25 Sep Meneladani Pelayanan Yesus
30 “Kemudian rasul-rasul itu kembali berkumpul dengan Yesus dan memberitahukan kepada-Nya semua yang mereka kerjakan dan ajarkan.
31 Lalu Ia berkata kepada mereka: ”Marilah ke tempat yang sunyi supaya kita sendirian dan beristirahatlah seketika!” Sebab memang begitu banyaknya orang yang datang dan yang pergi sehingga makan’pun mereka tidak sempat.
32 Maka berangkatlah mereka untuk mengasingkan diri dengan perahu ke tempat yang sunyi.
33 Tetapi pada waktu mereka bertolak banyak orang melihat mereka dan mengetahui tujuan mereka. Dengan mengambil jalan darat segeralah datang orang dari semua kota ke tempat itu sehingga mendahului mereka.
34 Ketika Yesus mendarat, Ia melihat sejumlah besar orang banyak, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka.”
Markus 6:30-34.
- “Apa tujuan Allah menyelamatkan manusia berdosa?” tanya seorang simpatisan kepada orang yang memberitakan Injil kepadanya.
- “Yaa supaya manusia yang berdosa bisa masuk Surga!” jawab sang penginjil.
Menurut anda, apakah jawaban sang penginjil itu benar? Yaa tentu saja benar; namun kurang lengkap. Sebab jika Allah menyelamatkan manusia berdosa hanya karena menginginkan kita masuk Surga, maka Allah bisa segera mencabut nyawa kita sesudah kita percaya. Kenyataannya, kita masih hidup sampai sekarang, bukan?
Jika demikian, apa tujuan Allah menyelamatkan manusia yang berdosa? Selain membawa ke Surga, Roma 8 menggambarkan dengan jelas tujuan Allah menyelamatkan kita.
“Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara” Roma 8:29.
Tujuan Allah sangat jelas. Ia menghendaki kita bertumbuh menjadi serupa dengan Yesus dalam kehidupan di bumi saat ini.
Keserupaan dengan Yesus tentu menyangkut seluruh aspek dalam kehidupan kita.
Namun dalam pembahasan Firman Tuhan ini, kita hanya berfokus pada aspek pelayanan yang kita lakukan sebagai murid Kristus.
Markus 6:34 “Ketika Yesus mendarat, Ia melihat sejumlah besar orang banyak, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka.”
Dari ayat yang pendek ini, kita dapat mempelajari tiga pola pelayanan Yesus, agar kita dapat bertumbuh makin serupa dengan Dia dalam pelayanan yang kita lakukan.
- Pelayanan Yesus Diawali dengan Memperhatikan Pergumulan Manusia.
“Ketika Yesus mendarat, Ia melihat sejumlah besar orang banyak …” Markus 6:34.
Pola pertama pelayanan Yesus adalah Ia selalu mengawali pelayanan-Nya dengan mata yang tertuju pada pergumulan manusia.
Saat Yesus turun dari perahu, apa yang dilihat oleh-Nya? Tentu saja orang banyak.
Apakah hanya itu? Tentu tidak.
Sekalipun tidak nampak secara kasat mata, Yesus mampu melihat motif dan tujuan orang banyak itu. Yesus tahu bahwa orang banyak ini mencari-Nya karena membutuhkan sesuatu dari diri-Nya. Itu sebabnya orang banyak itu berusaha keras menemui Yesus. Mereka mengambil jalan darat sehingga dapat tiba lebih dulu sebelum Yesus dan para murid tiba.
Sekilas mungkin tampak biasa dan mudah. Para pelayan Tuhan mungkin akan segera mengangguk dan berkata, “Namanya juga pelayanan, yaa tentu mengurus orang lain, memperhatikan mereka.” Tunggu dulu!!
Mari memeriksa lebih dalam lagi. Ini bukan sekedar teori atau pengetahuan tentang dasar-dasar pelayanan. Kepekaan Yesus dan fokusnya pada kepentingan orang banyak itu terlihat menonjol karena dibandingkan dengan situasi yang Yesus hadapi.
