02 Apr Ujian iman yang terutama
Kejadian 22:1-14
Kejadia 22:1-8 – Setelah semuanya itu Allah mencoba Abraham. Ia berfirman kepadanya: “Abraham,” lalu sahutnya: “Ya, Tuhan.” Firman-Nya: “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.” Keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham, ia memasang pelana keledainya dan memanggil dua orang bujangnya beserta Ishak, anaknya; ia membelah juga kayu untuk korban bakaran itu, lalu berangkatlah ia dan pergi ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya. Ketika pada hari ketiga Abraham melayangkan pandangnya, kelihatanlah kepadanya tempat itu dari jauh. Kata Abraham kepada kedua bujangnya itu: “Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu.” Lalu Abraham mengambil kayu untuk korban bakaran itu dan memikulkannya ke atas bahu Ishak, anaknya, sedang di tangannya dibawanya api dan pisau. Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama. Lalu berkatalah Ishak kepada Abraham, ayahnya: “Bapa.” Sahut Abraham: “Ya, anakku.” Bertanyalah ia: “Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?” Sahut Abraham: “Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku.” Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama.
Saya akan memulai dengan menceritakan percakapan yang menarik antara saya dan mantan pacar saya. Tidak, bukan mantan saya yang terkenal itu. Ini mantan yang lain. Saya tahu apa yang ada di pikiran anda sekarang. “Hmmm kira-kira berapa banyak mantan pacar yang dimiliki Yosi?” Jawabannya adalah tidak penting untuk khotbah dan keselamatan. Mari kita lanjut. Tapi percakapan saya dengan mantan saya penting. Saat itu, kami masih berpacaran. Saya tidak tahu apakah ini hanya benar tentang dia atau hal ini berlaku untuk wanita pada umumnya. Dia suka bertanya pertanyaan yang menurut saya konyol, yang menyebabkan kami ribut besar. Ada pria yang mengalami apa yang saya alami? Suatu kali dia bertanya kepada saya pertanyaan ini: “Jika suatu hari aku hamil dan ada masalah dengan kandungan dan kamu harus memilih antara nyawaku dan nyawa anak kita, siapa yang akan kamu pilih?” Pertanyaan macam apa ini? Apakah semua wanita melakukan hal ini atau hanya dia? Nah, saya itu orang yang sangat logis. Jadi jawaban saya pergi seperti ini. “Aku yakin bahwa kamu sebagai mama ingin aku memprioritaskan nyawa anak kita. Dan karena aku mengasihimu, aku akan menghormati keinginanmu. Jadi aku akan memilih menyelamatkan nyawa anak kita dan membiarkanmu mati.” Kemudian dia sangat marah. Dia mengakui bahwa meskipun dia akan memilih nyawa anak melebihi dia, dia tidak ingin saya untuk memilih nyawa anak di atas dia karena itu berarti saya lebih sayang anak daripada dia. Dan ini tidak masuk akal bagi saya karena pemikiran saya berkata bahwa saya memilih menyelamatkan anak karena saya menyanyangi dia dan karena itulah apa yang dia inginkan. Jadinya, kami ribut besar selama 2 hari dan dia hampir memutuskan saya karena itu. Para wanita, jangan tanya pertanyaan ini kepada suami maupun pacar anda setelah ibadah.
Poin yang ingin saya sampaikan adalah bahwa kita tidak akan pernah tahu seberapa besar kita benar-benar mencintai seseorang atau sesuatu sampai ada pilihan yang harus dibuat. Adanya sebuah pilihan memungkinkan kita untuk mengetahui apa yang kita benar-benar cintai. Saya tidak pernah tahu betapa saya menyukai KFC sampai saya harus memilih antara KFC dan kolesterol. Saya akan menjelaskannya dengan lebih sederhana. Pilihan kita adalah buah dari kasih kita. Orang lain tidak bisa melihat keadaan hati kita. Tetapi orang lain bisa melihat kasih kita melalui pilihan kita. Dan bukti kasih ditemukan dalam kesediaan untuk membuat pilihan yang sulit. Inilah yang terjadi dalam cerita ini. Jika anda besar di gereja, anda pasti mengetahui cerita ini dengan sangat baik. Ini adalah salah satu narasi yang paling populer dan penting di dalam Perjanjian Lama. Dan jika anda tidak mengetahui cerita ini, izinkan saya mengatakan bahwa saya senang anda ada di sini bersama kami. Gereja ini adalah tempat yang aman bagi anda untuk mempelajari Kekristenan. Dan jika anda bukan seorang Kristen, anda mungkin akan bertanya-tanya, “Tuhan macam apa yang memerintahkan seorang ayah untuk membunuh putranya sendiri? Ini sangat aneh dan gila.” Dan saya setuju dengan anda. Jika yang diminta Tuhan adalah untuk Abraham membunuh putranya sendiri, ini adalah permintaan yang gila dan Abraham tidak seharusnya mentaatinya. Tapi saya akan menunjukan kepada anda bahwa bukan itu yang sebenarnya Tuhan perintahkan untuk Abraham lakukan. Ada sesuatu yang lebih dalam tentang cerita ini dari apa yang bisa kita lihat di permukaan. Yang sedang terjadi adalah Tuhan sedang menguji Abraham.
