Raja atas badai

Markus 4:35-41

Pada hari itu, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: “Marilah kita bertolak ke seberang.” Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia. Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air. Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?”

Saya akan mulai dengan sebuah pertanyaan. Apa yang terjadi ketika ketaatan kita kepada Yesus membawa kita ke dalam badai? Bagi beberapa orang Kristen, mereka mungkin tidak memiliki kosakata untuk hal ini. Mereka dibesarkan dengan pemahaman bahwa jika anda mengikuti Yesus, maka Allah akan memberkati anda dengan kesehatan dan kekayaan. Bukanlah kehendak Allah bagi orang Kristen untuk mengalami rasa sakit dan penderitaan. Ketaatan kepada Yesus tidak akan membawa kita kepada badai. Kita menyebut pemahaman ini teologi kemakmuran. Namun hari ini, banyak orang Kristen menyadari kelemahan teologi ini. Ini sangat tidak realistis dan tidak konsisten dengan apa yang Alkitab ajarkan. Kususnya setelah COVID19 terjadi. Apa yang sangat umum di antara banyak orang Kristen saat ini bukanlah teologi kemakmuran tetapi teologi kemakmuran yang halus. Atau apa yang saya sebut teologi Disney. Mereka percaya bahwa orang Kristen akan melewati banyak badai tetapi pada akhirnya tujuan dari setiap badai adalah agar Allah memberkati anda dengan berkat materi yang lebih. Mereka mengatakan bahwa anda mungkin mengalami rasa sakit sekarang tetapi tetap bertahan. Karena jika anda tetap bertahan, maka Allah akan memulihkan hidup anda dan memberkati anda dengan berkat yang melimpah dalam hidup ini. Tetapi apakah itu benar? Apakah itu tujuan badai?

Ketika saya menulis khotbah ini beberapa bulan yang lalu, bacaan Alkitab saya ada di kitab Ayub. Jika anda tidak akrab dengan cerita Ayub, saya akan memberikan anda ringkasan tentang apa yang terjadi dalam dua pasal pertama dalam buku ini. Di awal pasal 1, kita diperkenalkan dengan seorang pria yang bernama Ayub. Dan Ayub memiliki resume yang sempurna. Dia saleh, dia jujur, dia takut akan Allah, dia sangat kaya, dan dia sangat mencintai keluarganya. Kedengarannya seperti orang Kristen yang sempurna, benar? Tetapi kemudian di akhir pasal 1, dia kehilangan segalanya. Dia kehilangan semua kekayaannya, dan semua anaknya mati terbunuh dalam hari yang sama. Yang tersisa di akhir pasal 1 hanyalah kesehatannya dan istrinya. Tetapi kemudian di pasal 2, Ayub juga kehilangan kesehatannya, dan istrinya muak dan berkata kepada Ayub untuk mengutuk Allah. Kehidupan Ayub yang sempurna berubah menjadi kehancuran dalam hitungan hari. Apa yang terjadi?

Di sinilah Alkitab menantang pandangan kita yang sederhana. Ketika penderitaan melanda, ada dua cara dasar orang menanggapinya. Jika anda orang yang agamawi, anda akan mengajukan pertanyaan, “Kesalahan apa yang aku lakukan? Kenapa Tuhan menghukumku?” Pandangan ini didasarkan oleh hukum sebab dan akibat. Hukum ini berkata bahwa jika anda berbuat baik, maka Tuhan akan memberkati anda. Dan jika anda berbuat buruk maka Tuhan akan menghukum anda. Jadi, alasan anda menghadapi badai adalah karena Tuhan tidak senang dengan anda, dan anda perlu melakukan sesuatu untuk memperbaikinya. Mereka melihat badai sebagai hukuman atas ketidaktaatan. Ini tanggapan yang pertama. Namun kisah Ayub memberi tahu kita bahwa Ayub mengalami badai bukan karena dia tidak taat tetapi justru karena dia sangat taat. Tanggapan yang lebih sekuler melihat badai sebagai hal yang terjadi secara acak dan kebetulan. Bagi mereka, badai adalah bukti bahwa tidak ada Tuhan. Atau jika Tuhan ada, maka Tuhan itu tidak kompeten karena dia tidak bisa menghentikan badai. Tetapi Alkitab tidak setuju dengan kedua tanggapan tersebut. Alkitab memberi tahu kita bahwa Tuhan dalam Alkitab adalah Tuhan yang berdaulat atas setiap molekul di alam semesta. Dia mengendalikan setiap badai yang menghadang kita dan dia baik. Lalu pertanyaannya adalah, jika Tuhan itu berdaulat dan baik, mengapa dia membiarkan kita melewati badai? Saya senang anda bertanya. Perikop kita hari ini berhubungan dengan pertanyaan ini.

