18 Sep Pernikahan dan perceraian
Markus 10:1-16
Dari situ Yesus berangkat ke daerah Yudea dan ke daerah seberang sungai Yordan dan di situpun orang banyak datang mengerumuni Dia; dan seperti biasa Ia mengajar mereka pula. Maka datanglah orang-orang Farisi, dan untuk mencobai Yesus mereka bertanya kepada-Nya: “Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?” Tetapi jawab-Nya kepada mereka: “Apa perintah Musa kepada kamu?” Jawab mereka: “Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai.” Lalu kata Yesus kepada mereka: “Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu. Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid itu bertanya pula kepada Yesus tentang hal itu. Lalu kata-Nya kepada mereka: “Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah.” Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu. Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.” Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka.
Pernikahan dan perceraian. Saya tahu begitu anda membaca judul khotbah saya, beberapa dari anda langsung berpikir, “Ini pendeta menikah saja belum tapi sudah berani berkhotbah tentang pernikahan dan perceraian.” Saya bisa membaca pikiran anda. Dan sejujurnya, saya sempat ragu untuk berkhotbah topik ini. Saya sudah mengkhotbahkannya di ibadah RSI namun saya tidak yakin apakah saya akan mengkhotbahkannya di ibadah Indonesia atau tidak. Tetapi setelah saya berdoa dan mempertimbangkannya, saya yakin saya harus mengkhotbahkannya. Salah satu alasan kenapa saya yakin adalah dari semua hari Minggu, Minggu ini kita ada tiga penyerahan anak. Dan bagian dari khotbah hari ini berbicara tentang Yesus memberkati anak-anak kecil. Dan juga awal minggu ini mami saya tiba-tiba bertanya kepada saya tentang perceraian dari sudut pandang Injil. Tenang saudara. Pernikahan gembala saudara baik-baik saja. Mami saya bertanya hal ini karena dia sedang membantu beberapa keluarga yang bermasalah. Saya percaya ini bukan kebetulan. Ini adalah jawaban Tuhan untuk keraguan saya.
Bagi sebagian dari anda, topik ini mungkin adalah topik yang sensitif. Anda mungkin sudah bercerai atau sedang mempertimbangkan untuk bercerai. Orang tua anda mungkin bercerai. Atau mungkin seseorang yang sangat dekat dengan anda bercerai. Tidak banyak hal dalam hidup yang lebih menyakitkan daripada perceraian. Perceraian sering melibatkan tahun-tahun yang panjang untuk penyelesaian dan penyesuaian. Perceraian juga membawa rasa gagal dan rasa bersalah yang sangat besar. Seolah-olah anda mengenakan kalung yang besar dan berat dengan kata “cerai” ke mana pun anda pergi. Ini sangat menyedihkan dan membuat frustrasi. Namun tingkat perceraian dalam pernikahan adalah sekitar 50%. Dan kita berpikir bahwa pernikahan Kekristenan akan berjalan jauh lebih baik. Tetapi tidak. Tingkat perceraian di antara orang Kristen adalah sekitar 30%. Itu berarti untuk setiap sepuluh pernikahan Kekristenan yang kita hadiri, tiga berakhir dalam perceraian. Ini sangat memprihatinkan.
Saat ini, kita hidup dalam budaya yang membuat perceraian sangat mudah. Jika anda ingin bercerai, yang anda harus lakukan hanyalah mengisi formulir perbedaan yang tidak dapat didamaikan. Ini relatif murah, dan anda dapat dengan mudah melakukannya melalui telepon anda. Dan fakta bahwa kita hidup dalam budaya yang mempromosikan kepuasan diri sendiri juga tidak membantu. Budaya kita mengatakan bahwa jika pernikahan anda tidak lagi memuaskan, hal terbaik yang dapat anda lakukan adalah untuk meninggalkan pernikahan anda. Dan ini terjadi tidak hanya di luar gereja tetapi juga di dalam gereja. Banyak orang yang mengaku Kristen yang menggunakan argumen, “Tuhan ingin aku bahagia,” untuk membenarkan perceraian. Mereka berkata, “Tentunya bukan kehendak Tuhan bagi aku untuk tidak bahagia dalam pernikahanku. Pasti Tuhan ingin aku bahagia dan tidak menderita. Dan satu-satunya cara bagi aku untuk bahagia adalah dengan meninggalkan pernikahanku.” Pernahkah anda mendengar perkataan tersebut sebelumnya? Dan setiap kali saya mendengar orang berkata seperti itu, itu mengingatkan saya pada Amsal 14:12 – Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut. Kita memiliki kecenderungan untuk berpikir bahwa kita lebih pintar daripada Tuhan. Bahwa jalan kita lebih baik dari jalan Tuhan. Dan jalan itu terasa benar ketika kita melakukannya. Namun jalan itu ujungnya menuju maut. Karena ini yang harus kita mengerti. Hanya jalan Tuhan yang menuntun kepada kehidupan dan ketaatan kepada jalan Tuhan lebih penting daripada kebahagiaan pribadi.