Dari awal cerita ini, penulis Kejadian sudah mengatakan kepada kita bahwa ini adalah suatu cobaan atau ujian dari Allah bagi Abraham. Ujian macam apa? Ini adalah ujian yang setiap umat Kristus harus hadapi dalam kehidupan. Jika anda bukan orang Kristen, anda dibebaskan dari ujian ini. Ujian ini adalah ujian kasih. Suatu hari seorang pengacara datang dan mengajukan pertanyaan kepada Yesus, “Yesus, hukum manakah yang paling terutama dari semua hukum?” Yesus menjawab di Markus 12:29-30 – Jawab Yesus: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.” Yesus berkata bahwa jika kita adalah umat Kristus, Tuhan harus berada di paling atas di daftar hal-hal yang kita kasihi. Dia harus menjadi sosok yang paling sering kita pikirkan. Dia harus menjadi sosok yang paling banyak menerima kasih sayang kita. Dan dia harus menjadi alasan untuk semua yang kita lakukan. Kedengarannya sulit? Tentu saja. Tetapi Tuhan tidak akan puas dengan sesuatu yang kurang dari itu. Dia tidak hanya ingin kita mengikuti dia, dia meminta kita untuk mencintainya dengan seluruh keberadaan kita. Sangat mudah bagi kita untuk mengatakan dengan mulut kita bahwa kita mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, jiwa, pikiran dan kekuatan kita. Tetapi kita hanya tahu apakah kasih itu nyata atau tidak ketika kasih itu diuji dengan sebuah pilihan. Anda mengerti ini. Kasih tidak diukur dengan seberapa banyak kita mengatakan bahwa kita mengasihi tetapi dengan seberapa banyak kita bersedia memberi dan berkorban.
Dan inilah yang terjadi pada Abraham. Mengapa? Apakah Tuhan tidak mengetahui keadaan hati Abraham? Tentu saja dia tahu. Tuhan mengetahui hati Abraham lebih dari Abraham mengetahui hatinya sendiri. Tetapi ada perbedaan antara mengetahui dengan pikiran dan mengetahui secara pengalaman. Dan Tuhan menginginkan pengetahuan secara pengalaman. Dia ingin Abraham mengalami kasih yang dia miliki untuk Tuhan. Tuhan ingin agar Abraham mengalami bahwa Tuhan adalah satu-satunya yang dapat memenuhi kebutuhan terdalam Abraham. Dan untuk Abraham bersandar kepada apa pun selain Tuhan adalah hal yang mematikan. Jadi ya, cerita ini tentang ketaatan Abraham kepada Tuhan. Tapi cerita ini juga tentang Tuhan yang ingin memenuhi kebutuhan kita yang terdalam. Mari kita selidiki.
Saya membagi cerita ini menjadi empat bagian. Ujian; Perjalanan; Korban; Penyediaan.
Ujian
Kejadian 22:1-2 – Setelah semuanya itu Allah mencoba Abraham. Ia berfirman kepadanya: “Abraham,” lalu sahutnya: “Ya, Tuhan.” Firman-Nya: “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.”
Apakah ujian itu? Ujian adalah sesuatu yang menunjukkan dan menumbuhkan kita. Ujian adalah sesuatu yang menunjukkan kepada kita di mana kita berada di area tertentu dan kemudian menantang kita untuk bertumbuh di area tersebut. Jadi itu berarti bahwa ketika kita sedang diuji, ada bagian kehidupan kita yang sedang ditarik sampai batasnya. Saya berikan sebuah contoh. Orang tua, coba pikirkan saat anak anda menguji kesabaran anda. Apa yang terjadi? Pertama-tama, hal itu membuat anda berpikir bahwa anda perlu untuk sabar. Itu membuat anda berpikir bahwa anda sabar dan anda memiliki apa yang diperlukan untuk sabar terhadap mereka. Hal pertama yang dilakukan anak anda kepada anda adalah membuat anda menyadari bahwa anda bisa sabar sampai titik tertentu. Tapi tidak berhenti di situ. Kedua, ketika anak anda menguji kesabaran anda, mereka menarik kesabaran anda hingga batasnya dan membuat anda bertumbuh dalam kesabaran, jika anda lulus ujian. Jadi, ujian menunjukkan dan menumbuhkan kita. Tetapi ada dua cara orang dapat memberikan ujian. Cara pertama adalah untuk menggagalkan anda. Ada orang yang memberikan ujian dengan tujuan membuat anda gagal dan membuat anda merasa sangat buruk tentang diri anda. Dan anak-anak anda sangat ahli dalam hal ini. Ada amin orang tua? Cara kedua adalah untuk menumbuhkan anda. Seorang guru dapat memberikan ujian yang sangat berat, tetapi juga mempersiapkan murid untuk ujian dengan sedemikian rupa sehingga ujian tersebut tidak hanya menunjukkan kepada mereka di mana mereka berada tetapi juga mengembangkan mereka. Ini bukan berarti bahwa ujiannya mudah. Ujian yang baik selalu sulit dan tidak menyenangkan, tetapi efektif. Itu membuat kita menyadari siapa kita dan menumbuhkan kita sedemikian rupa yang kita tidak akan alami tanpa ujian. Dan cara Tuhan menguji Abraham adalah cara yang kedua.