Menenangkan badai adalah keajaiban alam pertama dalam kitab Markus. Ini menggambarkan tujuan Markus untuk mengungkapkan identitas Yesus kepada murid-muridnya dan kita yang membacanya. Markus ingin kita tahu siapa Yesus yang sebenarnya. Dan Markus menceritakan kisah ini kepada kita bukan terutama untuk memberi tahu kita bahwa Yesus akan menuntun kita melewati badai kehidupan. Melainkan dia ingin kita mengetahui otoritas Yesus atas badai kehidupan. Dan saya percaya inilah tujuan utama badai dalam kehidupan umat Kristus. Badai dalam hidup kita dirancang oleh Tuhan agar kita mengenal Raja atas badai.

Saya memisahkan khotbah ini menjadi tiga bagian: Badai; Tanggapan terhadap badai; Raja atas badai.

Badai

Markus 4:35-37 – Pada hari itu, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: “Marilah kita bertolak ke seberang.” Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia. Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air.

Jika anda ingat apa yang terjadi di awal pasal 4, Yesus sedang mengajar dari atas perahu di laut sementara orang banyak mendengarkan dia di tepi laut. Dan setelah seharian mengajar dan berkhotbah kepada orang banyak, Yesus lelah. Mari saya beri tahu anda, berkhotbah mungkin terlihat mudah bagi anda, tetapi berkhotbah adalah sesuatu yang sangat melelahkan. Sewaktu saya ke Indonesia di awal tahun, di salah satu hari Minggu, saya berkhotbah tiga kali. Pukul 08.30, 10.30 dan 16.00. Dan pada akhir hari, otak saya gosong. Dan tahukah anda apa yang terjadi ketika otak saya gosong? Saya sering salah menyebut nama orang. Pernah suatu kali selesai ibadah RSI, kami sedang makan malam bersama, saya berkata, “Hei Rachel, aku boleh minta air?” Dan dia menatap saya dengan ekspresi, “Kenapa ko Yosi manggil aku Rachel? Aku Ribka.” Kisah nyata. Jadi, jangan tanya saya siapa nama anda setelah saya selesai berkhotbah. Saudara akan tersinggung dan pindah gereja. Berkhotbah sangat melelahkan dan Yesus kelelahan setelah berkhotbah sepanjang hari. Jadi, dia berkata kepada murid-muridnya, “Marilah kita bertolak ke seberang.” Perhatikan baik-baik. Ide siapa untuk meninggalkan keramaian dan pergi ke sisi seberang danau? Ini bukan ide para murid. Ini adalah ide Yesus. Yesuslah yang memulai perjalanan ini untuk menjauh dari keramaian menuju ke tempat lain untuk memberitakan Injil. Dan para murid hanya menaati Yesus. Lihat apa yang terjadi selanjutnya.

Markus 4:36 – Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia. Apakah ada yang mengejutkan anda tentang ayat ini? Jawabannya adalah tidak. Tidak ada makna yang mendalam dan tersembunyi dalam ayat ini. Ayat ini hanyalah detail yang tidak relevan. Ini tidak memajukan cerita. Tetapi izinkan saya memberi tahu anda mengapa ayat ini penting. Ayat ini memberitahu kita bahwa cerita ini adalah kisah saksi mata. Alasan Markus memasukkan detail ini ke dalam cerita adalah karena itulah yang terjadi. Tidak ada alasan lain untuk detail ini. Ini berarti bahwa kita harus mengambil cerita ini pada nilai nominal. Kisah ini bukan legenda. Kenapa ini penting? Karena selama berabad-abad, ada banyak orang yang mencoba merubah Alkitab sesuai keinginan mereka. Mereka mengatakan bahwa Yesus adalah contoh moral yang baik, tetapi dia bukan Tuhan. Jadi, mereka merobek halaman-halaman Alkitab yang bertentangan dengan hukum alam, seperti perikop kita hari ini. Mereka mengatakan bahwa Yesus bukanlah Tuhan dan Yesus tidak pernah mengaku dirinya sebagai Tuhan. Murid-muridlah yang menjadikan dia Tuhan untuk menjaga supaya kegerakan Yesus tetap berjalan. Jadi, mereka berkata bahwa para murid membesar-besarkan tindakan Yesus dan membuat legenda tentang dia. Tetapi jika anda membaca kitab Markus, kitab Markus tidak seperti legenda. Kitab Markus memiliki beberapa detail tidak penting yang tidak memiliki arti khusus. Mengapa? Karena kitab Markus adalah catatan saksi mata, dan dibaca seperti catatan saksi mata. Ini berarti bahwa kita tidak dapat memilih Yesus seperti apa yang kita inginkan. Pilihannya adalah kita setuju dengan semua yang dia nyatakan melalui Alkitab, atau kita menolaknya sepenuhnya. Tidak ada jalan tengah.

