Building unity in the Church

“Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.

Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah”

Kolose 3:14-15.

 

Tidak ada yang lebih penting bagi Tuhan selain gereja-Nya, Dialah yang membangun gereja-Nya, Ia telah berkorban darah dan nyawa bagi gerejaNya. Tuhan tidak ingin gereja-Nya mengalami disharmoni, konflik dan perpecahan. Dia ingin gereja-Nya sebagai rumah keluarga yang harmonis dan sempurna.

Jika kita adalah bagian dari keluarga, kita bertanggung jawab atas persatuan dan ke harmonisan keluarga kita.

 

Beberapa faktor disharmoni:

  • Perbedaan, setiap kita diciptakan unik dan berbeda satu dengan yang lain.
  • Dosa, sifat dosa manusia adalah egois dan pemberontak dan semua masih dalam proses kesempurnaan.
  • Masalah, didalam kehidupan selalu ada masalah tanpa diundang dan masalah bisa menciptakan disharmoni.
  • Pertumbuhan, yang baik perlu direncanakan dan pasti ada “ketegangan” didalam proses pertumbuhan yang dinamis.

 

Bangun Persamaan, Bukan Perbedaan.

Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera:

satu tubuh dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu,

satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua.”

Efesus 4:3-4, 6.

 

Faktor terbesar terjadi konflik adalah berbeda pendapat. Perbedaan adalah suatu takdir yang tidak bisa dihindari. Dan kita tahu hampir setiap kita mempunyai latar belakang yang berbeda, suku yang berbeda, cara berpikir dan sifat yang berbeda.

 

Karena perbedaan itu adalah hal yang tidak bisa dihindari, maka jika kita ingin hidup bersama dengan harmonis, kita harus mengembangkan cara berpikir saling menghormati dan dapat menerima perbedaan tanpa mempertentangkannya.

 

Kita membangun persatuan dengan cara membangun persamaan dan jika ada perbedaan pendapat, kita harus mengutamakan kepentingan yang bernilai Illahi (damai sejahtera). Kita harus menciptakan damai sejahtera lebih dari semuanya.

 

Kita mempunyai kesamaan didalam keselamatan, iman, masa depan dan tujuan hidup didalam Tuhan yang sama; faktor-faktor inilah yang harus kita bangun.

 

“Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran” 2 Timotius 2:23.

Masalah besar harus dikecilkan (bukan masalah kecil yang dibesar-besarkan) dan masalah kecil harus ditiadakan (bukan mencari-cari persoalan).

 

Konflik yang terjadi bukan hanya beda pendapat tetapi yang sering terjadi ketika kita menganggap hal yang tidak penting, menjadi hal yang sangat penting. Seperti halnya selera, gaya, metode, pilihan-pilihan akan selalu berbeda; kita harus berusaha menyelaraskan dan kemudian bersepakat.

 

Realistis Bahwa Tidak Ada Yang Sempurna.

“Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri.

Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya”

Roma 15:1-2.

 

Dosa telah membuat dunia dan isinya serta sistim didalamnya menjadi kacau dan tidak sempurna; sehingga berakibat juga tidak ada gereja di dunia ini yang sempurna.

 

Namun demikian sebagai jemaat kita harus tetap semangat dan membangun gereja sebagai rumah keluarga yang ideal.

 

Gereja yang ideal akan terbangun bila setiap anggota gereja memahami bahwa gereja adalah sebuah keluarga rohani. Seperti halnya di rumah kita masing-masing, setiap anggota keluarga harus berpikir untuk saling menolong satu dengan yang lain.

 

Kita tahu bahwa setiap orang di dalam anggota keluarga mempunyai talenta yang berbeda sehingga setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan di bidang masing-masing.

Sesuai firman Tuhan tersebut, setiap anggota jemaat harus saling tolong menolong seperti idealnya didalam sebuah keluarga sehingga terjadi kolaborasi dan tercapai sinergi.

 

Namun kenyataannya yang sering terjadi adalah sikap anggota jemaat di dalam gereja yang hanya mengkritik tanpa berpikir solusi praktis atau juga banyak yang bersikap menerima pasif tanpa adanya partisipasi aktif.

