Allah sanggup.
Kedua, kita perlu percaya bahwa Allah akan. Penulis Ibrani berkata bahwa kita harus percaya bahwa Allah memberi upah kepada mereka yang sungguh-sungguh mencari Dia. Ini berarti bahwa kita datang kepada Allah bukan untuk memberi kepada Dia tetapi untuk menerima dari Dia. Coba pikirkan sejenak. Jika Allah ada dan Dia adalah Pencipta segalanya, apa yang membuat kita berpikir bahwa ada sesuatu yang dapat kita lakukan untuk Allah? Allah memiliki segalanya. Dia pemilik alam semesta. Dia pemilik tata surya. Dia pemilik matahari, bulan dan bumi. Dia pemilik tanah tempat kita berjalan. Dia pemilik hidup kita. Dia pemilik bakat kita. Dia pemilik oksigen yang kita hirup. Inilah siapa Allah itu. Bagi Allah untuk memberikan upah kepada mereka yang mencari Dia berarti Allah tidak membutuhkan kita, tetapi kitalah yang membutuhkan Allah. Dan ada undangan dari Allah bagi kita untuk datang dan menerima dari Allah. Kita harus mengerti ini dengan benar. Karena menurut saya ada banyak dari kita yang kelelahan dalam perjalanan kita dengan Allah karena kita membebani diri kita sendiri dengan beban yang mustahil untuk kita pikul. Kita berpikir bahwa Allah membutuhkan bantuan kita. Kita melihat apa yang kita lakukan untuk Allah sebagai cara untuk membantu Allah menyelesaikan pekerjaan-Nya. Tetapi Allah yang nama-Nya adalah, “AKU ADALAH AKU” tidak membutuhkan bantuan apapun. Allah tidak mencari mereka yang ingin membantu Dia. Allah mencari mereka yang membutuhkan bantuan Dia. Dan ini adalah sesuatu yang radikal tentang Kekristenan. Setiap agama lain mengajarkan bahwa kita harus melakukan sesuatu untuk membuat Allah tersenyum. Tetapi Kekristenan mengajarkan bahwa Allah adalah Allah yang bahagia yang menemukan kesenangan dalam memberi upah kepada mereka yang mencari Dia. Allah Kekristenan tidak memiliki kebutuhan dan tidak dapat dilayani. Tetapi Allah Kekristenan suka memberi upah kepada mereka yang datang kepada Dia. Injil bukanlah “Allah butuh bantuan” tetapi “Allah suka membantu.” Kita tidak datang kepada Allah untuk memberi kepada dia. Kita datang kepada Allah untuk menerima dari Dia.
Saya suka cara John Piper menggambarkannya. Dia mengatakan bahwa Allah itu seperti sumber mata air di pegunungan. Bagaimana anda memuliakan nilai sumber mata air? Kita tidak memuliakan sumber mata air dengan mencoba menghemat air dan menjaganya tetap penuh. Tidak, sumber mata air mengisi diri sendiri. Kita memuliakan nilai sumber mata air dengan berlutut dan minum sepuas hati kita. Saudara, ini membuat perbedaan yang besar. Jadi, sikap utama hati kita ketika kita datang kepada Allah bukanlah untuk memberi tetapi menerima. Ini berarti kita datang lapar. Kita datang haus. Kita datang berharap. Allah dimuliakan bukan karena kita memberi kepada Dia, tetapi karena kita menerima dari Dia. Inilah iman yang berkenan kepada Allah. Iman yang mengatakan, “Tuhan, aku lemah, tetapi Engkau kuat. Aku kecil tetapi Engkau besar. Aku tidak cukup, tetapi Engkau lebih dari cukup. Aku tidak bisa, tetapi Engkau bisa. Aku punya masalah, Engkau punya jawaban. Aku memiliki kebutuhan, Engkau memiliki persediaan.” Dan Allah tersenyum kepada kita ketika cara kita berhubungan dengan Dia menunjukkan bahwa Dia sanggup dan Dia akan.
