17 Nov Menghadapi keputusasaan
1 Raja-raja 19:1-18
1 Raja-raja 19:11-14 – Lalu firman-Nya: “Keluarlah dan berdiri di atas gunung itu di hadapan TUHAN!” Maka TUHAN lalu! Angin besar dan kuat, yang membelah gunung-gunung dan memecahkan bukit-bukit batu, mendahului TUHAN. Tetapi tidak ada TUHAN dalam angin itu. Dan sesudah angin itu datanglah gempa. Tetapi tidak ada TUHAN dalam gempa itu. Dan sesudah gempa itu datanglah api. Tetapi tidak ada TUHAN dalam api itu. Dan sesudah api itu datanglah bunyi angin sepoi-sepoi basa. Segera sesudah Elia mendengarnya, ia menyelubungi mukanya dengan jubahnya, lalu pergi ke luar dan berdiri di pintu gua itu. Maka datanglah suara kepadanya yang berbunyi: “Apakah kerjamu di sini, hai Elia?” Jawabnya: “Aku bekerja segiat-giatnya bagi TUHAN, Allah semesta alam, karena orang Israel meninggalkan perjanjian-Mu, meruntuhkan mezbah-mezbah-Mu dan membunuh nabi-nabi-Mu dengan pedang; hanya aku seorang dirilah yang masih hidup, dan mereka ingin mencabut nyawaku.”
Pernahkah anda berkata, “Tuhan, sudah cukup. Aku tidak kuat lagi!”? Satu hari hidup tampaknya berjalan seperti yang anda harapkan. Semuanya baik-baik saja. Matahari bersinar. Tuhan itu baik dan hidup ini indah. Tetapi keesokan harinya, dunia anda terbalik. Tidak ada yang berjalan seperti yang anda harapkan. Anda tahu bahwa Tuhan itu baik, tetapi anda merasa seperti Tuhan itu tidak baik. Rasanya seperti Tuhan telah melupakan anda. Rasanya seperti anda sendirian, diserang, dan Tuhan tidak peduli. Seolah-olah anda sedang berjalan dalam kegelapan total dan anda tidak dapat melihat jalan keluar. Anda sangat putus asa. Dan anda bertanya-tanya untuk berapa lama lagi anda harus berada dalam situasi itu. Jadi anda berkata kepada Tuhan, “Sudah cukup. Aku tidak kuat lagi!” Pernahkan anda mengalaminya? Saya tidak bermaksud menakut-nakuti anda, tetapi jika anda belum pernah mengalaminya, anda akan mengalaminya. Ini adalah suatu kondisi yang terkenal dalam sejarah sebagai ‘the dark night of the soul’ atau apa yang kita kenal sebagai depresi rohani. Dan ini adalah masalah yang jauh lebih umum daripada yang kita kira.
Saya akan memberikan konteks bacaan kita hari ini terlebih dahulu. Elia baru saja meraih kemenangan besar melawan nabi-nabi Baal. Mereka bertanding memanggil api dari langit, dan Elia menang. Dan kemenangannya sangat luar biasa. 450 nabi Baal memanggil nama Baal selama 6 jam dan tidak ada yang terjadi. Elia hanya butuh waktu kurang dari satu menit untuk berdoa kepada Tuhan dan Tuhan menjawab Elia dengan api dari langit. Dan orang-orang Israel berseru, “Tuhan Dialah Allah, Tuhan Dialah Allah” dan mereka membantai para nabi Baal. Suatu momen yang sangat luar biasa. Ini ibaratnya seperti Elia baru saja memenangkan Piala Dunia. Namun setelah itu, tepat setelah puncak rohani tersebut, Elia jatuh ke dalam lembah rohani. Dia mengalami depresi rohani. Bukankah itu seringkali cerita hidup kita? Tepat setelah mencapai titik tertinggi dalam kehidupan rohani, kita jatuh ke dalam titik terendah dalam kehidupan rohani. Hal ini tentu juga terjadi pada para pendeta. Saya berikan sebuah rahasia pendeta. Tahukah anda hari apa yang paling buruk dalam satu minggu bagi para pendeta? Hari Senin. Karena pada hari Minggu, para pendeta sedang dalam kondisi rohani yang tinggi. Mereka telah berdoa sepanjang minggu dan bekerja keras untuk mempersiapkan khotbah pada hari Minggu. Mereka memiliki harapan yang tinggi akan apa yang akan Tuhan lakukan pada hari Minggu. Tuhan akan melawat umat-Nya melalui khotbah yang sudah disiapkan. Namun pada hari Senin, mereka menyadari betapa lemahnya mereka dan tidak ada yang dapat mereka lakukan untuk mengubah jemaat. Mereka mengingat semua wajah jemaat yang ngantuk sepanjang khotbah. Mereka mendengar keluhan yang sama yang dimiliki jemaat. Mereka menghadapi tantangan pelayanan yang sama dengan sebelumnya. Jadi mereka merasa putus asa. Tetapi ini bukan hanya masalah bagi para pendeta, tetapi juga bagi setiap anda. Anda taat kepada Tuhan, anda mengalami berkat Tuhan, anda berada di puncak kerohanian, tetapi kemudian kehidupan berubah secara tak terduga. Pernikahan anda berantakan, anak anda menjauh dari Kekristenan, anda diberhentikan dari pekerjaan, dan anda bertanya-tanya, “Apakah aku melakukan sesuatu yang salah? Mengapa hal ini terjadi padaku? Tuhan, di manakah Engkau? Apakah Engkau ada?” Inilah yang dialami oleh Elia dan inilah yang akan kita bicarakan hari ini. Bagaimana menghadapi keputusasaan?
