06 Jul Menang dari keputusasaan
Pernahkah saudara merasa putus asa?
- Kita bangun pagi dan buka berita—isinya perang, ketidakadilan, dan kekacauan dunia.
- Kita lihat media sosial—hidup orang lain kelihatan lebih baik, lebih sukses.
- Kita kerja keras, tapi masih tidak cukup, atau bahkan merasa tidak dihargai.
- Kita sudah berdoa bertahun-tahun, tapi tidak ada perubahan.
Bagaimana kita tidak menjadi putus asa dengan semua hal buruk dan mengecewakan yang terjadi dalam diri kita dan di sekitar kita?
Saudara, ini bukan problem baru. Rasul Paulus pun hidup dalam tekanan yang dialami oleh kita.
- Surat 2 Korintus adalah salah satu surat Paulus yang paling intim. Di dalamnya ia mencurahkan isi hati-nya—tentang tantangan dalam pelayanan, penolakan dari orang-orang yang ia kasihi dan layani.
- Dan juga penderitaan yang terus-menerus ia alami.
Menariknya, justru dalam surat yang penuh penderitaan ini, Paulus juga berbicara tentang sukacita dan pengharapan lebih banyak daripada di surat-surat-nya yang lain.
Paulus mengalami hidup dalam penderitaan dan penolakkan—tapi ia tidak menyerah. Ia tidak menjadi kecewa karena apa yang dialaminya.
Bagaimana bisa? Hari ini kita akan belajar bagaimana Paulus menang dari keputusasaan—dan bagaimana kita juga bisa mengalami hidup yang berkemenangan.
Mari kita baca 2 Korintus 4:1-6:
1Oleh kemurahan Allah kami telah menerima pelayanan ini. Karena itu kami tidak tawar hati. 2Tetapi kami menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan; kami tidak berlaku licik dan tidak memalsukan firman Allah. Sebaliknya kami menyatakan kebenaran dan dengan demikian kami menyerahkan diri kami untuk dipertimbangkan oleh semua orang di hadapan Allah. 3Jika Injil yang kami beritakan masih tertutup juga, maka ia tertutup untuk mereka, yang akan binasa, 4yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah. 5Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus. 6 Sebab Allah yang telah berfirman: ”Dari dalam gelap akan terbit terang!”, Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus.
Bagaimana Rasul Paulus bisa menang dari keputusasaan?
Hari ini kita akan mencoba menjawab tiga pertanyaan penting:
- Apa rahasia dari rasul Paulus?
- Apa yang kita butuhkan?
- Bagaimana kita bisa memilikinya?
1. Apa rahasia dari rasul Paulus?
Banyak orang Kristen, meskipun rajin ke gereja, rajin melayani, tapi sebenarnya sedang bergumul dalam keputusasaan dan tidak ada sukacita dalam hidup mereka.
Perhatikan di sini kekuatan dan penghiburan Paulus datang dari dua sumber: Panggilan dan Injil
i) Misi
Paulus menulis:
“Oleh kemurahan Allah kami telah menerima pelayanan ini. Karena itu kami tidak tawar hati. (ἐγκακέω = Putus asa).” (2 Korintus 4:1)
Paulus tahu apa tujuan hidupnya.
- Ia telah menerima sebuah panggilan—sebuah misi—dari Allah.
- Bukan sembarang panggilan, tetapi Paulus memiliki misi ilahi.
Dan misi itu bukan hasil dari pencariannya sendiri. Paulus berkata bahwa misi itu dia terima karena kemurahan Allah.
Sebelum dikenal sebagai Paulus, dia dulu dikenal sebagai Saulus—seorang Yahudi yang suka menganiaya orang Kristen.
Tapi suatu hari, dalam perjalanannya ke Damsyik, memburu orang Kristen, dia mengalami perjumpaan dengan Tuhan Yesus yang mengubah hidupnya.
Kisah Para Rasul 9:3-8
3Dalam perjalanannya ke Damsyik, ketika ia sudah dekat kota itu, tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilingi dia. 4Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata kepadanya: ”Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?” 5Jawab Saulus: ”Siapakah Engkau, Tuhan?” Kata-Nya: ”Akulah Yesus yang kauaniaya itu. 6Tetapi bangunlah dan pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus kauperbuat.” 7Maka termangu-mangulah teman-temannya seperjalanan, karena mereka memang mendengar suara itu, tetapi tidak melihat seorang juga pun. 8Saulus bangun dan berdiri, lalu membuka matanya, tetapi ia tidak dapat melihat apa-apa; mereka harus menuntun dia masuk ke Damsyik.
Waktu itu, Paulus tidak sedang mencari Tuhan—tetapi justru Tuhan yang mencari dia dan memberinya misi, panggilan Ilahi.
Apa yang dapat kita pelajari dari kisah ini?