Hari ini, kita akan belajar jalan Tuhan tentang pernikahan dan perceraian. Beberapa dari anda mungkin berpikir bahwa topik ini tidak relevan untuk anda. Tetapi saya berpikir sebaliknya. Sangat penting bagi setiap individu di gereja ini, tidak peduli apakah anda bahagia dalam pernikahan, bergumul dalam pernikahan, bercerai, atau lajang, untuk mengetahui apa yang Alkitab katakan tentang pernikahan dan perceraian. Karena saya yakin bahwa ada banyak orang di gereja yang tidak tahu bagaimana cara berhubungan dengan orang-orang yang sedang mempertimbangkan untuk bercerai atau telah bercerai. Akibatnya, mereka yang bergumul dalam pernikahan dan mereka yang telah bercerai sering merasa sendirian di gereja atau bahkan mungkin merasa malu. Dan ini tidak baik. Kita perlu memperbaikinya. Dan cara terbaik untuk memperbaikinya adalah dengan firman Tuhan membentuk cara kita berpikir tentang pernikahan dan perceraian. Saya ingin gereja kita menjadi gereja yang penuh dengan kebenaran dan kasih karunia. Saya ingin kita menegakkan kebenaran dan sekaligus menerapkan kuasa penyembuhan dari kasih karunia Tuhan. Saya ingin gereja kita menjadi tempat yang aman bagi mereka yang bergumul dalam pernikahan dan perceraian. Jadi hari ini, kita tidak tertarik dengan apa yang dikatakan budaya tentang pernikahan dan perceraian. Kita ingin mengajukan pertanyaan, apa yang Tuhan katakan tentang pernikahan dan perceraian? Karena firman Tuhan adalah kebenaran, dan firman Tuhan memiliki kekuatan untuk menyembuhkan pada saat yang sama.
Jadi, mari kita masuk ke dalam khotbah. Saya memiliki empat poin untuk khotbah saya: Pertanyaan; Penjelasan; Jawaban; Jalan.
Pertanyaan
Markus 10:1-4 – Dari situ Yesus berangkat ke daerah Yudea dan ke daerah seberang sungai Yordan dan di situpun orang banyak datang mengerumuni Dia; dan seperti biasa Ia mengajar mereka pula. Maka datanglah orang-orang Farisi, dan untuk mencobai Yesus mereka bertanya kepada-Nya: “Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?” Tetapi jawab-Nya kepada mereka: “Apa perintah Musa kepada kamu?” Jawab mereka: “Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai.”
Ke mana pun Yesus pergi, dia selalu dikerumuni orang banyak dan Yesus selalu mengajarkan Injil kepada mereka. Dan orang-orang Farisi menggunakan kesempatan ini untuk mengajukan pertanyaan yang sangat kontroversial kepada Yesus. Dan mereka tidak mengajukan pertanyaan ini karena mereka tulus mencari jawaban. Markus memberitahu kita bahwa mereka datang untuk mencobai Yesus. Dengan kata lain, ini adalah jebakan. Orang-orang Farisi memiliki agenda tersembunyi. Dengan mengajukan pertanyaan ini, mereka menempatkan Yesus dalam jebakan teologis. Pertanyaan mereka adalah, “Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?” Dan Yesus bertanya kepada mereka, “Apa perintah Musa kepada kamu?” Mereka berkata, “Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai.” Hal ini mungkin mengejutkan bagi sebagian dari anda. Anda berpikir bahwa Alkitab selalu menentang perceraian. Tetapi Musa mengizinkan perceraian. Ulangan 24:1 – “Apabila seseorang mengambil seorang perempuan dan menjadi suaminya, dan jika kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu, sebab didapatinya yang tidak senonoh padanya, lalu ia menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu, sesudah itu menyuruh dia pergi dari rumahnya… Anda dapat membaca lanjutannya sendiri. Intinya adalah bahwa Musa mengizinkan perceraian dalam kasus “tidak senonoh.”
Inilah permasalahannya. Apa yang Musa maksudkan dengan “tidak senonoh”? Hal ini sangat ambigu. Dan pada zaman Yesus, ada dua aliran pengajaran yang dominan: Rabi Shammai dan Rabi Hillel. Rabi Shammai mengatakan bahwa tidak senonoh hanya berarti tidak senonoh dalam hal seksual. Ini berarti bahwa Musa mengizinkan perceraian hanya dalam kasus-kasus di mana perselingkuhan dan penyelewengan seksual telah terjadi. Di sisi lain, Rabi Hillel mengatakan tidak senonoh bisa berarti apa pun yang sang suami tidak sukai dari sang istri. Mungkin sang istri setiap kali masak telur dadar selalu gosong dan memiliki keterampilan memasak yang tidak senonoh. Mungkin sang istri tertawa terbahak-bahak di depan umum dan berperilaku tidak senonoh. Mungkin sang istri berani berbicara balik terhadap mama sang suami dan bertindak tidak senonoh. Dan jika itu yang terjadi, sang suami bisa menceraikan istrinya. Coba pikirkan. Para istri, suami anda bisa menceraikan anda karena anda salah ngomong kepada mertua anda. Dan saya tidak melebih-lebihkan. Kita memiliki catatan dimana Rabi Hillel mengatakan, “Jika istrimu terus-menerus menggosongkan roti, ceraikan dia. Jika kamu sudah tidak cinta lagi dengan istrimu, ceraikan dia. Jika kamu jatuh cinta dengan wanita lain, ceraikan dia.” Jadi, anda bisa bercerai dengan alasan apa pun. Semudah itu untuk bercerai. Dan menurut anda aliran mana yang lebih unggul? Sebagian besar orang Yahudi di zaman Yesus berada di pihak Rabi Hillel. Tetapi di pihak mana pun Yesus berpihak, itu akan membuat Yesus tidak populer dengan pihak lain. Ini jebakannya. Jadi, orang-orang Farisi berpikir bahwa mereka telah berhasil membuat Yesus terpojok. Tetapi mereka tidak tahu apa yang akan terjadi pada mereka. Mari saya beritahu. Tidak pernah merupakan ide yang baik untuk menggunakan firman Allah untuk menguji dan menjebak Putra Allah. Perhatikan penjelasan Yesus tentang jawaban Musa.