Inilah tiga poin khotbah saya: depresi rohani; kebaikan Tuhan; perintah Tuhan.
Depresi rohani
1 Raja-raja 19:1-4 – Ketika Ahab memberitahukan kepada Izebel segala yang dilakukan Elia dan perihal Elia membunuh semua nabi itu dengan pedang, maka Izebel menyuruh seorang suruhan mengatakan kepada Elia: “Beginilah kiranya para allah menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jika besok kira-kira pada waktu ini aku tidak membuat nyawamu sama seperti nyawa salah seorang dari mereka itu.” Maka takutlah ia, lalu bangkit dan pergi menyelamatkan nyawanya; dan setelah sampai ke Bersyeba, yang termasuk wilayah Yehuda, ia meninggalkan bujangnya di sana. Tetapi ia sendiri masuk ke padang gurun sehari perjalanan jauhnya, lalu duduk di bawah sebuah pohon arar. Kemudian ia ingin mati, katanya: “Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku.”
Apa yang terjadi di akhir pasal 18 adalah Elia pergi mendahului Raja Ahab ke kota Yizreel. Ini aneh. Yizreel adalah tempat tinggal Ahab dan Izebel. Dan mereka telah mencoba untuk membunuh Elia dan memasang harga untuk kepala Elia. Elia adalah seorang buronan. Jadi, mengapa dia pergi ke kota yang sangat berbahaya untuk dia? Karena Elia mengharapkan kebangunan rohani akan terjadi. Elia baru saja menyaksikan bangsa Israel kembali kepada Tuhan. Dia berharap Ahab dan Izebel akan bertobat dari dosa-dosa mereka atau orang-orang akan mengusir mereka. Elia sangat yakin bahwa Tuhan akan melakukan sesuatu yang besar di Yizreel atau dia tidak akan pernah pergi ke sana. Tetapi kemudian kenyataan menghantam dia. Ahab menceritakan kepada Izebel segala sesuatu yang terjadi di gunung Karmel. Dan bukannya mengakui Tuhan Elia, Izebel malah mengirim pesan kepada Elia, “Kiranya para allah membunuhku jika kamu tidak mati besok.” Bukannya mendapat sambutan pahlawan, Elia malah menerima ancaman. Dia berharap Ahab dan Izebel akan bertobat atau disingkirkan, tetapi yang terjadi Izebel malah bersumpah untuk membunuhnya. Ketika mendengar hal itu, Elia menjadi takut dan lari menyelamatkan diri. Dia pergi ke Bersyeba dan meninggalkan bujangnya di sana. Ini sama saja dengan dia berkata, “Aku tidak membutuhkan bantuanmu lagi. Aku berhenti. Aku tidak akan pelayanan lagi.” Dan kemudian dia pergi ke padang gurun di mana dia berkata kepada Tuhan, “Cukup sudah. Aku tidak bisa melakukannya lagi. Aku benar-benar sudah kehabisan bensin. Aku tidak punya apa-apa lagi. Akhiri saja semuanya bagi aku sekarang. Ambil nyawaku.” Elia depresi dan dia minta mati. Namun perlu dicatat, Elijah tidak mencoba bunuh diri. Dia tahu bahwa dia tidak memiliki hak untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Hidup dan mati adalah hak milik Tuhan. Perhatikan. Kita tidak pernah boleh mengakhiri hidup kita sendiri dalam keadaan apa pun. Untuk memutuskan antara hidup dan mati adalah hak prerogatif Tuhan semata-mata. Mengambil nyawa kita sendiri adalah dosa di mata Tuhan. Elia tidak mencoba untuk bunuh diri; dia meminta Tuhan untuk mengambil nyawanya.
Dan apa yang dialami Elia tidak hanya terjadi pada Elia saja. Ini adalah pengalaman yang cukup umum dalam Alkitab. Hal ini terjadi pada banyak raksasa rohani. Saya berikan satu contoh lain. Tahukah anda bahwa Musa juga pernah meminta Tuhan untuk mengambil nyawanya? Baca Bilangan 11. Musa terjepit di tengah-tengah antara bangsa Israel dan Tuhan. Bangsa Israel mengeluh karena mereka tidak memiliki daging untuk dimakan, dan Tuhan marah kepada bangsa Israel karena mereka tidak bersyukur. Lalu Musa berkata kepada Tuhan, “Apa yang telah kulakukan sehingga aku layak menerima ini? Apakah aku yang mengandung orang-orang ini? Mereka bukan milikku. Mereka adalah milik-Mu. Jadi mengapa aku harus menanggung beban mereka? Sudah cukup. Aku tidak bisa melakukannya. Jika Engkau memperlakukan aku seperti ini, ambil saja nyawaku.” Itu Musa. Anda bisa lihat? Elia dan Musa bukanlah orang Kristen yang belum dewasa. Mereka adalah raksasa rohani yang mengalami kesuksesan yang luar biasa dalam pelayanan mereka. Tetapi mereka mengalami depresi dan meminta mati.