Perhatikan bahwa Tuhanlah yang menguji Abraham. Tuhan yang setia memenuhi semua janjinya kepada Abraham adalah Tuhan yang sama yang menguji Abraham. Sebelum Kejadian 22, kehidupan Abraham ditandai dengan iman. Dia mempercayai Tuhan untuk memenuhi janjinya. Dia pergi saat Tuhan berkata pergi. Dia percaya kepada Tuhan ketika tampaknya tidak mungkin dan Tuhan menilai itu sebagai kebenaran. Tetapi sekarang berbeda. Abraham tidak perlu lagi percaya kepada Tuhan. Dia sudah memegang benih janji Tuhan di tangannya. Ketika tampaknya tidak mungkin bagi Sara untuk melahirkan seorang putra, Ishak lahir. Dan Abraham begitu mengasihi Ishak. Sampai-sampai Tuhan menyebut Ishak sebagai, “anakmu yang tunggal, yang kamu kasihi.” Penulis Kejadian ingin kita mendapatkan poinnya. Abraham bukan hanya mengasihi Ishak, tetapi Ishak juga merupakan segalanya bagi Abraham. Abraham memiliki anak-anak lain selain Ishak seperti yang kita ketahui dari lagu, “Bapak Abraham mempunyai banyak sekali anak-anak…” Tapi Ishak berbeda. Ishak adalah hartanya. Ishak adalah satu-satunya anak Abraham yang dia kasihi. Dan sangatlah masuk akal jika Abraham sangat mencintai Ishak. Abraham sudah menunggu selama 25 tahun untuk Ishak dan dia sudah mengorbankan banyak hal dalam perjalanan. Ishak adalah janji Tuhan kepada Abraham. Dan sekarang Tuhan memerintahkan Abraham untuk mempersembahkan Ishak sebagai korban bakaran. Ini sama sekali tidak masuk akal.
Coba pikirkan. Sebelum kejadian ini, setiap kali Tuhan memerintahkan Abraham untuk berkorban, perintah itu selalu diiringi dengan janji berkat dari Tuhan. Contoh Kejadian 12. “Abram, aku ingin kamu meninggalkan keluarga besarmu dan mengikuti aku. Dan aku akan membuat kamu menjadi bangsa yang besar dan kamu akan menjadi berkat bagi setiap keluarga di bumi.” Ada perintah dan ada janji berkat. Akan ada kehilangan tetapi akan ada lebih banyak yang didapatkan. Ini namanya adalah investasi yang baik. Tetapi tidak dengan yang ini. Kali ini adalah ujian. Ini adalah ujian karena sepertinya Abraham tidak akan mendapatkan apa-apa namun dia akan kehilangan segalanya. Ini adalah investasi yang sangat buruk. Karena Ishak bukan hanya pemenuhan janji Tuhan kepada Abraham, tetapi Ishak juga merupakan masa depan Abraham. Semua janji Tuhan untuk masa depan Abraham terletak pada Ishak. Itulah mengapa ini adalah ujian. Ketika Abraham mentaati Tuhan di masa lalu, Abraham harus menyerahkan masa lalunya. Tetapi kali ini berbeda. Ketika Tuhan meminta Abraham untuk mempersembahkan Ishak sebagai korban bakaran, Tuhan tidak meminta Abraham untuk menyerahkan masa lalunya tetapi masa depannya. Pada dasarnya, ujian yang Tuhan berikan kepada Abraham adalah pertanyaan ini. Tuhan bertanya, “Abraham, siapa yang lebih kamu kasihi? Apakah itu aku? Atau apa yang bisa aku berikan kepadamu?”
Dan ini adalah ujian yang kita semua harus hadapi cepat atau lambat. Ujian iman yang terutama adalah ketika Tuhan meminta kita tidak hanya untuk menyerahkan masa lalu kita tetapi juga untuk menyerahkan masa depan kita. Ujian iman adalah ketika Tuhan memberikan kita pilihan antara dia atau berkat yang dapat dia berikan. Ujian iman adalah saat Tuhan membuat kita memilih antara kenyamanan dan keamanan atau ketaatan dan ketidaktentuan. Ujian iman adalah ketika kita harus memilih antara Tuhan dan “Ishak” dalam hidup kita. Ujian iman adalah ketika ketaatan kepada Tuhan tampaknya justru merampas berkat Tuhan dari kita. Ujian iman adalah saat ketaatan kepada Tuhan menyebabkan kematian daging. Ujian iman adalah ketika mentaati perintah Tuhan bertentangan dengan apa yang ingin kita lakukan.
