Regret versus Thanks

By Eddy Suki

 

Satu universitas di New York melakukan studi dengan menaruh sebuah papan tulis di depan sebuah taman yang dilewati banyak orang. Papan tulis tersebut tertulis sebuah pernyataan “What’s your biggest regret” (Penyesalan anda yang paling besar). Banyak orang yang melewati papan tersebut berhenti untuk membaca dan banyak orang yang terlihat juga ragu untuk menulis. Setelah beberapa saat, seseorang mulai mengambil kapur dan menulis di atas papan itu. Selang beberapa lama, papan tulis tersebut penuh dengan kalimat-kalimat penyesalan.

 

Dari semua pernyataan yang tertulis, ada satu hal yang sama, yaitu

–      Banyak penyesalan terjadi karena TIDAK meraih kesempatan yang ada

–      Banyak penyesalan terjadi karena TIDAK menyatakan isi hati mereka

–      Banyak penyesalan terjadi karena TIDAK mengejar apa yang menjadi mimpi mereka

 

Penyesalan terjadi karena seseorang TIDAK mencapai atau mendapatkan sesuatu yang seharusnya dia dapat raih. Namun, bagaimana dengan segala sesuatu yang kita miliki saat ini ataupun yang telah dipercayakan kepada kita?

 

Pernahkah kita merenungkan bahwa apa yang kita nikmati saat ini (berkat) dan pada saat yang sama, ada orang lain yang menyesali kalau mereka tidak dapat menikmati hal yang sama? Menikmati berkat yang ada bukanlah tindakan berdosa. Merasa memiliki apa yang kita nikmati saat ini membuat kita lupa mengucap terima kasih dan bersyukur.

 

Jika pola pikir kita sebagai “Pemilik”, maka kita cenderung kurang puas dengan apa yang ada dan selalu ingin lebih untuk memuaskan ego kita. Kita tidak ragu untuk mengabaikan apa yang ada dan selalu mengejar yang lebih baik. Sebagai contoh, ketika kita bosan dengan pekerjaan kita, kita tidak ragu untuk mengundurkan diri dari perusaahan dan mencari pekerjaan dengan gaji lebih tinggi ataupun jabatan lebih tinggi. Tidak hanya dalam hal “pekerjaan” namun hal yang sama dapat terjadi dalam hubungan suami-istri, keuangan, kesehatan, dan lain-lain.

 

Studi di atas belum berakhir, orang-orang yang menulis di papan itu diberi penghapus dan disuruh menghapus semua penyesalan mereka. Papan tulis itu sekarang telah bersih yang melambangkan sebuah awal yang baru (Clean Slate).

 

Sama halnya dengan kita, jikalau kita masih mengeluh dan tidak puas dengan apa yang kita miliki saat ini, sudah waktunya kita meninggalkan attitude yang lama dan mengisi hari ke depan (clean slate) dengan attitude yang baru – Thanks Giving.

 

Belum terlambat untuk kita semua mengambil sikap yang rendah hati dan mengakui segala kesombongan kita. Marilah kita memulai dan mengakhiri hari kita dengan ucapan terima kasih dan puji syukur.

No Comments

Sorry, the comment form is closed at this time.