Yesus sedang ingin beristirahat dan menyendiri.
Kepekaan kita pada kebutuhan orang lain, mungkin mudah kita miliki, saat hari-hari kita berjalan normal bahkan baik. Tetapi …
- bagaimana saat kita sedang berjuang dengan hari-hari yang berat dan melelahkan?
- bagaimana saat kita sendiri sedang butuh untuk diperhatikan?
Tidak mudah bukan untuk tetap memiliki kepekaan terhadap masalah dan kebutuhan orang lain pada saat itu?
Orang cenderung mengutamakan kepentingannya sendiri dan menjadi egois saat dalam tekanan. “Saya saja belum! Saya dulu! Saya juga perlu!”
Itu yang sering dikatakan orang, saat berada dalam situasi yang menuntutnya untuk melakukan sesuatu bagi orang lain, saat dirinya sendiri juga sedang membutuhkannya.
Yaa melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh memang adalah sebuah proses yang harus kita lewati untuk menjadi serupa dengan-Nya. Tidak otomatis, melainkan perlu perjuangan untuk mengalahkan diri kita sendiri.
Hari-hari yang melelahkan dan berat, biasanya menjadi ujian “apakah pola pelayanan Yesus ini sudah menjadi bagian dalam pelayanan kita ataukah masih jauh dari itu.”
Persiapan Ibadah pagi itu di sebuah gereja mendadak menjadi tegang. Mengapa?
Karena hari itu ada dua paduan suara yang akan mempersembahkan Pujian sementara hanya ada satu tempat untuk paduan suara disamping mimbar.
Maka sang pendeta meminta agar paduan suara tuan rumah mengalah dan memberikan tempat bagi paduan suara tamu.
Ternyata permintaan itu membuat anggota paduan suara tuan rumah marah kepada sang pendeta; katanya, “Buat apa kami menyanyi kalau orang-orang tidak mengarahkan mata melihat pada kami! Kalau hanya dengar suara, putar saja rekaman suara kami!”
Dengan kemarahan itu, seluruh anggota paduan suara tuan rumah memutuskan untuk tidak jadi melayani. Sang pendeta’pun geleng-geleng sambil tersenyum kecut.
Ujian yang lain dalam meneladani pola pelayanan Yesus yang sedang kita bahas ini adalah dengan memeriksa hati, adakah kemarahan atau kekecewaan atau setidaknya rasa enggan melayani ketika orang lain tidak memandang kita?
Tidak memandang disini berarti orang tidak menghargai usaha kita bahkan tidak mengucapkan terimakasih mungkin dan masih banyak arti lain dari ‘tidak memandang pada kita’ yang tentu banyak kita alami dalam kehidupan pelayanan, bukan?
Kita perlu jujur dengan diri sendiri: ketika anda melayani banyak aktivitas di gereja, apa yang sebenarnya mendasari pelayanan anda? Apakah ingin dilihat dan dipandang orang?
Yesus mengajar kita bahwa melayani harus dimulai bukan dengan keinginan dilihat atau dipandang orang tetapi justru dengan melihat dan memandang pergumulan orang lain. Mata yang melihat pada kebutuhan dan pergumulan orang lain akan menghasilkan sebuah pelayanan yang tulus, meski tidak satu’pun orang memandang kita dan apa yang sudah kita kerjakan.
Mari belajar seperti Yesus, belajar mengawali pelayanan dengan memandang pada pergumulan manusia. Belajar membangun kepekaan atas kebutuhan orang lain dan fokus pada orang-orang yang kita layani; bukan justru mengutamakan penghargaan dan terpenuhinya segala kebutuhan kita terlebih dahulu.
- Pelayanan Yesus Digerakkan dan Dikerjakan dengan Belas Kasihan.