Tetapi dengarkan baik-baik. Iman bukanlah pikiran positif. Iman berdasarkan kebenaran firman Allah. Iman adalah untuk mengevaluasi situasi saat ini berdasarkan firman Allah. Jadi, mari kita menempatkannya dalam situasi kita saat ini. Kita mungkin sedang memiliki kebutuhan saat ini. Kita mungkin kehilangan pekerjaan. Kita mungkin tidak tahu bagaimana kita akan hidup besok. Kita mungkin merasa gelisah dan cemas. Tetapi kemudian kita membaca firman Allah dalam Filipi 4:19 – Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus. Kita mungkin tidak melihat penyediaan Allah sekarang. Ada ketegangan antara firman Allah dan situasi kita saat ini. Tetapi karena iman, kita tahu bahwa Allah ada. Kita tahu bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dari ketiadaan. Allah sanggup. Karena iman, kita percaya bahwa Allah memberi upah kepada mereka yang sungguh-sungguh mencari Dia. Allah akan. Iman adalah keyakinan bahwa Allah sanggup, dan Allah akan memberikan kita apa yang kita perlukan untuk tetap hidup besok karena firman-Nya berkata demikian. Iman adalah jembatan antara firman Allah dan situasi kita saat ini. Kita mungkin tidak tahu bagaimana Allah akan mengatasinya, tetapi karena iman kita tahu Allah sanggup dan Allah akan bertindak untuk mereka yang memegang firman-Nya. Jadi, kita percaya kepada Allah dan firman Allah. Iman tidak melihat kepada diri sendiri dan kondisi saat ini, tetapi iman melihat kepada siapa Allah. Inilah iman.
Teladan iman
Ibrani 11:4-5 – Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik dari pada korban Kain. Dengan jalan itu ia memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar, karena Allah berkenan akan persembahannya itu dan karena iman ia masih berbicara, sesudah ia mati. Karena iman Henokh terangkat, supaya ia tidak mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan, karena Allah telah mengangkatnya. Sebab sebelum ia terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa ia berkenan kepada Allah.
Kita harus mengerti ini dengan benar. Adalah satu hal untuk mengatakan bahwa kita percaya bahwa Allah sanggup dan Allah akan, adalah hal lain untuk mempertaruhkan hidup kita dan percaya bahwa Allah sanggup dan Allah akan memenuhi firman-Nya. Untuk mengatakan bahwa kita percaya Allah sanggup dan Allah akan tetapi kita tidak melakukan apa-apa bukanlah iman. Iman bukan hanya sebuah pehamaman intelektual. Penulis Ibrani memberi tahu kita bahwa iman kepada Allah tidak bisa tinggal diam. Iman selalu bergerak. Dan untuk membuktikannya, penulis mencantumkan nama-nama pahlawan iman di dalam perjanjian lama. Yang ingin disampailan penulis Ibrani adalah bahwa karena iman, kita juga dapat melakukan kehendak Allah untuk hidup kita. Hari ini, kita akan melihat tiga contoh pahlawan iman.
Pertama, lihat cerita Habel. Habel adalah anak dari Adam dan Hawa. Habel memiliki seorang kakak laki-laki bernama Kain. Suatu hari, mereka mempersembahkan korban kepada Allah. Habel mempersembahkan anak domba sulung dan Kain mempersembahkan buah dari panennya. Dan Allah menerima persembahan Habel, tetapi Allah menolak persembahan Kain. Karena itu, Kain sangat marah dan dia membunuh Habel. Inilah pertanyaannya. Mengapa Allah menerima persembahan Habel dan menolak persembahan Kain? Mengapa Habel dikatakan mempersembahkan korban yang lebih baik? Ada perdebatan tentang pertanyaan ini. Beberapa teolog mengatakan ini karena Habel mempersembahkan binatang dan karena itu ada darah yang tercurah dan dipersembahkan kepada Allah. Sedangkan Kain hanya mempersembahkan buah dan tidak ada darah di korbannya. Teolog lain mengatakan pengorbanan Habel diterima Allah karena ia mempersembahkan anak domba sulung, sedangkan Kain hanya mempersembahkan hasil panennya tetapi bukan hasil panen sulung. Jadi, yang mana yang benar? Berapa banyak yang mengatakan karena darah? Berapa banyak yang mengatakan karena sulung? Jawaban saya adalah, bukan dua-duanya. Karena menurut saya, ini bukan tentang apa yang dikorbankan tetapi bagaimana korban itu dipersembahkan. Habel mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik daripada Kain karena Habel mempersembahkannya dengan iman. Bukan tentang apa tetapi tentang hati. Habel percaya bahwa Allah ada dan Allah memberi upah kepada mereka yang mencari Dia. Dan Allah menerima persembahan Habel karena itu.