Penjelasan
Markus 10:5-9 – Lalu kata Yesus kepada mereka: “Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu. Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”
Yesus menjatuhkan bom. Dia mengatakan bahwa hukum yang digunakan orang-orang Farisi untuk membenarkan perceraian tidak menunjukkan hati Allah yang sesungguhnya tetapi menunjukkan kekerasan hati mereka. Allah menoleransi dan mengizinkan perceraian bukan karena keinginan-Nya tetapi karena dosa. Dengan kata lain, dapatkan ini. Perceraian bukanlah suatu perintah melainkan suatu konsensi ilahi karena dosa. Saya jelaskan. Ada perbedaan antara perintah dalam hukum dan konsesi dari hukum. Perintah dalam hukum mengungkapkan isi hati Allah. Perintah mengungkapkan hati dan keinginan Allah. Sebuah konsesi dari hukum adalah sesuatu yang Allah izinkan dalam masyarakat orang berdosa untuk menjaga perdamaian dalam masyarakat. Jika tidak ada dosa, tidak ada perceraian. Tetapi karena setiap orang berdosa, ada kalanya dimana perceraian diperbolehkan. Hukum perceraian adalah hukum kelonggaran dan bukan kehendak Allah. Jadi, Yesus berkata kepada orang-orang Farisi, “Kalian sama sekali tidak memahami maksud dari apa yang Musa katakan. Perceraian bukanlah cerminan hati Allah bagi umat-Nya. Musa mengizinkan perceraian karena dosa-dosa kalian.” Yesus kemudian memberi tahu mereka tentang hati dan keinginan Allah tentang pernikahan. Dan ini sangat penting. Karena dalam menjawab pertanyaan perceraian, kita tidak bisa hanya fokus pada boleh atau tidak untuk bercerai. Contoh, kita tidak belajar menyetir dengan mengikuti instruksi tentang apa yang harus dilakukan ketika kita menabrak mobil lain. Atau apa yang harus kita lakukan ketika seseorang memecahkan kaca mobil kita. Kita belajar menyetir dengan menguasai dasar-dasar mengemudi. Perhatikan. Pengecualian kusus ketika sebuah pernikahan hancur seharusnya tidak menjadi fokus kita. Fokus kita adalah untuk mengetahui hati dan keinginan Allah tentang pernikahan.
Tahukah anda bahwa tidak pernah ada masyarakat yang tidak memiliki pernikahan? Ini sangat menarik. Apakah anda tahu alasannya? Karena Yesus memberitahu kita bahwa pernikahan bukanlah rancangan manusia. Apa yang Yesus lakukan adalah mengutip kitab Kejadian. Orang-orang Farisi mencoba mengadu Yesus dengan Musa. Dan Yesus menjawab, “Oke, kamu ingin menggunakan hukum Musa untuk menguji aku? Aku akan membawa kamu kembali ke tatanan penciptaan. Aku akan menunjukkan kepadamu bagaimana segala sesuatu pada mulanya.” Dan Yesus memberi tahu mereka bahwa Allahlah yang merancang dan menetapkan pernikahan sejak awal penciptaan. Ada banyak orang yang berusaha sekuat tenaga mereka untuk menyingkirkan pernikahan dari masyarakat, tetapi mereka tidak berhasil. Kita tidak bisa menyingkirkan pernikahan karena pernikahan bukanlah rancangan kita. Dan jika pernikahan adalah rancangan Allah, kita tidak bisa bermain dengan pernikahan. Kita tidak bisa melakukan apapun yang kita inginkan dengan pernikahan. Kita harus tunduk pada rancangan Allah tentang pernikahan.
Ada empat hal yang Allah katakan tentang pernikahan dalam ayat-ayat ini. Pertama, pernikahan adalah eksklusif. Pernikahan melibatkan suami dan istri. Bukan suami dan suami atau istri dan istri. Pernikahan melibatkan seorang pria dan seorang wanita. Ini heteroseksual dan bukan homoseksual. Khotbah lain untuk lain waktu. Kedua, pernikahan adalah pemisahan. Pernikahan memisahkan anak dari orang tua. Jadi, para orang tua, katakanlah anda memiliki seorang anak perempuan yang sangat anda kasihi. Anda sangat bahagia bersama-sama. Anda pergi berlibur bersama-sama. Anda tidak terpisahkan. Dan suatu hari, seorang pria muncul dalam kehidupan anak perempuan anda dan apa yang terjadi selanjutnya menyakitkan. Tidak peduli seberapa baik pria itu, ketika dia meletakkan cincin di jari anak perempuan anda, dia pada dasarnya berkata, “Aku ingin memisahkan keluargamu. Aku ingin membawa anak perempuanmu pergi, tinggal bersamanya, tidur dengannya, dan memiliki anak bersamanya.” Dan anda berkata, “Apa? Kamu tidak dapat melakukan itu dengan permata hatiku. Dia milikku. Lancang sekali kamu!” Pernikahan adalah pemisahan. Dan mungkin salah satu alasan utama dari pernikahan yang berantakan adalah karena pemisahan tidak pernah terjadi. Sang suami adalah anak mama, atau sang istri selalu bergantung pada bantuan orang tuanya. Ini tidak akan berhasil. Khotbah lain untuk lain waktu.