Jadi, Yesus dan para murid pergi ke seberang danau. Dan sesuatu yang tidak terduga terjadi. Perjalanan malam melintasi danau yang biasa tiba-tiba berubah menjadi malam yang tidak akan pernah dilupakan oleh para murid. Dan 2000 tahun kemudian, kita masih membicarakannya. Badai datang menghajar. Dan tidak ada yang aneh dengan badai di danau Galilea. Galilea dikenal dengan cuaca badainya. Tetapi badai ini berbeda. Ini bukan badai biasa. Markus menuliskan bahwa ini adalah badai taufan yang sangat dahsyat. Badai ini begitu dahsyat sehingga ini membuat para murid takut kehilangan nyawa mereka. Coba pikirkan. Ada setidaknya empat nelayan di antara para murid. Mereka menghabiskan sebagian besar hidup mereka di laut. Tetapi mereka begitu ketakutan dengan badai ini. Saya jelaskan. Ada saudara yang pernah mengalami turbulensi yang sangat buruk di dalam pesawat? Apa yang terjadi? Kita khawatir. Tetapi kemudian kita mendengar pilot berbicara melalui sistem PA. “Para penumpang yang terhormat, kita sekarang sedang mengalami turbulensi yang sangat buruk. Jadi, kenakan sabuk pengaman anda dan tetap duduk di kursi anda. Ini akan menjadi perjalanan yang sulit untuk beberapa menit ke depan, tetapi kami akan membantu anda segera melewatinya.” Saat itu, kita yang khawatir menjadi baik-baik saja karena kita tahu bawah pilot pesawat memegang kendali. Tetapi jika pilot pernah masuk ke sistem PA dan berkata, “Oh my gosh. Tolong. Mati kita. Pesawat akan hancur.” Kita akan berteriak bersama-sama dengan dia. Setuju? Badai ini bahkan membuat keempat nelayan ketakutan. Mereka mencoba semua yang mereka bisa untuk menghadapi badai, tetapi badai menjadi semakin buruk setiap menit. Sampai-sampai ombak masuk ke dalam perahu dan perahu terisi dengan air. Badai taufan yang dahsyat mengancam untuk menenggelamkan kapal dan membunuh semua orang di kapal.

Apa yang bisa kita pelajari dari badai ini? Kita belajar bahwa badai bisa datang kapan saja, di mana saja, dan tanpa undangan. Saya berharap badai akan menelepon kita terlebih dahulu untuk memberi tahu kita bahwa mereka akan datang. Ini akan jauh lebih memudahkan, benar? Tetapi mereka tidak pernah melakukannya. Yang diperlukan hanyalah satu deringan telepon untuk mengubah angin sepoi-sepoi menjadi badai. Satu saat, semuanya sempurna. Malam sunyi, dan bintang-bintang bersinar. Saat berikutnya, hidup kita berantakan. Malam begitu berisik, dan bintang-bintang bersembunyi. Tahun 2020 dan 2021 mengajarkan kepada kita bahwa badai tidak membutuhkan undangan. COVID19 terjadi begitu saja dan kita semua masih belum pulih dari efeknya hari ini. Inilah sesuatu yang harus kita pahami tentang kehidupan kekristenan. Tuhan tidak pernah menjanjikan perjalanan hidup yang mulus. Ada satu detail penting dalam cerita ini yang tidak boleh kita lewatkan. Badai ini bukanlah kebetulan. Badai ini tidak membuat Yesus kaget. Karena Yesuslah yang memimpin para murid masuk ke dalam badai. Satu-satunya alasan para murid menghadapi badai maut adalah karena mereka menaati Yesus. Ketaatan kepada Yesus tidak membebaskan kita dari badai. Mengikuti Yesus bukan berarti hidup bebas dari badai. Saya tahu ini mungkin mengejutkan sebagian dari kita, tetapi dengarkan baik-baik. Terkadang kehendak Allah akan membawa kita ke dalam badai. Setiap badai dalam hidup kita bukanlah suatu kebetulan tetapi telah ditetapkan oleh Allah.

Tetapi di sini ada pertanyaan yang harus kita hadapi. Mengapa badai? Maksud saya, kita bisa memahami badai yang Yunus alami. Suatu hari, Allah datang kepada Yunus dan menyuruhnya pergi ke Niniwe untuk berkhotbah ke kota itu. Tetapi Yunus tidak menaati Tuhan dan malah pergi ke Tarsis. Dan karena itu, Allah mengirimkan badai besar yang mengancam akan menghancurkan kapal dan membunuh semua orang di kapal. Kita bisa memahami badai ini benar? Allah mengirimkan badai untuk mendisiplinkan Yunus yang tidak taat. Tetapi bagaimana dengan badai karena menaati Yesus? Ini tidak masuk akal. Mengapa Allah membiarkan badai besar mengancam kehidupan para murid yang menaati Yesus? Kita memiliki jawabannya dengan melihat apa yang terjadi di akhir badai ini. Inilah yang kita temukan. Badai sangatlah penting bagi pertumbuhan rohani para murid. Tanpa badai, mereka tidak akan pernah bertumbuh menjadi siapa mereka seharusnya. Biarlah kebenaran ini menjadi dorongan bagi kita. Banyak dari kita sedang melalui lautan kesulitan dan badai masalah saat ini. Beberapa dari anda kehilangan pekerjaan dan dilanda gelombang kekhawatiran. Beberapa dari anda sakit dan dibanjiri ketakutan. Beberapa dari anda berada dalam konflik pribadi dan rasanya seolah-olah perahu anda tenggelam. Beberapa dari anda kehilangan seseorang yang anda kasihi dan anda tenggelam dalam kesedihan. Anda menaati Yesus dan anda menghadapi badai besar. Dan perahu anda hampir pecah. Dorongannya adalah bahwa Yesus tahu akan badai yang anda hadapi. Anda tidak berada di sana secara kebetulan. Dia membawa anda ke dalam badai sehingga dia dapat membentuk anda melalui badai. Mari kita lanjutkan ceritanya.