“Ketika Yesus mendarat, Ia melihat sejumlah besar orang banyak, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala…” Markus 6:34.
Pola kedua pelayanan Yesus yang dapat kita pelajari adalah Ia melayani dengan digerakkan oleh hati yang penuh dengan belas kasihan. Itu sebabnya Yesus mampu menyelami perasaan dan kebutuhan orang-orang yang mencari-Nya.
Ketika para murid meminta Yesus untuk memberitahu agar orang banyak itu pergi dan membeli makanan di desa-desa sekitar situ, Ia menolak dengan keras.
Hati yang penuh dengan kasihanlah yang membuat Yesus berkata, “kamu harus memberi mereka makan!” Akhirnya kita tahu, Yesus melakukan mujizat pelipatgandaan.
Berulang kali catatan Injil menunjukkan bahwa hati yang penuh belas kasihan itu menggerakkan Yesus untuk melakukan banyak hal dalam pelayanan.
Selain di Markus pasal 6, kita bisa menemukan catatan lain di Markus 8:2, bahwa hati yang penuh belas kasihan itu menggerakkan Yesus untuk sekali lagi membuat mujizat pelipatgandaan roti. Juga di Matius 14:14, belas kasihan itu menggerakkan Yesus untuk menyembuhkan yang sakit.
Pelayanan yang dilandasi oleh belas kasihan akan menghasilkan tindakan yang luar biasa. Belas kasihan pada orang lain seperti bensin yang terus-menerus menggerakkan Yesus untuk melayani orang lain.
Demikian pula yang seharusnya terjadi dengan kita, pelayanan kita harus digerakkan oleh belas kasihan terhadap orang lain.
Saya teringat kisah tentang Heidi and Rolland Baker. Mereka adalah sepasang suami istri yang melayani di pelbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Pada tahun 1995, hati mereka tegerak untuk pergi ke salah satu negara termiskin di benua Afrika yaitu Mozambik. Singkat cerita keluarga ini mengelola sebuah panti asuhan dengan puluhan anak. Karena kemiskinan dan konflik yang terjadi terus-menerus, keluarga ini tidak mempunyai bahan makanan yang cukup untuk puluhan anak panti asuhan. Mereka juga mengalami penganiayaan karena menyembah Yesus Kristus. Dalam keputusasaan yang besar karena kehilangan tempat tinggal dan tidak tersedianya bahan makanan, keluarga ini dan anak-anak panti asuhan berdoa memohon pertolongan Tuhan. Mereka juga memuji-muji Tuhan. Mereka di tampung sementara di sebuah bangunan tua.
Tidak lama kemudian, seorang rekan dari kedutaan besar Amerika datang membawa makanan dan lauk pauk untuk Heidi dan Rolland Baker serta kedua anaknya. Tergerak oleh belas kasihan mengingat anak-anak asuhnya kekurangan makanan, Heidi dan Rolland Baker tidak menikmati apa yang mereka peroleh dari rekannya tetapi malah membawa makanan tersebut ke tempat penampungan anak-anak panti mereka.
Yaa mereka berdoa dan Tuhan bekerja.
Mujizat pelipatgandaan makanan bukan hanya terjadi pada zaman Yesus hidup tetapi juga di tahun 1995 di Mozambik. Bukan melalui hal-hal yang spektakuler dan ajaib tetapi melalui hati yang digerakkan oleh Tuhan, hati yang berbelas kasihan.
- Dimana ada belas kasihan, disitu ada upaya maksimal untuk melakukan pelayanan.
- Dimana ada upaya maksimal untuk melakukan pelayanan, disitulah tangan Tuhan bekerja membuka jalan dan menyatakan kuasa-Nya.
Jika saat ini anda mulai lelah dalam pelayanan, mungkin ini saatnya anda meneliti ulang “apa yang menggerakkan pelayanan anda?”