Inilah maksud saya. Depresi rohani dapat terjadi bahkan jika kita telah melakukan segalanya dengan benar. Depresi rohani dapat terjadi pada siapa saja, dan akan terjadi pada semua orang. Tidak peduli siapa kita. Kita mungkin seorang pahlawan iman, atau kita mungkin seorang yang baru dalam iman, hal itu tidak membebaskan kita dari depresi rohani. Banyak orang memiliki pemikiran yang salah tentang Kekristenan. Mereka berpikir bahwa jika mereka percaya kepada Tuhan, semua masalah mereka akan selesai. Jika mereka benar-benar percaya kepada Tuhan, maka Tuhan akan memberikan mereka kehidupan yang terbaik saat ini. Tetapi itu bukanlah Kekristenan. Mengikuti Tuhan tidak membebaskan kita dari masalah. Taat kepada Tuhan tidak mengakhiri kesulitan dalam hidup. Orang Kristen terluka. Orang Kristen mengalami putus asa dan depresi. Orang Kristen menjadi takut dan lari menyelamatkan diri. Dan kadang-kadang, orang Kristen minta mati.
Kecenderungan kita ketika kita mengalami depresi rohani adalah mengajukan pertanyaan, “Kesalahan apa yang telah aku lakukan? Apa yang telah aku lakukan sehingga aku pantas menerima ini? Apakah Tuhan sedang menghukum aku?” Kita hidup dengan asumsi bahwa jika kita rajin melakukan disiplin rohani kita, maka tidak akan ada yang salah. Jadi, ketika kita bertemu dengan orang-orang yang sedang mengalami depresi rohani, kita mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini. “Apakah kamu sudah berdoa? Apakah kamu sudah membaca Alkitab? Apakah kamu sudah berpuasa? Apakah kamu sudah melayani di gereja? Oh, kamu belum pelayanan. Itu sebabnya. Kamu harus mulai melayani. Kita lagi membutuhkan guru sekolah minggu. Lakukan itu dan kamu akan baik-baik saja.” Kita cenderung sangat moralis. Atau, kita mengatakan, “Tahukah kamu apa masalahmu? Kamu kurang iman. Yang kamu butuhkan adalah iman yang lebih. Jika kamu memiliki iman yang lebih kepada Tuhan, kamu tidak akan mengalami depresi rohani. Kamu harus rajin bahasa roh untuk membangun imanmu.” Kita cenderung sangat menghakimi secara rohani. Namun, itu bukanlah kesaksian Alkitab. Alkitab mengatakan bahwa kita dapat melakukan segala sesuatu dengan benar dan tetap mengalami masa-masa kegelapan.
Tetapi bagaimana Elia bisa sampai di titik itu? Teks memberikan kita petunjuk. Elia kelelahan secara fisik, emosional, dan spiritual. Dia kelelahan secara fisik karena dia selalu bergerak. Dia berlari sejauh 30 km dari gunung Karmel ke Yizreel. Kemudian ketika Izebel mengancamnya, dia berlari sejauh 150 km ke Bersyeba. Kemudian dia pergi satu hari perjalanan ke padang gurun. Dan setelah ini, dia akan melakukan perjalanan ke gunung Horeb. Pada saat dia sampai di gunung Horeb, dia sudah melakukan perjalanan sekitar 500 km dengan berjalan kaki. Bukan dengan kuda atau pesawat. Dapat dikatakan bahwa Elia kelelahan secara fisik. Dan kelelahan fisik dapat menyebabkan depresi rohani. Saya akan membacakan sebuah kutipan dari Martyn Lloyd Jones. Dia adalah seorang dokter yang sangat handal sebelum dia menjadi seorang pendeta. “Ketika anda lemah secara fisik, anda lebih rentan terhadap serangan keputusasaan dan depresi rohani. Jika anda menyadari bahwa kondisi fisik mungkin ikut bertanggung jawab atas kondisi rohani dan memberikan kelonggaran untuk hal ini, anda akan lebih mampu menangani masalah rohani.” Apakah anda dengar apa yang dia katakan? Orang yang lemah secara fisik lebih rentan terhadap pergumulan emosional dan depresi rohani.
Elia juga terkuras secara emosional. Ini adalah masalah harapan yang tidak terpenuhi. Elia mengharapkan kebangunan rohani, tetapi sebaliknya, ia harus lari untuk menyelamatkan diri. Elia mengira dia telah mengetahui segalanya. Dia berpikir jika dia memiliki formula yang tepat, semuanya akan baik-baik saja. Namun, bukannya disambut sebagai pahlawan, Elia justru mengalami gelombang demi gelombang masalah. Dia tidak memiliki kendali atas situasi, dan dia merasa tidak berdaya. Dia kewalahan. Apakah anda bisa lihat? Kita hidup dengan asumsi bahwa jika kita melakukan A maka Tuhan akan melakukan B. Kita berasumsi bahwa kita dapat mengendalikan hasilnya. Jadi, ketika segala sesuatunya tidak berjalan seperti yang kita harapkan, kita kecewa. Bukan berarti kita berhenti percaya kepada Tuhan. Kita masih percaya bahwa Tuhan itu baik, penuh kasih, dan maha kuasa. Namun, mengapa Dia tidak menolong kita? Dan kita bertanya-tanya di mana letak kesalahannya. Hal ini sangat menguras emosi. Harapan yang tidak terpenuhi dapat menyebabkan depresi rohani.
