Habakuk 03: Kemuliaan Tuhan dan kebaikan kita

Habakuk 2:6-20

Habakuk 2:18-20 – Apakah gunanya patung pahatan, yang dipahat oleh pembuatnya? Apakah gunanya patung tuangan, pengajar dusta itu? Karena pembuatnya percaya akan buatannya, padahal berhala-berhala bisu belaka yang dibuatnya. Celakalah orang yang berkata kepada sepotong kayu: “Terjagalah!” dan kepada sebuah batu bisu: “Bangunlah!” Masakan dia itu mengajar? Memang ia bersalutkan emas dan perak, tetapi roh tidak ada sama sekali di dalamnya. Tetapi TUHAN ada di dalam bait-Nya yang kudus. Berdiam dirilah di hadapan-Nya, ya segenap bumi!

Hari ini kita berada pada khotbah ketiga dari seri khotbah kitab Habakuk, iman dalam kesukaran hidup. Kitab Habakuk adalah kitab yang mengajarkan kita bagaimana menghadapi kesulitan, baik kesulitan yang berasal dari lingkungan maupun kesulitan pribadi yang kita alami sehari-hari. Kitab Habakuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sering kita tanyakan dalam kesukaran hidup. “Tuhan, di manakah Engkau? Apakah Engkau memegang kendali? Apakah Engkau tahu apa yang sedang terjadi padaku? Jika iya, mengapa Engkau tidak melakukan apa-apa? Di manakah Engkau saat aku membutuhkan-Mu?” Jika anda telah menjadi seorang Kristen cukup lama, saya yakin anda pernah menanyakan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Izinkan saya mengingatkan anda apa yang telah kita pelajari sejauh ini dari kitab Habakuk. Habakuk merasa frustrasi dengan kejahatan dan ketidakadilan yang ia lihat di Yehuda, dan ia berdoa kepada Tuhan untuk kebangkitan rohani. Untuk beberapa saat, Tuhan diam dan Habakuk bingung mengapa Tuhan tidak melakukan apapun terhadap kebobrokan di Yehuda. Namun ketika Tuhan menjawabnya, Habakuk semakin bingung. Karena Tuhan berkata, “Aku mendengarmu Habakuk, dan inilah yang akan Kulakukan. Aku tidak akan membuat hidupmu menjadi lebih baik. Aku akan membuat hidupmu menjadi lebih buruk. Aku akan menggunakan Babel untuk mendisiplinkan umat-Ku yang memberontak.” Dan Habakuk berkata, “Babel? Apa tidak salah? Itu tidak mungkin benar. Babel bahkan lebih jahat daripada Yehuda. Engkau adalah Allah yang kudus. Engkau tidak dapat mentolerir kejahatan. Bagaimana mungkin Engkau menggunakan bangsa yang jahat untuk menghukum umat-Mu? Ini tidak masuk akal.” Tuhan menjawab, “Kamu mungkin tidak mengerti, tetapi orang yang benar akan hidup oleh iman.” Di situlah kita berhenti terakhir kali.

Dan sepanjang khotbah kitab Habakuk, saya mencoba untuk membawa anda merasakan betapa beratnya kitab ini. Saya tidak mencoba untuk membuatnya lucu atau ringan, karena tugas saya sebagai pengkhotbah adalah untuk mengkomunikasikan apa yang terjadi dalam Firman Tuhan. Tentunya kita suka khotbah yang membangun dan membuat kita merasa baik. Tetapi kalau kita jujur, sebagian besar kehidupan kita ada di dalam keadaan yang dialami Habakuk. Apa yang terjadi di dalam kitab Habakuk adalah pembicaraan yang seringkali terjadi di ruang tamu kita. Tetapi perikop hari ini sedikit berbeda. Perikop ini adalah sebuah lagu yang Tuhan ajarkan untuk dinyanyikan. Tetapi ini adalah lagu yang aneh. Kita berpikir bahwa jika Tuhan mengajarkan sebuah lagu, maka lagu itu pastilah lagu yang memuji Tuhan karena karya-Nya atau keindahan-Nya. Tetapi ternyata tidak. Sebaliknya, Tuhan sedang mengajarkan sebuah lagu ejekan kepada umat-Nya. Lagu yang mencemooh.

Jika anda memiliki lebih dari satu anak, anda pasti tahu hal ini. Apa yang suka dilakukan anak-anak anda ketika mereka bertengkar? Mereka suka mengejek satu sama lain. Mereka suka bernyanyi, “I know something you don’t know, dummy, dummy…” Atau, “Bla bla bla bla … nya nya nya nya nya …” Anda tahu apa itu? Itu adalah lagu ejekan. Mari kita kembali ke ayat terakhir yang kita bahas terakhir kali. Habakuk 2:5 – “Orang sombong dan khianat dia yang melagak, tetapi ia tidak akan tetap ada; ia mengangakan mulutnya seperti dunia orang mati dan tidak kenyang-kenyang seperti maut, sehingga segala suku bangsa dikumpulkannya dan segala bangsa dihimpunkannya.” Inilah yang akan dilakukan Babel. Babel akan melintasi dunia Timur kuno dan menaklukkan bangsa demi bangsa, termasuk Yehuda. Babel adalah bangsa yang haus darah dan tidak pernah merasa cukup. Namun dalam perikop kita hari ini, Tuhan memberi tahu Habakuk apa yang akan terjadi pada Babel sebagai penghakiman atas dosa-dosa mereka. Jadi, ya, Babel akan menaklukkan dan menghancurkan Yehuda dan banyak bangsa, tetapi kemudian Tuhan akan menghakimi Babel atas kekejaman mereka. Tuhan menjelaskan bahwa meskipun Babel akan menjadi alat penghakiman-Nya, tidak lama kemudian mereka akan menjadi sasaran murka-Nya. Tuhan mengatakan bahwa akan tiba saatnya semua bangsa yang ditaklukkan oleh Babel akan melihat kehancuran Babel dan mereka akan bersama-sama menyanyikan sebuah lagu ejekan, “You did something very bad, justice, justice…”