Jika pelayanan kita hanya digerakkan oleh keinginan untuk mendapatkan sesuatu, maka biasanya sesudah kita mendapatkan yang kita mau, kita akan berhenti melayani.
Seorang guru sekolah minggu begitu rajin melayani, tiba-tiba berhenti setelah ia menikah. Banyak orang menduga ia sibuk mengurus rumah dan keluarga. Kemudian salah seorang temannya datang berkunjung dan bertanya, “Mengapa kamu tidak melayani lagi sebagai guru sekolah minggu?” Rekannya itu menjawab, “Buat apa? Sejujurnya dulu saya jadi guru sekolah minggu supaya dapat pasangan hidup kok… Begitu dapat, yaa sudah!”
Bila pelayanan kita digerakkan oleh belas kasihan seperti Yesus, maka kita tidak akan pernah berhenti melayani. Mengapa? Karena hati kita selalu digerakkan oleh belas kasihan dan untuk seterusnya akan ada orang-orang yang membutuhkan belas kasihan.
Ini berarti melayani Tuhan melalui pelayanan kasih pada sesama akan terus berlangsung bahkan menjadi gaya hidup kita sebagai anak-anak Allah.
- Diwujudkan dengan Pengajaran Firman Tuhan.
“Ketika Yesus mendarat, Ia melihat sejumlah besar orang banyak, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka” Markus 6:34.
Pola ketiga pelayanan Yesus yang dapat kita pelajari adalah Ia selalu melayani dengan memberikan pengajaran Firman kepada orang banyak.
Perhatikan kalimat, “Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka” Markus 6:34.
Kita sudah belajar bahwa Yesus mengerjakan banyak hal penting di dalam pelayanan-Nya. Tetapi dalam apa’pun bentuk pelayanan itu,
- Yesus tidak pernah lalai memberitakan Firman atau mengajar.
- Yesus memahami bahwa penyembuhan, mujizat dan pemberian makan, tidak menggantikan tugasNya untuk memberitakan Firman kepada orang lain.
- Ia justru berfokus pada pengajaran Firman.
Kita melihat bagaimana akhirnya Yesus memang melipatgandakan roti untuk memberi orang banyak itu makan. Tetapi apakah hanya berhenti disitu? Tidak. Yesus malah menegur mereka yang hanya mencari diri-Nya karena roti.
Yesus mengingatkan bahwa yang terpenting adalah ‘makan roti hidup’, alias berjumpa secara pribadi dengan Yesus.
Dengan demikian, jika kita ingin mengikuti pola pelayanan Yesus, maka berita Firman Tuhan itu juga harus keluar dari bibir kita.
Tidak berhenti hanya pada aktivitas dan berbagai ragam pelayanan yang bersifat karitatif (memberikan kasih sayang); namun ada Firman, ada pengajaran yang juga kita sampaikan.
Mengapa kita tidak membicarakan Firman Tuhan kepada orang lain? Malu? Takut?
Tentu tidak harus dengan membuka Alkitab yang besar. Bahkan mungkin tidak perlu menyebutkan nama kitab, pasal dan ayatnya, apalagi membacakan satu perikop yang panjang. Tetapi biarlah perkataan Firman Tuhan itu mengalir dari mulut kita.
Biarlah perkataan dan percakapan kita senantiasa mengingatkan orang akan janji-janji Allah yang menguatkan dan menghibur atau juga menyatakan kehendak Allah yang menuntun dan mengarahkan langkah hidup orang-orang yang kita layani.
Semua itu kita lakukan secara natural menjadi bagian dari hidup kita sehari-hari, bukan hanya menunggu saat kita berada di Ibadah gereja atau hanya saat kita memuji Tuhan.
Mari melayani seperti Yesus.
- Mengawali pelayanan dengan mata yang memandang pada pergumulan orang lain.
- Melayani dengan hati yang tergerak oleh belas kasihan.
- Melayani sebagai kesempatan untuk memberitakan Firman Tuhan.
Sorry, the comment form is closed at this time.