24 Sep Kesatuan dalam perbedaan
Baca: Galatia 2:1-10
Sebagai orang Kristen, sering kali kita lebih sering memilih untuk diam daripada menghadapi orang yang berbeda pendapat dengan kita. Mungkin banyak yang dari kita di sini yang sama seperti itu, sebab kita tidak mau akhirnya bertengkar. Sebab kita kan mau membawa damai, tidak mau berkelahi, dan lebih memilih untuk mengalah.
Banyak orang yang tidak tahu bagaimana caranya menyelesaikan konflik ataupun menghadapi perbedaan pendapat terhadap sesama.
Akhir-akhir ini di Australia banyak sekali terjadi konflik antara sesama karena pemungutan suara (voting) tentang same sex marriage. Ada dua kubu, kubur yang pertama, yaitu kubu “Yes” yang mendukung same sex marriage, dan kubu kedua yaitu kubu “No” yang tidak mendukung same sex marriage. Kedua kubu memiliki pendapat yang berbeda tentang same sex marriage, namun sepertinya banyak sekali orang-orang yang tidak punya kapasitas atau kemampuan untuk mengahadapi perbedaan pendapat ini dengan dewasa. Akhirnya, ada yang memilih untuk diam saja, atau ada juga yang memilih untuk saling menjelek-jelekkan, kasar secara verbal bahkan secara fisik.
Kalau kita tidak bisa menangani konflik dengan baik di dalam rumahtangga, maka ada dua kemungkinan yang terjadi:
- Kalau ada konflik biasanya diam saja, tidak ada lagi usaha untuk menyelesaikannya. Sudah cape dan tidak punya energi lagi untuk menyelesaikan. Namun, suatu saat kalau sudah parah, baru meledak. Namun tetap tidak menyelesaikan konflik tersebut, dan akhirnya diam lagi dan mencoba melupakannya. Rumah tangga yang seperti ini kalau dari luar kelihatan baik-baik saja.
- Rumah tangga yang kedua, kalau ada konflik sudah seperti di lapangan bola saja, bertengkar dengan nada yang tinggi, kesalahan-kesalahan masa lalu diungkit-ungkit lagi. Rumah tangga yang seperti ini biasanya teman-teman dekat mereka dan juga tentunya tetangga rumah tahu kalau rumah tangga ini ada dalam konflik.
Di jaman sekarang kedua rumah tangga yang seperti ini banyak yang berakhir dengan perceraian.
Kedua rumah tangga ini sama-sama tidak harmonis, dan keduanya juga tidak berkenan di hadapan Tuhan.
Selama kita masih hidup di dunia, pasti akan ada konflik dan perbedaan pendapat, begitu juga di dalam rumah tangga dan di dalam bergereja. Bahkan tidak sedikit gereja yang sudah hancur terpecah karena para pemimpin tidak tahu bagaimana caranya menyelesaikan konflik.
Hari ini marilah kita bersama-sama melihat bagaimana rasul Paulus menangani konflik dan perbedaan pendapat di dalam keluarga gereja, yang juga dapat kita aplikasi kan di dalam rumah tangga.
Apa yang terjadi di gereja-gereja di Galatia?
Gereja-gereja di Galatia dirintis oleh Rasul Paulus, namun karena Rasul Paulus ada seorang misionaris, setelah merintis suatu gereja, dia akan pergi ke tempat yang baru untuk memberitakan Injil dan merintis gereja lagi.
Sewaktu Rasul Paulus tidak ada di tempat, ada penyusup yang datang yang mengajarkan injil palsu kepada jemaat di Galatia. Mereka mengajarkan bahwa hanya percaya kepada Yesus saja tidak cukup untuk mendapatkan keselamatan, namun mereka juga perlu menjadi orang Yahudi, yaitu dengan mentaati hukum-hukum Yahudi, contohnya yang pria haruslah disunat.
Di Galatia 1, Rasul Paulus telah menjelaskan bahwa hanya ada satu Injil, yang lain adalah injil palsu, yang sebenarnya bukan injil. Dengan kata lain, jika ada yang mengajarkan bahwa keselamatan itu perlu percaya kepada Yesus dan ditambahkan dengan segala macam hukum atau peraturan supaya selamat, itu bukan lagi Injil, namun injil palsu. Dan yang mengajarkan hal itu adalah guru ataupun nabi palsu.
Rasul Paulus sangatlah benar dalam hal ini sebab seperti yang kita ketahui, Paulus mendapatkan panggilan atas hidup-nya melalui revelation langsung dari Tuhan Yesus sendiri di dalam perjalanan-nya ke Damsyik.
Di dalam Galatia 2, Rasul Paulus menceritakan bagaimana dia menghadapi konflik dan menyelesaikan perbedaan pendapat ini.
Kunci 1: Confront disagreement (Hadapi konflik)
Mau menghadapi konflik dan perbedaan pendapat dengan kasih dan hormat
Ayat 1 – 2 Rasul Paulus pergi ke Yerusalem dan menunjukkan Injil yang sebenarnya
Rasul Paulus pergi ke Yerusalem untuk bertemu dengan rasul-rasul yang lain dan menunjukkan kepada mereka Injil yang sebenarnya, yaitu Injil yang ia terima langsung dari Tuhan Yesus.