Beberapa dari kita mungkin berpikir, “Serius? Orang-orang berkumpul untuk mengejek? Alkitab mengajarkan itu? Itu sangat kekanak-kanakan.” Kita mungkin berpikir itu kekanak-kanakan karena kita tidak tahu apa artinya ditindas. Jika kita telah ditindas dengan rasa sakit yang luar biasa, melihat penindas kita dikalahkan pasti membuat kita sangat bersukacita. Ada sesuatu yang benar tentang melihat orang jahat mendapatkan apa yang pantas mereka dapatkan, benar? Kita melihat hal ini dalam banyak film. Seperti saat kita menyaksikan Thanos mengalahkan semua superhero di Avengers Endgame. Kita ingin sekali ada yang bisa mengalahkan Thanos, tetapi tidak ada yang bisa. Thanos terlalu kuat. Namun ada satu adegan di mana Thanos menghajar Thor. Anda ingat adegan itu? Dan palu Thor tiba-tiba melayang di tempat kejadian dan Captain America mengambilnya. Captain America ditemukan layak untuk memegang palu Thor dan dia menghajar Thanos. Dan tahukah anda apa yang terjadi? Semua orang di dalam bioskop berteriak sukacita seolah-olah pertarungan itu benar-benar menentukan masa depan alam semesta kita. Mengapa demikian? Mengapa kita bersukacita atas sesuatu yang dibuat di depan layar hijau dengan banyak CGI? Karena kita senang melihat orang jahat mendapatkan apa yang pantas mereka dapatkan dan keadilan ditegakkan.

Itulah yang kita dapatkan dalam teks kita hari ini. Ini adalah sebuah nyanyian ejekan terhadap Babel yang Tuhan berikan kepada Habakuk. Tuhan akan meminta pertanggungjawaban Babel atas semua dosa-dosa mereka. Saya memiliki tiga poin untuk khotbah ini: nyanyian keadilan; kebodohan penyembahan berhala; harapan yang sunyi.

 

 

Nyanyian keadilan

Dalam lagu ini, kita melihat lima celakalah, lima alasan mengapa Tuhan akan menghakimi Babel. Dan ini bukan hanya untuk Babel. Dalam konteks keseluruhan Alkitab, gambaran Babel digunakan untuk menggambarkan bangsa mana pun yang bangkit melawan Tuhan. Jadi, penghakiman terhadap Babel juga berlaku terhadap siapa pun yang meninggikan diri di hadapan Tuhan. Ada lima dosa dalam lima celakalah ini, dan ada penghakiman Tuhan untuk setiap dosa. Untuk setiap dosa, ada hukuman yang sesuai dengan kejahatannya. Kita akan membahas empat celakalah dengan cepat, dan meluangkan lebih banyak waktu untuk membahas celakalah yang kelima.

Habakuk 2:6-8 – Bukankah sekalian itu akan melontarkan peribahasa mengatai dia, dan nyanyian olok-olok serta sindiran ini: Celakalah orang yang menggaruk bagi dirinya apa yang bukan miliknya–berapa lama lagi? –dan yang memuati dirinya dengan barang gadaian. Bukankah akan bangkit dengan sekonyong-konyong mereka yang menggigit engkau, dan akan terjaga mereka yang mengejutkan engkau, sehingga engkau menjadi barang rampasan bagi mereka? Karena engkau telah menjarah banyak suku bangsa, maka bangsa-bangsa yang tertinggal akan menjarah engkau, karena darah manusia yang tertumpah itu dan karena kekerasan terhadap negeri, kota dan seluruh penduduknya itu.

Dosa pertama adalah dosa keserakahan. Orang-orang Babel dengan kejam mengambil kekayaan yang bukan hak mereka. Mereka menjarah banyak bangsa. Mereka sangat serakah. Dan hukuman Tuhan bagi mereka adalah si penjarah akan dijarah. Seperti ATO yang pasti datang untuk memungut pajak, Babel akan dijarah oleh sisa-sisa bangsa yang mereka jarah. Tuhan mengingat setiap kesalahan dan Babel harus membayarnya. Dan bukankah ini adalah cerita setiap kerajaan manusia yang mementingkan diri sendiri dalam sejarah umat manusia? Ada kalanya bangsa Yunani berpikir bahwa mereka memiliki dunia dalam genggaman mereka. Ada kalanya bangsa Romawi berpikir bahwa mereka tidak terkalahkan. Ada kalanya bangsa Inggris berpikir bahwa mereka menguasai lautan. Namun semuanya runtuh ke tanah. Itulah celaka yang pertama.

Habakuk 2:9-11 – Celakalah orang yang mengambil laba yang tidak halal untuk keperluan rumahnya, untuk menempatkan sarangnya di tempat yang tinggi, dengan maksud melepaskan dirinya dari genggaman malapetaka! Engkau telah merancangkan cela ke atas rumahmu, ketika engkau bermaksud untuk menghabisi banyak bangsa; dengan demikian engkau telah berdosa terhadap dirimu sendiri. Sebab batu berseru-seru dari tembok, dan balok menjawabnya dari rangka rumah.

