07 Aug When I Failed God
Yohanes 21:1-19
Pada hari Tahun Baru, 1929, Georgia Tech bertanding melawan University of California di Rose Bowl. Dalam pertandingan itu, seorang pria bernama Roy Riegels mendapatkan bola muntah untuk California. Entah bagaimana, ia menjadi bingung dan mulai berlari 65 meter ke arah yang salah. Salah satu rekan tim, Benny Lom, mengejar dan menjatuhkan dia sebelum dia mencetak gol untuk tim lawan. Tech kemudian berhasil mencetak point dengan mudah dari kesalahan ini.
Permainan aneh ini terjadi di babak pertama, dan semua orang yang menonton pertandingan itu mengajukan pertanyaan yang sama: “Apa yang akan dilakukan Pelatih Nibbs Price terhadap Roy Riegels di babak kedua?” Para pemain keluar dari lapangan dan masuk ke ruang ganti mereka. Mereka duduk di bangku dan di lantai, semua tetapi Riegels. Dia meletakkan handuk di atas bahunya, duduk di pojok, menutupi wajah dengan tanganya, dan menangis seperti bayi.
Jika kita pernah melihat pertandingan football, kita tahu bahwa di pertengahan babak biasanya pelatih mempunyai banyak hal untuk dibicarakan. Hari itu pelatih Price tidak berkata apa apa. Tidak diragukan lagi bahwa ia sedang mencoba memutuskan apa yang harus dilakukan dengan Riegels. Kemudian pencatat waktu datang dan mengumumkan bahwa waktu tersisa tiga menit lagi sebelum pertandingan dilanjutkan.
Sebagai orang Kristen, kita semua dipanggil untuk menjadi berkat bagi orang lain. Untuk menjadi berkat, ada set standar yang harus kita penuhi. Kita semua mencoba sebaik mungkin untuk mengikuti standar itu dan mejadi lebih baik. Dengan kata lain, setiap dari kita terpacu oleh kesuksesan. Karena orientasi sukses ini, gereja telah menjadi ahli dalam mengajar orang bagaimana untuk mencapai kesejahteraan dalam hidup, namun gagal untuk memberikan harapan bagi mereka yang gagal. Kita sangat terpacu dengan kesuksesan sehinga kita tidak mentolerasi kegagalan.
Pada kenyataanya, kita semua gagal mengikuti Tuhan lebih dari yang mau kita akui. Tetapi karena kita dikelilingi oleh situasi yang menjunjung tinggi kesuksesan, kita tidak suka mengakui kegagalan dan itu membuat kita menjadi munafik. Kita bertindak seolah-olah semuanya berjalan dengan baik dan menggunakan kosa-kata gereja untuk menutupi keadaan kita sementara di dalam hati, kita penuh dengan rasa sakit, luka dan malu.
Kabar baiknya adalah bahwa pesan Injil bukanlah bagi mereka yang berhasil dalam segala hal. Injil adalah kabar baik karena Injil menawarkan harapan bagi yang tidak mempunyai harapan, keringanan bagi yang berbeban berat dan kesembuhan bagi yang terluka. Gereja bukanlah sebuah klub sosial bagi orang-orang baik; Gereja adalah rumah sakit untuk orang sakit. Yesus adalah Dokter kita dan kita semua adalah pasien Nya. Sangatlah penting bagi kita untuk mengakui bahwa kita sering gagal mengikuti kehendak Tuhan lebih dari pada yang kita mau orang lain ketahui. Dan sangatlah penting untuk kita mengetahui apa yang harus kita lakukan sewaktu kita gagal.
Petrus dikenal sebagai murid yang mengasihi Yesus, berbeda dengan Yohanes yang dikenal sebagai murid yang dikasihi Yesus. Seindahnya menjadi orang yang dikasihi Yesus, kita sering sekali menemukan diri kita di posisi Petrus – orang yang sangat blak-blakan tentang kasihnya kepada Tuhan, tetapi menemukan dirinya terseling kali gagal untuk menghidupinya. Setiap dari kita bisa melihat diri kita di Petrus lebih dari yang kita ingini.
Lukas 5 – Pertemuan pertama Petrus dengan Yesus. Karena banyaknya orang di sekitarnya, Yesus naik ke perahu Petrus, dan dari situ Ia mengajar orang-orang. Ketika Dia sudah selesai berbicara, Dia meminta Petrus untuk menebarkan jala. Petrus menjawab dengan enggan bahwa mereka telah melakukannya sepanjang malam. Dia lelah dan letih dari bekerja semalaman. Yesus mungkin tahu tentang banyak banyak hal, tapi Petrus tahu tentang memancing. Petrus tahu kapan harus bekerja dan kapan harus berhenti. Akal sehat mengatakan sudah waktunya untuk berhenti.