Ketiga, pernikahan adalah perjanjian. Suami harus berpegang teguh pada istrinya. Artinya, dalam pernikahan, anda tidak hanya membuat sumpah untuk saat ini, tetapi juga untuk masa depan. Anda membuat ikatan perjanjian satu sama lain. Dan sumpah ini tidak berdasarkan perasaan. Anda tidak mengatakan, “Dalam masa baik atau buruk, kaya atau miskin, sakit atau sehat, selama aku memiliki perasaan untuk kamu.” Itu bukan perjanjian. Itu adalah kontrak. Anda tidak mengatakan itu. Tetapi anda berkata, “Dalam masa baik atau buruk, kaya atau miskin, sakit atau sehat, sampai maut memisahkan kita.” Pernikahan adalah sebuah perjanjian. Keempat, pernikahan adalah persatuan. Dalam pernikahan, anda bukan lagi dua tetapi satu daging. Hidup anda terjalin sedemikian rupa sehingga segala sesuatu tentang anda menjadi satu. Keluarga anda menjadi satu. Kebahagiaan anda menjadi satu. Rekening bank anda menjadi satu. Kehidupan emosional anda menjadi satu. Dan ini memuncak dalam hubungan seks di mana tubuh anda menjadi satu. Inilah sebabnya mengapa seks di luar pernikahan berdampak buruk bagi anda. Karena anda menentang aturan penciptaan Allah, dan itu tidak akan pernah berjalan dengan baik. Sekali lagi, khotbah lain untuk lain waktu. Dan empat hal tentang pernikahan ini berlaku untuk semua orang, baik Kristen ataupun non-Kristen.
Namun, bagi umat Kristus, ada sesuatu yang lebih besar yang dipertaruhkan dalam pernikahan daripada tatanan ciptaan Allah. Jika anda sudah menikah dan anda dan pasangan anda adalah umat Kristus, Allah menggunakan pernikahan anda untuk melukiskan gambaran yang sangat mulia untuk dilihat dunia. Pernikahan anda menunjukkan sesuatu yang jauh lebih besar daripada anda. Dengarkan bagaimana Paulus mengatakannya dalam Efesus 5:31-32 – Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat. Apakah anda mendengar apa yang Paulus katakan? Suami dan istri, pernikahan anda bukan hanya tentang anda. Dapatkan ini. Arti utama dari pernikahan Kekristenan adalah representasi dari kasih perjanjian antara Kristus dan jemaat-Nya. Pernikahan di antara umat Kristus dimaksudkan terutama untuk menceritakan kebenaran Injil.
Para suami, sadarilah apa yang dipertaruhkan di sini. Cara anda mengasihi istri anda mewakili Yesus ke dunia yang melihat. Jika anda keras terhadap istri anda, anda menunjukkan kepada dunia bahwa Yesus keras terhadap kita. Jika anda mengabaikan kebutuhan istri anda, anda menunjukkan kepada dunia bahwa Yesus mengabaikan kebutuhan kita. Jika anda tidak setia kepada istri anda, anda menunjukkan kepada dunia bahwa Yesus tidak setia kepada kita. Apakah anda menyadari itu? Demikian pula dengan para istri. Para istri, cara anda mengikuti suami anda menunjukkan kepada dunia apa artinya mengikuti Yesus. Jika anda tidak menghormati suami anda, anda menunjukkan kepada dunia bahwa Yesus tidak layak dihormati. Jika anda tidak mengejar suami anda, anda menunjukkan kepada dunia bahwa Yesus tidak layak dikejar. Jika anda tidak setia kepada suami anda, anda menunjukkan kepada dunia bahwa Yesus tidak memuaskan. Apakah anda menyadari itu? Pernikahan anda adalah ilustrasi Injil. Para suami, ketika orang-orang melihat bagaimana anda mengasihi istri anda dengan pengorbanan, itu membuat mereka takjub. Para istri, ketika orang-orang melihat bagaimana anda menghormati dan dengan senang hati tunduk pada kepemimpinan suami anda, itu membuat mereka kagum. Pernikahan anda adalah ilustrasi yang hidup dari Injil kepada orang-orang di sekitar anda. Yesus berkata kepada dunia yang melihat, “Jika kamu ingin tahu bagaimana aku mengasihi jemaatku, lihatlah pernikahan Kekristenan. Lihatlah pernikahan Kekristenan dan kamu akan melihat Injil.” Itulah yang dipertaruhkan dalam pernikahan Kekristenan.