Dosa kedua adalah dosa ketidakadilan. Babel membangun rumahnya di tempat yang tinggi, jauh dari jangkauan bahaya atau kekerasan. Mereka pikir mereka aman karenanya. Tetapi Babel telah membangun rumah mereka dengan merampok rumah-rumah orang lain dan melakukan ketidakadilan. Mereka menghancurkan rumah-rumah orang lain untuk membangun benteng mereka. Dan mereka mengira bahwa mereka tak terkalahkan, tak tersentuh, dan aman karenanya. Dan hukuman Tuhan bagi mereka adalah yang aman akan menjadi tidak aman. Apa yang telah mereka lakukan terhadap bangsa-bangsa lain akan dilakukan terhadap mereka. Mereka tidak memiliki keamanan yang mereka cari karena rumah-rumah yang telah mereka hancurkan akan berseru menentang mereka dan Tuhan mendengarnya. Tuhan mendengar teriakan tersebut dan Dia akan membela keadilan dengan menghukum mereka yang tidak adil. Ini seperti seekor kucing yang sedang menatap sarang burung dengan bayi-bayi burung di atas pohon. Kucing itu hanya duduk diam dengan sabar, menatap ke atas pohon, sambil berpikir, “Tunggu saja. Hanyalah masalah waktu sebelum sesuatu akan jatuh, atau aku menemukan cara untuk naik ke atas sana. Meow…” Begitu pula dengan kejayaan Babel. Hanyalah masalah waktu sebelum ia jatuh dan semua orang yang telah mereka rampok akan berteriak menentangnya. Tuhan tidak bisa dipermainkan. Babel akan menuai apa yang mereka tabur. Itulah celaka yang kedua.

Habakuk 2:12-14 – Celakalah orang yang mendirikan kota di atas darah dan meletakkan dasar benteng di atas ketidakadilan. Sesungguhnya, bukankah dari TUHAN semesta alam asalnya, bahwa bangsa-bangsa bersusah-susah untuk api dan suku-suku bangsa berlelah untuk yang sia-sia? Sebab bumi akan penuh dengan pengetahuan tentang kemuliaan TUHAN, seperti air yang menutupi dasar laut.

Dosa ketiga adalah dosa kekerasan. Babel membangun kota mereka dengan darah. Mereka masuk ke sebuah kota, membunuh orang-orang dan memperbudak mereka. Dan hukuman Tuhan bagi mereka adalah peradaban mereka akan digantikan oleh kehancuran. Tuhan akan membuat jerih payah mereka terbakar habis dan mereka akan melelahkan diri mereka tanpa hasil. Tidak satu pun dari pencapaian besar mereka yang akan bertahan. Jadi Tuhan berkata, “Babel, kamu melelahkan dirimu sendiri dengan sia-sia. Kamu kira kamu hebat karena semua pencapaianmu. Tetapi tidak ada satupun yang kamu bangun yang akan bertahan. Semuanya akan menjadi abu.” Dan Tuhan tidak berhenti di situ. Dia melanjutkan, “Apakah kamu ingin tahu apa yang akan bertahan? Apakah kamu ingin tahu apa yang akan menutupi bumi suatu hari nanti? Itu bukanlah kerajaanmu. Itu bukanlah kemuliaanmu. Tetapi kemuliaan-Ku. Bumi akan dipenuhi dengan pengetahuan tentang kemuliaan-Ku seperti air yang menutupi lautan.” Dan ini adalah pengingat bagi kita juga. Pada akhirnya, tidak ada yang kita lakukan untuk diri kita sendiri yang akan bertahan. Tidak ada yang kita capai yang akan diingat. Tetapi ada satu hal yang akan bertahan selamanya, yaitu kemuliaan Tuhan. Jadi, jika kita hidup untuk hal lain selain kemuliaan Tuhan, kita melelahkan diri kita sendiri tanpa hasil. Satu-satunya kemuliaan yang akan bertahan, satu-satunya kemuliaan yang akan menutupi bumi adalah kemuliaan Tuhan. Itulah celaka yang ketiga.

Habakuk 2:15-17 – Celakalah orang yang memberi minum sesamanya manusia bercampur amarah, bahkan memabukkan dia untuk memandang auratnya. Telah engkau kenyangkan dirimu dengan kehinaan ganti kehormatan. Minumlah juga engkau dan terhuyung-huyunglah. Kepadamu akan beralih piala dari tangan kanan TUHAN, dan cela besar akan meliputi kemuliaanmu. Sebab kekerasan terhadap gunung Libanon akan menutupi engkau dan pemusnahan binatang-binatang akan mengejutkan engkau, karena darah manusia yang tertumpah itu dan karena kekerasan terhadap negeri, kota dan seluruh penduduknya itu.

Dosa keempat adalah dosa imoralitas. Babel tidak hanya menghancurkan kota-kota dan membunuh orang-orang, tetapi mereka juga menanggalkan pakaian, kehormatan, dan martabat mereka. Apa yang kita lihat di sini adalah gambaran pesta mabuk-mabukan yang brutal dan penyimpangan seksual. Mereka memperkosa dan memanfaatkan orang-orang untuk kesenangan mereka. Mereka membawa aib dan penghinaan kepada orang-orang yang mereka taklukkan. Dan hukuman Tuhan bagi mereka adalah kesenangan mereka akan berubah menjadi rasa malu. Tuhan akan membuat Babel mabuk oleh murka Tuhan sehingga mereka akan berbaring di muntahan mereka sendiri. Tuhan akan membuka aib mereka untuk dilihat orang lain. Mereka yang tidak memiliki rasa malu akan dipermalukan. Dan tidak hanya itu, kekerasan yang mereka lakukan terhadap gunung Lebanon akan menutupi mereka. Apa itu kekerasan yang dilakukan terhadap gunung Lebanon? Itu adalah penghancuran yang tidak terkendali terhadap ciptaan Tuhan. Tuhan peduli terhadap ciptaan-Nya. Tuhan peduli dengan pepohonan di Lebanon. Dia juga peduli dengan dunia binatang. Bukan berarti menebang pohon dan membunuh binatang adalah hal yang salah. Tetapi Tuhan membenci penghancuran dan pembantaian yang tidak terkendali terhadap ciptaan-Nya. Dan Babel akan menerima apa yang pantas mereka terima karena Tuhan itu adil. Tetapi semual hal ini tidak akan terjadi dengan segera. Ingat apa yang kita bicarakan terakhir kali. Semua ini akan terjadi pada waktu yang telah ditentukan Tuhan dan Habakuk harus menantikannya. Ini seperti saat kita masih kecil dan kita melakukan sesuatu yang buruk, dan mami kita berkata, “Tunggu sampai papimu pulang.” Dan jantung kita mulai berdetak 100 km/jam. Itulah yang terjadi dalam perikop ini. Tuhan berkata kepada Habakuk, “Tunggu sampai waktu yang telah ditentukan karena Aku adil dan Babel akan mendapatkan apa yang pantas mereka terima atas dosa-dosa mereka.” Itulah celaka yang keempat.