Salah satu hal yang paling sulit untuk dilakukan adalah kembali ke tempat di mana kita gagal. Yesus mengetahui hal itu. Itulah sebabnya Ia menawarkan diri untuk pergi bersama mereka. Outing pertama dilakukan tanpa Yesus; tetapi kali ini Yesus ikut serta. “Coba lagi, kali ini dengan Aku di perahu.” Petrus dengan berat hati setuju untuk mencoba lagi.
Hasilnya sangatlah luar biasa sampai jala mereka hampir robek penuh dengan ikan. Ketika Petrus melihat ini, dia tersungkur di depan Yesus dan berkata “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.” Ketika kita bertemu dengan pribadi Yesus yang sesunguhnya, reaksi kita akan mirip dengan Petrus. Tidak peduli seberapa baik kita, setiap dari kita adalah orang berdosa dihadapan Tuhan. Kenyataan bahwa Yesus datang dan memanggil Petrus untuk menjadi penjala manusia, semua adalah karena kasih karunia-Nya. Tuhan adalah inisiator pertama di dalam setiap hubungan. Bukan Petrus yang menghampiri Yesus, melainkan Yesus yang menghampiri Petrus.
Matius 14 – Para murid sedang berada di perahu untuk berlayar ke seberang sementara Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa. Perahu itu diombang-ambingkan gelombang dan tak lama sebelum fajar, Yesus datang kepada mereka, berjalan di atas air. Para murid melihat Yesus berjalan di atas air dan berpikir itu hantu. Tetapi Yesus segera berkata kepada mereka: “Tenanglah! Aku ini, jangan takut”
Petrus, melihat itu adalah Yesus, meminta Yesus mengatakan kepada Petrus untuk datang kepada-Nya di atas air. Kata Yesus “datanglah.” Ajaibnya, melawan semua hukum fisika, Petrus berjalan di atas air. Petrus melakukan hal yang mustahil ketika ia mentaati perkataan Tuhan, sampai ia menyampingkan pandanganya dari Yesus dan mulai melihat sekelilingnya. Ia menjadi takut dan mulai tenggelam.
Dalam sekejap, Petrus berubah dari pahlawan menjadi pengecut. Petrus gagal ketika dia mulai melihat situasi dan bukan Yesus. Tetapi Yesus tidak membiarkan Petrus tenggelam terlalu lama. Alkitab mengatakan bahwa Yesus segera mengulurkan tangan-Nya dan menangkap Petrus. Petrus ragu dan gagal tapi itu tidak menghentikan Yesus untuk menyelamatkan Petrus.
Matius 16 – Yesus bertanya kepada murid-murid-Nya, “Siapakah Anak Manusia itu?” Murid-murid memberi banyak jawaban tetapi tidak ada satupun yang benar. Akhirnya Petrus berdiri dan berkata, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” Yesus menjawab, “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan ini kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga.”
Petrus pastinya sangat senang dengan dirinya. Dialah satu-satunya yang menerima wahyu khusus dari Tuhan tentang jati diri Yesus. Tapi itu tidak berlangsung lama. Yesus kemudian memberitahukan tentang kematian-Nya kepada murid-muridNya. Petrus, penuh dengan percaya diri atas wahyu yang dia terima sebelumnya, berpikir bahwa dia tahu lebih baik dari pada Yesus. Dia menarik Yesus ke samping dan menegor-Nya. Dia berkata “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau”
Petrus, berpikir dia layak menerima pujian lagi dari Yesus, sangatlah terkejut ketika ia mendengar jawaban Yesus. “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” Sekali lagi Petrus berubah dari pahlawan menjadi pelawan. Dia telah gagal mengenal Tuhan lebih dari yang dia mau akui.
Matius 26 – kegagalan terbesar Petrus terjadi dimalam sebelum penyaliban. Sebelumnya, Yesus telah mengatakan bahwa Petrus akan menyangkal Dia tiga kali. Petrus menjawab: “Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak.” Petrus memiliki percaya diri yang kuat atas kasih-Nya kepada Yesus.
Walaupun dia telah berjanji, Petrus melakukan persis apa yang dia bersumpah tidak akan pernah lakukan. Ketika Yesus ditangkap, Petrus kabur; dia berpaling meningalkan teman tersayangnya. Pada saat itu, naluri untuk bertahan hidup bertabrakan dengan kesetiaan Petrus kepada Kristus, dan untuk sesaat kesetiaan Petrus menang. Petrus pergi ke halaman Kayafas untuk melihat apa yang terjadi pada Yesus.