Elia juga mengalami hal yang sama secara spiritual. Elia telah melawan para nabi Baal. Dan begitu dia memenangkan pertempuran itu, dia harus menghadapi Izebel, gundik Baal. Jadi, Elia terus menerus mendapatkan serangan rohani, dan ia kehilangan pandangannya terhadap Tuhan. Dia berani saat melawan nabi-nabi Baal, tetapi dia pengecut saat berhadapan dengan Izebel. Dia mengarahkan pandangannya kepada Tuhan dalam satu pertempuran, dia mengalihkan pandangannya dari Tuhan dalam pertempuran lainnya. Serangan rohani yang bertubi-tubi dapat membawa kita ke titik keputusasaan. Kita perlu mengingat hal ini. Selama kita berada di dunia yang berdosa ini, kita akan terus-menerus berada dalam peperangan rohani. Musuh akan terus menyerang kita. Tahukah anda kapan waktu terbaik bagi musuh untuk menyerang kita? Setelah mengalami puncak rohani. Kita paling rentan terhadap serangan musuh setelah kita mengalami masa kerohanian yang tinggi. Itulah yang terjadi pada Yesus. Tepat setelah Yesus mengalami masa kerohanian yang tinggi di mana langit terbuka dan Allah Bapa berkata, “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan,” apakah anda ingat apa yang terjadi selanjutnya? Dia dibawa ke padang gurun selama 40 hari 40 malam tanpa makan dan minum, dan dia dicobai oleh Iblis. Pernahkah anda mengalaminya? Anda percaya kepada Tuhan, anda taat kepada Tuhan, anda mengalami puncak kerohanian, dan kemudian anda tiba-tiba dihantam gelombang demi gelombang masalah, dan sangat sulit bagi anda untuk memahami mengapa hal itu terjadi. Jadi, anda bertanya, “Mengapa Tuhan mengizinkan ini terjadi? Aku bingung. Aku tidak mengerti.” Serangan rohani yang terus menerus dapat menyebabkan depresi rohani. Jadi, inilah yang dialami oleh Elia. Dan sekarang kita akan melihat bagaimana Tuhan menangani permasalahan Elia.
Kebaikan Tuhan
1 Raja-raja 19:5-8 – Sesudah itu ia berbaring dan tidur di bawah pohon arar itu. Tetapi tiba-tiba seorang malaikat menyentuh dia serta berkata kepadanya: “Bangunlah, makanlah!” Ketika ia melihat sekitarnya, maka pada sebelah kepalanya ada roti bakar, dan sebuah kendi berisi air. Lalu ia makan dan minum, kemudian berbaring pula. Tetapi malaikat TUHAN datang untuk kedua kalinya dan menyentuh dia serta berkata: “Bangunlah, makanlah! Sebab kalau tidak, perjalananmu nanti terlalu jauh bagimu.” Maka bangunlah ia, lalu makan dan minum, dan oleh kekuatan makanan itu ia berjalan empat puluh hari empat puluh malam lamanya sampai ke gunung Allah, yakni gunung Horeb.
Hal pertama yang Tuhan lakukan adalah Dia memberikan istirahat secara fisik kepada Elia. Tuhan mengutus seorang malaikat kepada Elia. Kita mungkin berpikir bahwa Tuhan mengutus malaikat untuk menegur Elia. “Lancang sekali kamu meragukan Tuhan. Lancang sekali kamu meminta Tuhan untuk mengambil nyawamu. Miliki iman yang lebih. Berhenti menjadi lemah. Ini, baca buku terbaru John Piper tentang iman.” Tetapi Tuhan tidak melakukan itu. Tidak ada teguran, tidak ada ceramah, tidak ada khotbah. Tahukah anda apa yang dilakukan malaikat? Ketika Elia sedang tidur, malaikat membuatkan roti bakar untuk Elia. Ini satu-satunya tempat dalam Alkitab di mana malaikat membuat roti bakar. Dan ketika dia selesai membuat roti, malaikat itu berkata kepada Elia, “Bangunlah dan makanlah. Kamu capek. Kamu kelelahan. Kamu membutuhkan makanan. Makanlah dan kemudian tidurlah lagi.” Jadi, solusi Tuhan untuk depresi Elia adalah, “Tidurlah dan makanlah roti bakar.” Mengapa? Karena Tuhan mengerti bahwa Elia memiliki tubuh fisik dan hidup di dunia fisik.
Perhatikan. Terkadang yang kita butuhkan bukanlah doa. Terkadang yang kita butuhkan bukanlah khotbah. Terkadang yang kita butuhkan bukanlah membaca buku rohani. Tahukah anda apa yang kita butuhkan? Terkadang yang kita butuhkan adalah tidur yang nyenyak dan nasi goreng yang enak. Beberapa dari anda mungkin berpikir, “Ini aplikasi khotbah yang paling tidak rohani yang pernah aku dengar.” Tetapi itulah yang Tuhan lakukan untuk Elia. Jadi, salah satu cara untuk menghadapi depresi rohani adalah dengan tidur siang. Tetapi jangan sekarang. Beberapa dari anda terlalu semangat menerapkan khotbah ini. Inilah yang tidak boleh kita lewatkan. Kita tidak dapat memisahkan kesehatan jasmani dari kesehatan rohani. Kesehatan jasmani dan rohani kita lebih terhubung daripada yang kita kira. Saya mengalami hal ini secara langsung. Setiap kali saya kurang tidur karena menonton Manchester United kalah, saya menjadi mudah frustasi. Hal ini mempengaruhi emosi saya, dan kemudian karenanya mempengaruhi kesehatan rohani saya. Saya mudah kesal dan banyak mengeluh. Tetapi ketika saya memiliki tidur yang cukup dan berolahraga secara teratur, jauh lebih mudah bagi saya untuk bersukacita dan memusatkan pikiran saya kepada Tuhan. Mari kita lanjutkan.