Tanggapan terhadap badai

Markus 4:38 – Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?”

Tahukah anda apa yang Yesus lakukan sewaktu badai? Yesus tidur. Bisakah anda bayangkan adegannya? Sementara semua orang di perahu berjuang untuk menyelamatkan hidup mereka, Yesus sedang tidur di atas bantal di belakang perahu. Dan satu-satunya waktu yang dicatat dalam keempat Injil bahwa Yesus tidur adalah sewaktu badai. Maksud saya, saya yakin Yesus tidur setiap malam. Tetapi mengapa secara khusus menuliskan bahwa Yesus tidur sewaktu badai? Karena ini kebalikan dari apa yang kita lakukan. Apakah anda tahu kapan kita tidak tidur? Apakah anda tahu kapan ketika kita terjaga di tempat tidur kita pada jam 3 pagi? Sewaktu badai. Bahkan kita tidak harus menghadapi badai yang sebenarnya untuk tidak bisa tidur. Kemungkinan terjadinya badai saja sudah cukup untuk membuat kita tetap terjaga di malam hari. Apakah saya benar? Selama perjalanan saya ke Indonesia beberapa waktu yang lalu, ada beberapa kali saya tidak bisa tidur. Mengapa? Karena saya close contact dengan beberapa orang yang terkena COVID. Ada satu waktu ketika teman saya menjemput saya dan membawa saya keluar untuk brunch. Dan dalam perjalanan untuk brunch, dia memberi tahu saya, “Oh, ngomong-ngomong bro, pacar gw baru aja positif beberapa hari yang lalu. Tapi gw udah cek tadi pagi, dan gw negatif.” Kemudian saya pelan pelan memakai masker di dalam mobil. Dan kemudian kami menghabiskan sekitar dua atau tiga jam tanpa masker selama brunch. Saya pikir semuanya baik-baik saja. Tetapi dua hari kemudian, dia whatsapp saya, “Yo bro, gw positif.” Dan malam itu saya tidak bisa tidur. Saya masih melek jam 4 pagi. Saya tiba-tiba merasa, “Kenapa tenggorokan rasanya ga enak ya waktu nelen ludah? Apakah aku sakit tenggorokan? Kenapa tangan aku terasa sakit ya saat memegang bantal?” Saya merasa seperti saya memiliki semua gejala COVID meskipun sebenarnya tidak ada yang salah dengan saya. Ada yang tahu apa yang saya maksudkan? Saat badai adalah saat dimana kita seringkali tidak tidur. Tetapi Yesus tidur saat badai.

Dan Yesus tidak berpura-pura tidur untuk memberi pelajaran kepada murid-muridnya. Yesus tidak berpura-pura dan membuka satu mata seperti apa yang akan dilakukan anak-anak anda ketika mereka berdoa dan mereka menutup mata dengan jari dan mengintip. Yesus tidak melakukan itu. Dia benar-benar kelelahan, dan dia berniat untuk tidur. Bagaimana kita bisa tahu? Karena Yesus memiliki bantal bersama dengan dia. Jika saya melihat anda datang ke gereja dengan bantal leher, saya tahu bahwa anda telah memutuskan untuk tidur sewaktu saya khotbah. Yesus lelah dan dia butuh tidur. Ini menunjukkan kemanusiaan Yesus. Yesus juga bisa lapar, lelah, dan marah seperti kita. Tetapi ini juga menunjukkan kepercayaan penuh Yesus kepada Allah. Yesus tahu bahwa rencana Allah tidak akan pernah gagal. Tidak peduli betapa besar badai di depannya, Yesus akan sampai ke sisi seberang danau. Dia tahu bahwa Allah memegang kendali mutlak atas setiap detail kecil dalam kehidupan. Tidak ada bahaya yang akan menimpanya tanpa seizin Allah. Itulah sebabnya dia bisa tidur sementara yang lain panik. Mungkin alasan kita tidak bisa tidur dan terjaga di malam hari adalah karena kita tidak percaya bahwa Allah memegang kendali mutlak atas setiap detail kehidupan kita.