Lukas menjelaskan bahwa Petrus mengikuti Yesus dari kejauhan. Ia berhati-hati untuk tidak terlalu dekat sampai dilihat orang. Masalahnya adalah, Petrus terlihat. Orang-orang lain di dekat perapian mengenalinya. “Orang ini bersama sama dengan Yesus.” Tiga kali orang mengatakan itu, dan setiap kali Petrus menyangkal hal itu. Kita harus mengerti bahwa karakter utama dalam drama penyangkalan ini bukanlah Petrus melainkan Yesus. Yesus, yang mengetahui semua isi hati, tahu tentang penyangkalan temannya. Tiga kali garam pengkhianatan Petrus menyengat luka-luka Mesias.
Ketika ayam berkokok, Yesus berpaling. Matanya mencari Petrus dan mereka menemukannya. Petrus tidak akan pernah melupakan tatapan itu. Meskipun terlihat hanya berlangsung sesaat, bagi Petrus tatapan itu berlangsung sangat panjang. Petrus telah gagal berkali-kali sebelumnya, tapi sangatlah pasti, ini adalah kegagalan terburuknya. Dia telah mengkhianati seseorang yang dia bersumpah tidak akan pernah tingalkan.
Beberapa hari kemudian, Petrus kembali di Danau Galilea. Dia tahu tentang kebangkitan Yesus. Dia tahu bahwa makam sudah kosong. Dia tahu bahwa Setan sudah dikalahkan. Dia bahkan sudah melihat Yesus yang bangkit dengan matanya sendiri. Tapi sesuatu masih mengganggu dirinya. Itu adalah mata Yesus yang melihat kegagalannya. Petrus penuh dengan rasa malu.
Petrus memutuskan untuk pergi menangkap ikan dan murid-murid lain ikut bersama dengan dia. Jadi mereka pergi menangkap ikan, tetapi malam itu mereka tidak menangkap apa-apa. Kemudian Yesus berteriak kepada mereka untuk melemparkan jala mereka di sisi kanan perahu dan mereka lakukan itu. Hasilnya sangatlah luar biasa. Mereka tidak mampu untuk mengangkat jala mereka karena jumlah ikan yang mereka tangkap. Ini hampir seperti deja-vu dari pertemuan pertama Petrus dengan Yesus. Petrus sibuk melakukan pekerjaanya dan tidak menyadari apa yang terjadi. Tetapi Yohanes tidak melewati arti kejadian ini, “Itu Tuhan!”
Petrus tidak buang-buang waktu dan dia dengan cepat memakai pakaianya dan berenang menuju Yesus. Akhirnya Petrus berhadapan muka dengan muka lagi dengan sosok yang dia tingalkan. Petrus pasti memiliki banyak hal yang ingin dia katakan tetapi ia tetap diam. Orang yang biasanya sangat vokal telah kehilangan kata kata. Dia telah gagal mengikuti Tuhan, tetapi Tuhan datang kepadanya. Allah menawarkan sarapan untuk teman yang mengkhianati Dia. Sekali lagi Petrus menemukan kasih karunia di Galilea.
Pelatih Price memandang tim dan hanya mengatakan, “tim yang sama yang memainkan babak pertama akan memulai babak kedua.” Para pemain berdiri dan berjalan keluar, semua tetapi Riegels. Dia tidak bergeming. Pelatih menoleh ke belakang dan memanggilnya lagi, dia masih tidak bergerak. Pelatih Price pergi ke tempat Riegels duduk dan berkata, “Roy, kau tidak mendengarku? Tim yang sama yang memainkan babak pertama akan memulai babak kedua.” Kemudian Roy Riegels menengadah dan pipinya basah dengan air mata. “Pelatih,” katanya, “Aku tidak bisa melakukannya lagi. Aku sudah menghancurkan reputasimu, aku telah merusak University of California, aku telah merusak diriku sendiri. Aku tidak bisa menghadapi penonton di stadion ini” Kemudian Pelatih Price mengulurkan tangan dan meletakkan tangannya di bahu Riegel dan berkata kepadanya: “Roy, bangun dan kembali ke lapangan, pertandingan barulah berjalan setengah babak.” Dan Roy Riegels kembali, dan orang-orang Tech akan memberitahu anda bahwa mereka belum pernah melihat orang bermain football seperti Roy Riegels bermain di babak kedua.
