19 Jun Peperangan di dalam kita
Roma 7:7-26
Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah hukum Taurat itu dosa? Sekali-kali tidak! Sebaliknya, justru oleh hukum Taurat aku telah mengenal dosa. Karena aku juga tidak tahu apa itu keinginan, kalau hukum Taurat tidak mengatakan: “Jangan mengingini!” Tetapi dalam perintah itu dosa mendapat kesempatan untuk membangkitkan di dalam diriku rupa-rupa keinginan; sebab tanpa hukum Taurat dosa mati. Dahulu aku hidup tanpa hukum Taurat. Akan tetapi sesudah datang perintah itu, dosa mulai hidup, sebaliknya aku mati. Dan perintah yang seharusnya membawa kepada hidup, ternyata bagiku justru membawa kepada kematian. Sebab dalam perintah itu, dosa mendapat kesempatan untuk menipu aku dan oleh perintah itu ia membunuh aku. Jadi hukum Taurat adalah kudus, dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik.
Jika demikian, adakah yang baik itu menjadi kematian bagiku? Sekali-kali tidak! Tetapi supaya nyata, bahwa ia adalah dosa, maka dosa mempergunakan yang baik untuk mendatangkan kematian bagiku, supaya oleh perintah itu dosa lebih nyata lagi keadaannya sebagai dosa. Sebab kita tahu, bahwa hukum Taurat adalah rohani, tetapi aku bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa. Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat. Jadi jika aku perbuat apa yang tidak aku kehendaki, aku menyetujui, bahwa hukum Taurat itu baik. Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku. Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat.
Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku. Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku. Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. Jadi dengan akal budiku aku melayani hukum Allah, tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa.
Pernahkah anda bertanya, jika Tuhan telah menjadikan kita ciptaan yang baru, mengapa kita masih bergumul dengan dosa? Mengapa begitu sukar untuk lebih mengasihi Tuhan? Mengapa begitu sulit untuk melakukan hal yang benar? Mengapa begitu mudah untuk melakukan hal yang salah? Atau kalau kita menggunakan perkataan Paulus, hal yang baik yang ingin kita lakukan, kita tidak melakukannya. Hal yang jahat yang tidak ingin kita lakukan, kita terus melakukannya. Apa yang salah dengan kita? Perikop kita hari ini adalah salah satu pasal dalam Alkitab yang paling mengubah hidup saya. Ini adalah perikop yang kontroversial, namun sangat indah. Dalam perikop ini, Paulus berbicara tentang pergumulan pribadinya dengan dosa. Ya, anda mendengar saya dengan benar. Orang Kristen terbaik yang pernah hidup selain Yesus, rasul Paulus, pernah berada di mana kita berada. Dalam Roma 7, dia berbicara tentang peperangan di dalam dia. Dan Tim Keller menyamakan peperangan yang dialami Paulus dengan cerita Jekyll dan Hyde. Ini adalah buku klasik terkenal yang telah diubah menjadi banyak film dan drama. Dalam cerita ini, Dr Jekyll adalah pria yang baik dengan reputasi yang baik. Namun dia frustasi dengan dirinya sendiri karena dia menyadari bahwa ada bagian baik dan bagian buruk dalam dirinya. Dan bagian yang buruk dalam dirinya selalu menahan bagian yang baik. Jadi, Dr Jekyll melakukan banyak eksperimen, dan dia mengembangkan sebuah ramuan yang memisahkan bagian yang baik dan bagian yang buruk dari dirinya. Bagian yang baik keluar pada siang hari. Ini Dr Jekyll. Dan bagian yang buruk keluar pada malam hari. Dan ini Mr Hyde. Keduanya ada secara terpisah, dengan Dr Jekyll seluruhnya baik dan Mr Hyde seluruhnya buruk.
Jadi sekarang, Dr Jekyll bebas. Dia bebas dari pengaruh yang jahat dan dia dapat melakukan semua kebaikan yang dia inginkan tanpa halangan. Permasalahannya adalah Dr Jekyll menemukan bahwa bagian buruk dari dirinya jauh lebih jahat dari yang dia bayangkan. Mr Hyde sangat jahat. Dia melakukan apapun yang dia inginkan, termasuk membunuh orang. Jadi, Dr Jekyll menolong orang pada siang hari dan Mr Hyde membunuh orang pada malam hari. Sampai-sampai Dr Jekyll berkata, “Aku sepuluh kali lipat lebih jahat daripada yang pernah aku pikirkan.” Dan apa yang Dr Jekyll sadari adalah bahwa dia bukanlah seorang yang munafik. Dia menyadari bahwa Dr Jekyll dan Mr Hyde adalah dia. Dan dengan berjalannya waktu, Mr Hyde semakin menguasai tubuh. Ketika Dr Jekyll menyadari bahwa dia akan kehilangan kendali atas tubuhnya dan menjadi Mr Hyde sepenuhnya, dia bunuh diri. Ini adalah sebuah narasi yang sangat mengganggu. Tetapi Robert Louis Stevenson, sang penulis cerita, ternyata menuliskan cerita ini berdasarkan Roma 7. Dan inilah yang dia coba komunikasikan. Bahkan pada orang-orang terbaik sekalipun, ada kemampuan untuk melakukan kejahatan yang jauh melampaui apa yang kita percayai dan jauh lebih buruk daripada yang pernah kita bayangkan.