Jadi, inilah yang lagu ini ajarkan kepada kita. Tuhan adalah Tuhan yang adil dan Dia akan melakukan apa yang benar pada waktunya. Habakuk mengajarkan kita bahwa dosa tidak akan luput dari hukuman. Dosa layak untuk diejek, dicemooh, dan dosa layak untuk dipermalukan. Jadi, ya, Tuhan akan menggunakan Babel untuk mendisiplinkan Yehuda, tetapi kemudian Babel akan mendapatkan apa yang pantas mereka dapatkan. Namun ada perbedaan penting antara apa yang akan Yehuda dapatkan dan apa yang akan Babel dapatkan. Baik Yehuda maupun Babel akan mengalami penderitaan. Keduanya akan mengalami rasa sakit dan kehancuran karena ketidaktaatan mereka. Namun, hal itu terjadi karena alasan dan tujuan yang sangat berbeda. Yehuda akan mendapatkan disiplin; Babel akan mendapatkan murka. Tahukah anda perbedaan antara disiplin dan murka? Murka adalah suatu bentuk penghakiman terhadap musuh anda. Disiplin berbeda. Disiplin adalah bentuk kejahatan yang lebih kecil untuk mencegah kejahatan yang lebih besar yang dilakukan karena kasih.

Para orang tua, anda memahami hal ini. Apakah anda ingat apa yang terjadi ketika anda membawa anak anda untuk imunisasi? Dokter menyuruh anda memangku anak anda sambil dia menusukkan jarum ke lengan anak anda berkali-kali. Dan setiap kali, anak anda berteriak sekeras mungkin untuk memberi tahu anda betapa menyakitkannya hal itu. Dan anak anda menatap anda dengan wajah yang mengatakan, “Kenapa kamu membiarkan ini terjadi? Kenapa kamu tidak melakukan apapun terhadap wanita kejam berbaju putih yang menyakiti aku? Bukankah kamu seharusnya mengasihiku? Lakukan sesuatu. Tolong aku. Aku kesakitan!” Tetapi apa yang anda lakukan? Anda bukan hanya tidak menghentikan dokter, anda justru membantu dokter dengan memeluk erat anak anda. Pada saat itu, anak anda tidak dapat memahami mengapa satu-satunya orang yang dapat dia andalkan tidak melakukan apa pun untuk menolongnya. Di mata anak anda, anda membantu musuh. Anak anda tidak dapat memahami bahwa anda melakukan hal tersebut karena anda mengasihi anak anda.

Intinya adalah ini. Tuhan dalam kebaikan dan kebijaksanaan-Nya yang tak terbatas dapat mengijinkan sesuatu yang menyakitkan terjadi karena Dia tahu bahwa sesuatu yang lebih baik akan muncul karenanya. Hanya karena kita tidak dapat melihat hal yang baik yang akan muncul, bukan berarti tidak ada hal yang baik yang akan muncul karenanya. Tuhan menggunakan penderitaan, rasa sakit, dan kesulitan untuk mendisiplinkan kita karena Dia mengasihi kita. Semua itu untuk kebaikan kita. Kita tidak perlu takut akan disiplin Tuhan; kita harus takut akan murka Tuhan. Sering kali, kita berpikir bahwa murka Tuhan adalah ketika Dia menghukum kita karena dosa-dosa kita. Dan itu benar. Tetapi ada sisi lain dari murka Tuhan yang jauh lebih menakutkan. Dalam Roma 1, Paulus mengatakan bahwa murka Tuhan juga termasuk membiarkan manusia menuruti hawa nafsu mereka yang berdosa. Murka Tuhan adalah ketika Tuhan membiarkan manusia melakukan apa pun yang mereka inginkan. Jadi, jika kita hidup dalam dosa dan Tuhan tidak melakukan apa pun, kita harus sangat takut. Kita harus sangat khawatir karena itu berarti penghakiman Tuhan akan datang kepada kita. Tetapi jika Tuhan mendisiplinkan kita hari ini, kita harus berbesar hati karena itu berarti Dia mengasihi kita dan bekerja untuk kebaikan kita. Mari kita lanjutkan ke celaka yang terakhir dan juga poin kedua.

 

 

Kebodohan penyembahan berhala

Habakuk 2:18-19 – Apakah gunanya patung pahatan, yang dipahat oleh pembuatnya? Apakah gunanya patung tuangan, pengajar dusta itu? Karena pembuatnya percaya akan buatannya, padahal berhala-berhala bisu belaka yang dibuatnya. Celakalah orang yang berkata kepada sepotong kayu: “Terjagalah!” dan kepada sebuah batu bisu: “Bangunlah!” Masakan dia itu mengajar? Memang ia bersalutkan emas dan perak, tetapi roh tidak ada sama sekali di dalamnya.

