01 Sep Arti Tanah Perjanjian – Sept 12
By Ellis Widjaja
Tidak banyak orang mengetahui arti tanah perjanjian yang sesungguhnya bagi mereka secara pribadi. Sebagian besar mengartikannya sebagai berkat dan kesuksesan atau masa dimana semua keinginan hati terpenuhi.
Lukas 15:20-25 melukiskan tentang Tanah perjanjian. Ayat 20 berkata “ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya”, menggambarkan penantian seorang ayah ketika anaknya pergi. Waktu berlalu, seorang ayah tidak mampu melupakan kepergian anaknya dan ia tidak akan pernah mengubur kasihnya. Anak tersebut telah kehilangan begitu banyak hal disaat kepergiannya, tetapi tidak sedetikpun kasih bapanya hilang daripadanya.
Begitu pula dengan Allah kita. Tidak peduli seberapa jauh hati kita telah berpaling dariNya, tangan Tuhan senantiasa terbuka setiap saat supaya kita kembali padaNya. Ayat 20 juga berkata “ayahnya berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia”. Inilah tanah perjanjian kita, yaitu kasih Bapa yang tak berkesudahan, yang keindahannya tidak akan cukup untuk diungkapkan dalam kata-kata, yang tidak akan pernah dimengerti sepenuhnya oleh pikiran manusia. Saat kita memahami dan percaya akan kasihNya yang begitu mendalam bagi kita, saat itulah kita menemukan tanah perjanjian kita.
Manusia tidak akan pernah tahu dengan jelas akhir dari tanah perjanjian itu. Langkah pertama menuju tanah perjanjian adalah mengetahui dan percaya akan kasihNya kepada kita. Apapun yang akan terjadi selama perjalanan menuju tanah perjanjian itu tidak akan menghalangi kita untuk terus bersukacita.
Ayat 23 berkata,”marilah kita makan dan bersukacita”. Perhatikan kata “marilah”, yang berarti sukacita dalam Kristus hanyalah awal dari sukacita yang jauh lebih besar. Akan ada sambutan surgawi bagi kita untuk bersukacita lebih lagi di hari depan, dan hal ini akan terus bertambah hingga kita mencapai tanah perjanjian yang sesungguhnya.
Dalam Maleakhi 4:5, fokus kita juga dialihkan dari “masa lalu” ke “hari depan”, dari “memori” ke “pengharapan”. Tanah perjanjian yang Tuhan siapkan adalah hari depan yang penuh kemuliaan Allah. Mengapa sang ayah tidak terburu-buru menarik kembali anaknya yang pergi jauh? Karena untuk menerima tanah perjanjian tersebut, dibutuhkan perubahan hati kita. Kerinduan Bapa untuk setiap kita masuk ke tanah perjanjianNya, merupakan kerinduanNya untuk melihat transformasi hati kita lebih dalam lagi. Bagi Allah, saat hati kita berpaling kepadaNya, saat itulah kita menemukan tanah perjanjian kita.
“May the God of hope fill you with all joy and peace in believing, so that by the power of the Holy Spirit you may abound in hope.” – Romans 15:13
Sorry, the comment form is closed at this time.