23 Apr Mata Melihat, Pikiran Terbuka dan Tangan Terulur
Yohanes 9:1-41.
1 “Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya.
2 Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: ”Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya sehingga ia dilahirkan buta?”
3 Jawab Yesus: ”Bukan dia dan bukan juga orang tuanya tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.
4 Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorang pun yang dapat bekerja.
5 Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia.”
6 Setelah Ia mengatakan semuanya itu, Ia meludah ke tanah dan mengaduk ludah-Nya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi
7 dan berkata kepadanya: ”Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam.” Siloam artinya: ”Yang diutus.” Maka pergilah orang itu, ia membasuh dirinya lalu kembali dengan matanya sudah melek.
8 Tetapi tetangga-tetangganya dan mereka, yang dahulu mengenalnya sebagai pengemis, berkata: ”Bukankah dia ini, yang selalu mengemis?”
9 Ada yang berkata: ”Benar, dialah ini.” Ada pula yang berkata: ”Bukan tetapi ia serupa dengan dia.” Orang itu sendiri berkata: ”Benar, akulah itu.”
10 Kata mereka kepadanya: ”Bagaimana matamu menjadi melek?”
11 Jawabnya: ”Orang yang disebut Yesus itu mengaduk tanah, mengoleskannya pada mataku dan berkata kepadaku: Pergilah ke Siloam dan basuhlah dirimu. Lalu aku pergi dan setelah aku membasuh diriku, aku dapat melihat.”
12 Lalu mereka berkata kepadanya: ”Di manakah Dia?” Jawabnya: ”Aku tidak tahu.”
13 Lalu mereka membawa orang yang tadinya buta itu kepada orang-orang Farisi.
14 Adapun hari waktu Yesus mengaduk tanah dan memelekkan mata orang itu adalah hari Sabat.
15 Karena itu orang-orang Farisi pun bertanya kepadanya, bagaimana matanya menjadi melek. Jawabnya: ”Ia mengoleskan adukan tanah pada mataku, lalu aku membasuh diriku dan sekarang aku dapat melihat.”
16 Maka kata sebagian orang-orang Farisi itu: ”Orang ini tidak datang dari Allah sebab Ia tidak memelihara hari Sabat.” Sebagian pula berkata: ”Bagaimanakah seorang berdosa dapat membuat mujizat yang demikian?” Maka timbullah pertentangan di antara mereka.
17 Lalu kata mereka pula kepada orang buta itu: ”Dan engkau, apakah katamu tentang Dia karena Ia telah memelekkan matamu?” Jawabnya: ”Ia adalah seorang nabi.”
18 Tetapi orang-orang Yahudi itu tidak percaya bahwa tadinya ia buta dan baru dapat melihat lagi, sampai mereka memanggil orang tuanya,
19 dan bertanya kepada mereka: ”Inikah anakmu, yang kamu katakan bahwa ia lahir buta? Kalau begitu bagaimanakah ia sekarang dapat melihat?”
20 Jawab orang tua itu: ”Yang kami tahu ialah bahwa dia ini anak kami dan bahwa ia lahir buta,
21 tetapi bagaimana ia sekarang dapat melihat, kami tidak tahu dan siapa yang memelekkan matanya, kami tidak tahu juga. Tanyakanlah kepadanya sendiri, ia sudah dewasa, ia dapat berkata-kata untuk dirinya sendiri.”
22 Orang tuanya berkata demikian karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi sebab orang-orang Yahudi itu telah sepakat bahwa setiap orang yang mengaku Dia sebagai Mesias, akan dikucilkan.
23 Itulah sebabnya maka orang tuanya berkata: ”Ia telah dewasa, tanyakanlah kepadanya sendiri.”
24 Lalu mereka memanggil sekali lagi orang yang tadinya buta itu dan berkata kepadanya: ”Katakanlah kebenaran di hadapan Allah; kami tahu bahwa orang itu orang berdosa.”
25 Jawabnya: ”Apakah orang itu orang berdosa, aku tidak tahu tetapi satu hal aku tahu yaitu bahwa aku tadinya buta dan sekarang dapat melihat.”
26 Kata mereka kepadanya: ”Apakah yang diperbuat-Nya padamu? Bagaimana Ia memelekkan matamu?”
27 Jawabnya: ”Telah kukatakan kepadamu dan kamu tidak mendengarkannya; mengapa kamu hendak mendengarkannya lagi? Barangkali kamu mau menjadi murid-Nya juga?”