Dan inilah gambaran kehidupan kita. Ketika kita menjadi umat Kristus, hidup kita tidak menjadi lebih mudah. Hidup kita menjadi lebih sukar. Sebelum kita menjadi umat Kristus, hidup jauh lebih sederhana. Kita hanya mengikuti keinginan berdosa kita dan melakukan apa pun yang kita inginkan. Tetapi sekarang setelah kita telah menjadi umat Kristus, kita memiliki keinginan yang baru. Kita ingin menaati perintah Tuhan. Kita ingin melakukan apa yang benar. Namun bukan berarti keinginan lama kita hilang. Keinginan yang lama masih ada di dalam diri kita. Jadi sekarang ada dua keinginan yang saling bertentangan yang berperang di dalam kita. Ada bagian dari diri kita yang ingin melakukan apa yang berkenan kepada Tuhan dan ada bagian dari diri kita yang tidak ingin melakukan apa yang berkenan kepada Tuhan. Umat Kristus adalah mereka yang mengalami peperangan di dalam mereka. Saya suka cara Timothy Keller mengatakannya. Dia menyimpulkan Roma 7 dengan sangat indah. “Ketika kita menjadi umat Kristus, kita tidak berpindah dari peperangan ke perdamaian; kita beralih dari peperangan yang kita tidak bisa menangkan ke peperangan baru yang kita tidak bisa kalah.”
Saya memiliki tiga poin untuk khotbah ini. Peperangan yang kita tidak bisa menangkan; Peperangan yang kita tidak bisa hindari; Peperangan yang kita tidak bisa kalah.
Peperangan yang kita tidak bisa menangkan
Roma 7:7-13 – Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah hukum Taurat itu dosa? Sekali-kali tidak! Sebaliknya, justru oleh hukum Taurat aku telah mengenal dosa. Karena aku juga tidak tahu apa itu keinginan, kalau hukum Taurat tidak mengatakan: “Jangan mengingini!” Tetapi dalam perintah itu dosa mendapat kesempatan untuk membangkitkan di dalam diriku rupa-rupa keinginan; sebab tanpa hukum Taurat dosa mati. Dahulu aku hidup tanpa hukum Taurat. Akan tetapi sesudah datang perintah itu, dosa mulai hidup, sebaliknya aku mati. Dan perintah yang seharusnya membawa kepada hidup, ternyata bagiku justru membawa kepada kematian. Sebab dalam perintah itu, dosa mendapat kesempatan untuk menipu aku dan oleh perintah itu ia membunuh aku. Jadi hukum Taurat adalah kudus, dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik. Jika demikian, adakah yang baik itu menjadi kematian bagiku? Sekali-kali tidak! Tetapi supaya nyata, bahwa ia adalah dosa, maka dosa mempergunakan yang baik untuk mendatangkan kematian bagiku, supaya oleh perintah itu dosa lebih nyata lagi keadaannya sebagai dosa.
Perhatikan bahwa dalam ayat 7 sampai 13, di dalam Bahasa Inggris maupun Bahasa Yunani, Paulus berbicara dalam bentuk lampau (past tense). Dia menggambarkan siapa dia sebelum dia menjadi pengikut Kristus. Dan dalam ayat-ayat ini, Paulus menunjukkan masalah utama kita. Dan ini mengejutkan. Paulus berpendapat bahwa tidak peduli seberapa keras kita mencoba untuk mematuhi hukum Taurat, hukum Taurat tidak dapat menyelamatkan kita. Karena tujuan utama dari hukum Taurat bukanlah untuk menyelamatkan kita dari dosa-dosa kita tetapi untuk menyatakan keberdosaan kita kepada kita. Tujuan utama hukum Taurat bukanlah agar kita dapat menyelamatkan diri kita sendiri melaluinya, tetapi untuk menunjukkan bahwa kita tidak memiliki harapan dengan sendirinya. Sepuluh perintah Allah tidak diberikan sebagai daftar periksa bagi kita untuk diselamatkan. Sepuluh perintah Allah adalah ekspresi standar kekudusan Allah. Ini menunjukkan kepada kita orang seperti apa yang dapat diterima oleh Allah. Permasalahannya adalah tidak ada dari kita yang dapat memenuhi standar tersebut. Dengan kata lain, hukum Taurat berfungsi seperti cermin.
Saya berikan contoh. Bayangkan anda menatap cermin ketika anda bangun di pagi hari. Anda akan menemukan banyak hal yang tidak anda sukai dari wajah anda. Tidak ada satu pun dari anda yang bangun di pagi hari dengan wajah Instagram #MukaRanjang. Tidak ada. Wajah Instagram #MukaRanjang adalah hasil dari menghabiskan waktu di depan cermin. Berapa lama? Selama yang anda butuhkan untuk membuatnya layak. Ada yang butuh 30 detik, atau kalau anda seperti saya yang harus mengeringkan rambut dengan hair dryer dan segala macam, 30 menit. Tidak ada satu pun dari anda yang ingin menunjukan wajah #MukaBantal asli anda. Jadi, anda bangun dan cermin mengungkapkan kepada anda hal-hal yang anda tidak sukai dari wajah anda. Itulah yang dilakukan oleh hukum Taurat. Hukum Taurat mengungkapkan semua air liur dan rambut singa di wajah kita. Tetapi itu tidak menyelesaikan masalah. Hukum memberi tahu kita apa yang benar, tetapi tidak membuat kita benar. Hukum memberi tahu kita masalah kita, tetapi tidak memberi kita solusi.
