Restoration of work II

Singapura diakui seluruh dunia sebagai salah satu kota terbersih dan teratur. Negeri ini terkenal karena memiliki lalu lintas yang tidak pernah macet, kota dan taman yang indah dengan aneka bunga tropis bahkan Bandara Changi dikenal sebagai salah satu bandara termegah dan terindah didunia. Semua pencapaian ini tidak terjadi begitu saja tetapi dimulai dengan sebuah impian  kemudian direncanakan dengan matang dan dilaksanakan dengan akurat.

 

Banyak diantara kita punya impian untuk memiliki keadaan yang lebih baik dari hari ini; ironinya kita tidak pernah merencanakan bagaimana cara untuk mencapainya. Akibatnya hidup kita tidak banyak mengalami perubahan karena kita sudah gagal dalam merencanakan!

 

Beberapa orang punya alasan sebagai berikut “saya tidak perlu punya rencana yang muluk-muluk; mengalir saja, Que Sera Sera, whatever will be will be, yang terjadi biarlah terjadi. Tuhan yang memutuskan ‘apa yang akan terjadi dan apa yang tidak!’ “Banyaklah rancangan di-hati manusia tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana.” Amsal 19:21. Firman ini tidak bisa diartikan bahwa tidak perlu merencanakan sesuatu, ini mengingatkan bahwa tidak semua rencana akan berhasil 100% seperti yang kita rencanakan. Namun bukan berarti tidak boleh merencanakan sesuatu. Jika dengan melakukan perencanaan saja, masih ada kemungkinan untuk gagal, maka keadaan akan menjadi jauh lebih buruk, jika kita sama sekali tidak merencanakan sesuatu.

 

Alkitab mengajarkan bahwa membangun hidup kita ini sama seperti orang membangun menara yang perlu merencanakan segala sesuatunya dengan baik. Tanpa adanya perencanaan yang baik, kemungkinan besar akan terjadi kegagalan. Marilah kita mulai merencanakan hidup kita supaya tidak terjadi penyesalan akibat kegagalan dalam hidup kita. Alkitab mengajarkan kepada kita untuk merencanakan sesuatu bukannya menyerahkan hidup kita mengalir begitu saja.

 

Orang bodoh adalah orang yang tidak mempunyai rencana dan melakukan hal yang biasa dilakukan tetapi mengharapkan mendapatkan hasil yang berbeda (Benyamin Franklin).

 

 

 

No pain, no gain – tanpa penderitaan, tidak akan ada kemenangan! Hari-hari ini ungkapan tersebut tidak disukai karena semuanya serba instan, banyak orang ingin berhasil dengan cepat tanpa banyak pengorbanan. Iklan bisnis yang menawarkan keuntungan mendadak banyak diminati, padahal seringkali bisnis yang ditawarkan beresiko tinggi.

 

“Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya” Mazmur 126:5-6. Ini berarti jika kita tidak berusaha dengan sungguh-sungguh, maka kita tidak akan membawa hasil yang berlimpah sampai kita bersukacita.

 

“Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya”. Ini ayat favorit bagi orang yang berpikir instan; tidak perlu bersusah payah karena berkat itu datang dari Tuhan; akibatnya banyak orang Kristen memiliki mental pasif. Sebenarnya pengertian ayat ini adalah ‘bila anda berusaha dengan cara diluar Kebenaran, maka tidak ada berkat bagi usaha anda sehingga susah payah anda akan sia-sia’. Belajarlah tidak berpikir instan!

 

 

 

“Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu” Matius 25:21.

Sejak awal manusia diciptakan, Tuhan sudah menempatkan kemampuan pada diri manusia untuk mengelola, mengusahakan dan memelihara Taman Eden. Bahkan Tuhan memberikan kuasa kepada manusia untuk memberi nama kepada seluruh binatang yang ada di muka bumi. Uniknya saat itu Tuhan tidak memberitahukan cara melakukan semuanya itu.

 

Manusia (Adam) dapat mengeluarkan kreativitasnya ketika harus menyelesaikan tanggung jawabnya. Ini membuktikan bahwa saat Tuhan menciptakan manusia, Ia juga memperlengkapinya dengan segala kemampuan atau potensi.

 

Apakah setiap orang punya potensi dalam dirinya? Jawabannya “Ya”.

Apakah setiap orang mengetahui potensinya? Belum tentu.

 

Potensi itu seperti harta karun yang terpendam dan perlu digali; seperti benih yang butuh waktu dan proses untuk dapat bertumbuh. Karena potensi itu seperti benih yang membutuhkan proses untuk bertumbuh, berarti sangat dibutuhkan usaha dan kerja keras untuk mengembangkannya.

 

Kita semua adalah manusia yang berpotensi. Banyak kita mengalami masalah dalam hidup bukannya karena tidak memiliki potensi tetapi karena kadang kita malas untuk menggali potensi dan mengembangkannya.