Dan itulah sebabnya meskipun Habel meninggal ribuan tahun yang lalu, dia masih berbicara hari ini. Dia memberi tahu kita bahwa pengorbanan yang diterima Allah adalah korban yang dipersembahkan karena iman. Yang membuat Allah tersenyum adalah ketika kita mendekat kepada Dia karena iman. Jadi ini bukan tentang apa yang kita lakukan untuk Allah. Ini tentang hati kita. Apakah kita mendekat kepada Allah berdasarkan iman kita kepada Yesus dan karya Yesus yang sempurna? Atau kita masih mengandalkan perbuatan kita sendiri? Apakah kita mempercayai Allah dan firman-Nya? Atau apakah kita mempercayai perasaan kita? Siapa yang kita percayai? Karena iblis berbohong kepada kita. Iblis memberitahu kita bahwa kita tidak layak untuk datang kepada Allah. Tetapi firman Allah berkata bahwa kita memiliki akses untuk masuk ke dalam hadirat Allah karena Yesus. Iblis ingin kita berfokus kepada diri kita sendiri daripada firman Allah. Allah ingin kita berfokus kepada firman-Nya daripada diri kita sendiri. Iblis tahu bahwa jika dia bisa membuat kita berfokus kepada diri kita sendiri, dia menang. Kita tidak akan mendekat kepada Allah dengan iman, dan kita tidak akan menyenangkan Allah. Tetapi siapa yang akan kita percayai? Habel memberitahu kita untuk menyingkirkan skala keseimbangan kita. Kita tidak akan pernah bisa menjadi cukup baik di hadapan Allah dengan perbuatan kita sendiri. Namun Allah telah membuka jalan bagi kita untuk mendekat kepada-Nya dengan iman. Jadi, dengan iman kita mendekat kepada Allah.
Kedua, lihat cerita Henokh. Cerita Henokh selalu membuat saya terpesona. Henokh adalah cicit dari Adam dan Hawa. Dan Kejadian memberitahu kita bahwa Henokh tidak selalu percaya kepada Allah. Untuk 65 tahun pertama dalam hidupnya, dia tidak berjalan dengan Allah. Tetapi kemudian pada usia 65, putranya, Metusalah lahir, dan sesuatu terjadi pada Henokh. Kita tidak tahu apa yang terjadi. Mungkin stres karena begadang untuk merawat putranya yang baru lahir, atau mungkin karena sukacita menyaksikan bagaimana kehidupan terbentuk. Kita tidak tahu. Tetapi kita tahu bahwa setelah Metusalah lahir, Henokh mulai berjalan dengan Allah. Dan dia berjalan dengan Allah secara konsisten untuk 300 tahun berikutnya. Dan tidak ada catatan yang luar biasa tentang kehidupan Henokh. Dia tidak melakukan sesuatu yang luar biasa seperti mengalahkan raksasa atau menguasai suatu kota. Dia hanyalah manusia biasa yang berjalan dengan Allah secara konsisten. Tetapi dia memiliki akhir yang sangat luar biasa dalam hidupnya. Saya suka sekali bagian ini. Kejadian 5:24 – Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah. Cara yang luar biasa indah untuk meninggalkan bumi. Penulis Ibrani memberitahu kita bahwa Henokh tidak pernah mati. Henokh tidak ditemukan karena Allah mengangkat dia. Saya suka cara Ray Stedman mengatakannya. “Ini seperti Henokh berjalan dengan Allah, dan ketika mereka selesai berjalan, Allah berkata, ‘Henokh, kita sudah dekat dengan rumah-Ku. Mengapa kita tidak pergi ke sana saja?’” Dan dengan demikian, Henokh lenyap dari dunia ini.
Ini memberitahu kita bahwa karena iman, kita dapat berjalan dengan Allah. Ungkapan “berjalan dengan Allah” digunakan dalam kitab Kejadian untuk menggambarkan hubungan yang nyata dan intim dengan Allah. Ini berarti bahwa iman adalah lebih dari sebuah pemahaman intelektual; iman adalah hubungan pribadi dengan Allah. Karena iman, kita dapat memiliki hubungan pribadi dengan Allah. Coba pikirkan tentang ini. Ketika kita berjalan dengan seseorang, kita berada di dekat orang tersebut. Artinya kita tidak boleh mendahului Allah ataupun tertinggal, tetapi tetap dekat. Berjalan bersama Allah berarti kita bergerak saat Allah bergerak, dan kita berhenti saat Allah berhenti. Kita tinggal dekat dengan Allah. Tetapi tahukah anda mengapa sangat sulit bagi kita untuk tetap dekat dengan Allah? Karena sangat sulit bagi kita untuk percaya bahwa Allah ingin berjalan bersama kita, bahwa Dia menyukai kita dan menikmati kita. Karena kita tahu siapa kita. Kita tahu bahwa kita mengecewakan Dia secara konsisten. Dan kita berpikir bahwa Allah sudah pasti lelah dengan kita. Kita berpikir bahwa Allah hanya terpaksa berjalan dengan kita. Bayangkan anda menikah dengan seseorang yang tidak menyukai anda. Apa yang lebih melelahkan daripada menjalani perjalanan hidup dengan orang tersebut? Itulah bagaimana seringkali kita memikirkan hubungan kita dengan Allah. Tetapi karena iman, kita percaya bahwa Allah memberi upah kepada mereka yang mencari Dia. Karena iman, kita percaya bahwa Allah tidak akan pernah menolak kita ketika kita mendekat kepada Dia. Karena iman, kita percaya bahwa Allah ingin memimpin dan membimbing kita di setiap langkah. Iman menggerakkan kita untuk memiliki hubungan pribadi dengan Allah.