Paulus kemudian memberikan kita satu contoh dari hukum Taurat: Jangan mengingini. Mengapa hukum ini? Karena dari sepuluh hukum Allah, inilah hukum yang berhubungan langsung dengan hati kita. Ketika kita membaca sepuluh hukum Allah, kita dapat dengan mudah melihatnya hanya dari segi perilaku eksternal. Kita dapat dengan mudah menandai mereka dari daftar kita dan berpikir bahwa kita adalah orang Kristen yang baik. Kita bisa mengatakan, “Aku tidak menyembah berhala. Aku menghormati orang tua. Aku belum pernah membunuh siapa pun. Aku tidak berbohong, mencuri, atau berzinah. Aku seorang Kristen yang baik.” Kita dapat melihat hukum Taurat hanya di permukaan dan melihatnya hanya sebagai aturan perilaku yang tidak terlalu sulit untuk dilakukan. Sampai kita mencapai perintah terakhir: Jangan mengingini. Bahasa inggrisnya adalah “covet.” Apa itu covet? Covet bukan hanya ketika hati kita menginginkan sesuatu yang bukan milik kita. Jadi, ini tidak hanya melihat orang lain dan berkata, “Wow, lihat tas hermes barunya. Aku juga ingin punya tas hermes.” Covet berarti sangat menginginkan sesuatu sehingga kita tidak puas dengan apa yang kita miliki. Maka dari itu ketika kita covet, kita copet. Jadi, kita melihat tas hermes teman kita, dan kita tidak senang dengan tas target kita. Covet berkaitan dengan hati. Dan hukum Taurat memberitahu kita bahwa hati yang sehat adalah hati yang tidak covet. Dan ini sangat bermasalah. Karena kalau saya boleh jujur, saya sering merasa tidak puas dengan apa yang saya miliki.
Contoh, jika saya membandingkan jumlah views di saluran YouTube gereja kita dengan gereja lain, saya sering merasa tidak puas. Rata-rata, setiap khotbah kita memiliki sekitar 100 views. Tetapi jika saya melihat saluran YouTube gereja lain, khotbahnya mungkin baru saja keluar selama satu menit, dan sudah ada lebih dari 100 views. Dan pada akhir minggu, khotbah tersebut memiliki 100,000 views. Jadi, perbandingannya adalah 1:1000. Dan tahukah anda apa tanggapan hati saya? “Oh wow, Tuhan sangat bermurah hati menggunakan gereja itu 1000 kali lebih dari gereja kita. Aku berdoa agar Tuhan terus memberkati pelayanan mereka.” Saya berharap itu yang terjadi. Tetapi ternyata tidak. Tanggapan hati saya adalah, “Kenapa gereja itu memiliki lebih banyak views daripada kita? Oh, aku tahu. Orang-orang menyukainya karena pendetanya adalah komunikator yang baik. Khotbahnya lucu dan menarik tetapi isi khotbahnya dangkal. Isinya semua susu dan tidak ada daging. Dia tidak mengkhotbahkan Injil. Sedangkan kita mengkhotbahkan Injil secara dalam dan luas. Kita memberikan makanan yang padat. Hanya orang-orang yang telah dipilih sebelum dunia dijadikan yang menyukai khotbah kita.”
Dapatkah anda melihat apa yang terjadi? Mungkin ada unsur kebenarannya, tetapi ini adalah covetousness. Saya melihat pelayanan gereja lain dan saya menjadi tidak puas dengan pelayanan gereja kita. Pernahkah anda merasakan itu? Anda melihat keluarga orang lain, pasangan, pekerjaan, mobil, dan anda menjadi tidak puas dengan apa yang anda miliki. Anda melihat Instagram story orang lain dan anda berpikir bahwa hidup anda menyebalkan. Mengapa mereka bisa pergi berlibur tiga minggu ke Jepang sementara anda terjebak di Kensington? Mengapa anak-anak mereka berperilaku jauh lebih baik daripada anak anda? Mengapa mereka mendapatkan promosi di pekerjaan #blessed sedangkan anda kerja lembur tanpa bonus #bekerjauntukTuhan? Ini covetousness. Dan hukum Taurat memberitahu kita bahwa kita tidak boleh merasa seperti itu. Kita seharusnya sangat mengasihi Tuhan, begitu puas dengan Tuhan, sehingga kita selalu merasa cukup. Itulah yang Tuhan minta dari kita. Dan hukum Taurat menunjukkan kepada kita bahwa kita gagal total dalam melakukan hukum. Hukum Taurat memberi tahu kita bahwa ada standar yang harus kita hidupi, tetapi kita tidak bisa melakukannya.
Dan ini menjadi lebih buruk. Roma 7:8-10a – Tetapi dalam perintah itu dosa mendapat kesempatan untuk membangkitkan di dalam diriku rupa-rupa keinginan; sebab tanpa hukum Taurat dosa mati. Dahulu aku hidup tanpa hukum Taurat. Akan tetapi sesudah datang perintah itu, dosa mulai hidup, sebaliknya aku mati. Paulus mengatakan bahwa hukum Taurat tidak hanya mengungkapkan dosa, tetapi juga mengaktifkan dosa dan membunuh dia karenanya. St Agustinus memberikan penjelasan yang sangat bagus. Ketika dia berusia 16 tahun, dia dan beberapa remaja lainnya masuk ke kebun buah pir dan mencuri buah pir. Agustinus kemudian mencoba merenungkan alasan dia mencuri buah pir tersebut. Dia menyadari bahwa dia tidak lapar. Dia juga tidak suka buah pir. Lalu mengapa dia mencuri buah pir tersebut? Jawabannya sangat membuka pikiran. Dia berkata bahwa dia mencuri buah pir karena dia merasa senang sewaktu dia melakukannya. Dia menyukainya karena hal itu dilarang. Dia tidak tertarik pada buah pir tersebut sampai seseorang berkata, “Kamu tidak boleh memiliki buah pir itu.” Lalu tiba-tiba dia sangat menginginkan buah pir tersebut.