Dan lihat kesimpulan Yesus tentang pernikahan. Markus 10:9 – Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia. Persatuan pernikahan adalah sesuatu yang Allah lakukan. Dan hal ini benar tidak hanya untuk umat Kristus tetapi untuk semua orang. Pernikahan anda mungkin diresmikan oleh seorang imam manusia, seorang pendeta, justice of peace, dll. Siapapun yang meresmikan pernikahan, mereka adalah aktor sekunder dari aktor utama. Allahlah yang menyatukan anda dalam pernikahan. Dan jika Allah telah mempersatukan pria dan wanita dalam suatu pernikahan, maka tidak ada seorang pun yang berhak memisahkan apa yang telah dipersatukan Allah. Pernikahan adalah kekal dan selamanya. Inilah penjelasan Yesus yang sederhana dan jelas. Akhir dari khotbah. Mari kita berdoa. Tetapi rupanya, tidak sesederhana itu. Sebentar lagi, kita akan melihat beberapa pengecualian. Tetapi sebelum kita masuk ke sana, hati dan pikiran kita perlu meresapi bahwa Allah membenci perceraian. Allah mengatakannya sendiri dalam kitab Maleakhi. Dia membenci penyebab perceraian dan konsekuensi perceraian. Perhatikan. Bagi umat Kristus untuk meninggalkan pernikahan untuk hubungan lain adalah untuk mendistorsi kasih antara Kristus dan jemaatnya. Perceraian adalah distorsi Injil. Oleh karena itu, tanggung jawab pertama kita sebagai umat Kristus adalah melakukan apapun yang kita bisa untuk mempertahankan pernikahan. Ada begitu banyak yang dipertaruhkan dalam pernikahan. Injil dipertaruhkan. Kasih perjanjian Kristus dipertaruhkan. Dan kesejahteraan dan masa depan anak-anak dipertaruhkan. Jangan anggap remeh perceraian. Jadi sekarang, pertanyaan berikutnya adalah, “Apakah Allah mengizinkan perceraian?” Itulah pertanyaan yang diajukan orang-orang Farisi kepada Yesus. Yesus telah menjelaskan kepada mereka hati dan keinginan Allah tentang pernikahan, tetapi dia belum menjawab pertanyaan tentang perceraian. Jadi, mari kita lihat jawaban Yesus.
Jawaban
Markus 10:10-12 – Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid itu bertanya pula kepada Yesus tentang hal itu. Lalu kata-Nya kepada mereka: “Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah.”
Karena Yesus belum menjawab pertanyaan perceraian, para murid bertanya lagi kepadanya. Kali ini, Yesus memberikan jawaban yang jelas. “Jika kamu menceraikan pasanganmu dan menikah dengan orang lain, kamu berbuat zinah.” Jawaban yang jelas bukan? Yesus berkata, “Oke, jika kamu harus bercerai, maka lakukanlah. Tetapi konsekuensinya adalah kamu harus tetap melajang. Jika kamu menikah dengan orang lain, kamu hidup dalam perzinahan.” Tetapi ingat bahwa Alkitab harus menafsirkan Alkitab. Ketika kita membaca kisah Matius pada percakapan yang sama, kita menemukan klausa pengecualian. Matius 19:9 – Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah. Jadi, Matius menulis bahwa perceraian karena perzinahan diperbolehkan. Perzinahan adalah alasan yang sah untuk perceraian. Mengapa perzinahan merupakan alasan yang sah untuk perceraian? Karena ikatan perjanjian dan persatuan telah dilanggar. Apa yang telah dipersatukan Allah telah dihancurkan oleh ketidaksetiaan dalam pernikahan. Pernikahan tidak akan pernah sama lagi. Jadi, penyelewengan seksual membuat perceraian diperbolehkan. Perhatikan, diperbolehkan, bukan diharuskan. Yesus mengizinkan perceraian karena perzinahan, bukan memerintahkan. Perhatian utama kita harus selalu dengan pertobatan, pengampunan, pemulihan, dan rekonsiliasi bila memungkinkan. Jalan rekonsiliasi mungkin jalan yang paling sulit, tetapi mungkin jalan yang terbaik.
Sekarang, saya harus memberitahu anda bahwa tidak semua orang yang mencintai Yesus dan firman Tuhan setuju dengan saya dalam hal ini. Ada banyak pendeta yang mencintai firman Tuhan yang mengajarkan bahwa perceraian tidak diperbolehkan dengan alasan apapun. Dan John Piper adalah salah satunya. Beberapa dari anda berpikir, “Aku boleh tidak setuju dengan Piper? Aku kira adalah dosa untuk tidak setuju dengan Piper.” Tetapi tidak apa-apa. Saya sudah berdamai dengan hal ini. John Piper berkata bahwa fakta kitab Markus dan Lukas tidak memiliki klausa pengecualian, tampaknya menunjukkan bahwa Matius menempatkan klausa pengecualian untuk alasan lain. Tetapi menurut rasa tidak. John Stott mengatakannya seperti ini. “Tampaknya jauh lebih mungkin bahwa ketidakadaan pengecualian di Markus dan Lukas bukan karena ketidaktahuan mereka akan hal itu tetapi karena penerimaan mereka sebagai sesuatu yang diterima begitu saja. Lagi pula, di bawah hukum Musa hukuman perzinahan adalah mati… jadi tidak seorang pun akan mempertanyakan bahwa ketidaksetiaan dalam pernikahan adalah alasan yang adil untuk perceraian.” Dalam Perjanjian Lama, hukuman perzinahan adalah di rajam batu sampai mati. Tetapi di zaman Yesus, orang-orang Yahudi tidak memiliki hak untuk memberikan hukuman mati. Hak tersebut adalah milik pemerintahan Romawi. Jadi, perceraian telah menjadi pengganti rajam. Orang-orang Yahudi tahu bahwa perceraian karena penyelewengan diperbolehkan.