- Hidup tanpa panggilan / misi dari Tuhan akan membuat kita gampang jatuh ke dalam keputusasaan.
- Semua misi hidup kita yang lain, walaupun kelihatannya baik—apakah itu mencari kesuksesan atau kebesaran nama, semua-nya itu seperti sampah dibanding dengan misi yang kita miliki dalam Kristus.
- Masalahnya, manusia lebih senang hidup dalam kesuksesan menurut standar dunia, dari pada hidup dalam panggilan Tuhan.
Banyak dari kita mengalami keputusasaan karena kita hidup dalam misi Tuhan.
- Misi hidup kita hanya sekadar menyelesaikan studi dengan baik, mencari uang yang banyak, membangun karier sampai top, menyenangkan keluarga, mencari nama, dan sebagainya.
- Tahukah saudara bahwa, kita bisa memiliki semuanya dan tetap kecewa dan putus asa dalam hidup?
- Sesuatu hanya bisa dikatakan baik jika digunakan sesuai dengan tujuan atau fungsinya.
- Misalnya, saya bertanya: “Apakah jam tangan ini baik?” Jawabannya: Tergantung—baik untuk apa?
Karena jam tangan dibuat untuk menunjukkan waktu, maka kita bisa menyebutnya “baik” jika ia bisa menunjukkan waktu dengan tepat.
Tapi kalau jam tangan itu digunakan untuk hal lain—misalnya, untuk memukul paku—maka ia tidak akan berfungsi dengan baik. Itu bukan tujuan dibuatnya.
Demikian pula dengan hidup kita—Hidup kita hanya akan maksimal jika dijalani sesuai dengan tujuan dari Sang Pencipta.
Paulus menunjukkan bahwa hanya misi dari Tuhan yang dapat memberikan kita makna hidup yang sejati.
Dengan kata lain, tidak semua misi itu sama.
Saulus juga punya “misi” ketika ia menganiaya orang-orang percaya—tetapi itu bukan misi dari Allah.
Kita bisa memakai hidup kita untuk mencari kekayaan atau kebesaran nama, tetapi apakah itu tujuan yang Tuhan berikan bagi hidup Saudara?
ii) Injil
Sumber kekuatan Paulus yang kedua adalah Firman Allah, khususnya Injil yang sejati.
Setelah Paulus berkata bahwa dia tidak tawar hati karena memiliki panggilan Ilahi, dia lalu berkata, di ayat ke-2:
2 Korintus 4:2:
Tetapi kami menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan; kami tidak berlaku licik dan tidak memalsukan firman Allah. Sebaliknya kami menyatakan kebenaran dan dengan demikian kami menyerahkan diri kami untuk dipertimbangkan oleh semua orang di hadapan Allah.
Rahasia Paulus yang ke-2 adalah, dia menolak untuk berkompromi soal Injil, walaupun harus dia menghadapi oposisi yang begitu kuat.
- Injil yang sejati itu tidak pernah populer.
“Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah.” 1 Korintus 1:18
- Oleh sebab itu, banyak nabi-nabi palsu, pendeta-pendeta yang hanya ingin mencari kebesaran nama, yang berusaha mengubah berita Injil, supaya lebih menarik, dan gampang untuk diterima.
Contohnya: “Percayalah kepada Yesus, maka hidupmu tidak akan susah,” atau “Percaya kepada Yesus, maka penyakitmu akan sembuh.”
Semuanya ini adalah injil palsu.
Rasul Paulus tidak mau kompromi. Mengapa?
- Karena makanan rohani yang lemah akan menghasilkan orang-orang yang lemah dengan iman yang lemah.
- Sebab tidak diperlukan iman kalau yang dijanjikan hanyalah kekayaan dan kesuksesan. Semua orang mau percaya!
Salah satu alasan banyak orang Kristen mudah kecewa dan putus asa adalah karena mereka lembek dalam hal rohani.
Sama seperti tubuh kita melemah jika hanya makan junk food, maka roh kita pun akan lemah kalau kita kekurangan makanan rohani yang sehat.
Charles Spurgeon pernah berkhotbah yang judulnya “Orang Kristen yang Bahagia”—dalam khotbah itu dia mendorong jemaatnya agar tidak puas hanya jadi orang Kristen namun lembek rohani.
Dia berkata:
“Manusia duniawi memuji Tuhan saat hidupnya penuh berkat, tapi orang Kristen memuji Tuhan bahkan di tengah penderitaan.”
“The worldly person praises God when he gives abundance, but the Christian praises Him even when He brings suffering.
Jika kita memiliki dua hal ini, yaitu, hidup dalam panggilan/misi Tuhan, dan tidak kompromi dengan Injil, maka kita bisa mendapatkan kepuasan sejati dalam hidup ini. Kita tidak akan menjadi putus asa dan kecewa—walaupun harus mengalami penderitaan dalam hidup.