 

Mereka yang bekerja sungguh-sungguh dan memakai setiap talenta secara maksimal adalah orang-orang yang akan mencapai kesuksesan.

 

Potensi yang ada dalam diri kita, tidak akan jauh dari tujuan atau panggilan yang Tuhan sudah sediakan. Waktu Tuhan memanggil kita untuk melakukan sesuatu, maka Dia juga akan menyediakan kemampuan itu dalam diri kita..

 

Potensi berhubungan dengan talenta. Sama seperti Adam, Tuhan meminta kita untuk menjadi kreatif karena ide dan kreativitas hanya dapat muncul saat kita mau memakai talenta secara maksimal. Kenali apa yang Tuhan tempatkan dalam diri kita dan gunakan semua potensi secara maksimal. Ketika terus mengembangkan potensi kita, pada akhirnya nanti Tuhan berkata, “Well done, My child.”

 

“Tanpa persoalan, kita tidak pernah menemukan potensi yang kita punya!”

 

 

 

Pada zaman Yunani kuno, ada seorang hakim, namanya Archis. Saat sedang menikmati anggur dengan para perwira setempat, tiba-tiba muncul seorang kurir yang membawa surat pemberitahuan bahwa ada persekongkolan yang hendak membunuhnya. Persekongkolan ini sudah diketahui oleh pejabat lainnya dan pejabat ini bermaksud memberitahukannya pada hakim Archis. Dalam surat itu, ia diperingatkan untuk melarikan diri. Archis menerima surat tersebut namun tidak segera membukanya; ia langsung memasukkan ke tempat biasa ia menyimpan surat dan berkata kepada kurir itu “urusan bisnis besok saja!” Keesokan harinya, iapun tewas; sebelum sempat membuka surat itu ia sudah ditangkap dan ketika ia sempat membacanya, ternyata semuanya sudah terlambat.

 

Penundaan adalah musuh terbesar bagi kemajuan seseorang bahkan penundaan bisa berakibat fatal yaitu kehilangan momentum (kairos) Tuhan dalam kehidupan.

Walaupun memang tidak semua berakibat kematian seperti yang dialami hakim Archis, namun setidaknya mampu membuat kehidupan seseorang tidak mencapai sasaran yang seharusnya.

 

Banyak orang tidak mendapatkan kehidupan lebih baik hanya karena suka menunda untuk melakukan sesuatu. Kecenderungan menunda sesuatu biasanya menunjukkan kurangnya disiplin pribadi, buruknya pengelolaan waktu dan bisa dikaitkan juga dengan ketidaktaatan terhadap Tuhan.

Sering juga penundaan terjadi karena merasa tidak mampu untuk menghadapi pekerjaan tersebut, pekerjaan itu dirasa terlalu berat. Ketika merasa pekerjaan itu berat, membosankan atau tidak menyenangkan; perasaan itu tidak bisa dijadikan alasan untuk menunda melakukannya. Saat perasaan itu muncul, minta Roh Kudus untuk memberi kekuatan dan konsentrasi ekstra untuk menyelesaikannya.

 

Momentum adalah suatu kesempatan dimana tidak ada lagi kesempatan yang kedua!

 

 

 

Michelangelo, seorang pelukis kenamaan dari Italia, sedang sibuk melukis di-sudut yang tak terlihat  di Chapel Sistine. Saat melakukan pekerjaan sulitnya itu, ia ditanya oleh orang-orang yang membantunya, mengapa ia membuang banyak waktu untuk mempercantik bagian langit-langit yang tak mungkin dilihat orang. Dengan tenang ia menjawab “Allah melihatnya”.

 

Berbeda dengan tukang bangunan yang pernah kami minta untuk membangun kantor kami. Pekerjaan yang harus ia lakukan memang dengan sangat cepat ia selesaikan, namun ketika kami memperhatikan detil hasil pekerjaannya, tampak sangat kasar di bagian-bagian tertentu. Mungkin diselesaikan dengan anggapan “Ah, tidak mungkin bagian itu menjadi perhatian” yang justru menyebabkan pekerjaannya terlihat tidak maksimal.

“Spirit of Excellent” seharusnya ada dalam setiap orang percaya yang sudah dewasa. Sebab hanya anak kecil yang melakukan sesuatu secara sembarangan dan tidak benar-benar tuntas.  Sering juga kita lihat anak kecil melakukan sesuatu tanpa mengerti tujuan yang seharusnya ia capai sehingga ia berhenti bekerja bukan pada saat ia mencapai tujuannya tetapi ia dapat berhenti bekerja kapanpun ia suka.

