01 Mar Reason For Joy
By: Hartadi Rahardja
‘Bersyukur’ lebih mudah untuk diucapkan daripada dilakukan.
Selama masa kuliah, saya selalu diingatkan untuk bersyukur. Pada saat itu, saya diharuskan bekerja part-time karena kondisi ekonomi yang kurang baik. Kesibukan kuliah dan bekerja sering membuat saya lupa bersyukur, bahkan mulai bersungut-sungut: Mengapa saya tidak bisa menikmati masa kuliah seperti teman-teman saya yang lain? Setiap kali ada waktu luang dari kuliah, saya harus memanfaatkannya untuk bekerja. Selain dari itu, saya dituntut untuk mendapatkan nilai yang terbaik tanpa menghiraukan kelelahan saya.
Efek dari sikap bersungut-sungut membuat sukacita saya hilang. Sukacita yang Tuhan berikan, dimana saya seharusnya bersyukur masih diijinkan belajar di Sydney, mendapat pekerjaan baik yang tidak mengganggu waktu kuliah, teman-teman yang membantu saya belajar saat saya sibuk dan lelah, keluarga yang selalu memberi semangat dan banyak lagi. Tuhan membukakan mata saya akan semua itu, bahwa yang saya lakukan tidak menunjukkan sebagaimana seharusnya pengikutNya hidup.
Visi gereja ini adalah kita menjadi representasi kerajaan Allah dalam dunia ini. Sebagai pengikut Kristus, sukacita adalah simbol kehidupan kita. Jangan biarkan sukacita itu direbut hanya karena kita lebih sering bersungut-sungut daripada bersyukur. Kita tahu bahwa Tuhan yang lebih dulu mengasihi kita, bukan karena kita layak, tapi karena kasih dan keinginanNya. Jika kita mengerti betapa besar kasihNya pada kita dan bahkan mengutus anakNya untuk menebus dosa kita, kita tidak akan bersungut-sungut melainkan bersyukur.
Ingat, mengikuti Kristus bukan berarti kita terlepas dari cobaan dan kesukaran, tetapi Dia berjanji akan selalu beserta kita. Kristus yang adalah sumber sukacita kita tidak pernah meninggalkan, maka dari itu kita bisa bersyukur dalam setiap keadaan.
Sorry, the comment form is closed at this time.