Di kemudian hari, rasul Paulus akan menambahkan pengecualian lain untuk perceraian. Kita tidak akan mempelajarinya secara rinci hari ini. Anda dapat membacanya dalam 1 Korintus 7. Dalam perikop ini, Paulus berbicara tentang desersi oleh pasangan yang tidak percaya. Jadi, jika anda menikah dengan orang yang tidak percaya, dan kemudian anda menjadi orang yang percaya, dan pasangan anda berkata, “Sayang, kamu berubah. Dulu kamu keren dan liar. Tapi sejak kamu mulai nyanyi, “Ku ada s’bab anugrah-Mu, ku ada karena kasih-Mu” dan “Trima kasih Yesus, Yesus trima kasih,” aku tidak tahan lagi. Aku memutuskan untuk meninggalkanmu.” Paulus mengatakan bahwa ketika pasangan yang tidak percaya mengambil inisiatif dan bersikeras untuk bercerai, anda boleh bernyanyi, “18 September tahun 22. Itulah hari kemerdekaan gw.” Dan dalam konteks ini, pasangan yang percaya bebas untuk bercerai.
Dan ini termasuk kasus KDRT, kekerasan dalam rumah tangga. Sudah terlalu lama, banyak umat Kristus menoleransi kekerasan dalam pernikahan. Tetapi ini adalah pelanggaran terhadap hati dan keinginan Allah tentang pernikahan. Izinkan saya menjadi sangat jelas. Kekerasan dalam rumah tangga adalah dosa dan tidak seharusnya ditoleransi dalam pernikahan. Seharusnya tidak ada pasangan atau anak yang berada di dalam satu rumah dengan seseorang yang membahayakan keselamatan mereka. Jika anda berada dalam hubungan yang kasar, carilah bantuan. Beri tahu gereja. Kami akan membantu anda semampu kami. Kita harus menanggapi KDRT dengan serius. Jika pasangan anda terus melakukan kekerasan dan tidak bertobat, itu adalah tanda yang jelas bahwa dia bukan pengikut Yesus. Dia adalah orang yang tidak percaya. Dan apa yang dia lakukan adalah tindakan meninggalkan pasangan, yang merupakan alasan yang sah untuk perceraian. Jadi, ada dua alasan yang sah untuk perceraian: perzinahan dan ditinggalkan oleh pasangan yang tidak percaya. Dan di mana Allah memberikan izin untuk perceraian, Allah memberikan izin untuk menikah dengan orang lain. Jika tidak ada dasar alkitabiah untuk perceraian, maka pernikahan dengan orang lain adalah perzinahan. Dan anda tidak harus setuju dengan posisi saya. Yang saya inginkan bukanlah untuk anda setuju dengan saya. Yang saya inginkan adalah bahwa anda mempelajari Alkitab, memahami apa yang Alkitab katakan, dan hidup dalam ketaatan kepada Alkitab.
Kita hidup di dunia yang penuh dosa di mana rancangan Tuhan yang baik dipenuhi dengan kehancuran. Dan terkadang kehancuran itu tidak dapat diperbaiki di dunia ini. Dan bagi saudara yang sudah bercerai, dengarkan saya. Anda bukan umat Kristus kelas dua karenanya. Saya minta maaf jika sering kali gereja membuat anda merasa seperti itu. Perceraian bukanlah dosa yang tidak dapat diampuni. Kasih karunia Tuhan dapat mengubah kehancuran anda menjadi cerita yang indah. Darimana saya tahu? Karena itulah cerita Injil. Tetapi saya juga harus mengatakan dengan jelas kepada setiap kita bahwa perceraian adalah representasi yang salah dari Injil. Perceraian melanggar perjanjian dan kita tidak bisa menganggapnya enteng. Kita harus memperlakukan perceraian seperti amputasi. Ada kalanya amputasi diperlukan untuk menyelamatkan nyawa. Tetapi amputasi harus menjadi pilihan terakhir. Dokter yang baik tidak akan berkata, “Pergelangan kaki anda terkilir? Amputasi. Tangan anda keseleo? Amputasi. Leher anda pegel? Amputasi.” Seorang dokter yang melakukan itu akan segera keluar dari praktik. Amputasi adalah hal terakhir yang kita lakukan. Kita hanya melakukannya jika itu mengancam nyawa. Begitu pula dengan perceraian. Ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum kita membuat keputusan itu.