 

Pribadi yang dewasa tentu berusaha melakukan yang terbaik yang bisa ia lakukan untuk mencapai hasil maksimal. “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia” Kolose 3:23. Ketika kita mendedikasikan apapun yang kita lakukan untuk Tuhan berarti selalu berusaha memberikan yang terbaik.

 

Memberikan yang terbaik berarti harus berusaha lebih keras dari yang biasanya orang lain lakukan. Mungkin mengucapkan kalimat itu lebih mudah dibanding dengan melakukannya di-kehidupan nyata. Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk malas dan bosan, terutama saat melakukan hal yang sama berulang kali, namun dengan jelas Firman Tuhan berkata “…janganlah jemu-jemu berbuat apa yang baik” 2 Tesalonika 3:13. Ayat ini juga berarti “jangan jemu-jemu untuk selalu berusaha memberikan yang terbaik”. Sebab usaha untuk melakukan yang terbaik adalah sebuah perbuatan baik.

 

Pada saat kita letih dalam upaya selalu mengusahakan yang terbaik dan ingin menyerah, kita dapat terus bertahan dengan mengingat bahwa sebenarnya kita bekerja untuk Tuhan dan perkenananNya.

 

 

 

“Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan. Kami katakan ini karena kami dengar bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna” 2 Tesalonika 3:10-11.

 

Biarlah seluruh pekerjaan kita membawa hasil dan bukan hanya untuk mencari sensasi. Beberapa aktivitas kita yang sama sekali tidak berguna yang hanya menyita waktu, tenaga dan pikiran tetapi tidak membawa dampak seperti yang kita harapkan, seharusnya sudah mulai kita kurangi. berharga Jangan sampai karena terlalu sibuk mengerjakan hal yang tidak bermanfaat, kita kehilangan waktu yang berharga untuk bisa mengerjakan hal yang penting. Dengan pertolongan Roh Kudus, kita bekerja dan berdampak.

 

Setiap orang yang menemukan makna didalam pekerjaannya, pasti tidak akan menunda dan menyia-nyiakan waktu.

 

Dalam sebuah artikel, saya membaca sebuah cerita tentang seorang bapak tua berusia 60 tahunan yang biasa dipanggil Pak Liem, bekerja di sebuah hotel bintang lima di Singapura. Tugasnya sehari-hari adalah memastikan puluhan engsel pintu di setiap kamar hotel itu berfungsi dengan baik. Pekerjaan itu harus ia lakukan berulang-ulang setiap hari. Hotel tersebut memiliki 600 kamar dan ketika engsel-engsel di pintu kamar ke-600 selesai di-cek, ia harus kembali ke kamar pertama, begitu terus menerus ia melakukannya.

 

Ketika ditanya, apa yang membuatnya tetap teliti dan tidak bosan bekerja, ia mengaku telah menemukan makna di balik pekerjaannya yang tampak menjemukan. Menurutnya pasti setiap tamu hotel bintang lima itu adalah seorang kepala keluarga atau seorang pemimpin perusahaan yang memiliki banyak staf. Seandainya terjadi kebakaran dan salah satu engsel pintu tidak berfungsi hingga tamu tersebut terkunci dan tewas disitu, maka kerugiannya sangat besar. Tidak hanya bagi hotel tetapi juga bagi keluarga, perusahaan dan banyak karyawan yang hidupnya dipengaruhi oleh peran sang tamu. Jadi Pak Liem merasa ia tidak sekedar bekerja memeriksa engsel tetapi berperan dalam menyelamatkan nyawa para kepala keluarga dan pemimpin perusahaan yang menginap disana.

 

Saat ini mari kita memikirkan kembali makna pekerjaan kita. Bukan hanya karena manusia harus bekerja untuk makan, maka harus bekerja apapun pekerjaannya dan tidak hanya alasan berupa besarnya pendapatan yang didapat jika mengerjakan pekerjaan tersebut tetapi makna yang mendasari hingga pekerjaan itu penting untuk dikerjakan. Makna yang lebih esensi dibandingkan dengan upaya mengumpulkan kekayaan buat diri sendiri.

 

Orang yang tidak mengerti makna pekerjaan yang sebenarnya bisa merasa jemu dan sia-sia bekerja. Oleh sebab itu kita perlu memahami makna pekerjaan kita di bumi:

  1. Tuhan sendiri memang memanggil kita untuk bekerja dan itu berarti bekerja yang halal bukan yang cemar (1 Tesalonika 4:7).
  2. Tuhan mau kita menjadi berkat bagi sesama melalui apapun pekerjaan kita (1 Tesalonika 4:9)
  3. Tuhan rindu kita bersaksi bahwa Tuhan memelihara karena dengan bekerja, kita tidak bergantung kepada orang lain (1 Tesalonika 4:11-12).

 

 

“Do your best and let God do the rest!”



No Comments

Sorry, the comment form is closed at this time.