Ketiga, lihat cerita Nuh. Ibrani 11:7 – Karena iman, maka Nuh–dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan–dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya. Beberapa bulan yang lalu, salah satu guru Sekolah Minggu mengajukan sebuah pertanyaan kepada saya yang diajukan oleh salah satu murid. Pertanyaannya adalah, “Kenapa hewan-hewan di dalam bahtera tidak saling memakan?” Dan saya menjawab, “Nanti tanya langsung kepada Nuh ketika kita bertemu dengan dia di surga.” Ini adalah salah satu cerita sekolah minggu yang paling disukai. Saya tidak mengerti kenapa bisa begitu. Karena cerita Nuh adalah salah satu cerita paling mengerikan di seluruh Alkitab di mana Allah membinasakan semua mahluk di bumi kecuali mereka yang berada di dalam bahtera. Apa yang terjadi adalah semua orang di bumi menjadi semakin jahat, sampai-sampai Allah menyesal menciptakan mereka. Jadi, Allah memutuskan untuk membinasakan semua manusia di bumi dengan mengirimkan banjir. Tetapi Allah memilih untuk menyelamatkan Nuh dan keluarganya. Allah memerintahkan Nuh untuk membangun sebuah bahtera dan mengisi bahtera itu dengan segala jenis binatang. Dan semua yang ada di dalam bahtera diselamatkan dari banjir. Bayangkan virus corona membunuh seluruh penduduk di bumi kecuali anggota gereja ROCK Sydney. Itulah kisah Nuh. Dan pesan moral dari cerita ini adalah, “Anak-anak, kalian harus taat kepada orang tua dan guru kalian, atau Allah akan membunuh kalian.”
Dan ketika kita berbicara tentang Nuh, kita pasti berbicara tentang ketaatannya yang radikal kepada Allah. Allah memerintahkan Nuh untuk membuat sebuah bahtera raksasa yang membutuhkan bertahun-tahun untuk menyelesaikannya, di tengah tanah yang kering. Pikirkan betapa tidak masuk akalnya hal tersebut. Pada zaman Nuh, sangatlah mungkin mereka tidak memiliki konsep tentang banjir ataupun bahtera. Dan mereka pastinya mengejek Nuh. Tetapi karena iman, Nuh mentaati Allah dan dia menghukum dunia melalui iman ketaatannya. Apa artinya? Artinya setiap kali kita hidup dalam ketaatan kepada firman Allah karena iman, kita mengekspos dunia akan ketidaktaatan mereka kepada Allah. Ini seperti menyinari cahaya di tempat yang gelap. Cahaya membuat apa yang tidak terlihat di dalam kegelapan menjadi terlihat. Dengan cara yang sama, iman kita kepada Allah menuntun kita untuk mentaati firman Allah. Dan ketaatan kita kepada Allah terlihat tidak masuk akal bagi dunia. Ketika kita taat kepada peritah Allah untuk bermurah hati dengan uang kita, untuk berkomitmen ke gereja setiap hari Minggu, menggunakan waktu dan energi kita untuk membantu orang lain, untuk tidak berhubungan seks di luar pernikahan, dunia berpikir apa yang kita lakukan tidak masuk akal. Tetapi ketaatan kita kepada firman Allah menjadi saksi kepada dunia akan pemberontakan mereka terhadap Allah. Tetapi pertanyaannya adalah, mengapa Nuh mentaati Allah? Apakah karena dia tidak sejahat orang lain? Apakah karena dia lebih benar? Jawabannya adalah tidak. Inilah yang sering dilewatkan. Ya, Nuh mentaati Allah. Tetapi yang memungkinkan Nuh untuk mentaati Allah adalah iman. Iman dalam hal apa? Iman bahwa Allah ada dan Allah memberi upah kepada mereka yang mencari Dia.