Sekarang lihat tanggapan para murid terhadap badai. Ini adalah kebalikan dari Yesus. Para murid ketakutan, putus asa, dan frustrasi. Mereka mencoba semua yang mereka bisa dengan kekuatan mereka sendiri untuk menghadapi badai, tetapi tidak ada yang berhasil. Mereka tidak berdaya sama sekali di hadapan badai taufan yang dahsyat. Perahu hampir tenggelam. Dan guru mereka sedang tidur. Jadi, mereka berkata satu sama lain, “Kamu bangunkan dia.” “Tidak, kamu bangunkan dia. Aku tidak mau membangunkan dia.” Dan Petrus mungkin berkata, “Okay, gimana kalau kita bangunkan dia bersama-sama.” Jadi, mereka membangunkan Yesus dan berkata, “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” Apakah anda melihat apa yang mereka katakan? Mereka berkata, “Yesus, tidak dapatkah kamu melihat apa yang terjadi di sekitar kita? Apakah kamu tidak memiliki akun Instagram dan Twitter? Tidakkah kamu melihat jumlah kasus dan kematian karena COVID setiap hari? Apakah kamu tidak tahu apa yang terjadi antara Rusia dan Ukraina? Tidakkah kamu melihat banjir di sekitar kami? Apakah kamu tidak perduli dengan kami? Mengapa kamu tidur? Jika kamu mengasihi kami, mengapa kamu membiarkan kami melalui ini semua? Jika kamu menyayangi kami, mengapa kamu membiarkan kami mengalami badai ini?” Mereka menuduh Yesus tidak perduli terhadap mereka. Mungkin mereka berpikir bahwa karena Yesus dapat melakukan mukjizat, semuanya akan baik-baik saja jika mereka mengikuti Yesus.

Dan sebelum kita menyalahkan para murid atas tanggapan mereka, ingatlah bahwa kita sama seperti mereka. Ketika hidup tidak berjalan sesuai dengan harapan kita, ketika kita dihadapkan dengan badai, mudah bagi kita untuk berasumsi bahwa Tuhan tidak tahu dan tidak perduli terhadap kita. Kita berasumsi bahwa jika Tuhan memang perduli dengan kita, maka jelas dia tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Dan saya dapat melihat ini terjadi berulang kali dalam hidup saya sendiri setiap kali kehidupan menjadi sulit. Saya ingat ketika saya pertama kali didiagnosa menderita kanker darah, tanggapan pertama saya adalah menyalahkan Tuhan. “Tuhan, di mana kamu? Apa kamu tidak perduli kepadaku? Apakah kamu tidak mengasihiku? Setelah lima tahun kuliah sekolah Alkitab, apakah ini yang aku dapatkan?” Siapa pun yang telah mengikuti Yesus selama beberapa waktu pasti pernah mengalami saat di mana Tuhan seolah-olah sedang tidur. Dimana Tuhan tampak diam. Dimana rasanya Tuhan tidak perduli. Dan disinilah iman kita diuji. Badai mengungkapkan kualitas iman kita. Kita mengerti ini. Bukan saat yang baik yang membuktikan apakah kita umat Kristus yang sejati atau tidak. Bukan musim di mana segala sesuatu berjalan sesuai dengan harapan kita yang menunjukkan apakah kita Kristen asli atau tidak. Ketika segala sesuatu tidak berjalan sesuai dengan harapan kitalah yang membuktikan apakah iman kita benar atau tidak. Badai mengungkapkan kualitas iman kita. Jadi, jika hidup berjalan tidak enak dan kita marah kepada Tuhan dan kita menuduh dia, “Tuhan, bagaimana mungkin kamu bisa membiarkan ini terjadi padaku? Aku tidak pantas mendapatkannya,” dan kita menjauh dari Tuhan, itu menunjukkan bahwa kita tidak pernah mencintai Tuhan sejak awal. Kita hanya menginginkan berkat Tuhan. Kita dapat dengan mudah mengaku kita memiliki iman kepada Yesus ketika segala sesuatu indah. Tetapi apa yang terjadi ketika kita mengikuti Yesus, dan badai menghajar kita? Mari belajar dari para murid. Tanggapan mereka mungkin salah, tetapi mereka melakukan satu hal dengan benar. Mereka tahu kemana mereka harus pergi untuk mendapatkan bantuan. Mereka membangunkan Yesus. Saya tidak tahu badai apa yang sedang anda hadapi saat ini. Tetapi inilah pertanyaan saya. Kemana anda pergi untuk mencari bantuan di tengah badai? Tidak ada bantuan yang lebih baik daripada Yesus. Panggil Yesus di tengah badai anda karena dia perduli terhadap anda.

Raja atas badai

Markus 4:39-41 – Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?”