Confront (Hadapi perbedaan pendapat)
Jangan saling menghindari, konflik sulit untuk diselesaikan kalau tidak bertemu.
Privately / Discreetly (Secara pribadi / tersendiri)
Rasul Paulus pergi bersama-sama dengan Barnabas dan Titus. Dan dia lakukan hal ini dengan rasul-rasul yang lain dengan cara penuh kasih dan hormat. Dia menunjukkan Injil kepada rasul-rasul lain secara pribadi (privately).
Saya sendiri tidak suka konflik dan konfrontasi. Secara natural saya memilih untuk mengabaikan konflik. Namun saya belajar dari Rasul Paulus, kalau kita ada konflik, terutama dengan saudara seiman, dan juga di dalam rumah tangga, lebih baik kita hadapi dan mencoba untuk menyelesaikannya.
Mengapa kita harus menghadapi dan mencoba untuk menyelesaikan konflik? Sebab dengan mengabaikan konflik kita telah memilih untuk menyenangkan daging, daripada menyenangkan dan memuliakan Tuhan.
Kunci 2: Add nothing (Jangan menambahkan)
Jangan menambah hukum lain atas Injil Kristus
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup. (Yohanes 5:24)
Ayat 3 – 5 Titus tidak disunat
Titus adalah orang Yunani, bukan Yahudi. Dia percaya kepada Injil Kristus, namun ada desakan dari “saudara-saudara palsu” supaya Titus disunat.
Jangan mundur dari kebenaran
Dikatakan di sini, “Tetapi sesaat pun kami tidak mundur dan tunduk kepada mereka” (ayat ke-5). Jangan pernah menyerah dan mundur dari kebenaran. Banyak orang yang tidak suka kebenaran, bahkan orang Kristen sekalipun banyak yang tidak suka akan kebenaran. Terutama jika kebenaran tersebut bertentangan dengan keinginan daging mereka.
Kalau ia menyerah dan membiarkan Titus disunat, maka ia telah meninggalkan kebebasan dalam Kristus dan kembali kepada belenggu perbudakan.
Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. (Efesus 2:8-9)
Kita diselamatkan bukan karena kita baik ataupun karena kita taat. Kita diselamatkan oleh iman kepada Yesus yang sudah mati di atas kayu salib dan bangkit di antara orang mati.
Manusia itu gemar menambah. Dan sering kali ini yang menjadi masalah. Kita tidak perlu menambahkan hukum dan peraturan di luar dari apa yang sudah ditentukan oleh Firman Tuhan sendiri.
Namun jika itu kebenaran Firman Tuhan, janganlah kita mundur dari itu. Pertahankan-lah itu!
Dalam rumah tangga, dalam konflik janganlah suka menambahkan atau mengungkit lagi yang sudah lalu.
Kunci 3: Preserve unity (Pertahankan kesatuan)
Kesatuan tidak berarti harus sama (unity is not the same as uniformity)
Ayat 6 – 10 Kesatuan dalam perbedaan
Petrus dipanggil untuk menginjil kepada orang-orang Yahudi, dan Paulus kepada orang-orang Yunani (bukan Yahudi).
Gereja adalah tubuh Kristus yang memiliki berbagai macam anggota yang saling membutuhkan, memperhatikan dan menghargai. (Baca: 1 Korintus 12:12-27 & Lukas 14:13-14)
Saling melayani
Apa yang dilakukan oleh para rasul-rasul?
Mereka bergandeng tangan, menjaga persatuan dalam perbedaan atas panggilan hidup mereka (ayat-9).
Bagaimana kita dapat menjaga kesatuan dalam perbedaan?
Caranya adalah dengan saling melayani. Paulus tidak peduli dengan mereka yang terkenal ataupun kelihatan hebat (ayat-6). Justru yang mereka biasa-biasa saja yang harus kita beri penghormatan khusus (1 Korintus 12:24).
Bagaimana kita melayani?
Rasul Paulus menjelaskan bagaimana kita dapat saling melayani: “Dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” (Filipi 2:3-4)
Dengan kata lain, jangan “jual ikan” (selfish). Jangan egois, namun rendah hati dan miliki hati seorang hamba.
Kita melayani dengan memberitakan kebenaran injil yang sudah diajarkan oleh para rasul-rasul hingga memberikan seluruh hidup mereka sejak 2,000 tahun yang lalu. Janganlah kita sia-siakan warisan yang mereka sudah berikan.
Ingatlah kepada orang-orang miskin (ayat ke-10). Hidup seseorang yang mengasihi Tuhan haruslah diwujudkan dengan hidup yang mengasihi sesama. Paulus “sungguh-sungguh mengusahakan” untuk mengingat orang miskin, artinya hal ini menjadi salah satu tanggung jawab dari pelayanan-nya.
Kita harus terus berusaha untuk menjaga kesatuan dalam perbedaan. Di dalam gereja maupun dalam rumah tangga. Di dalam rumah tangga, suami dan istri itu tentu saja berbeda, karena suami istri memang diciptakan oleh Tuhan agar saling melengkapi, kalau keduanya sama maka tidak ada yang perlu dilengkapi. Suami dan istri kedua-nya juga perlu rendah hati, saling melayani, dan memiliki sikap hati hamba.
Sorry, the comment form is closed at this time.