1 Raja-raja 19:9-10 – Di sana masuklah ia ke dalam sebuah gua dan bermalam di situ. Maka firman TUHAN datang kepadanya, demikian: “Apakah kerjamu di sini, hai Elia?” Jawabnya: “Aku bekerja segiat-giatnya bagi TUHAN, Allah semesta alam, karena orang Israel meninggalkan perjanjian-Mu, meruntuhkan mezbah-mezbah-Mu dan membunuh nabi-nabi-Mu dengan pedang; hanya aku seorang dirilah yang masih hidup dan mereka ingin mencabut nyawaku.”
Hal kedua yang Tuhan lakukan adalah mendengarkan Elia. Elia pergi ke gunung Horeb. Dan begitu sampai di sana, Tuhan bertanya kepada Elia, “Apa yang kamu lakukan di sini, Elia?” Ketika Tuhan bertanya, Tuhan tidak pernah bertanya untuk mendapatkan informasi. Tuhan mengetahui segala sesuatu. Tuhan mengajukan pertanyaan untuk memberikan informasi. Ini adalah undangan dari Tuhan untuk Elia mencurahkan isi hatinya. Dia mengundang Elia untuk berbicara. Apa yang Tuhan lakukan adalah Dia melayani Elia secara psikologis. Ini adalah sesuatu yang perlu kita mengerti. Hidup dengan iman bukan berarti kita tidak jujur dengan perasaan kita. Kita tidak berpura-pura bahwa perasaan kita tidak nyata. Tidak semua perasaan yang kita rasakan adalah sah, tetapi kita tidak dapat memperbaiki sumber perasaan kita jika kita tidak jujur tentang hal itu. Mengekspresikan perasaan kita membantu kita untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di dalam hati kita.
Kitab Mazmur penuh dengan contoh tentang orang-orang yang mencurahkan isi hatinya kepada Tuhan. Mereka mengatakan hal-hal seperti, “Aku tidak merasakan Tuhan. Aku tidak mendapatkan apa-apa sewaktu aku datang ke gereja. Aku tidak merasakan apa pun ketika aku beribadah. Aku tidak menerima apa-apa ketika aku berdoa dan membaca Alkitab.” Tetapi tahukah anda apa yang mereka lakukan? Mereka berbicara kepada Tuhan. Mereka mencurahkan isi hati mereka kepada Tuhan. Apakah anda bisa lihat? Yang tidak boleh anda lakukan adalah menjauh dari Tuhan karena anda tidak merasakan Tuhan. Itu hanya akan memperburuk keadaan. “Tapi aku tidak merasakan apa-apa.” Tidak masalah. Jujurlah dengan Tuhan tentang hal itu. Jika anda marah kepada Tuhan, katakan kepada Tuhan bahwa anda marah kepada-Nya. Jika anda kecewa dengan Tuhan, katakan bahwa anda kecewa dengan-Nya. Jika anda tidak merasakan Tuhan, katakan bahwa anda tidak merasakan-Nya. Karena jika Tuhan tidak nyata bagi anda dan anda menjauh dari Tuhan, Tuhan akan tetap tidak nyata sepuluh kali lebih lama dibandingkan jika anda datang kepada-Nya. Tetapi jika anda berbicara dengan jujur kepada Tuhan, perlahan-lahan anda akan mulai merasakan Tuhan. Ini seperti ketika anda terbangun di tengah malam dan keadaan benar-benar gelap. Saat pertama kali membuka mata, anda tidak dapat melihat apa-apa. Kemudian anda dapat menutup mata anda dan anda tidak akan melihat apa-apa. Atau anda bisa membuka mata anda untuk sementara waktu dan mata anda akan mulai menyesuaikan. Perlahan-lahan, anda akan melihat sedikit cahaya yang masuk melalui pintu dan anda bisa melihat. Dan inilah yang harus anda lakukan dalam kegelapan rohani. Anda harus tetap membuka mata rohani anda dan berbicara kepada Tuhan, dan anda akan menemukan kegelapan mulai terangkat. Perhatikan ini. Tuhan tidak takut dengan teologi kita yang buruk. Tuhan tidak terintimidasi dengan keraguan dan pertanyaan kita. Tetapi Dia ingin kita membawa keraguan dan pertanyaan kita kepada-Nya. Dia mengundang kita untuk mencurahkan isi hati kita kepada-Nya. Jadi, Tuhan memenuhi kebutuhan fisik dan emosional Elia. Tetapi Dia tidak berhenti di situ. Sekarang Dia akan memenuhi kebutuhan spiritual Elia.
Perintah Tuhan
1 Raja-raja 19:11-13 – Lalu firman-Nya: “Keluarlah dan berdiri di atas gunung itu di hadapan TUHAN!” Maka TUHAN lalu! Angin besar dan kuat, yang membelah gunung-gunung dan memecahkan bukit-bukit batu, mendahului TUHAN. Tetapi tidak ada TUHAN dalam angin itu. Dan sesudah angin itu datanglah gempa. Tetapi tidak ada TUHAN dalam gempa itu. Dan sesudah gempa itu datanglah api. Tetapi tidak ada TUHAN dalam api itu. Dan sesudah api itu datanglah bunyi angin sepoi-sepoi basa. Segera sesudah Elia mendengarnya, ia menyelubungi mukanya dengan jubahnya, lalu pergi ke luar dan berdiri di pintu gua itu. Maka datanglah suara kepadanya yang berbunyi: “Apakah kerjamu di sini, hai Elia?”