28 Sambil mengejek mereka berkata kepadanya: ”Engkau murid orang itu tetapi kami murid-murid Musa.
29 Kami tahu bahwa Allah telah berfirman kepada Musa tetapi tentang Dia itu kami tidak tahu dari mana Ia datang.”
30 Jawab orang itu kepada mereka: ”Aneh juga bahwa kamu tidak tahu dari mana Ia datang sedangkan Ia telah memelekkan mataku.
31 Kita tahu bahwa Allah tidak mendengarkan orang-orang berdosa, melainkan orang-orang yang saleh dan yang melakukan kehendak-Nya.
32 Dari dahulu sampai sekarang tidak pernah terdengar bahwa ada orang yang memelekkan mata orang yang lahir buta.
33 Jikalau orang itu tidak datang dari Allah, Ia tidak dapat berbuat apa-apa.”
34 Jawab mereka: ”Engkau ini lahir sama sekali dalam dosa dan engkau hendak mengajar kami?” Lalu mereka mengusir dia ke luar.
35 Yesus mendengar bahwa ia telah diusir ke luar oleh mereka. Kemudian Ia bertemu dengan dia dan berkata: ”Percayakah engkau kepada Anak Manusia?”
36 Jawabnya: ”Siapakah Dia, Tuhan? Supaya aku percaya kepada-Nya.”
37 Kata Yesus kepadanya: ”Engkau bukan saja melihat Dia tetapi Dia yang sedang berkata-kata dengan engkau, Dialah itu!”
38 Katanya: ”Aku percaya, Tuhan!” Lalu ia sujud menyembah-Nya.
39 Kata Yesus: ”Aku datang ke dalam dunia untuk menghakimi supaya barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat dan supaya barangsiapa yang dapat melihat, menjadi buta.”
40 Kata-kata itu didengar oleh beberapa orang Farisi yang berada di situ dan mereka berkata kepada-Nya: ”Apakah itu berarti bahwa kami juga buta?”
41 Jawab Yesus kepada mereka: ”Sekiranya kamu buta, kamu tidak berdosa tetapi karena kamu berkata: Kami melihat, maka tetaplah dosamu.”
Yohanes 9:1-41.
Men sana in corpore sano. Kita tentu pernah mendengar slogan ini, yang berasal dari bahasa Latin dan memiliki arti: “Dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang kuat.”
Slogan ini biasanya sering digemakan oleh para olahragawan.
Jika tubuh sehat, maka jiwapun sehat, kuat. Benarkah demikian?
Ada banyak orang mempunyai tubuh yang sehat, namun kenyataannya jiwanya tidak sehat.
Perhatikan beberapa pemberitaan akhir-akhir ini. Ada beberapa orang yang sehat dengan penampilan menarik, ternyata kesehatan jiwanya perlu dipertanyakan.
- SY perempuan bertubuh sehat dan berparas menarik, namun ternyata terlibat kasus penipuan dengan banyak korban.
- FAO yang punya tubuh sehat tetapi mengelabui suaminya selama enam bulan bahwa dia adalah laki-laki tulen dengan nama asli ‘Rahmat’.
- Belum lagi berita-berita dari Korea Selatan yang terkenal dengan bintang-bintang top berparas menawan dan perawakan yang bagus, pada akhirnya kedapatan mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri karena depresi.
Dari apa yang kita temukan di berita-berita itu dan masih banyak berita lainnya, maka benar bahwa didalam tubuh yang sehat, belum tentu terdapat jiwa yang sehat.
Inilah yang akan kita bahas dalam perenungan Firman Tuhan kali ini.
- Reaksi para murid dan orang-orang Farisi terhadap orang yang buta sejak lahirnya, menunjukkan bahwa meskipun mereka sehat secara jasmani bila dibandingkan orang buta itu, namun ternyata jiwa mereka tidak sehat.
- Yesus menunjukkan ada yang salah dengan diri mereka.
- Sebaliknya juga bisa terjadi yaitu meski tubuh tidak sehat, namun jiwa bisa saja sehat.
Tubuh kita memang fana, sering kena sakit penyakit dan berbagai penderitaan lain yang dirasakan oleh tubuh, namun jiwa yang sehat menjadi bagian dalam diri kita sebagai hasil latihan hidup beriman.
Mata Melihat, Pikiran Buta, Tangan Menunjuk.
Pada waktu Yesus dan murid-muridNya sedang lewat, mereka melihat seorang yang buta sejak lahirnya. Ketika melihat orang yang buta sejak lahirnya, para murid bertanya, ”Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya sehingga ia dilahirkan buta?” Yohanes 9:2.