Jika ada adegan dalam kitab Markus yang ingin saya saksikan dengan mata saya sendiri, mungkin itu adalah adegan ini. Ini adegan yang sangat menakjubkan. Coba bayangkan. Badai taufan yang dahsyat terjadi di tengah danau. Ombak menerjang. Perahu sedang tenggelam. Murid-murid panik. Kemudian Yesus bangun dari tidurnya. Dia melihat badai, dia menghardik angin, dan dia berkata kepada danau, “Diam! Tenanglah!” Ini aneh. Apakah anda menyadari betapa anehnya perkataan Yesus? Beberapa waktu lalu, di pernikahan Mike dan Kim, pemberkatan dilakukan di tempat terbuka. Dan ramalan cuaca hari itu adalah hujan. Tetapi kami berdoa dan puji Tuhan dia menjawab doa kami dengan memberikan cuaca yang cerah. Tetapi bayangkan jika hari itu hujan. Mike dan Kim pasti kecewa. Tapi hei, mereka menerbangkan saya jauh-jauh dari Sydney ke Bogor untuk saat-saat seperti itu kan? Jadi, saya berkata kepada mereka, “Jangan khawatir, tenang, serahkan padaku.” Dan saya berjalan ke tempat pemberkatan di tengah hujan, menatap awan hujan dan berteriak, “Hujan, diam! berhenti sekarang! Ini adalah waktu untuk pemberkatan. Matahari, tunjukkan wajahmu!” Mike dan Kim akan berkata, “Kayaknya pendeta kita sudah kehilangan akal sehatnya karena karantina 7 hari.” Benar? Dan jika saya berhasil, Mike dan Kim akan ketakutan. Dan mari saya beri tahu, saya sudah pernah mencobanya sewaktu saya masi SMP. Saat itu sedang hujan dan saya sangat ingin sekali bermain sepak bola. Jadi, saya berteriak pada hujan untuk berhenti. Berapa banyak yang berkata bahwa hujan berhenti? Tidak ada yang terjadi. Hujan tetap deras. Itu canggung. Tetapi Yesus berbeda dengan saya. Yesus berteriak, “Diam! Tenanglah!” Dan dalam bahasa Yunani, kata “Tenanglah” adalah dalam bentuk PERFECT PASSIVE IMPERATIVE. Jadi apa yang Yesus katakan adalah, “Diam. Dan tetap diam!” Ini seperti bagaimana cara orangtua berbicara kepada anak mereka untuk diam sewaktu mereka berisik. Hanya begitu saja. Dan kata hardik adalah kata yang sama yang digunakan dalam kitab Markus sewaktu Yesus memerintahkan roh jahat untuk menutup mulut mereka. Bukan berarti bahwa badai itu jahat. Tetapi ini berarti bahwa sama seperti Yesus memiliki otoritas mutlak atas roh jahat, Yesus memiliki otoritas mutlak atas alam.

Perhatikan apa yang terjadi selanjutnya. Ketika Yesus selesai mengucapkan perkataannya, badai taufan yang dahsyat itu berhenti dalam sekejap. Angin berhenti dan ada keteduhan yang sangat. Bukan hanya keteduhan, tetapi keteduhan yang sangat. Jadi, satu detik, para murid hampir tenggelam karena badai besar. Dan detik berikutnya, ada keteduhan yang sangat. Ketenangan yang begitu sunyi. Tidak ada gelombang sedikitpun. Tidak ada suara angin. Lautnya sehalus kaca. Anda hampir dapat melihat wajah anda di atas permukaan laut. Ini menarik karena biasanya dibutuhkan beberapa jam agar laut pelan-pelan menjadi tenang dari badai besar. Tetapi badai yang dahsyat segera berubah menjadi keteduhan yang sangat atas perkataan Yesus. Dan Yesus tidak memanggil kuasa yang lebih tinggi. Yesus tidak menggunakan mantra atau ilmu sihir. Dia tidak melakukan gerakan khusus dengan tongkat sihirnya dan berkata, “Abracadabra.” Oh tidak. Yang dia butuhkan hanyalah perkataannya. Karena kuasa untuk menghentikan badai terletak pada dirinya sendiri. Dan ketika Yesus berbicara, angin dan ombak segera meresponi karena mereka mendengar suara raja mereka berbicara kepada mereka. Yesus Kristus adalah raja atas badai.

Dan izinkan saya memberi tahu anda mengapa ini benar-benar mengejutkan. Dalam Alkitab dan banyak budaya kuno, laut adalah simbol kehancuran. Tidak ada yang bisa mengendalikan badai di laut. Tetapi satu. Dalam Perjanjian Lama, hanya Allah yang memiliki kuasa untuk menghentikan badai yang dahsyat. Dan dalam kisah ini, Yesus memiliki kuasa untuk meredakan badai yang dahsyat dengan perkataannya. Jadi, dengan meredakan badai yang dahsyat, Yesus melakukan apa yang hanya dapat dilakukan oleh Allah. Yesus menunjukkan otoritas dan kuasa yang sama dengan Allah Israel. Apakah anda melihat apa yang terjadi? Menenangkan badai bukan hanya demonstrasi otoritas Yesus. Ini adalah pengungkapan identitas Yesus sebagai raja yang berdaulat atas alam semesta. Kisah ini adalah undangan bagi kita untuk percaya kepada Yesus di tengah badai. Saya suka cara David Gooding mengatakannya. “Kisah tentang redanya badai tidak dimaksudkan untuk memberi tahu kita bahwa Kristus tidak akan pernah membiarkan orang percaya binasa karena tenggelam, atau oleh bencana alam lainnya. Banyak orang percaya telah binasa karenanya. Kisah ini menunjukkan bahwa dia adalah Tuhan atas kuasa fisik di alam semesta, bahwa baginya tidak ada yang terjadi secara kebetulan, dan bahwa tidak ada kuasa di seluruh ciptaan yang dapat menghancurkan rencananya untuk keselamatan kekal kita atau memisahkan kita dari kasih Allah yang di dalam Kristus Yesus Tuhan kita.” Apakah anda mendengar itu? Jika Yesus adalah raja atas badai, ini berarti Yesus juga raja atas banjir, gempa bumi, kebakaran, gunung berapi, virus, dan segala kuasa alam. Dan janjinya bukanlah bahwa jika kita percaya Yesus, kita tidak akan pernah menderita kerugian. Janjinya adalah jika kita percaya Yesus, dia akan bersama dengan kita dalam bahaya. Tidak ada kuasa alam yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus karena Yesus Kristus adalah raja dari semua kuasa fisik di alam semesta.