Jangan lewatkan pentingnya detail-detail ini. Tuhan menyuruh Elia untuk keluar dan berdiri di hadapan-Nya. Dan Tuhan lewat dan terjadilah angin besar, gempa, dan api. Mengapa angin besar, gempa, dan api? Karena begitulah cara kita mengharapkan kehadiran Tuhan. Kita mengharapkan sesuatu yang spektakuler. Kita mengharapkan sesuatu yang dahsyat, sesuatu yang ajaib. Dan itu tidak salah. Tuhan dapat melakukan hal itu. Di gunung yang sama, gunung Horeb, Tuhan menyatakan diri-Nya kepada Musa melalui semak yang menyala dengan api. Kemudian ketika Musa memimpin bangsa Israel ke gunung Sinai, Tuhan menyatakan diri-Nya melalui gempa dan guntur. Pada hari Pentakosta, Tuhan menyatakan diri-Nya melalui angin. Angin, api, dan gempa adalah representasi kehadiran Tuhan yang sering kita lihat di dalam Alkitab. Namun dalam cerita ini, Tuhan tidak berada di dalam semua itu.
Apa yang diajarkan teks ini kepada kita? Ini menunjukkan kepada kita bahwa jawaban Tuhan dalam hidup kita tidak selalu datang dengan cara yang kita harapkan. Daripada melalui angin, api, dan gempa, Tuhan menyatakan diri-Nya melalui sesuatu yang lain. Dia menyatakan diri-Nya melalui angin sepoi-sepoi. Ini terjemahan yang kurang tepat. Bahasa Inggrisnya mengatakan ‘low whisper’ atau bisikian yang pelan. Apa artinya? Ketika kita berbicara tentang bisikan, kita berbicara tentang kata-kata yang diucapkan. Ketika Elia mendengar bisikan yang pelan itu, dia berjalan keluar. Dia tahu bahwa Tuhan ada di sana. Dan gereja Tuhan, inilah yang kita butuhkan. Perhatikan. Jika kita ingin mendengar Tuhan berbicara kepada kita, jangan mencari Dia dalam hal yang spektakuler; carilah Dia dalam firman-Nya. Apakah Tuhan dapat berbicara kepada kita melalui mimpi, penglihatan, ataupun nubuatan? Tentu bisa. Tetapi cara yang paling utama dan mendasar Tuhan berbicara kepada kita adalah melalui firman-Nya. Jadi, jika kita ingin berjumpa dengan Tuhan, jika kita ingin mendengar dari Tuhan, jangan mencari tanda di langit. Bukalah Alkitab karena Alkitab adalah suara Tuhan. Lalu lihat apa yang Tuhan lakukan selanjutnya.
1 Raja-raja 19:14-18 – Jawabnya: “Aku bekerja segiat-giatnya bagi TUHAN, Allah semesta alam, karena orang Israel meninggalkan perjanjian-Mu, meruntuhkan mezbah-mezbah-Mu dan membunuh nabi-nabi-Mu dengan pedang; hanya aku seorang dirilah yang masih hidup, dan mereka ingin mencabut nyawaku.” Firman TUHAN kepadanya: “Pergilah, kembalilah ke jalanmu, melalui padang gurun ke Damsyik, dan setelah engkau sampai, engkau harus mengurapi Hazael menjadi raja atas Aram. Juga Yehu, cucu Nimsi, haruslah kauurapi menjadi raja atas Israel, dan Elisa bin Safat, dari Abel-Mehola, harus kauurapi menjadi nabi menggantikan engkau. Maka siapa yang terluput dari pedang Hazael akan dibunuh oleh Yehu; dan siapa yang terluput dari pedang Yehu akan dibunuh oleh Elisa. Tetapi Aku akan meninggalkan tujuh ribu orang di Israel, yakni semua orang yang tidak sujud menyembah Baal dan yang mulutnya tidak mencium dia.”
Sekali lagi, Tuhan bertanya, “Apa yang kamu lakukan di sini, Elia?” Ini adalah kedua kalinya Tuhan menanyakan pertanyaan yang sama. Tuhan tidak pernah mengulang-ulang pertanyaan yang sama tanpa sebab. Ketika Tuhan mengulangi pertanyaan-Nya, Dia memiliki alasan. Dan sama seperti Tuhan mengajukan pertanyaan yang sama, Elia memberikan jawaban yang sama. Tetapi kemudian Tuhan menanggapi jawaban Elia. Dan jawaban Tuhan kepada Elia sangat instruktif. Tuhan memberi tahu kita tiga hal yang perlu kita lakukan ketika kita putus asa. Pertama, tetap melakukan apa yang harus kita lakukan. Tuhan mengutus Elia kembali untuk melakukan tugasnya sebagai seorang nabi. Dia harus kembali, menyampaikan firman Tuhan, dan mengurapi orang pilihan Tuhan. Ini penting. Tahukah anda apa godaan nomor satu ketika kita putus asa? Berhenti. Kita berhenti datang ke gereja. Kita berhenti membaca Alkitab. Kita berhenti datang ke KM. Kita berhenti melayani. Kita melempar handuk dan menyerah. Tetapi Tuhan menyuruh Elia untuk kembali melakukan apa yang sebelumnya ia lakukan. Dengan kata lain, jika sebelumnya kita berdoa, teruslah berdoa. Jika sebelumnya kita membaca Alkitab, teruslah membaca Alkitab. Jika sebelumnya kita melayani, teruslah melayani. Jika sebelumnya kita rajin KM, teruslah rajin KM. Teruslah melakukan apa yang harus kita lakukan. Jangan berhenti.