Saya berikan satu contoh. Hubungan pernikahan atau pacaran adalah hal yang baik. Tuhan menciptakan kita untuk menginginkan hubungan yang intim. Tidak ada yang salah dengan keinginan untuk menikah ataupun berpacaran. Tetapi bagaimana jika anda jatuh cinta dengan orang yang tidak percaya? Apa yang akan anda lakukan? Pilihan apa yang akan anda buat? Saya tahu pilihan apa yang rasanya benar. Rasanya benar bagi anda untuk berpacaran dengan orang tersebut. Rasanya benar bagi anda untuk bersama dengan orang itu. Anda dan dia seperti amplop dan perangko. Rasanya seperti anda sudah ditakdirkan untuk satu sama lain. Untuk menyangkal perasaan ini berarti untuk menyangkal kebahagiaan anda. Tentunya Tuhan ingin anda bahagia bukan? Inilah yang dilakukan ujian. Ujian dari Tuhan mengungkapkan faktor motivasi dalam hubungan kita dengan Tuhan. Mengapa kita mengikuti Tuhan? Mengapa kita mentaati Tuhan? Mengapa kita datang ke gereja? Apakah karena Tuhan? Atau karena manfaat yang Tuhan dapat berikan kepada kita? Bagaimana jika mengasihi Tuhan berarti kehilangan manfaat yang kita inginkan? Apakah kita bersedia mentaati Tuhan ketika tampaknya tidak ada untungnya bagi kita? Inilah ujian iman. Dan ujian ini sangatlah sukar.
Perjalanan
Kejadian 22:3-5 – Keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham, ia memasang pelana keledainya dan memanggil dua orang bujangnya beserta Ishak, anaknya; ia membelah juga kayu untuk korban bakaran itu, lalu berangkatlah ia dan pergi ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya. Ketika pada hari ketiga Abraham melayangkan pandangnya, kelihatanlah kepadanya tempat itu dari jauh. Kata Abraham kepada kedua bujangnya itu: “Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu.”
Saya suka tanggapan Abraham. Dia tidak bernegosiasi dengan Tuhan seperti yang dia lakukan di masa lalu. Dia tidak membantah Tuhan. Dia segera mentaati Tuhan. Mungkin Abraham telah belajar dari semua kegagalannya sebelumnya. Dia bangun keesokan harinya dan berangkat menuju ke Gunung Moria. Akan tetapi, ketaatan Abraham yang langsung bukan berarti bahwa ketaatan itu mudah. Dibutuhkan tiga hari perjalanan untuk sampai ke Moria. Dan dalam tiga hari itu, bayangkan apa yang Abraham rasakan. Saya bukan seorang ayah jadi saya akan menggunakan papi saya sebagai contoh. Jika anda tidak tahu, papi saya adalah seorang penangis. Dia sangat mudah menangis. Tapi tidak dengan saya. Pria sejati tidak menangis. Saya ingat dengan jelas itu adalah hari ketiga saya di rumah sakit karena leukemia. Dokter telah memutuskan untuk merawat saya dengan kemoterapi. Dan untuk melakukan kemo, mereka harus melakukan operasi kecil untuk memasang kateter di tubuh saya. Kateter adalah tabung kecil yang digunakan untuk menyuntikkan kemo masuk ke dalam tubuh. Ini hanya operasi kecil. Dan tepat sebelum operasi, tiba-tiba papi saya menangis. Dia berkata bahwa jika memungkinkan, dia ingin bertukar tempat dengan saya. Dan saya berpikir, “Papi, ngapain papi nangis? Ini hanya operasi yang sangat kecil.” Tetapi melihat papi saya menangis, saya jadi ikut menangis. Menangis itu menular. Jika anda seorang ayah, maka anda memahami apa yang papi saya rasakan. Tetapi yang Abraham rasakan jauh lebih parah dari itu. Adalah satu hal untuk mengetahui bahwa anak anda mungkin akan mati; adalah hal lain untuk diperintahkan membunuh anak anda sendiri. Abraham pastilah sangat bimbang dan sedih. Dia pasti mati seribu kematian dalam perjalanan tiga hari itu.
Tapi lihat apa yang dia katakan. Kejadian 22:5 – Kata Abraham kepada kedua bujangnya itu: “Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu.” Ini luar biasa. Abraham tidak mengatakan bahwa dia akan kembali sendiri, tapi dia berani mengatakan bahwa dia dan Ishak akan kembali. Apa yang terjadi? Apa yang terjadi dalam perjalanan tiga hari itu yang membuat Abraham mengucapkan kata-kata ini? Kitab Kejadian tidak memberi tahu kita jawabannya. Tetapi kitab Ibrani memberikan kita wawasan terhadap apa yang terjadi dalam tiga hari tersebut. Ibrani 11:17-19 – Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia, yang telah menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal, walaupun kepadanya telah dikatakan: “Keturunan yang berasal dari Ishaklah yang akan disebut keturunanmu.” Karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali. Perhatikan kata “berpikir.” Saya suka kata ini. Saya akan mengajarkan anda sebuah kata Yunani. Ini adalah kata yang sangat penting dalam Perjanjian Baru. “Logizomai.” Para penulis Perjanjian Baru sering menggunakan kata ini. Kata ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai pertimbangan atau pemikiran. Kata ini sebenarnya adalah istilah akuntansi yang digunakan untuk mengakui sesuatu sebagai benar. Tetapi kata ini bukanlah angan-angan atau memaksa diri anda untuk mempercayai sesuatu yang tidak benar sebagai benar. Ini bukan berpura-pura tetapi mempertimbangkan. Arti kata ini menuntut kita untuk berpikir dan mempertimbangkan.