Para orang tua, bukankah anda melihat masalah yang sama pada anak-anak anda? Bagaimana tanggapan anak-anak anda ketika anda memberi tahu mereka, “Jangan lakukan itu”? Bukankah benar bahwa semakin anda melarang mereka, semakin mereka ingin melakukannya? Dan yang lebih kurang ajar, mereka memiliki keberanian untuk melihat anda dan tersenyum pada anda saat mereka melakukannya. Benar? Seolah-olah mereka sengaja ingin melakukannya karena hal itu dilarang. Tidak usah berbicara tentang anak-anak. Bukankah hal ini benar tentang kita? Semakin kita dilarang melakukan sesuatu, semakin kita ingin melakukannya. Semakin kita diperintahkan melakukan sesuatu, semakin kita tidak mau melakukannya. Ada suara di dalam diri kita yang mengatakan, “Tidak ada yang berhak memberi tahu aku bagaimana aku harus menjalani hidupku. Ini hidupku dan aku berhak memutuskan apa yang ingin aku lakukan.” Apakah anda melihat apa yang terjadi? Bukannya memampukan kita untuk menaati hukum, mengetahui hukum justru membuat kita tidak ingin melakukannya. Hukum Taurat membangkitkan dalam diri kita keberdosaan hati yang mendasar, yaitu keinginan untuk menjadi Tuhan bagi diri kita sendiri dan tidak tunduk kepada Tuhan. Hukum Taurat mengungkapkan keinginan kita untuk menjadi penyelamat diri kita sendiri daripada bergantung kepada sang penyelamat. Motif utama dosa adalah bermain Tuhan. Kita ingin berdaulat. Dan itulah mengapa kita membenci hukum Taurat. Karena hukum Taurat mengingatkan kita bahwa Tuhan berdaulat, dan kita tidak berdaulat. Dan ini membawa kita kepada penghukuman di hadapan Tuhan. Ini membawa kita kepada kematian. Jadi, hukum Taurat menyatakan dosa-dosa kita, mengaktifkan dosa-dosa kita, dan membunuh kita melaluinya.
Pada titik ini, beberapa orang akan berkata, “Jika itu masalahnya, jika itu yang dilakukan hukum Taurat kepada kita, maka hukum Taurat pastilah dosa. Hukum Taurat adalah buruk.” Paulus menjawab, Roma 7:13 – Jika demikian, adakah yang baik itu menjadi kematian bagiku? Sekali-kali tidak! Tetapi supaya nyata, bahwa ia adalah dosa, maka dosa mempergunakan yang baik untuk mendatangkan kematian bagiku, supaya oleh perintah itu dosa lebih nyata lagi keadaannya sebagai dosa. Paulus mengatakan bahwa tidak ada yang salah dengan hukum Taurat. Permasalahannya bukanlah hukum Taurat tetapi dosa di dalam diri kita. Kebenarannya, kita jauh lebih jahat dari yang kita kira. Kita memiliki kapasitas untuk melakukan kejahatan di luar apa yang kita kira kita mampu lakukan. Dan hukum menghadapkan kita pada kondisi kita yang sebenarnya. Kita tidak bisa mengatakan tidak terhadap dosa. Kita begitu kecanduan dengan dosa sehingga kita tidak bisa berbuat apa-apa selain dosa. Dan hukum Taurat tidak dapat membantu kita. Hukum Taurat itu kudus, tetapi tidak dapat membuat kita kudus. Hukum Taurat itu baik, tetapi tidak dapat membuat kita baik. Hukum Taurat itu benar, tetapi tidak dapat membuat kita benar. Jika kita dibiarkan sendiri, kita akan hancur. Kita berada di dalam peperangan yang kita tidak bisa menangkan. Tetapi puji Tuhan ini bukan akhir cerita bagi umat Kristus.
Peperangan yang kita tidak bisa hindari
Roma 7:14-23 – Sebab kita tahu, bahwa hukum Taurat adalah rohani, tetapi aku bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa. Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat. Jadi jika aku perbuat apa yang tidak aku kehendaki, aku menyetujui, bahwa hukum Taurat itu baik. Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku. Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku. Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku.