Dan inilah dorongan saya. Jika anda berada dalam kesulitan, mintalah bantuan sebelum terlambat. Tuhan memberikan anda gereja dan komunitas untuk berjalan bersama anda melaluinya. Anda tidak harus melaluinya sendirian. Kami dapat membantu anda membuat keputusan yang bijaksana. Libatkan gereja di awal proses. Dan jangan menunggu sampai terlambat untuk mencari bantuan. Seringkali, anda menunggu sampai pernikahan anda sudah memasuki stadium empat sebelum anda mencari bantuan. Dan pada saat itu, tidak banyak yang gereja bisa lakukan untuk anda. Cari bantuan sewaktu anda masi dalam tahap awal-awal kesulitan. Dan bagi umat Kristus, jika kita merasa begitu benar tentang diri kita sendiri dan memandang rendah orang yang bercerai, coba pertimbangkan hal ini. Dalam Yeremia 3, Allah memberikan sertifikat perceraian kepada Israel. Dengan kata lain, Allah menyebut diri-Nya sebagai orang yang bercerai. Artinya, jika kita tidak ingin berhubungan dengan orang yang bercerai, pada dasarnya kita mengatakan bahwa kita terlalu baik untuk Allah. Karena Allah tidak takut menyebut dirinya sebagai orang yang bercerai. Dan lihat apa yang terjadi selanjutnya. Sepertinya ini adalah kisah acak tentang Yesus dan anak-anak kecil yang tidak ada hubungannya dengan pernikahan dan perceraian. Tetapi menurut saya tidak.
Jalan
Markus 10:13-16 – Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu. Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.” Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka.
Bukan kebetulan bahwa cerita tentang anak-anak kecil datang kepada Yesus mengikuti pengajaran tentang pernikahan dan perceraian. Pada masa itu, anak kecil tidak diperlakukan dengan hormat dan kasih sayang. Anak kecil dianggap tidak penting, dan mereka tidak memiliki nilai kontribusi kepada masyarakat. Dan ada beberapa orang tua ingin membawa anak-anak mereka kepada Yesus agar Yesus dapat memberkati mereka. Ini seperti hari ini. Banyak orang tua ingin Yesus memberkati anak-anak mereka. Dan mereka melakukannya dengan mendedikasikan anak mereka di depan gereja, meminta pendeta mendoakan anak mereka, berfoto bersama, dan mempostingnya di Instagram. Itu tanda bahwa anak mereka telah sah diberkati oleh Yesus. Tetapi ketika beberapa orang tua mencoba melakukan itu, bukannya membantu orang tua membawa anak mereka kepada Yesus, para murid malah menegur mereka. Jadi, mereka tidak hanya berkata, “Maaf, Yesus sedang sibuk. Bisakah kamu datang lagi besok?” Mereka berkata, “Kamu pikir kamu siapa? Yesus adalah Mesias. Dia sedang dalam proyek menyelamatkan dunia dalam tiga tahun. Dia tidak punya waktu untuk anak-anak kecil.” Dan ketika Yesus melihat hal itu, Yesus marah. Perhatikan apa yang dia katakan.
Markus 10:14 – Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. Apa pelajaran buat kita di sini? Yesus mengasihi anak-anak kecil. Jadi kita juga harus bersikap baik dan menyambut anak-anak kecil. Amin? Ya, Yesus mengasihi anak-anak kecil tetapi bukan itu yang Yesus maksudkan. Perhatikan apa yang dia katakan. Dia tidak mengatakan, “Karena anak-anak kecillah yang memiliki Kerajaan Allah.” Dia berkata, “Orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.” Dan lihat Markus 10:15 – Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya. Apa yang Yesus katakan? Saya tidak tahu bagaimana dengan anda, tetapi dulu saya sering mendengar banyak khotbah tentang perikop ini. Dan mereka berkata, “Untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah, kita harus menjadi seperti anak kecil. Apa artinya menjadi seperti anak kecil? Seorang anak kecil itu manis, imut, polos, murni, dan mudah percaya. Jadi, jika anda bisa menjadi sedikit lebih manis, imut, polos, murni, dan mudah percaya, anda bisa masuk ke dalam Kerajaan Allah.” Tetapi ini masalahnya. Pernahkah anda berada di sekitar anak-anak kecil? Beberapa dari mereka mungkin lucu dan imut, tetapi tidak ada satupun dari mereka yang polos dan murni. Jika anda berpikir bahwa anak kecil itu murni, bergabunglah dalam pelayanan sekolah minggu selama satu minggu saja. Dan anda akan menemukan 101 alasan mengapa anda salah. Jadi, bukan ini yang Yesus katakan.
Apa yang Yesus tunjukkan bukanlah kualitas anak kecil tetapi karakteristik anak kecil. Coba pikirkan. Anak kecil itu lemah. Mereka tidak berdaya. Mereka berada di tingkat bawah tatanan sosial. Mereka tidak memiliki kontribusi. Mereka sangat bergantung terhadap orang dewasa. Mereka membutuhkan orang tua mereka untuk setiap hal kecil. Mereka membutuhkan orang tua mereka untuk memberi mereka makan dan mengganti popok mereka. Mereka sangat tidak berdaya dengan sendirinya. Dan Yesus berkata, “Kerajaan Allah adalah milik orang-orang seperti itu.” Orang seperti apa? Orang-orang yang membutuhkan, orang-orang yang tidak berdaya, orang-orang yang tidak dapat melakukan apa-apa, orang-orang yang tidak penting. Orang-orang yang tahu bahwa mereka tidak dapat memperoleh Kerajaan Allah dengan sendirinya, orang-orang yang tahu bahwa mereka hanya dapat menerima Kerajaan Allah seperti anak kecil, adalah orang-orang yang memiliki Kerajaan Allah. Dengan kata lain, kita tidak bisa menjadi pantas untuk mendapatkan Kerajaan Allah. Kita hanya dapat menerimanya sebagai pemberian. Menerima Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil adalah untuk datang dengan tangan kosong. Kita datang dengan kebutuhan dan bukan kemampuan. Dan sampai kita memahami ini, kita tidak memahami Injil. Injil merendahkan harga diri kita.