Pertanyaan para murid menunjukkan bahwa pikiran mereka sudah dipengaruhi bahkan dibutakan oleh pemahaman tidak sehat yang memang populer di kalangan masyarakat pada waktu itu.
Yang mereka pahami adalah bahwa penderitaan apapun itu, selalu terkait langsung dengan dosa. Jadi jika ada orang yang menderita, itu berarti orang tersebut sedang dihukum Tuhan atau menanggung ganjaran dosanya. Itulah yang dipahami masyarakat pada waktu itu.
Mata para murid melihat kondisi orang buta itu, namun sayangnya pikiran mereka telah dibutakan oleh pemikiran dan pemahaman yang keliru.
Itulah sebabnya reaksi mereka hanya berakhir pada tangan yang menunjuk atau tangan yang menghakimi bahwa orang itu berdosa dan sedang dihukum Tuhan.
- Tangan yang menunjuk orang buta itu, menciptakan pemisah di antara mereka.
- Tangan yang menunjuk hanya menghasilkan penghakiman, bukan tangan yang terulur untuk menerima dan membantu.
Singkat cerita Yesus menyembuhkan orang yang buta sejak lahir itu dan seharusnya kisah ini berakhir bahagia, namun ternyata tidak demikian.
Perhatikan apa yang terjadi kemudian … ”Lalu mereka membawa orang yang tadinya buta itu kepada orang-orang Farisi” Yohanes 9:13.
Orang-orang Farisi menginterogasi orang buta yang baru disembuhkan. Bukannya ikut senang melihat orang buta ini sudah sembuh tetapi mereka justru sibuk mempermasalahkan hal lain dan mencari-cari kesalahan Yesus.
Bagi orang-orang Farisi, Yesus telah melanggar hukum Sabat dengan melakukan pekerjaan di hari Sabat yaitu menyembuhkan orang buta itu. Mereka memahami bahwa di hari Sabat orang tidak boleh bekerja. Menyembuhkan dengan cara meludah, mencampur ludah dengan tanah dan mengoleskan mata orang buta adalah termasuk bekerja.
Itulah yang dipersoalkan orang-orang Farisi, kelompok yang menyebut dirinya sebagai penjaga kemurnian Ibadah orang Yahudi.
Orang-orang Farisi selalu berusaha keras dan tegas mempertahankan pengajaran Taurat Musa, agar hukum Sabat yang menjadi salah satu dari perintah Tuhan itu dapat dijalankan dengan baik. Orang Farisi membuat rincian “apa yang termasuk bekerja dan apa yang bukan, dengan sangat mendetail.”
- Di mata mereka, Yesus melanggar detail peraturan tentang Sabat.
- Di mata orang Farisi, melanggar detail aturan adalah melanggar kehendak Allah.
- Orang yang melanggar kehendak Allah, tentu tidak berasal dari Allah.
Fokus orang Farisi pada detail aturan, membutakan mata mereka untuk melihat bahwa tujuan utama seluruh perintah Allah adalah untuk mengasihi Allah dan mengasihi sesama, untuk kebaikan manusia itu sendiri. Detail peraturan yang mereka buat telah memenjarakan mereka untuk bergerak dan melakukan sesuatu yang berguna bagi sesama.
Mengapa mereka begitu mengedepankan aturan atau hukum itu daripada menolong?
Di akhir percakapan, terungkap apa yang mereka yakini tentang kondisi orang buta itu. Orang-orang Farisi itu berkata, ”Engkau ini lahir sama sekali dalam dosa dan engkau hendak mengajar kami?” Yohanes 9:34a.
Ternyata apa yang orang-orang Farisi pikirkan sama dengan pikiran para murid Yesus. Orang-orang Farisi itu melihat, namun pikiran mereka buta.
Walau mereka berbicara tentang hukum Allah, namun hukum itu hanya digunakan untuk menegaskan pandangan mereka yang keliru. Kita melihat bahwa penghakiman hanya menghasilkan jari yang menunjuk dan bukan tangan yang terulur untuk membantu.
Suatu kali dalam pertemuan dua orang pengusaha, terjadilah percakapan berikut: …
“Kenapa kamu terlambat menjemput saya?” Tanya seorang pengusaha kepada rekan bisnisnya. Pengusaha ini berkunjung ke kota tempat rekan bisnisnya itu tinggal.
“Hmm…iyaa, maaf terlambat; ini baru saja dapat kabar kalau ada kebakaran di ruko dan toko saya ikut terbakar” jelas rekan bisnis itu.