Setelah Yesus meredakan badai, dia berkata kepada murid-murid-Nya, “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” Dan lihat apa yang terjadi selanjutnya. Ini adalah ayat kunci untuk memahami cerita ini. Markus 4:41 – Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?” Ketika para murid menyaksikan apa yang terjadi, mereka tidak saling merayakan. Tidak ada tos dan pelukan. Mereka tidak datang kepada Yesus dan memuji Yesus. Sebaliknya, mereka menjadi sangat takut terhadap Yesus. Mengapa? Karena mereka belum pernah melihat yang seperti ini. Para murid telah melihat Yesus melakukan banyak hal yang menakjubkan di kitab Markus. Mereka telah melihat Yesus menyembuhkan orang banyak di sinagoga. Mereka telah melihat Yesus mengusir setan. Mereka telah melihat Yesus menyembuhkan orang lumpuh. Mereka telah melihat Yesus mentahirkan seorang penderita kusta. Tetapi mereka belum pernah melihat seseorang menghardik badai dan badai tunduk kepadanya. Dan sekarang para murid harus membuat pilihan. Mereka harus mengambil keputusan tentang identitas Yesus. Siapa Yesus? Siapa gerangan orang ini sehingga angin dan ombakpun menaatinya? Dan mereka diliputi ketakutan yang luar biasa karena akhirnya mereka menyadari bahwa sosok yang bersama mereka di dalam perahu bukanlah manusia biasa. Mereka begitu takut terhadap badai yang dahsyat, tetapi mereka bahkan menjadi lebih takut terhadap ketenangan yang sangat. Karena sekarang mereka tahu bahwa mereka berada di hadapan raja atas badai. Adalah satu hal untuk takut akan badai, adalah hal lain untuk berada di hadapan raja atas badai. Dan kehadiran raja atas badai jauh lebih menakutkan daripada badai yang paling menghancurkan. Dan cerita selesai. Kisah ini tidak berakhir dengan danau yang tenang tetapi dengan kekaguman para murid Yesus.

Jangan lewatkan. Ini adalah pelajaran dari badai. Inti cerita ini bukanlah tentang badai atau meredakan badai. Markus tidak mengakhiri cerita dengan danau yang tenang. Markus mengakhiri cerita dengan para murid menyadari bahwa dia yang memerintah angin dan ombak ada di dalam perahu bersama dengan mereka. Menenangkan badai adalah untuk para murid. Yesus ingin para murid mengetahui siapa dia sesungguhnya. Dia ingin mereka tahu bahwa dia yang bersama dengan mereka jauh lebih besar daripada apa pun yang melawan mereka. Yesus ingin mereka lebih takut kepada dia daripada takut terhadap kuasa alam yang paling menghancurkan. Karena ketakutan akan Yesus memiliki kekuatan untuk mengalahkan semua ketakutan lainnya. Inilah pelajaran bagi kita. Ketika kita takut akan Yesus di atas segalanya, kita tidak perlu takut akan hal lain. Badai yang kita hadapi dalam hidup bukanlah tentang badai tetapi tentang sosok yang bersama kita di dalam badai. Yang kita butuhkan bukanlah agar badai kita berakhir secepat mungkin. Yang kita butuhkan adalah menyadari bahwa raja atas badai ada bersama kita di perahu kita. Dan jika kita memiliki Yesus di perahu kita, kita tidak memiliki alasan untuk takut. Dia akan tetap ada bersama kita melalui badai. Badai hanya akan membuka mata kita untuk melihat lebih jelas kehadiran raja atas badai bersama kita. Dan di akhir badai, kita akan berkata seperti para murid, “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?”