Pertanyaannya, akankah kita merendahkan diri kita seperti anak kecil yang bergantung pada Tuhan dalam segala hal? Akankah kita datang dengan tangan kosong ke hadapan Tuhan dan mempercayai setiap firman-Nya? Secara naluri, kita tidak ingin siapa pun memberi tahu kita apa yang harus kita lakukan dengan dengan hidup kita. Kita tidak ingin siapa pun memberi tahu kita apa yang harus kita lakukan dengan pernikahan kita, seksualitas kita, atau keputusan kita. Kita berpikir kita cukup pintar untuk memutuskan sendiri. Tetapi Yesus memberi tahu kita bahwa Kerajaan Allah adalah milik mereka yang tidak berdaya dan bergantung kepada Allah untuk mengarahkan hidup mereka. Kita hanya bisa memasuki Kerajaan Allah dalam kelemahan seorang anak kecil. Jadi pertanyaannya, akankah kita mempercayai rancangan Allah tentang pernikahan? Akankah kita mempercayai apa yang Dia katakan tentang perceraian? Akankah kita mempercayai jalan-Nya? Atau akankah kita bersikeras pada jalan kita sendiri yang tampaknya lurus tetapi mengarah menuju maut?
Saya akan tutup dengan ini. Alasan mengapa Allah sangat serius tentang perjanjian pernikahan adalah karena Allah sangat serius tentang perjanjian-Nya dengan kita. Dan ini adalah kabar baik bagi setiap umat Kristus. Tidak peduli jika anda telah bercerai dan telah melanggar perjanjian anda dengan pasangan anda. Kabar baik dari Injil adalah ketika anda menaruh iman anda kepada Yesus, Yesus tidak akan pernah melanggar perjanjiannya dengan anda. Dia tidak akan pernah meninggalkan anda. Dia tidak akan pernah membiarkan anda sendiri. Dia tidak akan pernah menyalahgunakan anda. Dia akan selalu mencintai anda. Dia akan selalu membawa anda kembali ke jalannya saat anda salah jalan. Dia selalu sabar menghadapi anda. Dia selalu menjaga anda, menyediakan untuk anda, dan melindungi anda. Dan bukan hanya itu, dia juga senang terhadap anda. Tidak peduli berapa kali anda telah bercerai dan menikah, jika anda sungguh-sungguh bertobat dan percaya kepada Yesus, Yesus sudah mengambil hukuman anda melanggar perjanjian di kayu salib. Dia sudah lunas membayarnya. Dan dia menjadikan anda mempelainya. Yesus tidak akan gagal untuk menjadikan anda mempelai yang kudus, benar, dan tidak bercacat di hadapan Allah.
Dan jika anda berpikir bahwa hidup anda tidak dapat ditebus, saya ingin anda mempertimbangkan Raja Daud. Tim Keller menjelaskannya seperti ini. Daud memulai hubungannya dengan Batsyeba dalam kondisi yang sangat buruk. Daud berselingkuh dengan Batsyeba dan membunuh suaminya. Dia memulai pernikahannya dengan dosa yang sangat besar. Tetapi ketika dia mengaku dan bertobat, Allah memberkati pernikahannya dengan Batsyeba. Ya, ada konsekuensi dosa yang harus dibayar Daud. Daud dan Batsyeba kehilangan anak pertama mereka. Tetapi pada saat yang sama, dari pernikahan merekalah Salomo lahir. Dan dari Salomo, datanglah Yesus. Sungguh suatu anugerah yang indah. Sulit dipercaya bahwa Allah mengambil pernikahan yang dimulai dengan sangat buruk seperti itu dan memasukkannya ke dalam silsilah Yesus. Apa artinya, selain Allah sedang mencoba memberi tahu kita, “Aku suka menebus situasi terburuk. Aku suka memberkati kasus-kasus tersulit. Datanglah kepada-Ku. Dan Aku akan menunjukkan kepadamu bahwa kasih karunia-Ku terlalu indah untuk menjadi kenyataan, tetapi itu nyata. Aku tidak akan pernah mengusir mereka yang datang kepada-Ku dalam pertobatan.” Mari kita berdoa.
Discussion questions:
- What are some common reasons for divorce among both Christians and non-Christians? What is the common denominator of all those reasons?
- Look at the four things God says about marriage (exclusive; separative; covenantal; union). What happens when we neglect each of them?
- Why does God hate divorce?
- “There are two valid grounds for divorce: sexual immorality and desertion by an unbelieving spouse. If there is no biblical ground for divorce, then remarriage is adulterous.” Is there anything about this statement that stands out for you? Why?
- What does it mean to receive the kingdom of God like a child?
- Why the fact that God takes covenant seriously is good news for us?
Sorry, the comment form is closed at this time.