Kita memiliki pelatih Surgawi yang mengatakan hal yang sama kepada kita. Anda mungkin telah gagal, tapi permainan barulah berjalan setengah babak. Mungkin tampaknya Petrus tidak bisa melakukan apa apa dengan benar. Dia selalu gagal. Tapi dari antara semua murid, Tuhan memilih Petrus untuk menjadi juru bicara utama pada hari Pentakosta. 3000 orang diselamatkan dengan khotbah pertamanya.Petrus-lah yang Tuhan pilih untuk menjadi pengkhotbah pertama ke bangsa kafir (rumah Kornelius). Petrus yang sama juga , yang sepertinya gagal melakukan segala sesuatu, yang Tuhan tunjuk untuk menjadi kepala gereja mula-mula.
Namun, hidup tidak berjalan selancar yang Petrus harapkan. Beberapa waktu kemudian, Petrus gagal lagi. Di Antiokhia, dia mengkompromikan dirinya karena ketakutan terhadap pendapat orang Yahudi dan dia menjadi munafik, sampai dia harus menerima teguran publik dari Paulus. Orang yang tidak bisa melakukan apa-apa dengan benar, yang sepertinya sudah menjadi orang yang tidak bisa berbuat salah, telah gagal lagi.
Tapi cerita Petrus tidak berakhir di sana. Tuhan memilih Petrus untuk menjadi penulis dua buku dari Perjanjian Baru. Dan Petrus menyebut Allah sebagai “Allah sumber segala kasih karunia.” Petrus tahu persis bahwa dia ada dimana dia ada hanyalah oleh kasih karunia Allah. Ini bukanlah Allah satu atau dua kasih karunia tetapi Allah sumber segala kasih karunia. Petrus telah gagal cukup untuk mengetahui bahwa jika kasih Allah bersyarat pada perilakunya, dia sudah gagal untuk medapatkanya. Tetapi Allah mengasihi Petrus, bukan lepas dari dosa-dosanya, tetapi tanpa memandang dosa-dosanya. Itulah cara kasih karunia Allah berkerja. Kasih karunia tidak melihat dosa-dosa kita ataupun kebaikan kita tetapi hanya terhadap perbuatan Kristus.
Tantangan terbesar yang kita hadapi ketika kita gagal dalam mengikuti Allah adalah untuk tidak melihat ke diri kita sendiri tetapi untuk melihat ke Yesus. Musuh-musuh kita tidak ingin kita untuk melihat ke Yesus. Dia ingin kita untuk penuh dengan rasa malu dan tidak layak. Dia berbisik kepada telinga kita bahwa kita tidak layak menerima kasih Kristus. Banyak dari kita berada dalam gereja hari ini karena kita mencoba untuk menjaga reputasi ‘orang baik,’ sedangkan hati kita jauh dari Yesus karena rasa malu. Kabar baiknya adalah bahwa Yesus yang sama yang menghampiri Petrus, datang untuk menghampiri kita semua pada saat-saat terburuk.
Doa Yesus untuk Petrus: “Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu. “Lukas 22:31-32. Yesus berdoa doa yang sama bagi kita semua. Kita mungkin gagal dan menghancurkan hati-Nya. Tetapi doa-Nya untuk kita adalah biar iman kita tidak gagal dan supaya kita kembali kepada-Nya! Jangan biarkan rasa malu menghentikan kita kembali kepada-Nya karena Ia menunggu kita dengan tangan yang terbuka. Dan sewaktu kita telah kembali, Dia sudah menyiapkan hal yang lebih besar dari yang dapat kita harapkan. Dia adalah Allah sumber segala kasih karunia!
Yesaya 44:21-22 – Ingatlah semuanya ini, hai Yakub, sebab engkaulah hamba-Ku, hai Israel. Aku telah membentuk engkau, engkau adalah hamba-Ku; hai Israel engkau tidak Kulupakan. Aku telah menghapus segala dosa pemberontakanmu seperti kabut diterbangkan ke angin dan segala dosamu seperti awan yang tertiup. Kembalilah kepada-Ku, sebab Aku telah menebus engkau!
Amsal 24:16a – sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali
Jangan biarkan dosa dan rasa malu menghentikan kita kembali kepada Tuhan. Kristus telah membayar harga yang besar untuk menebus kita. Kita adalah milik-Nya dan Dia milik kita. Terus datang kembali kepada-Nya sampai kita begitu penuh dengan kasih-Nya bagi kita. Kita tidak bisa membuat keputusan untuk tidak pernah berbuat dosa lagi namun kita dapat membuat keputusan dalam hati kita untuk tidak pernah membiarkan dosa dan rasa malu menghentikan kita kembali kepada Tuhan. Karena hanya ketika kita dikonsumsi dengan kasih-Nya dan kasih karunia-Nya kita akan menemukan kebebasan dari semua belengu-belengu kita.
Sorry, the comment form is closed at this time.