Jadi, ada perdebatan di antara para ahli Alkitab yang saya kagumi apakah ayat 14 dan seterusnya berbicara tentang pengalaman Paulus sebelum dia menjadi orang Kristen atau pengalaman Paulus sebagai orang Kristen. Beberapa ahli Alkitab berpendapat bahwa seluruh Roma pasal 7 berbicara tentang keadaan Paulus sebelum dia menjadi seorang Kristen. Namun, saya tidak setuju. Saya yakin bahwa dalam ayat 14 dan seterusnya, Paulus berbicara tentang perjuangannya sebagai seorang Kristen. Saya memiliki tiga alasan mengapa saya percaya ini adalah Paulus sebagai orang Kristen. Pertama, Paulus menggunakan present tense. Dari ayat 14 dan seterusnya, di bahasa Yunani maupun Inggris, tense berubah dari past tense menjadi present tense. Bagi para pembaca yang membacanya, hal yang paling wajar adalah untuk menyimpulkan bahwa Paulus sedang menjelaskan pengalamannya yang sedang berlangsung. Kedua, kesukaan Paulus akan hukum Allah. Orang bukan Kristen membenci hukum Allah. Mereka tidak ingin memiliki hubungan apapun dengan Allah dan hukum Allah. Ketiga, konflik batin Paulus. Paulus yang dahulu menyombongkan kemampuannya untuk hidup sesuai dengan hukum Taurat. Dia berkata bahwa dia tidak bersalah di hadapan hukum sebagai orang Farisi. Jadi, fakta bahwa ada konflik yang terjadi di dalam dirinya memberitahu kita bahwa ini bukan Paulus sebelum dia menjadi orang Kristen.
Izinkan saya memberi tahu anda mengapa ini sangat penting. Karena jika kita tidak memahami hal ini, maka kita akan terus menjalani kehidupan Kekristenan dengan mentalitas pecundang. Karena langkah penting pertama untuk berperang melawan dosa adalah menyadari bahwa kita terus-menerus berada di dalam peperangan. Dan peperangan ini sulit dan berlangsung seumur hidup. Selama kita hidup di dunia yang penuh dosa ini, peperangan melawan dosa di dalam diri kita tidak akan pernah berhenti. Peperangan di dalam kita bukanlah keseluruhan cerita kita, tetapi ini adalah bagian penting dari kehidupan Kekristenan kita. Lihat apa yang Paulus katakan. Roma 7:15 – Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat. Paulus mengalami pertentangan. Dia mengatakan ada peperangan di dalam dirinya. Dia tidak mengerti apa yang dia perbuat. Perhatikan. Paulus tidak mengatakan, “Aku tahu aku seharusnya sabar. Tetapi aku tidak sabar. Aku tahu aku seharusnya tidak ngomel terus, tetapi aku justru ngomel terus dan tidak sabar. Apa yang salah dengan aku?” Ini bukan peperangan di dalam. Ini namanya emak-emak. Apa yang Paulus katakan jauh lebih dalam.
Sebagai seorang Kristen, dia ingin berbuat baik. Ada sifat baru dalam dirinya yang ingin menaati perintah Allah. Jika Paulus yang lama hanya ingin menyenangkan dirinya sendiri, Paulus yang baru ingin menyenangkan Allah. Dia memiliki keinginan untuk mencintai Allah. Tetapi dia tidak melakukannya. Sebaliknya, dia melakukan hal yang dia benci. Tetapi perhatikan. Paulus tidak menghindari tanggung jawab atas dosanya. Dia tidak mengatakan, “Teman-teman, aku minta maaf aku sudah melakukan sesuatu yang buruk. Tetapi itu bukan aku. Itu adalah dosa di dalam diriku. Jadi jangan salahkan aku. Salahkan dosa dalam diriku.” Dia tidak mengatakan itu. Paulus berkata, “Ketika aku melakukan hal-hal yang aku benci, ya, dosa di dalam aku yang membuat aku melakukannya. Tetapi pada akhirnya, akulah yang melakukannya. Akulah yang melakukan hal-hal yang aku benci. Akulah yang mewujudkannya. Dan aku bertanggung jawab untuk itu. Aku sendiri tidak mengerti apa yang aku perbuat. Aku frustrasi dengan diriku sendiri.” Dan ini bermasalah. Bagaimana mungkin seorang pemimpin Kristen yang hebat seperti Paulus berbicara seperti ini? Kita berpikir bahwa Paulus seharusnya jauh lebih baik dari ini. Tetapi ternyata tidak. Dan ini menjadi lebih buruk.
Roma 7:18 – Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Ini mengingatkan saya pada kisah Petrus. Suatu hari, Yesus memberi tahu semua muridnya bahwa mereka akan meninggalkan dia untuk menyelamatkan hidup mereka. Dan Petrus berkata, “Yesus, aku tidak akan melakukan itu. Semua yang lain mungkin akan pergi darimu, tetapi tidak dengan aku. Aku akan terus bersamamu. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Aku siap untuk pergi bersamamu ke penjara maupun kematian.” Petrus memiliki keyakinan yang kuat atas kasihnya kepada Yesus. Dia memiliki kehendak untuk melakukan apa yang benar. Namun Petrus melakukan persis apa yang dia katakan tidak akan pernah dia lakukan. Ketika Yesus ditangkap, Petrus lari; dia meninggalkan Yesus. Petrus memiliki kehendak untuk melakukan apa yang benar tetapi dia tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakannya.