Inilah yang terjadi. Abraham menghadapi dilema antara mempercayai janji Tuhan dan mentaati perintah Tuhan. Sepertinya ada konflik yang tidak bisa diharmonisasikan di antara keduanya. Di satu sisi, jika Tuhan setia pada janji-janjinya, maka Ishak harus tetap hidup. Ishak adalah anak perjanjian. Melalui Ishak Tuhan akan melanjutkan pemenuhan semua janjinya kepada Abraham. Tuhan sendiri yang mengatakannya. Itu janjinya. Di sisi lain, jika Abraham taat kepada Tuhan, maka Ishak harus mati. Dan itu berarti akhir dari semua janji Tuhan kepada Abraham. Inilah dilemanya. Anda bisa merasakan ketegangannya? Jadi apa yang Abraham lakukan? Dia berpikir. Dia mempertimbangkan. Izinkan saya memberi tahu anda alur pemikirannya. “Oke, aku tahu apa yang Tuhan perintahkan untuk aku lakukan. Aku harus mengorbankan Ishak. Tapi aku juga tahu siapa Tuhan itu. Tuhan bukanlah pembohong. Selama bertahun-tahun, dia selalu membuktikan dirinya setia terus menerus. Bahkan ketika aku mengecewakannya, dia tetap setia. Ketika aku berpikir bahwa tidak ada cara bagi Sara untuk melahirkan anak, dan aku tidur dengan Hagar dan melahirkan Ismael, Tuhan berkata bahwa bukan Ismael yang akan meneruskan janji Tuhan. Tuhan berkata bahwa aku akan memiliki seorang putra melalui Sara. Dan ketika aku berusia 100 tahun dan Sarah 90 tahun, ketika tubuh kami sudah seperti mati, Sara mengandung seorang putra. Ishak lahir saat tampaknya mustahil untuk hal itu terjadi. Tuhan tidak pernah berbohong dan ia selalu menetapi perkataannya. Jadi mengapa dia memerintahkan aku untuk mengorbankan Ishak? Bukankah itu berarti Tuhan akan gagal memenuhi janjinya? Itu tidak mungkin benar. Apakah Tuhan mengkontradiksi dirinya sendiri? Tidak, tidak ada kontradiksi di dalam Tuhan. Jadi, hanya ada satu jawaban. Jika Tuhan mampu menghadirkan Ishak dari tubuh kami yang seperti sudah mati, maka dia juga mampu membangkitkan Ishak dari kematian.” Apakah anda melihat apa yang sedang terjadi? Abraham beralasan dengan dirinya sendiri. Abraham mungkin tidak mengerti “mengapa” tetapi dia tahu “siapa.” Dia mempertimbangkan dan dia tahu bahwa Tuhan itu maha kuasa, maha bijak dan maha kasih. Tuhan selalu baik dan dia setia menepati semua janjinya. Itulah sebabnya dia menyimpulkan bahwa meskipun ketaatan kepada Tuhan terasa seperti kematian, tidak ada yang lebih masuk akal daripada mentaati Tuhan. Dan mereka akan kembali.
Saudara, inilah iman yang benar. Iman tidak hanya mentaati Tuhan saat kita menyukainya. Iman adalah mentaati Tuhan bahkan ketika kita tidak menyukainya karena kita tahu bahwa dia selalu baik dan setia. Iman yang benar tidak memilih berdasarkan keinginan. Iman yang sama yang menerima janji Tuhan adalah iman yang sama yang mentaati perintah Tuhan. Iman percaya bahwa Tuhan tahu apa yang dia lakukan bahkan ketika kita tidak tahu. Kita tidak mentaati Tuhan karena kita memahami Tuhan sepenuhnya tetapi karena kita tahu siapa dia. Abraham menggunakan apa yang dia ketahui tentang Tuhan untuk beralasan dengan dirinya sendiri. Daripada membiarkan keadaan mendikte siapa Tuhan, dia menggunakan kebenaran tentang siapa Tuhan untuk mendikte keadaannya.
Korban
Kejadian 22:6-10 – Lalu Abraham mengambil kayu untuk korban bakaran itu dan memikulkannya ke atas bahu Ishak, anaknya, sedang di tangannya dibawanya api dan pisau. Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama. Lalu berkatalah Ishak kepada Abraham, ayahnya: “Bapa.” Sahut Abraham: “Ya, anakku.” Bertanyalah ia: “Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?” Sahut Abraham: “Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku.” Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama. Sampailah mereka ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya. Lalu Abraham mendirikan mezbah di situ, disusunnyalah kayu, diikatnya Ishak, anaknya itu, dan diletakkannya di mezbah itu, di atas kayu api. Sesudah itu Abraham mengulurkan tangannya, lalu mengambil pisau untuk menyembelih anaknya.