Dosa kelima adalah dosa penyembahan berhala. Apakah anda melihat sesuatu yang berbeda dari celaka yang terakhir? Empat celaka lainnya dimulai dengan celakalah dan kemudian penjelasannya. Tetapi tidak dengan yang terakhir. Tuhan dengan sengaja mengubah urutan celaka yang terakhir untuk menciptakan sebuah klimaks. Karena ini adalah dosa di balik semua dosa. Ini adalah puncak dari pemberontakan Babel terhadap Tuhan. Mulai dari keserakahan, ketidakadilan, kekerasan, hingga imoralitas, dan kini puncak dari penolakan manusia terhadap Tuhan adalah mereka membuat berhala untuk diri mereka sendiri. Mereka percaya pada ciptaan mereka sendiri. Dan hukuman Tuhan bagi mereka adalah membuat mereka mengalami ketidakberdayaan berhala mereka. Dalam ayat-ayat ini, Tuhan memperlihatkan kebodohan berhala. Tuhan berkata, “Apa gunanya berhala setelah tukang pahat selesai membuatnya? Dapatkah berhala itu berbicara? Tidak. Dapatkah berhala itu bergerak? Tidak. Dapatkah berhala itu mengajar? Tidak. Dapatkah berhala itu bernapas? Tidak. Jika begitu, dapatkah berhala itu menyelamatkan? Tidak. Jadi, apa gunanya? Sama sekali tidak ada.” Itulah sebabnya berhala disebut pengajar dusta. Berhala menjanjikan kita dunia tetapi tidak dapat memberikan apa-apa. Berhala tidak memiliki nilai karena berhala diukir oleh manusia. Itu benda mati. Itu sama sekali tidak berharga.

Dan sebelum anda berpikir bahwa kita sudah terlalu pintar untuk menyembah berhala hari ini, izinkan saya membacakan sebuah kutipan dari Tim Keller. “Alasan mengapa budaya Babilonia dipenuhi oleh orang-orang yang berusaha mencari uang dan memiliki kekuatan militer adalah karena di dalam diri mereka, mereka sombong dan kosong. Mereka perlu membalut diri mereka dengan kemuliaan.” Tahukah anda mengapa mereka kosong? Tahukah anda mengapa mereka perlu membalut diri mereka dengan kemuliaan? Karena tuhan mereka tidak dapat memberikan apa yang mereka inginkan. Tuhan mereka mati. Tuhan mereka tidak berguna. Mengapa? Karena mereka menciptakan tuhan mereka dengan tangan mereka sendiri. Dan tuhan itu tidak bisa berbuat apa-apa. Jadi mereka harus mencari kemuliaan mereka sendiri. Dan ini penting. Karena kita semua merindukan kemuliaan. Kita semua merindukan signifikansi. Dan tidak ada apa pun di dunia ini yang dapat memberikan kemuliaan yang kita inginkan. Tidak ada yang dapat kita lakukan dengan tangan kita sendiri yang dapat memberikan kemuliaan yang kita dambakan.

Apakah anda masi ingat siapa itu Madonna? Madonna adalah penyanyi yang sangat amat terkenal di tahun 90an. Dia dijuluki “Queen of pop”. Jika kita bisa mendapatkan kemuliaan dengan tangan kita sendiri, Madonna tentu berada di puncak kemuliaan. Tetapi perhatikan apa yang dia katakan di interview bersama majalah Vogue yang membahas karirnya. “Dorongan saya dalam hidup berasal dari rasa takut untuk menjadi biasa-biasa saja. Hal itu selalu mendorong saya. Saya mendorong diri saya melewati satu fase dan menemukan diri saya sebagai manusia yang istimewa, tetapi kemudian saya merasa saya masih biasa-biasa saja dan tidak menarik kecuali saya melakukan sesuatu yang lain. Karena meskipun saya telah menjadi seseorang, saya masih harus membuktikan bahwa saya adalah seseorang. Perjuangan saya tidak pernah berakhir dan saya rasa tidak akan pernah berakhir.” Anda dengar apa yang dia katakan? Di satu sisi dia telah menjadi seseorang, tetapi di sisi lain dia merasa masih harus membuktikan bahwa dia adalah seseorang. Mengapa? Karena ketenaran dan kesuksesan yang ia miliki tidak dapat memberikan kemuliaan yang hatinya dambakan. Apakah anda mengerti? Kita semua mencari kemuliaan. Alasan kita bekerja sangat keras, apakah itu berkhotbah, bernyanyi, mencari uang, membesarkan anak, maju dalam karier, alasan kita melakukan hal itu adalah karena kita merasa kosong. Kita merasa tidak aman. Kita berusaha keras untuk menutupi diri kita dengan kemuliaan. Kita ingin merasa dikasihi. Kita ingin merasa cantik. Kita ingin merasa penting. Itulah sebabnya kita bekerja keras. Dan itu adalah penyembahan berhala. Kita tidak membutuhkan kuil dan patung untuk menyembah berhala saat ini. Apa pun yang kita kejar untuk membuat kita merasa menjadi seseorang, itulah berhala kita. Setiap kali kita mengharapkan pemberian Tuhan untuk memberikan kita apa yang hanya Tuhan dapat berikan kepada kita, kita melakukan penyembahan berhala. Dan itu adalah kebodohan.