Kedua, hadapi kebohongan yang dipercayai. Tuhan bertanya, “Apa yang kamu lakukan di sini, Elia?” Dia menjawab, “Aku bekerja segiat-giatnya bagi TUHAN.” Kemudian Tuhan bertanya lagi, “Apa yang kamu lakukan di sini, Elia?” Dan Elia memberikan jawaban yang sama persis. Tahukah anda mengapa Tuhan bertanya dua kali? Karena Elia memberikan jawaban yang salah. Ya, Elia bekerja giat bagi Tuhan sebelumnya, tetapi sekarang dia meminta Tuhan untuk mengambil nyawanya karena dia takut terhadap Izebel. Dia tidak lagi bekerja giat bagi Tuhan. Kemudian Elia berkata, “Hanya aku seorang dirilah yang masih hidup, dan mereka ingin mencabut nyawaku.” Dan Tuhan menjawab, “Itu tidak benar. Kamu tidak seorang diri. Aku memiliki 7000 orang lain yang tidak sujud menyembah Baal.” Anda bisa lihat? Tuhan mengoreksi Elia. Apa yang Elia lakukan adalah dia menempatkan Tuhan dalam kotak. Dia berpikir dia sudah mengetahui cara kerja Tuhan. Timothy Keller mengatakannya dengan baik. “Salah satu alasan mengapa kita begitu putus asa dan depresi adalah karena kita menempatkan Tuhan di dalam sebuah kotak, dan oleh karena itu, kita menjadi terlalu pesimis dan terkadang kita menjadi terlalu optimis.” Saya jelaskan apa yang dia maksudkan. Elia berpikir, “Karena apa yang terjadi di gunung Karmel, sekarang Tuhan harus melakukan ini dan itu. Ini harus terjadi.” Elia terlalu optimis dengan rencananya sendiri. Dan dia kecewa karena rencananya tidak terwujud. Dengan kata lain, Tuhan tidak mengecewakan Elia. Rencana Elialah yang mengecewakan Elia. Dan Tuhan berkata, “Elia, kamu tidak bisa memasukkan Aku ke dalam kotak. Kamu tidak bisa mengendalikan Aku. Kamu kecewa karena kamu berpikir Aku harus melakukan ini dan itu. Tetapi itu bukan rencana-Ku; itu adalah rencanamu. Itu bukan pikiran-Ku; itu adalah pikiranmu.” Pada saat yang sama, Elia terlalu pesimis dengan rencana Tuhan. Elia mengira bahwa dia adalah satu-satunya orang yang setia kepada Tuhan yang masih hidup, padahal sebenarnya Tuhan masih memiliki banyak orang lain yang tidak sujud menyembah Baal. Kita tidak bisa menempatkan Tuhan dalam kotak. Kita harus menghadapi kebohongan yang kita percayai dengan kebenaran Tuhan.
Ketiga, percaya bahwa Tuhan memegang kendali. Tuhan mengingatkan Elia bahwa meskipun segala sesuatu tampak di luar kendali, itu tidak pernah di luar kendali Tuhan. Tuhan tahu persis apa yang sedang Ia lakukan. Dia memberi tahu Elia bahwa Dia telah mempersiapkan raja Israel berikutnya, yaitu Yehu. Dia juga telah menunjuk raja Aram berikutnya, yaitu Hazael. Tuhan bahkan telah mempersiapkan penerus Elia, yaitu Elisa. Tuhan berkata, “Elia, Aku punya rencana. Aku sedang mengerjakan rencana-Ku. Aku selalu berdaulat dalam kemenangan ataupun keputusasaan. Segala sesuatunya tidak pernah tanpa harapan. Kamu mungkin tidak mengerti jalan-Ku, tetapi kamu dapat mempercayai-Ku.” Bagi Elia, ini mungkin terasa seperti akhir dari dunia, tetapi itu tidak benar. Rencana Tuhan masih terus berjalan. Apakah anda bisa lihat? Ketika kita berada di tengah-tengah keputusasaan, mudah bagi kita untuk berpikir bahwa entah bagaimana Tuhan telah berubah, Tuhan telah kehilangan kendali. Tetapi itu tidak benar. Kenyataannya adalah seperti ini. Ada banyak hari ketika langit sangat gelap dan berawan. Tetapi tidak peduli seberapa gelapnya langit, matahari selalu bersinar. Bisa jadi ada guntur dan petir, mendung selama berhari-hari, berminggu-minggu, atau berbulan-bulan. Tetapi kita tahu bahwa matahari tidak pernah berhenti bersinar. Ada sesuatu yang menutupi dan membuat langit mendung, tetapi itu tidak ada hubungannya dengan matahari. Adalah salah jika kita panik dan berkata, “Langit gelap. Tidak ada terang. Oh tidak, matahari telah hilang.” Tidak. Matahari tidak pergi ke mana-mana. Matahari tetap bersinar. Hanya saja kita berada di tempat yang gelap. Di tengah keputusasaan, kita harus mengingatkan diri kita sendiri bahwa matahari masih bersinar, dan Tuhan masih memegang kendali.