Sekarang, saya ingin menjelaskan kepada anda apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana mungkin Tuhan memerintahkan Abraham untuk mengorbankan putranya sendiri? Karena itulah permasalahan utama dari cerita ini. Apakah benar secara moral bagi Tuhan untuk memerintahkan perintah yang begitu mengerikan? Ayah macam apa yang akan melakukan hal mengerikan seperti ini? Coba pikirkan. Jika anda datang kepada saya setelah kebaktian dan berkata, “Yos, terima kasih untuk khotbahmu. Tuhan berbicara dengan jelas kepadaku melalui khotbahmu. Dia menyuruh aku untuk pulang dan membunuh anakku,” mari saya beritahu, anda tidak akan pulang. Om Filip dan Om Andra akan mengunci anda di lantai sementara ci Marta menghubungi polisi. Kami akan memastikan bahwa anda berada di penjara. Jadi, apa yang terjadi dalam cerita ini? Bagaimana mungkin Tuhan yang maha kasih menuntut pengorbanan anak?
Untuk mengerti apa yang sebenarnya terjadi, kita perlu memahami hukum hak istimewa anak sulung. Dalam 20 tahun terakhir, beberapa komentari telah menjelaskan dengan sangat baik apa arti perintah ini bagi Abraham. Bagi Abraham perintah ini tidak berarti seperti bagaimana kita mengartikannya. Dalam budaya kuno, anak sulung mewarisi segala sesuatu dalam keluarga. Mereka melihat anak sulung sebagai harapan utama dari keluarga. Anak sulung adalah sosok yang membawa nama dan status keluarga dalam masyarakat. Dan di seluruh Perjanjian Lama, Tuhan terus berkata, “anak sulung adalah milikku,” karena anak sulung menggambarkan kehidupan setiap keluarga. Contoh, Tuhan memerintahkan ternak sulung dan yang hasil panen pertama untuk dikorbankan kepadanya. Dan ingat apa yang terjadi pada tulah ke 10 di Mesir. Tuhan berkata bahwa dia akan mengambil nyawa setiap anak sulung kecuali seekor domba disembelih, dan darahnya dioleskan pada tiang pintu. Dan itu terus berlanjut dalam kehidupan bangsa Israel. Tuhan berkata bahwa kehidupan setiap anak sulung bangsa Israel harus ditebus dengan korban dan bayaran. Dengan kata lain, Tuhan berkata, “Ada hutang dosa yang dimiliki setiap keluarga terhadap aku. Dan hutang itu harus dibayar.”
Jadi ketika Abraham mendengar Tuhan memerintahkan dia untuk mempersembahkan Ishak, Abraham mengerti apa yang Tuhan katakan. Jika Abraham mendengar Tuhan berkata, “Abraham, aku ingin kamu membunuh Sara dan menikahi istri baru yang lebih muda,” Abraham tidak akan melakukannya karena Tuhan tidak akan memerintahkan pembunuhan yang tidak ada artinya. Dan Tuhan juga tidak berkata, “Pergilah ke tenda Ishak dan gorok lehernya.” Tuhan tidak perintahkan hal itu. Tuhan sangat spesifik dalam apa yang dia ingin Abraham lakukan. Abraham harus mempersembahkan Ishak sebagai korban bakaran di Gunung Moria. Jadi ketika Tuhan berkata, “Persembahkan Ishak,” Abraham tahu persis apa artinya. Tuhan adalah Tuhan yang adil dan ada hutang dosa yang harus dibayar. Jadi, pergumulan Abraham dengan perintah ini bukan karena perintah ini tidak bermoral. Abraham tahu bahwa dia adalah orang berdosa dan Tuhan memiliki hak untuk menuntut pembayaran atas dosa. Tetapi Tuhan juga berjanji bahwa melalui keturunan Abraham, semua keluarga di bumi akan diberkati. Perjuangan bagi Abraham adalah bagaimana Tuhan bisa menuntut pembayaran atas dosa dan juga menepati janjinya? Bagaimana Tuhan bisa tetap adil dan penuh belas kasihan? Bagaimana Tuhan bisa tetap kudus dan murah hati? Atau untuk menggunakan perkataan Paulus, bagaimana Tuhan bisa tetap benar dan membenarkan Abraham pada saat bersamaan? Apakah anda merasakan ketegangannya?
Sekarang, perhatikan apa yang Abraham katakan. Dia memiliki tiga hari untuk memikirkan ketegangan ini dan jawabannya sangatlah luar biasa. Kejadian 22:7-8 – Lalu berkatalah Ishak kepada Abraham, ayahnya: “Bapa.” Sahut Abraham: “Ya, anakku.” Bertanyalah ia: “Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?” Sahut Abraham: “Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku.” Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama. Saat Ishak bertanya, “Bapa, di manakah anak domba untuk korban dosa-dosa kita?” Abraham menjawab, “Tuhan sendiri yang akan menyediakan anak domba untuk kita.” Kata menyediakan sebenarnya adalah kata “melihat.” Abraham berkata kepada Ishak, “Tuhan akan melihatnya” yang berarti bahwa Tuhan akan mempersiapkannya. Dengan kata lain, Abraham berkata kepada Ishak, “Anakku, kamu tidak dapat melihat anak domba itu sekarang. Aku tidak bisa melihat anak domba itu sekarang. Tetapi Tuhan akan melihat anak domba itu. Aku tidak tahu bagaimana tetapi Tuhan akan mengerjakannya.” Jawaban yang sangat luar biasa! Abraham yakin bahwa Tuhan akan mengerjakan setiap detail meskipun dia tidak bisa melihatnya. Jadi kemudian mereka mendaki gunung dan membangun sebuah altar. Kemudian Abraham meletakkan Ishak di atas altar dan mengeluarkan pisaunya untuk membunuh Ishak. Dan tiba-tiba sebuah suara memanggilnya dari surga.