Namun, ada satu penyembahan berhala khusus yang dilakukan Babel, dan menurut saya ini adalah penyembahan berhala utama di balik semua penyembahan berhala. Ini mempengaruhi setiap kita tanpa terkecuali. Ini adalah penyembahan berhala ‘aku’. Ini adalah berhala diri sendiri. Kata lain untuk ini adalah kesombongan. Kesombongan adalah keinginan untuk menjadi Tuhan bagi diri kita sendiri. Ini adalah pandangan yang terlalu tinggi terhadap diri sendiri. Keinginan dalam diri kita untuk menentukan bagi diri kita sendiri. Ini adalah pola pikir yang mengatakan, “Aku adalah karakter utama dalam cerita hidupku.” Tim Keller menyebutnya sebagai plagiarisme kosmik. Itu terjadi ketika kita mengambil apa yang menjadi milik Tuhan dan mengaitkannya dengan diri kita sendiri. Saya berikan sebuah contoh. Salah satu pahlawan khotbah saya adalah Tim Keller. Saya mengenal khotbah-khotbahnya dengan sangat baik sehingga saya dapat mendeteksi aroma khotbahnya dari khotbah-khotbah orang lain. Dan terkadang saya merasa kesal karena saya mendengar orang-orang menjiplak khotbah Keller tanpa memberikan kredit kepada Keller. Saya tidak berbicara tentang menggunakan ide dan kata-kata Keller dalam khotbah. Saya sering melakukan hal itu. Mari saya beritahu sebuah rahasia. Jika anda mendengar saya mengatakan sesuatu yang terdengar bagus atau bijaksana, kemungkinan besar itu berasal dari Keller. Tetapi plagiarisme berbeda. Khotbah tersebut persis seperti khotbah Keller tetapi tidak memberikan kredit kepada Keller. Dan orang-orang tersebut mendapat pujian untuk itu. Itu adalah plagiarisme. Tetapi itulah yang kita lakukan terhadap Tuhan.

Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa segala sesuatu yang kita miliki adalah pemberian dari Tuhan. Tuhan adalah sumber dari segala sesuatu yang kita miliki. Apakah kita menyadari bahwa kita sama sekali tidak memiliki kendali atas hidup kita? Siapa yang memberikan talenta yang kita miliki? Siapa yang memberikan kita kemampuan untuk melakukan apa yang kita lakukan? Mengapa kita memiliki kesempatan itu? Tidak ada satu hal pun dalam hidup kita dimana kita dapat berkata, “Aku pantas mendapatkannya.” Tidak ada. Tetapi inilah yang dilakukan oleh kesombongan. Kesombongan membuat kita berpikir bahwa kita pantas mendapatkannya dan Tuhan berutang kepada kita. Kesombongan membuat kita berpikir bahwa kita adalah pusat dari segalanya. Dan kesombongan tidak hanya bekerja di saat-saat yang baik tetapi juga di saat-saat yang buruk. Jika hidup berjalan dengan baik, kesombongan berkata, “Aku pantas mendapatkannya.” Jika hidup tidak berjalan dengan baik, kesombongan berkata, “Aku tidak pantas mendapatkannya.” Pada intinya kesombongan adalah pemikiran bahwa Tuhan berutang kepada kita. Jika kita dipromosikan dalam pekerjaan, kita berpikir bahwa Tuhan berutang kepada kita setelah semua kerja keras yang kita lakukan dalam pekerjaan kita. Jika kita tidak dipromosikan dalam pekerjaan, kita berpikir bahwa Tuhan berutang kepada kita untuk memberikan apa yang pantas kita terima. Itulah sebabnya kita marah. Itulah sebabnya kita frustrasi. Itulah sebabnya kita merasa tidak adil. Kita tidak menyadari bahwa semua yang kita miliki adalah pemberian dari Tuhan. Tuhan tidak berutang apapun kepada kita, bahkan oksigen yang kita hirup. Tetapi kesombongan membuat kita berpikir bahwa kita yang memegang kendali. Kesombongan membuat kita berpikir bahwa kitalah yang terpenting. Dan alasan kita terus merasa kosong meskipun kita telah bekerja keras untuk mendapatkan apa yang kita inginkan adalah karena kita bukanlah intinya. Kita tidak memiliki kemuliaan yang kita dambakan dan kita haus akan kemuliaan itu. Kita berusaha memenuhi bumi dengan kemuliaan kita, tetapi Tuhan berkata bahwa bumi akan dipenuhi dengan kemuliaan Tuhan. Jadi, pertanyaannya adalah, apakah kita hidup untuk kemuliaan Tuhan atau kemuliaan kita sendiri? Jika kita hidup untuk kemuliaan kita sendiri, itu adalah penyembahan berhala dan itu sia-sia. Tetapi jika kita hidup untuk kemuliaan Tuhan, itu adalah penyembahan dan itu tak ternilai harganya.

 

 

Harapan yang sunyi

Habakuk 2:20 – Tetapi TUHAN ada di dalam bait-Nya yang kudus. Berdiam dirilah di hadapan-Nya, ya segenap bumi!