Lalu apa yang kita butuhkan untuk memperoleh hal tersebut?
2. Apa yang kita butuhkan?
Paulus menjelaskan bahwa Injil tertutup bagi orang-orang yang tidak percaya karena iblis telah membutakan pikiran mereka.
2 Korintus 4:3-4:
3 Jika Injil yang kami beritakan masih tertutup juga, maka ia tertutup untuk mereka, yang akan binasa, 4 yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah.
i) Mata Rohani (Spiritual Sight)
Paulus menyadari bahwa ketika seseorang menolak Injil, itu dikarenakan Injil tertutup bagi mereka yang binasa—mereka buta secara rohani.
Iblis—yang disebut “ilah zaman ini”—telah membutakan pikiran mereka dan mengeraskan hati mereka.
Akibatnya, mereka tidak bisa melihat keindahan Injil, yaitu kemuliaan Kristus.
Orang yang buta secara rohani melihat Yesus sebagai sesuatu yang berguna, bukan yang indah.
- Oleh karena itu, mereka lebih mencintai hal-hal yang bersifat sementara—seperti kesuksesan, penghargaan dari manusia, dan kesenangan duniawi).
- Mereka melihat Yesus berguna sebagai alat untuk mendapatkan sesuatu yang indah bagi mereka.
ii) Terang Allah (God’s Light)
Yang ke-2 adalah terang Allah, yaitu Injil yang menerangi kegelapan hati manusia.
2 Korintus 4:6
Sebab Allah yang telah berfirman: ”Dari dalam gelap akan terbit terang!”, Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus.
Tidak ada logika manusia, apalagi manipulasi emosi, yang sanggup membuka mata rohani manusia.
- Yang manusia perlukan bukanlah khotbah yang hebat dan menggugah hati, tetapi Injil Kristus yang dapat memancarkan cahaya ke dalam hati manusia yang gelap.
Rasul Paulus memahami hal ini—karena dia sendiri pernah mengalaminya.
- Saulus, walaupun secara fisik matanya melihat, tapi hatinya buta terhadap kemuliaan Kristus.
- Justru ketika dia berjumpa dengan cahaya Kristus, walaupun matanya buta, mata rohani Paulus mulai melihat kemuliaan Kristus.
Di Kisah Para Rasul pasal 21, kita dapat membaca bagaimana Paulus memberitakan Injil setelah dia baru saja dipukuli oleh massa.
Tahukah Saudara betapa berbahayanya amukan massa?
Dalam situasi dan kondisi yang sangat kacau, penuh kemarahan massa yang tak terkendali, apakah yang dilakukan oleh Paulus?
- Sewaktu nyawanya tinggal seutas benang, bukannya lari atau bersembunyi, Paulus justru berdiri dan memberitkan Injil kepada mereka dengan tenang.
Dari mana datangnya keberanian seperti itu?
Paulus mendapatkan keberaniannya dari terang Injil—yaitu kemuliaan Kristus.
Tidak hanya hidupnya bagi Kristus, tapi dia juga siap mati bagi Kristus.
Hal yang sama juga dialami oleh Stefanus, martir pertama yang dicatat di dalam Perjanjian Baru. Sebelum dia dilempari batu sampai mati, inilah yang terjadi:
‘Tetapi Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah. Lalu katanya: ”Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah.” ‘ (Kisah Para Rasul 7:55-56)
Paulus dan Stefanus tidak takut, apalagi kecewa dengan hidup, sebab mereka melihat kemuliaan Allah.
Untuk itulah saudara dan saya diciptakan.
Hidup yang senantiasa memandang keindahan Kristus dan memancarkan kemuliaan-Nya.
Lalu apa bedanya dengan melayani Tuhan dan rajin ke gereja, bahkan rajin membayar perpuluhan?
Perbedaan terletak pada polanya.
- Agama berkata: “Taatilah perintah-perintah Allah, supaya kamu diselamatkan.”
- Injil berkata: “Karena kamu sudah diselamatkan, maka kamu bisa taat.”
Tim Keller pernah berkata:
“Injil bukanlah undangan untuk mentaati perintah, tapi panggilan untuk mengikuti Sang Raja.”
“The gospel is not about choosing to follow advice, it’s about being called to follow a King.”
3. Bagaimana kita bisa memilikinya?
Bagaimana kita bisa memiliki hidup yang berkemenangan dari keputusasaan?
Setia kepada Injil
Paulus setia kepada Injil—di tengah-tengah penderitaan dia justru semakin teguh dalam komitmennya terhadap Injil.
Paulus menulis:
“Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus.” (2 Korintus 4:5)
Sebagai orang Kristen, kita dipanggil untuk memberitakan Injil—kemuliaan Kristus—bukan kemuliaan diri kita sendiri.