Penyediaan
Kejadian 22:11-14 – Tetapi berserulah Malaikat TUHAN dari langit kepadanya: “Abraham, Abraham.” Sahutnya: “Ya, Tuhan.” Lalu Ia berfirman: “Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku.” Lalu Abraham menoleh dan melihat seekor domba jantan di belakangnya, yang tanduknya tersangkut dalam belukar. Abraham mengambil domba itu, lalu mengorbankannya sebagai korban bakaran pengganti anaknya. Dan Abraham menamai tempat itu: “TUHAN menyediakan”; sebab itu sampai sekarang dikatakan orang: “Di atas gunung TUHAN, akan disediakan.”
Ketegangan teratasi. Tuhan memberikan jawaban. Tepat ketika Abraham hendak membunuh Ishak, Tuhan menghentikannya. Tuhan menguji Abraham dan Abraham lulus ujian. Apa yang Abraham bisa lihat adalah bahwa ujian ini adalah tentang mempercayai dan mencintai Tuhan di atas segalanya. Tuhan berkata bahwa dia tahu sekarang bahwa Abraham takut akan Tuhan. Takut akan Tuhan bukanlah tentang perasaan ketakutan terhadap Tuhan tetapi lebih tentang komitmen sepenuh hati terhadap Tuhan. Takut akan Tuhan berarti untuk berdiri dengan kekaguman dan kehormatan yang penuh kasih dan kesenangan di hadapan kebesaran Tuhan. Dengan kata lain, ketika Tuhan berkata bahwa dia tahu bahwa Abraham takut akan dia, Tuhan berkata, “Sekarang aku tahu bahwa kamu percaya penuh dan mencintai aku lebih dari apa pun di dunia ini.”
Ini bukan berarti bahwa Tuhan mencoba mencari tahu apakah Abraham mencintainya atau tidak. Tuhan tahu keadaan setiap hati. Tetapi Tuhan membawa Abraham masuk kedalam dapur perapian, sehingga kasih Abraham kepada Tuhan menjadi murni seperti emas. Bagi Abraham, Ishak adalah segalanya. Jika Tuhan tidak campur tangan, Abraham akan mencintai putranya lebih daripada Tuhan dan mencintai pemberian lebih dari sang Pemberi. Dan itu akan menghancurkan Abraham. Melalui ujian ini, Tuhan sebenarnya sedang menunjukan kasihnya kepada Abraham. Ishak adalah pemberian yang luar biasa untuk Abraham, tapi Ishak tidak aman untuk dimiliki dan dipegang sampai Abraham bisa mendahulukan Tuhan. Tuhan tidak akan membiarkan Ishak menjadi ilah palsu bagi Abraham. Selama Abraham tidak pernah harus memilih antara Ishak dan Tuhan, dia tidak dapat melihat bahwa kasihnya terhadap Ishak dapat menghancurkan dia. Itulah sebabnya Tuhan menguji dia dan Abraham lulus ujian. Kemudian Tuhan menyediakan korban bakaran untuk pengganti Ishak. Dan perhatikan apa yang terjadi selanjutnya. Ini adalah kunci untuk mengerti arti cerita ini yang sesungguhnya.
Kejadian 22:14 – Dan Abraham menamai tempat itu: “TUHAN menyediakan”; sebab itu sampai sekarang dikatakan orang: “Di atas gunung TUHAN, akan disediakan.” Perhatikan bahwa nama tempat itu bukanlah, “Aku akan taat” tetapi “Tuhan menyediakan.” Atau yang kita sering sebut dengan “Jehovah Jireh.” Terjemahan sebenarnya adalah “Tuhan akan melihat.” Jadi, ya, cerita ini tentang Abraham yang sedang diuji, tetapi cerita ini lebih daripada itu. Jika cerita ini terutama tentang ketaatan Abraham, Abraham akan menamainya berdasarkan ketaatannya. Tetapi Abraham mengerti. Cerita ini bukan hanya tentang ketaatan Abraham tetapi tentang Tuhan yang menyediakan. Dan itulah sebabnya dikatakan bahwa “Di atas gunung Tuhan, Tuhan akan menyediakan.” Tuhan akan menyediakan apa? Kita sering menggunakan istilah Jehovah Jireh untuk menggambarkan bahwa Tuhan tidak akan gagal untuk memenuhi apapun kebutuhan kita. Tetapi bukan itu yang Abraham maksudkan. Abraham sangat spesifik. Apa yang Tuhan akan sediakan? Pengganti Ishak. Korban bakaran pengganti untuk membayar hutang dosa. Dan cerita Abraham dan Ishak adalah bayangan tentang sosok Bapa dan Anak yang lain.