Kata ‘tetapi’ di awal ayat 20 menciptakan kontras dengan ayat-ayat sebelumnya. Jika berhala tidak dapat berbicara, tidak dapat bergerak, tidak dapat bernapas, tidak dapat menyelamatkan, dan tidak berguna, Tuhan tidak bisu, tidak tuli, dan tidak lemah. Tidak seperti berhala yang dapat kita lihat, Tuhan Israel tidak dapat dilihat. Namun, hanya karena kita tidak dapat melihat-Nya, bukan berarti Dia tidak ada. “Tetapi TUHAN ada di dalam bait-Nya yang kudus.” Kehadiran Tuhan di bait-Nya yang kudus berarti Dia tidak meninggalkan umat-Nya. Tuhan berdaulat, memerintah, dan bertakhta. Dia memegang kendali mutlak atas segala sesuatu bahkan ketika segala sesuatu tampak tidak terkendali. Tuhan berkata kepada Habakuk, “Tidak peduli seberapa kacau kelihatannya, tidak peduli seberapa buruk jadinya, Aku masih duduk di atas takhta-Ku. Aku masih berdaulat. Aku masih berkuasa.” Baik kebangkitan Babel maupun kejatuhan Babel akan terjadi di bawah kendali mutlak Tuhan. Tuhan tidak pernah meninggalkan takhta-Nya. Dia selalu mengendalikan segala sesuatu bahkan dalam kesukaran hidup. Dan saya suka apa yang Tuhan katakan selanjutnya. “Berdiam dirilah di hadapan-Nya, ya segenap bumi!” Ada sebuah kata dalam bahasa Ibrani yang merupakan semacam onomatope. Anda ingat apa itu? Onomatope adalah kata-kata yang seperti apa bunyinya. Ketika dikatakan, “Berdiam dirilah”, kata Ibrani yang digunakan adalah “has” dan hampir terdengar seperti kata “hush” dalam bahasa Inggris atau “hus” dalam bahasa Indonesia. Kapan kita mengucapkan kata itu? Ketika orang lain terlalu banyak ngomong. Ketika kita ingin orang lain diam. Dan ini adalah akhir yang sempurna untuk jawaban Tuhan atas keluhan Habakuk.

Habakuk mengeluh, “Tuhan, di manakah Engkau? Sampai kapan Engkau akan berdiam diri? Mengapa Engkau membangkitkan Babel untuk mendisiplinkan Yehuda? Bukankah mereka lebih jahat daripada kami? Bagaimana mungkin Tuhan yang kudus melakukan hal itu?” Dan Tuhan dengan penuh kemurahan menjawab Habakuk dengan mengingatkannya bahwa Dia tidak kemana-mana dan bahwa Dia adalah Tuhan yang adil. Dia memberitahukan kepada Habakuk lima celakalah. Babel akan mendapatkan apa yang pantas mereka terima pada waktu yang telah ditentukan. Tetapi sekarang setelah Tuhan berbicara, semua orang harus diam dan mendengarkan Tuhan. Inilah artinya bagi kita. Ketika kita bingung, ketika kita mengalami kesulitan untuk memahami apa yang Tuhan lakukan, terkadang hal terbaik yang dapat kita lakukan adalah menunggu dalam harapan yang sunyi. Yaitu mendengar Tuhan berkata kepada kita, “Diam. Aku Tuhan. Aku tahu apa yang sedang Aku lakukan. Aku memiliki rencana, Aku memiliki tujuan, dan Aku akan menyelesaikannya. Aku Tuhan yang adil, dan Aku akan melakukan apa yang benar. Kamu mungkin tidak memahaminya, tetapi kamu dapat yakin bahwa kemuliaan-Ku akan memenuhi bumi. Nantikanlah.”

Saya berikan satu contoh dari Alkitab: Yusuf. Kehidupan Yusuf sangat tidak masuk akal dari sudut pandang manusia. Dia sangat dikasihi oleh papanya dan itu membuat saudara-saudaranya membencinya. Namun bukanlah salah Yusuf kalau papanya terlalu mengasihinya. Dia kemudian dijual sebagai budak karena kecemburuan saudara-saudaranya. Itu tidak adil. Kemudian dia bekerja keras sebagai pelayan dan mendapatkan kepercayaan tuannya. Namun istri tuannya terlalu menyukainya dan menginginkan tubuhnya. Dia berkata, “Hai Yus… rawr” dan Yusuf lari darinya. Yusuf melakukan hal yang benar tetapi dia malah dipenjara. Itu tidak adil. Yusuf mengalami penderitaan demi penderitaan selama dua puluh tahun. Dia melakukan segalanya dengan benar tetapi segala sesuatu dalam hidupnya berjalan salah. Saya yakin ada banyak malam di mana Yusuf bertanya kepada Tuhan, “Mengapa Engkau membiarkan ini terjadi padaku? Mengapa semua ketidakadilan ini? Tuhan, apa yang sedang Engkau lakukan? Aku tidak mengerti.” Tetapi ketika kita membaca akhir dari kisah Yusuf, kita menyadari bahwa setiap hal yang salah harus terjadi agar Tuhan dapat mencapai tujuan-Nya di dalam dan melalui Yusuf. Tuhan memegang kendali mutlak atas segala sesuatu yang salah. Tuhan menggunakan semua penderitaan itu untuk membentuk Yusuf untuk mencapai rencana Tuhan. Dan Tuhan adalah Tuhan yang adil. Saudara-saudara Yusuf harus mengemis kepada Yusuf untuk meminta makanan atau mereka akan mati kelaparan. Itu keadilan. Dan seluruh Mesir bergantung pada belas kasihan Yusuf selama masa kelaparan yang besar. Itu keadilan. Namun jika kita adalah Yusuf, ketika kita mengalami ketidakadilan tersebut, tidak ada yang masuk akal. Namun melalui ketidakadilan yang dialami Yusuf, seluruh Mesir dapat melihat dan merasakan kemuliaan Tuhan. Tuhan selalu bekerja untuk kemuliaan-Nya dan kebaikan kita.