Dengan wajah sedih ia melanjutkan, “Koq bisa yaa terjadi musibah buruk ini. Apa salah saya?”
Pengusaha yang baru datang itu’pun menjawab, “Yaa saya bilang juga apa, jangan kebanyakan dosa. Musibah itu hukumannya.” Masih dengan nada bicara datar tanpa empati, pengusaha itu melanjutkan, “Saya jadi mikir-mikir ini soal rencanamu meminjam modal. Sepertinya saya tidak jadi kasih pinjaman modal, kuatir saya juga ketimpa musibah! Bertobat dulu saja’lah kamu!”
Mendengar perkataan temannya itu, rekan yang mengalami musibah itupun sejenak terdiam sambil terus memeriksa handphone’nya. Beberapa saat kemudian, setelah menghela nafas panjang, ia berkata, “Kalau begitu kita bertobat sama-sama deeh.”
“Maksudmu?” sela pengusaha itu dengan bingung …
“Bukan cuma tokoku tapi toko punyamu, cabang dari toko di tempat kamu tinggal, juga ikut terbakar sudah menjalar kemana-mana, ke tokoku dan sekarang tokomu kena juga! Coba deeh cek ke anak buahmu,” jawab rekan itu dengan nada agak kesal.
Percakapan dua pengusaha itu mengingatkan ‘bahwa kita cenderung sering menilai dengan tergesa-gesa, menyalahkan bahkan menghakimi ketika terjadi sesuatu yang buruk pada orang tersebut’.
Daripada berempati, menghakimi sering menjadi reaksi spontan kita. Orang suka menghakimi kondisi orang lain, namun menolak menggunakan penghakiman itu untuk dirinya sendiri, menolak untuk memeriksa diri.
Bahkan para murid Yesus tidak luput dari masalah ini. Mata terbuka tetapi pikiran buta. Waktu pikiran buta, meskipun mata melihat dengan jelas kondisi orang lain, maka hasilnya hanyalah jari yang menunjuk alias menghakimi, bukan tangan yang terulur alias membantu.
Bukan hanya orang-orang Farisi dan para murid Yesus yang terbuka matanya, namun tertutup pikirannya. Bukan hanya mereka yang suka menunjuk alias menghakimi penderitaan orang lain. Tetapi kita’pun mudah terjebak melakukan kesalahan yang sama. Mata kita mampu melihat dengan jelas kondisi orang lain yang sedang susah bahkan menderita. Namun sayangnya kita lebih sibuk menilai cara hidup mereka, menghakimi pilihan-pilihan atau keputusan mereka daripada memberikan solusi yang nyata.
Mata kita melihat ada orang-orang yang menderita tetapi pikiran kita yang tertutup, hanya menempatkan mereka sebagai orang yang sedang menerima ganjaran atas kesalahan mereka dan sudah sepantasnya itu terjadi.
Pikiran yang tertutup tidak dapat membuat kita menempatkan orang yang sedang mengalami penderitaan sebagai sesama yang membutuhkan pertolongan.
Sebagian orang mungkin memolesnya dengan lebih baik, “Sudah saya doakan koq!” Entah sudah didoakan atau belum, tidak ada yang pernah bisa tahu dengan pasti.
Memilih mendoakan memang lebih mudah daripada menjadi jawaban doa. Terlalu beresiko, itulah yang mungkin orang pikirkan dan lakukan.
Marilah kita memeriksa diri,
- Apakah mata kita memang melihat, namun pikiran kita tertutup, terselubungi oleh banyaknya pikiran negatif tentang penderitaan orang lain?
- Mampu melihat penderitaan orang lain tetapi tidak bersedia melakukan apa-apa …
- Dalam tubuh yang sehat belum tentu jiwanya sehat atau kuat.
Mata Melihat, Pikiran Terbuka, Tangan Terulur.
2 Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: ”Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya sehingga ia dilahirkan buta?”
3 Jawab Yesus: “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia”.
Yohanes 9:2-3.
Jawaban Yesus ini tidak bisa diartikan bahwa Allah sengaja membuat orang itu buta untuk menyatakan kemuliaanNya. Jawaban Yesus menegaskan sebagai berikut:
- Yesus menolak anggapan bahwa penderitaan selalu merupakan akibat langsung dari dosa. Sakit penyakit misalnya, bisa saja terjadi karena usia yang makin menua sehingga fungsi tubuh banyak mengalami penurunan. Ini sesuatu yang sangat logis.
- Yesus mengajak para murid melihat masalah ini dari perspektif yang lain yaitu bahwa sekalipun orang tersebut dalam kondisi buta, ada pekerjaan-pekerjaan Allah yang dinyatakan di dalam diri orang tsb.