Dengarkan bagaimana Yesus mengatakannya. Yohanes 8:56 – Abraham bapamu bersukacita bahwa ia akan melihat hari-Ku dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita. Yesus berkata bahwa Abraham memiliki wawasan yang unik tentang zaman Yesus. Abraham mungkin tidak sepenuhnya memahaminya tapi entah bagaimana Abraham tahu bahwa suatu hari Tuhan akan menyediakan korban bakaran pengganti yang akan menghapus hutang dosa. Abraham melihat bahwa Tuhan akan menyediakan korban anak domba yang kita butuhkan, dan dia bersukacita. Dan ketika Yesus datang ke dunia, tahukah anda apa yang dikatakan Yohanes Pembaptis tentang dia? “Lihat, Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia.” Yesus datang untuk menjadi korban pengganti untuk membayar hutang dosa.
Sama seperti Abraham, Allah Bapa harus mengorbankan Putranya, Putra satu-satunya yang ia kasihi. Sama seperti Ishak, Yesus harus memikul kayu salib ke Gunung Moria. Tahukah anda di mana letak Gunung Moria? Tepat di sebelah Kalvari. Sama seperti Ishak, tubuh Yesus ditarik di atas kayu. Tetapi tidak seperti Abraham dan Ishak, tidak ada korban pengganti untuk Yesus. Di Gunung Kalvari, ketika Allah Bapa mengangkat pisaunya, tidak ada suara dari surga yang menghentikannya. Allah Bapa menusukan pisaunya menembus tubuh Putranya. Mengapa? Karena Yesuslah korban pengganti yang sejati. Dapatkan ini. Salib Yesus Kristus adalah jawaban atas ketegangan antara kekudusan Tuhan dan anugrah Tuhan. Salib adalah jawaban antara hutang dosa yang harus dibayar dan pemenuhan semua janji Tuhan. Di kayu salib Yesus Kristus, keadilan Tuhan dan belas kasihan Tuhan bertemu. Di kayu salib Yesus Kristus, hutang dosa dibayar sekali untuk selamanya. Keadilan Tuhan dipuaskan. Dan di kayu salib yang sama, belas kasihan Tuhan dimanifestasikan. Yesus membayar hutang dosa yang kita tidak sanggup bayar sehingga siapa pun yang percaya kepadanya dapat menerima janji Tuhan. Karena Tuhan tidak menyanyangkan Anak sulungnya tetapi menyerahkan dia sebagai korban untuk dosa, kita tidak perlu mempersembahkan anak sulung kita. Tidak ada korban pengganti untuk Yesus karena dia datang untuk menjadi pengganti kita.
Saya tutup dengan ini. Tahukah anda apa yang terjadi dengan anda ketika anda melihat apa yang Abraham lihat? Hal itu akan melelehkan hati anda. Saya tidak tahu ujian seperti apa yang Tuhan berikan kepada anda sekarang. Mungkin suami, istri, anak-anak, bisnis, pacar, hobi, kenyamanan, atau masa depan anda. Tetapi cara untuk lulus ujian bukanlah dengan hanya mengatakan, “Aku harus taat.” Anda tidak akan berhasil. Cara untuk lulus ujian adalah dengan mempertimbangkan Injil, mempertimbangkan salib Yesus Kristus. Pikirkan Injil. Paulus mengatakannya seperti ini. Roma 8:32 – Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia? Jika Allah Bapa tidak menyanyangkan yang terbaik dari surga untuk kita, bukankah dia dengan murah hati akan memberikan apa yang baik untuk kita? Itu berarti bahwa jika hari ini Tuhan meminta kita untuk menyerahkan apa pun kepadanya, itu tidak mungkin karena dia tidak menginginkan apa yang baik untuk kita. Dia telah menyerahkan Anaknya sendiri untuk mati bagi kita supaya kita tahu bahwa dia tidak akan menahan sesuatu yang baik dari kita. Beginilah cara kita mendaki gunung. Bukan dengan berpikir bahwa kita harus taat tetapi dengan mempertimbangkan Injil. Abraham melihat ke Gunung Moria dan berkata, “Tuhan akan menyediakan.” Hari ini kita melihat ke Gunung Kalvari dan berkata, “Tuhan telah menyediakan.” Dan kita dapat berkata kepada Tuhan, “Sekarang aku tahu bahwa engkau mengasihiku karena engkau tidak menyanyangkan Putramu, Putramu satu-satunya yang engkau kasihi dariku.” Biarkan kebenaran ini melelehkan hati kita dan merubah kita dari dalam. Mari kita berdoa.
Discussion questions:
- What is the test that God gives Abraham and why is it necessary?
- “The ultimate test of faith is when God asks us not only to surrender our past but to surrender our future.” Explain why it is a lot harder to surrender our future than our past.
- Have you ever felt the tension between trusting God’s promises and obeying God’s commands? Share your story.
- “Logizomai.” How do we apply this in our daily life? Give some life examples.
- Read Genesis 22:14. What does it mean “The Lord will provide”?
- How does the gospel empower us to offer our “Isaac”?
Sorry, the comment form is closed at this time.