Jadi, inilah pertanyaan yang saya ingin kita renungkan. Ketika seluruh bumi dipenuhi dengan kemuliaan Tuhan, apa yang akan kita alami? Apakah kita akan bermandikan kemuliaan Tuhan? Atau apakah kita akan mengalami rasa malu seperti Babel? Karena inilah masalahnya. Kita semua adalah orang-orang yang sombong. Kesombongan ada di dalam hati setiap kita. Bukannya tunduk kepada Tuhan dan hidup untuk kemuliaan-Nya, kita justru mencari kemuliaan untuk diri kita sendiri. Semua yang layak diterima Babel adalah apa yang layak kita terima. Kita tidak layak mendapatkan kemuliaan, kita layak mendapatkan kehinaan. Yang pantas kita terima adalah cawan murka Tuhan. Yang layak kita terima adalah penghakiman. Jadi, bagaimana kita bisa bermandikan kemuliaan Tuhan dan bukan murka Tuhan? Hanya ada satu cara. Seseorang harus meminum cawan murka Tuhan sebagai ganti kita. Kabar baiknya adalah seseorang telah meminum cawan itu untuk kita. Filipi 2 mengatakan bahwa Yesus mengosongkan dirinya dari kemuliaannya. Yesus, yang memiliki kemuliaan yang tak terbatas, meninggalkan kemuliaannya dan menjadi salah satu dari kita. Dia menjadi lemah, fana, dan dapat dibunuh. Apakah anda ingat apa yang terjadi di taman Getsemani? Yesus berkata kepada Tuhan, “Bapa, dapatkah Engkau mengambil cawan murka ini dari pada-Ku? Adakah cara lain bagi kemuliaan-Mu untuk memenuhi bumi selain dengan aku meminum cawan penghakiman ini?” Tetapi surga hening. Dan tahukah anda apa yang Yesus lakukan? Yesus meminum cawan penghakiman itu.

Pikirkan apa yang terjadi pada Yesus. Yesus dijarah, ditelanjangi, dihina, diejek, dianiaya, dipukuli, dan disalibkan. Segala sesuatu tentang nyanyian keadilan terjadi pada Yesus. Mengapa? Karena dia menerima penghakiman yang pantas kita terima. Dosa-dosa kita layak menerima hukuman. Mereka layak dipermalukan, disingkapkan, diejek, dicemooh, dan Yesus menanggung semuanya. Sementara kita berusaha dengan keras menutupi diri kita dengan kemuliaan, Yesus mengosongkan dirinya dari kemuliaannya bagi kita. Dapatkah Tuhan mengabaikan dosa kita dan mengampuni kita tanpa salib? Tidak. Karena Dia adalah Tuhan yang adil. Jika Tuhan mengabaikan dosa, maka Dia tidak adil dan kita tidak dapat mempercayai-Nya. Tetapi Paulus berkata dalam Roma 3 bahwa Tuhan tidak hanya adil, tetapi Dia juga adalah pembenar bagi setiap orang yang menaruh iman mereka kepada Yesus. Di kayu salib, keadilan Tuhan dan belas kasihan Tuhan bertemu. Yesus menanggung kehinaan yang layak kita terima sehingga ketika kita percaya kepada Yesus, kita dapat bermandikan kemuliaan Tuhan. Dan saat ini karena iman kita kepada Yesus, Allah Bapa memakaikan pakaian kemuliaan yang layak diterima Yesus kepada kita.

Saya tutup dengan ini. Tahukah anda apa yang terjadi ketika kita percaya bahwa kita telah berpakaian kemuliaan Yesus? Kita tidak perlu lagi mencari kemuliaan kita sendiri. Ketika kita tahu bahwa Tuhan telah menerima kita karena apa yang telah Yesus lakukan, kita tidak perlu lagi mencari signifikansi. Kita sudah cantik di mata Tuhan. Kita tidak perlu lagi bekerja terlalu keras untuk pencapaian manusia. Segala sesuatu yang kita inginkan sudah menjadi milik kita di dalam Yesus. Kita tidak lagi hidup untuk kemuliaan kita sendiri, tetapi kita hidup untuk kemuliaan Tuhan. Dan hal ini memampukan kita untuk menghadapi kesukaran. Ketika dalam kesukaran hidup, orang-orang di dunia menjadi sinis dan marah, dan mereka menyalahkan orang lain. Mereka kehilangan harapan. Mengapa? Karena mereka memiliki pandangan yang besar tentang diri mereka sendiri dan pandangan yang kecil tentang Tuhan. Mereka sombong. Tetapi kita berbeda. Kita memiliki pandangan yang kecil tentang diri kita sendiri dan pandangan yang besar tentang Tuhan. Kita tidak kehilangan harapan karena kita tahu bahwa Tuhan ada di dalam bait-Nya yang kudus. Kita tidak perlu mengambil kendali karena kita tahu bahwa Tuhan memegang kendali. Dia adalah Tuhan yang adil. Jadi, perhatikan. Daripada menyalahkan Tuhan dalam kesukaran hidup, pengorbanan Kristus merendahkan hati kita untuk mengakui bahwa kita tidak tahu apa yang terbaik; Tuhan yang tahu. Pada saat yang sama, kita memiliki keyakinan bahwa Tuhan adalah Tuhan yang adil dan Dia akan melakukan apa yang benar. Dan kita tahu bahwa penderitaan apa pun yang kita alami tidak mungkin merupakan murka Tuhan. Cawan murka Tuhan atas kita sudah kosong karena sudah dicurahkan kepada Yesus. Kita tidak berada di bawah murka Tuhan, tetapi di bawah disiplin-Nya yang penuh kasih untuk kebaikan kita. Jadi, dalam kesukaran hidup, kita tidak kehilangan iman tetapi kita tetap rendah hati dan penuh keyakinan. “Sebab bumi akan penuh dengan pengetahuan tentang kemuliaan TUHAN, seperti air yang menutupi dasar laut.” Mari kita berdoa.

 

 

Discussion questions:

  1. What struck you the most from the sermon?
  2. How can you tell the difference between God’s discipline and God’s wrath?
  3. Can you see the symptoms of cosmic plagiarism in your own life? Give examples
  4. What does it mean to wait in silent expectation? Be practical
  5. How does the gospel assure you that God is always working for his glory and your good?
No Comments

Sorry, the comment form is closed at this time.