Jawaban Yesus adalah teguran sekaligus tuntunan bagaimana seharusnya kita meresponi penderitaan dan bagaimana kita bersikap pada orang-orang yang mengalami penderitaan.
Mata Yesus melihat dengan jelas penderitaan orang buta itu, pikiran Yesuspun terbuka bahwa penderitaan orang buta itu adalah kesempatan untuk menyatakan pekerjaan-pekerjaan Allah dalam diri orang tsb.
Ketika mata melihat dan pikiran terbuka, maka hasilnya adalah tangan yang terulur. Tangan yang terulur, memeluk itu terwujud dalam tindakan Yesus – Yohanes 9:6-7.
6 “Setelah Ia mengatakan semuanya itu, Ia meludah ke tanah dan mengaduk ludah-Nya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi
7 dan berkata kepadanya: ”Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam.” Siloam artinya: ”Yang diutus.” Maka pergilah orang itu, ia membasuh dirinya lalu kembali dengan matanya sudah melek.”
Inilah yang seharusnya menjadi cerminan hidup kita sebagai anak-anak Allah di dunia ini. Mata melihat, pikiran terbuka, tangan terulur. Meminjam istilah “dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang sehat, kuat” inilah yang kita tunjukkan.
Allah lebih suka melakukan mujizat melalui kesediaan anak-anakNya terlibat dalam pekerjaan Allah, melalui tangan-tangan yang terulur merangkul dan menarik mereka keluar dari jerat persoalan hidupnya.
Selama pikiran kita terbuka bahwa Allah mengasihi semua orang, yang berdosa maupun yang merasa suci, kita tidak akan mampu melihat penderitaan orang lain dengan berpangku tangan alias tidak melakukan apa-apa.
Pekerjaan Allah Dinyatakan: Mata Rohani Tercelik.
Apa yang terjadi dengan orang buta itu setelah mengalami penyembuhan?
Ketika orang Farisi untuk pertama kalinya bertanya tentang siapa Yesus, orang buta yang dicelikkan itu menjawab: “Yesus adalah seorang nabi” Yohanes 9:17.
Ketika untuk kedua kalinya orang Farisi mengajukan pertanyaan yang sama, orang buta itu menjawab: “Jika orang itu (Yesus) tidak datang dari Allah, Ia tidak dapat berbuat apa-apa” Yohanes 9:33.
Pada akhirnya, ketika Yesus mengungkapkan bahwa diriNya adalah anak manusia, orang buta yang dicelikkan itu berkata: ”Aku percaya, Tuhan!” Lalu ia sujud menyembah-Nya” Yohanes 9:38.
Penyembuhan itu bukan hanya membuat mata jasmaninya bisa melihat, namun akhirnya mata rohaninya ‘pun tercelik.
Penderitaan itu telah membuka jalan baginya untuk mengenal Yesus Kristus. Mengapa? Karena ada mata yang melihat, pikiran terbuka dan tangan yang terulur yakni Yesus yang peduli kepadanya.
Benar, apa yang Yesus katakan, bahwa ada pekerjaan-pekerjaan Allah yang dinyatakan dalam diri orang buta itu. Bukan hanya untuk orang buta itu sendiri tetapi juga bagi orang banyak yang melihatnya dan juga bagi kita yang membaca serta mendengar kisah ini.
Perang Dunia II menghancurkan sebagian besar kota Munster, Jerman.
Sebuah patung Kristus yang ada di kota itu tetap tegak berdiri, namun dua tangan patung Kristus itu putus. Tinggallah sebuah patung Kristus tanpa tangan.
Ini bukan pemandangan yang baik! Sampai akhirnya seseorang memasang tulisan di patung itu: “Aku tidak punya tangan selain kamu, kamulah tanganKu.”
Yaa, kita inilah tangan-tangan Kristus bagi dunia ini.
- Tangan seperti apa yang kita perlihatkan bagi dunia yang penuh penderitaan ini?
- Tangan penghakiman yang menunjuk? Atau tangan penerimaan yang memeluk?
- Tangan penghakiman yang menutup jalan bagi orang yang menderita untuk mengenal Tuhan? Atau tangan penerimaan yang membuka jalan bagi yang menderita untuk berjumpa dengan Tuhan?
“Kita inilah tangan-tangan Kristus bagi dunia ini. Tangan-tangan seperti apa yang kita perlihatkan bagi dunia yang penuh penderitaan ini?”
Sorry, the comment form is closed at this time.