Izinkan saya melangkah lebih jauh. Paulus mengatakan bahwa tidak ada sesuatu yang baik di dalam dia. Ini tidak berarti bahwa dia tidak dapat melakukan sesuatu yang baik. Tetapi apa yang dia katakan adalah bahkan perbuatan baiknya pun dinodai oleh dosa. Bahkan kebaikan yang dia lakukan pada dasarnya adalah dosa. Jika kita jujur, ada banyak hal yang baik yang kita lakukan dengan alasan yang salah. Apakah saya benar? Kita berkomitmen untuk datang ke gereja setiap hari Minggu. Kita berkomitmen untuk KM. Kita mengikuti Basic Christianity. Kita melayani setiap minggu. Kita memberikan persepuluhan. Dan itu semua adalah hal yang baik. Tetapi pertanyaannya adalah, mengapa kita melakukannya? Bukankah kita sering didorong oleh motivasi yang salah? Bukannya kita tidak mencintai Tuhan. Kita mencintai Tuhan. Tetapi pada saat yang sama, kita juga melakukannya karena kita ingin terlihat lebih baik daripada orang lain. Kita melakukannya karena jauh di lubuk hati kita, kita berharap kita bisa mendapatkan perkenanan Tuhan sehingga dia akan memberikan apa yang kita inginkan. Kita melakukannya karena kita ingin membuktikan diri kita. Kita tahu motivasi tersebut salah dan dosa, tetapi mereka bersembunyi di dalam kita. Kita ingin berbuat baik karena kita murni mengasihi Tuhan, tetapi kita tidak bisa. Kebaikan yang ingin kita lakukan kita tidak lakukan, tetapi kejahatan yang kita tidak ingin lakukan adalah apa yang terus kita lakukan.
Dan inilah kesimpulan Paulus dari perjuangannya. Roma 7:22-23 – Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku. Dengan kata lain, ada dua pribadi di dalam diri Paulus: Paulus yang baru dan Paulus yang lama. Paulus yang baru didorong oleh keinginannya yang saleh. Paulus yang baru suka akan hukum Allah. Tetapi Paulus yang lama didorong oleh keinginannya yang berdosa. Paulus yang lama berperang melawan Paulus yang baru. Tetapi keduanya adalah Paulus. Ini memberitahu kita sesuatu yang penting tentang kehidupan Kekristenan. Perhatikan. Di setiap Dr Jekyll, ada Mr Hyde. Dalam setiap umat Kristus, ada dosa yang mengintai. Bagi setiap umat Kristus, ada peperangan di dalam diri kita yang tidak dapat dihindari.
Saya akan memberikan anda satu peringatan dan satu penghiburan dari perikop ini. Mari kita mulai dengan peringatan. Perikop ini memperingatkan kita bahwa tidak seorang pun bisa menjadi begitu dewasa dalam Kekristenan sehingga mereka tidak lagi bergumul dengan dosa. Banyak orang Kristen berasumsi bahwa semakin kita bertumbuh dalam kedewasaan rohani, semakin sedikit kita bergumul dengan dosa. Tetapi itu tidak benar. Bahkan, sebaliknya. Apa yang banyak orang Kristen tidak mengerti adalah bahwa ketika mereka menjadi orang Kristen, diri yang lama tidak hilang. Diri yang lama masih ada, dan dia berperang melawan diri yang baru. Dan semakin kita dewasa rohani, semakin kita melihat dosa di dalam hati kita. Semakin kita kudus, semakin kita merasa kurang kudus. Semakin kita dekat dengan Tuhan, semakin kita terbuka terhadap keberdosaan kita. Perhatikan dengan baik. Saya tidak mengatakan bahwa semakin kita dewasa rohani, semakin banyak kita berbuat dosa. Tidak. Saat kita bertumbuh dewasa di dalam Tuhan, kita akan melihat kemajuan di hidup kita melawan kebiasaan dan sikap dosa. Tetapi pada saat yang sama, kita akan menjadi lebih sadar akan keinginan dosa yang masih ada di dalam diri kita. Ini seperti mencoba membersihkan ruang bawah tanah rumah anda dengan lilin. Anda melakukan yang terbaik yang anda bisa, dan anda kira itu sudah bersih. Tetapi hari berikutnya anda kembali ke ruang bawah tanah dengan senter dan ruang bawah tanah terlihat lebih kotor daripada sebelumnya. Apa yang terjadi? Apakah ruang bawah tanah menjadi semakin kotor setelah anda membersihkannya? Tentu tidak. Tetapi anda bisa melihat ruang bawah tanah lebih jelas dengan senter daripada lilin. Inilah yang terjadi ketika kita bertumbuh dewasa di dalam Tuhan. Semakin kita sadar akan kekudusan Tuhan, semakin kita sadar akan keberdosaan kita. Peringatannya adalah bahwa kita harus siap untuk terus berperang dengan sifat dosa kita selama kita hidup.
Tetapi disinilah penghiburannya. Jika ada peperangan di dalam kita, itu berarti Injil sedang bekerja di dalam kita. Ketika kita bergumul dengan dosa, sangat mudah untuk kita berpikir bahwa kita pastilah orang yang durhaka. Kita pastilah orang yang jahat atau sangat tidak dewasa untuk memiliki perjuangan seperti itu. Tetapi perikop ini mendorong kita bahwa pencobaan dan pergumulan dengan dosa, bahkan untuk jatuh lagi ke dalam dosa, konsisten dengan menjadi orang Kristen yang bertumbuh. Hanya karena kita terus-menerus berjuang melawan dosa bukan berarti kita tidak bertumbuh. Bahkan, sebaliknya. Peperangan di dalam kita adalah bukti bahwa kita bertumbuh di dalam Injil. Apa yang membedakan orang Kristen dan non-Kristen bukanlah tidak adanya peperangan di dalam, tetapi orang Kristen merasakan kegagalan mereka; mereka sedih dan frustrasi karenanya. Dapatkah anda menyadari betapa menghiburnya hal ini? Karena terkadang saya melihat hati saya sendiri dan saya menjadi sangat putus asa. Maksud saya, setelah bertahun-tahun mengkhotbahkan Injil, mengapa saya masih berjuang dengan kesombongan? Kalau saudara tidak tahu, saya berkhotbah hampir setiap minggu. Dan itu berarti setiap minggu saya selalu menghabiskan berjam-jam untuk mempersiapkan khotbah. Dan saya menyukainya. Saya merasa aneh kalau ada minggu di mana saya tidak berkhotbah. Tetapi pertanyaanya, mengapa saya begitu menyukai berkhotbah? Apakah karena saya ingin jemaat ROCK Sydney mengerti Injil dan bertumbuh di dalam Injil? Tentu. Apakah karena saya mengasihi Tuhan dan ingin mengunakan talenta yang Tuhan berikan untuk kemuliaan Tuhan? Tentu. Tetapi pada saat bersamaan, saya juga melakukannya karena saya ingin anda menyukai khotbah saya. Saya suka melakukannya karena saya ingin orang-orang di internet mengetahui betapa baiknya saya bisa berkhotbah.
