01 Mar I am Favoured and Blessed – March 13
By Abigail
Pesta pernikahan kami sudah dipersiapkan sejak 1,5 tahun sebelumnya. Sebulan sebelum hari pernikahan, kami harus berpisah karena aplikasi visa PR skilled migration saya ditolak dan diharuskan meninggalkanAustralia. Pihak keluarga menyarankan supaya kami menikah secara catatan sipil diIndonesiasaja dan tidak perlu menunggu pemberkatan di gereja. Hal ini adalah ujian prinsip kehidupan, karena kami ingin Tuhan yang membuka pintu rumah tangga kami. Mendahulukan catatan sipil di atas pemberkatan di gereja merupakan pelanggaran dari prinsip kehidupan yang kami pegang.
Proses pemisahan sementara terasa tidak mudah. Ancaman untuk kehilangan uang deposit karena kemungkinan pembatalan acara juga merupakan masalah yang lain, apalagi undangan sudah dibagikan. Pada saat itu,Jakartajuga sedang mengalami banjir sehingga proses permohonan visa juga terancam mengalami keterlambatan. Situasi seperti itu seakan-akan menantang prinsip hidup kami untuk tidak mendahulukan Tuhan. Semua jalan seolah-olah menjadi buntu.
Akan tetapi, Tuhan selalu memberikan kemurahan yang melimpah (extravagant favour) dan tidak mengecewakan anakNya yang menaruh harapan kepadaNya. Tiba-tiba kedutaanAustralia memberikan kabar bahwa proses bisa diselesaikan segera dalam waktu 24 jam.
Akhirnya, saya tiba diAustraliapada hari Kamis untuk menghadiri hari pernikahan kami pada hari Sabtu. Yang terpenting adalah keinginan kami supaya Tuhan membuka pintu pernikahan kami itu tergenapi. Semua itu bukan dengan kekuatan kami, tetapi kami hanya perlu percaya bahwa Dia sendiri yang menggenapinya.
Kalimat yang menjadi rhema pada saat ujian itu berlangsung:
“Aku tahu segala pekerjaanmu: lihatlah, Aku telah membuka pintu bagimu, yang tidak dapat ditutup oleh seorangpun. Aku tahu bahwa kekuatanmu tidak seberapa, namun engkau menuruti firman-Ku dan engkau tidak menyangkal nama-Ku.”
Sorry, the comment form is closed at this time.