Tetapi pertanyaan bagi kita adalah ini. Bagaimana kita dapat yakin bahwa Yesus menyertai kita di dalam badai kita? Inilah caranya. Cerita berakhir dengan para murid mempertanyakan identitas Yesus. Mereka masih belum yakin. Tetapi hari ini kita tahu lebih baik daripada mereka. Kita memiliki sesuatu yang belum mereka miliki. Kita memiliki Alkitab yang lengkap. Dan ketika kita melihat Alkitab secara keseluruhan, sangat sulit bagi kita untuk melewatkan perbandingannya. Kisah ini sangat mirip dengan kisah Yunus dalam Perjanjian Lama. Yesus bahkan menyebut dirinya sebagai Yunus yang lebih besar. Perhatikan persamaan dalam dua cerita ini. Pertama, Yesus dan Yunus berada di dalam perahu di tengah laut. Kedua, baik perahu Yesus maupun Yunus dihajar oleh badai besar. Ketiga, baik Yesus maupun Yunus tertidur di tengah badai. Keempat, orang-orang di perahu membangunkan mereka dan berkata, “Kita akan binasa.” Kelima, dalam kedua cerita ini, ada campur tangan ajaib dari Allah yang menenangkan badai. Keenam, dalam kedua cerita, orang-orang di dalam perahu lebih ketakutan setelah badai tenang daripada saat badai. Dapatkah anda melihat persamaannya? Namun, ada satu perbedaan kecil antara kedua cerita ini. Yunus menenangkan badai dengan berkata kepada para pelaut, “Lemparkan aku ke laut. Satu-satunya cara bagi kamu untuk tetap hidup adalah bagi aku untuk binasa. Jika aku mati, kamu hidup.” Dan kemudian mereka melemparkan Yunus ke dalam badai, dan badai segera berhenti. Namun tidak demikian dengan Yesus. Yesus hanya berbicara kepada badai dan badai berhenti seketika itu juga. Yesus hidup. Tetapi cerita Yesus belum selesai. Ingat bahwa Yesus tidak mengatakan bahwa dia adalah Yunus. Yesus berkata bahwa dia adalah Yunus yang lebih besar. Dan seperti Yunus, Yesus juga akan dilemparkan ke dalam badai. Tetapi badai yang akan dia hadapi bukanlah badai besar yang biasa. Yesus akan dilemparkan ke dalam badai segala badai. Yesus akan dilemparkan ke dalam badai murka Allah terhadap dosa. Dan dengan kematiannya, dia akan menenangkan semua badai. Dia akan mengalahkan kematian. Dia akan menghancurkan kerusakan. Dan suatu hari, tidak akan ada lagi badai.

Dapatkah anda melihat apa yang terjadi? Di kayu salib, Yesus dilemparkan ke dalam badai terbesar untuk kita. Yesus menderita badai utama dari keadilan kekal. Mengapa? Sehingga anda dan saya yang menaruh iman kita kepada Yesus tidak akan pernah menanggung badai murka Allah yang dahsyat. Dapatkah anda melihat Yesus melakukan semua ini untuk kita? Karena inilah yang kita butuhkan ketika kita menghadapi badai dalam hidup. Sampai tingkat dimana kita tahu bahwa Yesus dilemparkan ke dalam badai terbesar untuk kita, sampai tingkat itu kita dapat mempercayai dia di dalam badai kita yang lebih kecil. Yang kita butuhkan bukanlah dilepaskan dari badai. Yang kita butuhkan adalah kehadiran Yesus di dalam badai. Injil bukanlah bahwa jika kita percaya Yesus maka Yesus akan membebaskan kita dari semua badai. Injil adalah bahwa jika kita percaya Yesus, Yesus ada di dalam perahu bersama dengan kita. Dan Yesus adalah raja atas badai. Dan dia telah berjanji bahwa tidak ada sehelai rambut pun yang bisa jatuh dari kepala kita tanpa seizinnya. Semua hari-hari kita sudah tertulis dalam bukunya sebelum satupun terjadi. Ketika kita menyadari siapa Yesus dan apa yang telah dia lakukan untuk kita dan dia berada di dalam perahu bersama dengan kita, kita tidak takut akan hal lain. Karena jika Yesus tidak meninggalkan kita di dalam badai murka Allah, tentu pasti dia tidak akan pernah meninggalkan kita di dalam badai kehidupan. Dia akan membawa kita kembali ke pelukannya. Kita tidak tahu berapa lama badai akan berlangsung. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Tetapi kita tahu siapa yang memegang masa depan dan itulah yang penting. Yesus Kristus adalah raja atas badai. Mari kita berdoa.

Discussion questions:

  1. Explain the problems with prosperity theology and Disney theology. Give some examples.
  2. “Jesus was a great man / teacher / prophet. But he was not God and never claim to be one.” Why is this statement problematic and inconsistent with the testimony of the Bible?
  3. Look at the contrast between Jesus and the disciples’ response to the storm. Which one reflects your response and why?
  4. Why did Jesus allow his disciples to experience a great storm? What does it tell you about the storm that you experience?
  5. How does the gospel enable us to stand firm in our storms?
  6. Spend time praying for people in MC and people you know who are currently experiencing a storm.
No Comments

Sorry, the comment form is closed at this time.