Anda lihat apa yang terjadi di hati saya? Mengapa saya merasa iri terhadap mereka yang lebih sukses dari saya? Mengapa saya masih bergumul dengan pikiran yang kotor? Mengapa kasih saya kepada Tuhan terkadang begitu dingin? Mengapa saya lebih mudah menyalahkan orang lain daripada bertobat dari dosa saya? Dan saudara, ini bukan hanya contoh acak. Ini semua benar tentang hati saya, pendeta anda. Saya harap anda tidak terkejut dan pindah gereja minggu depan. Pendeta anda jauh lebih berdosa daripada yang anda kira. Bukannya saya tidak mencintai Yesus. Saya mencintai Yesus. Tetapi seringkali cinta saya kepada Yesus dikalahkan oleh cinta saya pada diri saya sendiri. Jauh di lubuk hati saya, saya ingin menaati perintah Allah, tetapi saya tidak bisa membuat diri saya menaati perintah Allah. Tetapi kabar baik dari Injil adalah bahwa peperangan di dalam diri saya, peperangan di dalam diri kita bukanlah peperangan antara dua kekuatan yang setara.
Roma 7:22 – Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah. Ini adalah cara Paulus mengatakan, “Meskipun ada dua diri di dalam diriku, meskipun ada keinginan yang bertentangan di dalam diriku, aku tahu diriku yang sebenarnya. Di dalam batinku, aku seorang Kristen. Aku suka akan hukum Allah. Aku masih bisa tidak menaati Allah dan aku masih bisa jatuh ke dalam dosa lagi dan lagi. Tetapi itu bukan aku yang sebenarnya. Aku yang sebenarnya mencintai Allah dan hukum Allah.” Dan ini sangat penting. Saya akan memberitahu anda mengapa. Katakanlah sebelum anda menjadi orang Kristen, anda memiliki kebiasaan dosa yang ingin anda hentikan. Anda dulu jatuh ke dalamnya, merasa tidak enak, menyalahkan diri sendiri, membuat resolusi, menjadi lebih baik untuk sementara waktu, hanya untuk jatuh kembali. Dan kemudian anda menjadi seorang Kristen. Tetapi anda masih berjuang dengan dosa tersebut. Anda jatuh kembali ke dalamnya seperti dulu. Dan anda mulai berpikir, “Tidak ada yang berubah. Aku masih sama seperti aku yang dulu. Aku masih jatuh dalam dosa. Ini adalah peperangan yang aku tidak bisa menangkan.” Tetapi itu salah. Anda tidak lagi ada di dalam peperangan yang anda tidak bisa menangkan. Ini sekarang adalah peperangan yang berbeda. Sebelum anda menjadi orang Kristen, kebiasaan dosa itu wajar dan alami seperti bernafas. Namun tidak lagi. Karena sekarang anda adalah seorang Kristen, ketika anda melakukan dosa itu, anda berkata, “Mengapa aku membenci kenyataan bahwa aku melakukan dosa ini? Mengapa dosa ini tidak memuaskan aku seperti dulu? Mengapa dosa ini tidak terasa seenak dulu?” Mari saya beritahu anda jawabannya. Karena itu bukan lagi ekspresif dari diri anda yang sebenarnya. Anda yang sebenarnya suka akan hukum Allah. Anda yang sebenarnya ingin menyenangkan Allah. Pertanyaannya kalau begitu, bagaimana kita bisa terus melawan dosa di dalam diri kita?
Peperangan yang kita tidak bisa kalah
Roma 7:24-26 – Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. Jadi dengan akal budiku aku melayani hukum Allah, tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa.
Kunci untuk terus melawan dosa di dalam diri kita adalah mengetahui bahwa kita berada di dalam peperangan yang kita tidak bisa kalah. Lihat dua hal yang dilakukan Paulus dalam ayat-ayat ini. Pertama, Paulus mengakui ketidakberdayaan. Dia berteriak, “Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?” Dia mengakui bahwa sama sekali tidak ada yang bisa dia lakukan dengan kekuatannya sendiri untuk mengatasi dosa di dalam dirinya. Ini yang harus kita pahami. Bertumbuh dalam Injil tidak berarti sampai ke tempat di mana kita tidak membutuhkan kasih karunia. Bertumbuh dalam Injil berarti bertumbuh dalam kesadaran akan kebutuhan kita akan kasih karunia. Jika kita berpikir bahwa kita bisa melakukannya sendiri, kita akan hancur. Hanya ketika kita tahu bahwa kita berada di akhir dari diri kita sendiri, kita dapat berperang melawan dosa. Karena solusinya bukanlah bekerja lebih keras. Solusinya bukanlah dalam menemukan metode dan cara baru. Paulus tidak berteriak, “Apakah yang dapat melepaskan aku dari tubuh maut ini?” Dia berteriak, “Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?” Solusinya bukan apa tetapi siapa. Hanya jika kita benar-benar memahami ketidakberdayaan kita, barulah kita dapat melihat ke luar diri kita kepada satu-satunya yang dapat menyelamatkan kita. Itu yang pertama.