 

Setiap anggota jemaat harus berprinsip mereka adalah anggota keluarga yang tidak terpisahkan dan juga saling menjaga dan saling bertanggung jawab.

“Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah” Efesus 2:19.

 

Sebagai orang berdosa walau sudah bertobat, baik sengaja atau tidak, pasti diantara kita ada yang saling menyakiti. Namun sebagai keluarga, kekecewaan apapun yang terjadi, seharusnya selalu terjadi rekonsiliasi dan saling membangun sehingga terbentuk hubungan yang lebih baik, sesuai prinsip keluarga ideal yang tidak mungkin terpisahkan.

 

Pada akhirnya setiap anggota harus sadar diri bahwa kita semua tidak sempurna, namun dengan berusaha untuk saling melengkapi seperti halnya sebuah keluarga ideal, maka akan terbentuk gereja sebagai rumah keluarga rohani.

 

Sebuah rumah rohani yang dibangun oleh sikap anggota yang tidak saling menghakimi tetapi saling melengkapi.

“Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya” Roma 14:1.

 

Dengan demikian di gereja sebagai “rumah keluarga rohani” inilah akan terbentuk orang-orang yang diproses menjadi sempurna. Sebagai warga Kerajaan Surga, setiap perbedaan tidak seharusnya terjadi keributan atau perpisahan tetapi justru melalui perbedaan terjadi sinergi.

 

Sadarilah Bahwa Masalah Adalah Penyempurna.

“Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia” Yakobus 1:12.

 

Bangun kesadaran bahwa tidak ada masalah yang tidak terselesaikan, masalah bukan penghancur hubungan tetapi perekat hubungan (baik dengan Tuhan maupun sesama).

Ujian masalah tidak akan berhenti sampai kesempurnaan terjadi karena secara de jure, kita telah disempurnakan oleh karya Salib; namun de facto belum.

Itu sebabnya masalah seharusnya membuat manusia semakin bijaksana bukan menjadi semakin tidak berdaya.

 

Di dalam Gereja sebagai Keluarga, harus terbangun kesadaran bahwa masalah adalah pembangun karakter (character building).

 

Melayani Sesuai Talenta.

“Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, yang rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota, menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih” Efesus 4:16.

 

Di dalam organisasi apapun pertumbuhan tidak terjadi dengan sendirinya, harus ada gairah/ semangat, ada perencanaan dan juga progress pelaksanaan. Namun perlu disadari setelah terjadi pertumbuhan akan selalu ada “ketegangan”.

Hal ini juga yang akan tejadi di dalam Gereja lokal yang mengalami pertumbuhan, baik itu pertumbuhan secara kualitas maupun kuantitas sehingga “ketegangan” sebenarnya adalah sesuatu yang wajar. Justru jika tidak ada ketegangan itu berarti tidak terjadi perubahan dan jika tidak ada perubahan berarti tidak ada pertumbuhan.

 

Contoh: bila secara jumlah jemaat bertumbuh, maka yang terjadi adalah jemaat lama ada yang terusik karena kursi yang biasa ia duduki, ditempati orang baru. Jika banyak jemaat bertumbuh secara kualitas, maka juga akan terjadi pergeseran, orang yang lebih berkualitas bisa  menggantikan posisi pelayanan tertentu sehingga ketegangan tidak bisa dihindari.

 

Proses pertumbuhan yang cepat bisa terjadi, apabila setiap orang mengijinkan Tuhan membangun gerejaNya melalui kerelaan anggota jemaat untuk dipakai didalam pelayanan bersama.

Setiap anggota jemaat pasti mempunyai keunikan masing-masing dan pertumbuhan akan terjadi jika setiap jemaat rela menjadi diri sendiri lalu berfungsi secara maksimal di bagiannya dan tidak ingin ber-peran meniru orang lain.

 

“Kerjasama harmonis yang digerakkan oleh kasih Kristus adalah karakter warga Kerajaan Surga”

No Comments

Sorry, the comment form is closed at this time.