- Jika yang kita beritakan adalah kemuliaan diri sendiri, atau janji-janji duniawi, mungkin orang akan tertarik, bahkan banyak yang mengikuti kita, tetapi hidup mereka tidak akan berubah.
- Semangat dan sukacita juga akan naik turun tergantung dengan keadaan.
- Jika keadaan lagi baik, kita akan bersemangat.
- Namun jika keadaan sedang tidak baik, maka kita bisa menjadi putus asa dan kecewa.
Kita harus ingat bahwa hanya Injil yang dapat menyelamatkan.
- Paulus berkata:
“Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. “ (Roma 1:16)
Ini bukan berarti jika hidup kita berpusat pada Injil, maka semua hidup kita akan menjadi mulus—tetapi kita juga harus belajar untuk mempercayai waktu Tuhan.
Adoniram Judson
Adoniram Judson adalah misionaris pertama dari Amerika, yang dikenal karena pelayanannya di Burma (Myanmar).
Beberapa hal yang dialami oleh Judson adalah:
- 17 bulan dipenjara, bahkan disiksa sampai hampir mati.
- Istri pertama—menikah selama 14 tahun sampai istrinya meninggal karena komplikasi sakit dan kelelahan.
- Istri yang kedua—menikah selama 11 tahun juga meninggal karena sakit.
- Beberapa anaknya juga meninggal dunia karena sakit.
Setelah melayani 6 tahun di Burma baru ada satu orang yang akhirnya bertobat dan dibaptis.
Namun, dia tidak putus asa ataupun kecewa.
Pelan-pelan dia menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Burma yang akhirnya baru selesai setelah 21 tahun—dan terjemahannya masih dipakai sampai hari ini.
Saat meninggal di umur 61 tahun, hasil pelayanannya telah mencakup lebih dari 100 gereja dan ada ribuan orang percaya di Burma.
William Carrey
Ada seorang misionaris lagi yang saya ingin ceritakan.
William Carey adalah seorang misionaris dari Inggris yang melayani lebih dari 40 tahun di India dan ia menerjemahkan Alkitab ke dalam lebih dari 30 bahasa, ketika ditanya apa kunci keberhasilannya, ia menjawab:
“Aku bisa melangkah. Aku bertahan karena memiliki satu tujuan yang jelas. Inilah kunci dari segala keberhasilanku.”
“I can plod. I can persevere in any definite pursuit. To this I owe everything”
Aku bisa melangkah!
Sementara kita sering ingin tahu segalanya dahulu sebelum melangkah—mungkin hari ini, yang kita butuhkan hanyalah melangkah, langkah demi langkah, mempercayai waktu Tuhan.
Mungkin ada di antara dari Saudara yang hari ini mulai lelah ikut Yesus, mulai putus asa, bahkan mulai kehilangan sukacita.
Atau mungkin Saudara merasa tidak layak, atau merasa gagal sebagai orang Kristen.
Mungkin alasannya adalah karena Saudara lebih mengandalkan pada kekuatan dan kehebatan sendiri, bukan pada Kristus.
- Saudara begitu menginginkan penerimaan dan pengakuan dari orang lain—ingin terlihat hebat, sehingga kompromi dengan Injil.
- Atau Saudara terlalu mencintai kenyamanan hidup, sehingga enggan mengambil langkah iman, hidup yang sesuai dengan Injil.
Ini bukan soal pekerjaan. Saudara bisa jadi pendeta tapi hidup mengejar nama besar sendiri, bukan Yesus. Sedangkan Saudara mungkin ibu rumah tangga yang hidupmu bagi Kristus.
Identitas Saudara ada dalam Kristus, bukan dari pencapaian hidup.
Jika identitas saudara harus diraih sendiri, maka identitas itu rapuh—sebab kita terus berjuang membuktikan diri, dan akhirnya jatuh ke dalam kesombongan atau keputusasaan.
Paulus tidak putus asa karena dia terus-menerus memandang kepada Kristus.
- Matanya tertuju pada Yesus, yang telah menanggung kegelapan yang terdalam di atas kayu salib, supaya kita bisa berjalan dalam terang hari ini.
Kebangkitan Yesus adalah bukti bahwa Injil telah menang atas semua masalah—bahkan kematian.
Pengharapan yang tak tergoyahkan inilah yang dimiliki oleh Paulus.
Sewaktu kita mulai putus asa, Tuhan Yesus tidak datang menyemangati kita dan berkata, “Ayo, kuatkan dirimu! Kamu bisa!”
Tetapi justru Tuhan Yesus yang kuat datang untuk menggantikan kita yang lemah.
Dalam penderitaanmu,
Dalam ketidakpastian hidupmu,
Dalam kekecewaanmu,
Jangan lagi melihat ke dalam dirimu untuk mendapatkan kekuatan—
Namun, pandanglah pada Yesus.
Sorry, the comment form is closed at this time.