Kedua, Paulus memandang kepada Yesus. Dia berkata, “Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.” Perhatikan. Tidak ada yang bisa kita lakukan dengan kekuatan kita sendiri untuk mengalahkan dosa di dalam diri kita. Kabar baiknya adalah Allah bisa dan dia telah melakukannya melalui Yesus Kristus. Inilah kunci untuk berperang melawan dosa di dalam kita. Kita harus menyadari bahwa kita tidak bisa, tetapi Yesus bisa. Coba pikirkan. Apa yang terjadi dengan Yesus di kayu salib? Yesus adalah satu-satunya sosok yang tidak memiliki Mr Hyde di dalam dirinya. Dia tidak memiliki kejahatan sedikit pun di dalam dirinya. Yesus adalah baik sepenuhnya. Dia adalah Dr Jekyll yang sempurna. Tetapi di kayu salib, Allah membuat Yesus yang tidak mengenal dosa menjadi dosa supaya di dalam Yesus kita dibernarkan oleh Allah. Apakah anda tahu apa artinya? Artinya, di kayu salib, Yesus menjadi Mr Hyde yang terutama. Allah membuat Yesus menjadi dosa dan memperlakukannya sebagai kejahatan yang murni. Yesus mengambil seluruh Mr Hyde kita dan menerima hukuman yang pantas kita terima. Dan inilah yang menakjubkan. Yesus tidak hanya mengambil Mr Hyde kita, tetapi dia juga mengalahkan Mr Hyde kita sekali dan untuk selamanya. Yesus tidak pernah menyerah terhadap godaan dan dia dengan sempurna menaati Allah sampai mati. Di kayu salib, Yesus menang atas dosa. Dan ketika kita menaruh iman kita kepada Yesus, kemenangan Yesus menjadi kemenangan kita. Dan kemenangan Yesus adalah mutlak. Karena Yesus, peperangan melawan dosa bukan lagi peperangan yang kita tidak bisa menangkan; peperangan melawan dosa adalah peperangan yang kita tidak bisa kalah.
Izinkan saya memberi tahu anda mengapa ini sangat penting, dan saya selesai. Ini mengubah cara kita berperang melawan dosa. Ada dua cara kita bisa berperang melawan dosa. Pertama, kita bisa berusaha lebih keras. Jadi, kita berkata, “Aku akan berusaha lebih keras. Aku akan lebih berkomitmen. Aku akan melakukan yang lebih baik.” Dan yang terjadi kita menjadi semakin lebih frustrasi setiap kali kita gagal. Atau kedua, kita bisa bersyukur kepada Allah. Jadi, kita berkata, “Tuhan, aku tidak dapat melawan dosa ini dengan kekuatanku sendiri. Aku mengakui ketidakberdayaanku. Tetapi aku tahu bahwa Yesus telah menang sebagai ganti aku. Dan kemenangan Yesus adalah kemenanganku. Jadi, aku tidak akan kehilangan harapan meskipun aku gagal. Aku boleh jatuh tetapi aku berada di dalam peperangan yang aku tidak bisa kalah. Dan aku memilih untuk bersyukur atas apa yang telah Yesus lakukan bagi aku di kayu salib.” Perhatikan. Saya tahu ini berlawanan dengan intuisi manusia. Tetapi ini satu-satunya cara bagi kita untuk menjadi lebih baik. JD Greear mengatakannya seperti ini. “Ironi dari kehidupan Kekristenan adalah bahwa mereka yang menjadi lebih baik adalah mereka yang memahami bahwa penerimaan mereka di hadapan Allah tidak dikondisikan dengan mereka menjadi lebih baik tetapi pada kebenaran Yesus yang diperhitungkan kepada mereka.” Mengetahui apa yang Yesus telah lakukan bagi kitalah yang memberikan kita kekuatan untuk menaati perintah Allah. Yesus tidak datang sebagai bantuan dalam peperangan kita melawan dosa. Yesus tidak tertarik untuk membantu kita. Yesus datang untuk menggantikan kita. Dia datang untuk mengambil tempat kita dan mengalahkan dosa sebagai ganti kita. Cara melawan dosa adalah dengan berpaling dari diri sendiri dan bersyukur kepada Allah atas apa yang telah dia lakukan melalui Yesus. Jadi, bersukacitalah dalam kemenangan Yesus bagi kita. Pandang keindahan Injil. Dan hal-hal di bumi akan menjadi semakin redup di dalam terang kemuliaan dan kasih karunia Allah. Mari kita berdoa.
Discussion questions:
- Have you ever experienced the war within? Give examples.
- What is the primary purpose of the law of God? Why can’t the law of God save us?
- Romans 7:9 – I was once alive apart from the law, but when the commandment came, sin came alive and I died. What does Paul mean? Can you see it happening in your own lives?
- “In every Dr Jekyll, there is Mr Hyde.” What are some implications of this truth?
- How does Jesus change the war that we can’t win to the war that we can’t lose?
- List out some practical applications on how we can wage war against sin today. Be specific.
Sorry, the comment form is closed at this time.