Dapatkah anda melihat betapa lengkapnya Alkitab? Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa kesehatan fisik, emosional, dan spiritual kita saling berkaitan. Kita adalah makhluk fisik, jadi kita membutuhkan makanan dan istirahat. Kita adalah makhluk emosional, jadi kita perlu mencurahkan isi hati kita. Kita adalah makhluk spiritual, jadi kita membutuhkan kebenaran Alkitab. Umat Kristus harus memiliki ketiga keseimbangan tersebut, bukan hanya salah satu. Jadi mungkin, yang kita butuhkan untuk menghadapi keputusasaan kita adalah makan makanan yang enak dan tidur yang nyenyak. Atau mungkin yang kita butuhkan adalah memiliki orang-orang yang dapat kita ajak bicara tentang Tuhan, mencurahkan isi hati, dan menjalani hidup bersama. Atau mungkin yang kita butuhkan adalah lebih banyak berdoa dan membaca Alkitab. Ketiga aspek ini penting, dan kita harus memperhatikan semuanya. Tetapi saya tidak mengatakan bahwa jika kita memperhatikan ketiga hal tersebut, maka kegelapan akan segera terangkat. Saya tidak mengatakan itu. Saya tidak tahu kapan Tuhan akan mengubah situasi kita. Tetapi inilah yang saya ketahui. Tuhan itu setia dan Dia akan terus menopang kita. Ketika kita terus mendekat kepada-Nya, kita akan menemukan bahwa Tuhan selalu ada bersama dengan kita. Sehingga ketika semuanya berakhir, kita akan menemukan diri kita lebih mencintai Tuhan daripada sebelumnya.
Namun, di tengah kegelapan, bagaimana kita bisa yakin bahwa matahari tetap bersinar? Bagaimana kita bisa yakin bahwa Tuhan akan terus menopang kita? Inilah caranya. Apa yang dialami Elia di gunung Horeb hanyalah bayangan dari kebenaran yang kita ketahui. Angin, gempa, dan api bukan hanya merupakan manifestasi dari kehadiran Tuhan, tetapi juga merupakan tanda penghakiman Tuhan. Namun, ketika angin, gempa, dan api datang, Elia tidak terluka. Mengapa? Karena dia tersembunyi di dalam celah batu karang. Batu karang itu menyerap semua dampak dan itulah sebabnya semua itu tidak menyentuh Elia. Batu karang itu menerima penghakiman, dan Elia mendengar bisikan yang pelan. Cerita ini menunjukkan kepada kita sesuatu yang kita lihat dengan lebih jelas. Tahukah anda bahwa ketika Yesus berada di bumi, Elia datang menemui Yesus? Tetapi ia tidak datang sendirian. Elia datang menemui Yesus bersama dengan sobat minta mati-nya, yaitu Musa. Dan Musa memiliki pengalaman yang sama dengan Elia. Tuhan menyembunyikan Musa di celah bukit batu ketika kemuliaan-Nya lewat sehingga Musa tidak akan dihancurkan oleh kemuliaan Tuhan. Tetapi ketika Elia dan Musa bertemu dengan Yesus di bumi, mereka melihat Yesus dalam kemuliaan-Nya, dan mereka tidak hancur. Bagaimana? Karena Yesus adalah batu karang yang melindungi mereka dari penghakiman Tuhan. Tahukah anda apa yang terjadi ketika Yesus mati? Yesus menerima gempa. Ketika Yesus mati, gempa bumi terjadi. Penghakiman Tuhan turun ke atas Yesus dan mencabik-cabik Yesus. Ketika Yesus mati, ia mewarisi angin. Angin sering kali berbicara tentang kutukan Tuhan. Yesus mengambil kutukan Tuhan sehingga kita dapat menerima bisikan Tuhan. Dan di kayu salib, Yesus juga menerima api murka Tuhan terhadap dosa. Jadi, Yesus Kristus adalah batu karang keselamatan kita. Yesus menyerap semua penghakiman Tuhan atas dosa kita sehingga kita dapat menerima kasih karunia dan memiliki hubungan pribadi dengan Tuhan melalui firman-Nya.
Saya akan tutup dengan ini. Elia mendengar bisikan Tuhan, tetapi kita memiliki sesuatu yang lebih baik. Kita memiliki bisikan Tuhan yang telah menjadi manusia, yaitu Yesus Kristus. Dan Yesus menghadapi kebohongan yang kita percayai. Yesus mengatakan kepada kita bahwa kita mungkin merasa sendirian, tetapi kita tidak pernah sendirian karena Dia mengasihi kita dan mati untuk dosa-dosa kita. Yesus mengatakan kepada kita bahwa kita mungkin merasa situasi kita tidak memiliki harapan, tetapi kita selalu memiliki harapan karena Dia telah dibangkitkan, dan Dia adalah raja. Yesus mengatakan kepada kita bahwa kita mungkin tidak memegang kendali, tetapi itu tidak masalah karena Dia selalu memegang kendali. Yesus mengatakan kepada kita bahwa kita mungkin merasa tidak ada lagi masa depan bagi kita, tetapi akan selalu ada masa depan bagi kita karena Dia tidak akan pernah meninggalkan kita. Yang Elia dengar adalah sebuah bisikan yang pelan. Tetapi hari ini, Tuhan berteriak kepada kita, “Lihat anak-Ku. Lihat salib Yesus Kristus.” Jadi, dengarkanlah Yesus. Tidak peduli seberapa gelapnya hidup kita, ketika kita memandang kepada Yesus, kita tahu bahwa Tuhan belum selesai dengan kita. Kita mungkin tidak tahu apa yang Tuhan sedang lakukan, tetapi kita tahu pasti bahwa kita akan menang karena peperangan telah dimenangkan oleh Yesus. Mari kita berdoa.
Discussion questions:
- What struck you the most from the sermon?
- Out of the three aspects of spiritual depression (physical, emotional, spiritual), which one do you find yourself most susceptible to? How can you better guard yourself?
- Why is it crucial for you to be honest before God about your condition?
- Look at the three ways to battle discouragement. Which one do you tend to neglect the most when discouraged and why?
- How does looking to Jesus help you battle discouragement?
Sorry, the comment form is closed at this time.