Dan hal ini benar bukan hanya untuk Nuh tetapi untuk semua pahlawan iman yang namanya tercantum dalam Ibrani 11. Nama mereka ada di dalam daftar bukan karena mereka jauh lebih baik daripada yang lain. Satu-satunya hal yang membuat mereka berbeda dari orang lain adalah iman mereka. Mereka percaya bahwa Allah sanggup dan Allah akan. Dan karena iman, mereka menerima pujian dari Allah dan membuat perbedaan di dunia. Karena iman, para pahlawan ini hidup sebagaimana mereka hidup. Sering kali, kita berpikir bahwa para pahlawan iman ini adalah orang-orang yang luar biasa. Tetapi tidak. Para pahlawan iman ini tidak sempurna. Mereka adalah orang-orang berdosa seperti anda dan saya. Pahlawan sesungguhnya dari daftar pahlawan ini adalah Allah yang memungkinkan mereka untuk melakukan kehendak Allah dengan kekuatan Allah ketika mereka mendekat kepada Allah dengan iman. Dan dorongannya adalah jika kita hidup dengan iman, tidak peduli siapa kita, tidak peduli apa yang telah kita lakukan, kita dapat menerima pujian dari Allah dan membuat perbedaan bagi Allah. Yang penting bukanlah kualifikasi kita tetapi iman kita. Dan kekuatan iman bukanlah pada subyek iman tetapi obyek iman. Iman percaya bahwa Allah ada, dan Allah memberi upah kepada mereka yang sungguh-sungguh mencari Dia.
Saya akan tutup dengan ini. Bagaimana kita bisa yakin bahwa Allah ada, dan Dia memberi upah kepada mereka yang mencari Dia? Jawabannya bukanlah untuk melihat kepada Habel, Henokh dan Nuh. Habel, Henokh dan Nuh adalah teladan yang baik. Tetapi mereka hanyalah sebuah tanda yang menunjuk kepada sosok yang lebih besar. Kita perlu melihat kepada siapa mereka menunjuk. Habel mati dan dengan kematiannya, dia masih berbicara kepada kita bahwa Allah hanya menerima korban yang dipersembahkan karena iman. Yesus mati dan dengan kematiannya, dia berbicara kepada kita bahwa dia telah mempersembahkan korban yang sempurna satu kali untuk selamanya dan karena iman kita dapat diterima di hadapan Allah. Henokh berjalan dengan Allah, dan dia tidak ada lagi karena Allah mengangkatnya. Yesus berjalan dengan Allah tetapi dia ditinggalkan oleh Allah di kayu salib karena dosa-dosa kita. Supaya karena iman, kita dapat memiliki kepastian bahwa Allah akan berjalan dengan kita selama-lamanya. Nuh mentaati Allah dan dia menghukum dunia melalui ketaatannya. Yesus mentaati Allah tetapi dia mati dihukum agar karena iman, kita dapat diselamatkan melalui ketaatan Yesus yang sempurna. Saudara, Yesus adalah obyek dari iman kita. Kekuatan iman kita tidak ditentukan oleh seberapa kuat kita, tetapi seberapa kuat Yesus. Karena iman kita kepada Yesus, kita diterima oleh Allah, berjalan bersama Allah, dan mentaati Allah. Perhatikan. Saya tidak tahu tantangan apa yang anda hadapi saat ini. Saya tidak tahu ketegangan iman apa yang anda alami saat ini. Anda mungkin menghadapi ketegangan iman di dalam pernikahan, keluarga, kesehatan, pekerjaan, kesepian, bisnis, dll. Hidup karena iman itu mengerikan. Tetapi kita tahu kepada siapa kita menaruh iman kita. Kita menaruh iman kita kepada dia yang memberikan segalanya untuk kita. Tidak peduli apa yang menunggu kita di masa depan, kita aman di dalam genggaman tangan Yesus. Allah sanggup dan Allah akan. Salib Yesus Kristus adalah buktinya. Jadi marilah kita hidup karena iman dan bukan karena apa yang kita lihat. “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” Mari kita berdoa.
Discussion questions:
- What is the purpose of “faith” in the context of Hebrews 11? How is it different from how people often use the word faith?
- “There is always a tension in faith.” Explain the implications of this truth.
- What is the difference between obedience and obedience of faith? Give examples.
- Faith believes that God can and God will. Why is it important for us to believe both and not one over the other?
- Look at the story of Abel, Enoch and Noah. Which example of faith stuck out the most to you and why?
- In your own words, what is faith?
Sorry, the comment form is closed at this time.