Comeback stronger

Kita semua mengetahui bahwa sebagian besar orang tidak suka dengan kekalahan.

  • Tidak suka kalah bersaing dalam sekolah, perlombaan/pertandingan olah raga.
  • Tidak suka kalah bersaing dalam pekerjaan, alias tidak ada kemajuan dalam karir dan bisnis
  • Tidak suka kalah bersaing dalam mendapatkan pasangan hidup
  • Tidak suka kalah dalam perjuangan melawan penyakit, alias tetap harus menanggung penyakit tertentu yang tidak sembuh-sembuh.
  • Juga tidak mau kalah dengan keras dan kejamnya kehidupan ini, alias mengalami kelelahan dan keputusasaan … lanjutkan dengan keadaan anda masing-masing.

Intinya kita tidak suka dengan kekalahan.

Kita bahkan tidak suka mendengarkan kalimat ini, khususnya ketika ditujukan kepada kita; walaupun kita mengalaminya, kita akan menghibur diri dengan berkata, “yaa mungkin ada maksud Tuhan di balik bisnis atau karir yang tidak berkembang, penyakit yang belum sembuh, pasangan hidup yang belum datang, belum diberi keturunan dsb…

Memang benar itu dapat menjadi penghiburan yang menolong kita untuk tetap bertahan, namun tetap tidak dapat disangkali bahwa kekalahan itu melelahkan dan mematahkan kepercayaan diri. Kita semua ingin mengalami kemenangan, ingin bangkit bahkan menjadi berkat bagi orang-orang di sekitar kita.

Bangsa Israel dalam bacaan Alkitab hari ini sedang mengalami ketakutan akan bayangan kekalahan terhadap bangsa Filistin. Mereka berhadapan dengan Goliat, seorang jagoan bangsa Filistin yang terus menantang. Orang Israel takut dan gemetar, termasuk raja Saul, pemimpin mereka. Nah kita tahu akhir dari cerita ini, bukan?

Pula kata Daud: ”Tuhan yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu.” Kata Saul kepada Daud: ”Pergilah! Tuhan menyertai engkau” 1 Samuel 17:37.

 

Daud, penggembala domba yang tidak pernah masuk dalam hitungan, ternyata dia menjadi pribadi yang bangkit dan menjadi berkat bagi bangsanya melalui kemenangannya melawan Goliat.

  • Apa rahasia kemenangan Daud?
  • Bagaimana ia berhasil bangkit dan memberikan harapan bagi orang-orang Israel di sekitarnya yang sedang dalam keadaan terpuruk?
  • Daud mempunyai pengalaman baik atas pekerjaan Allah di masa lalu.

“… t’lah ku lihat kebaikanMu, yang tak pernah habis di hidupku…”

34 “Tetapi Daud berkata kepada Saul: ”Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya. Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya,

35 maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya. Kemudian apabila ia berdiri menyerang aku, maka aku menangkap janggutnya lalu menghajarnya dan membunuhnya.

36 Baik singa maupun beruang telah dihajar oleh hambamu ini. Dan orang Filistin yang tidak bersunat itu, ia akan sama seperti salah satu dari pada binatang itu karena ia telah mencemooh barisan dari pada Allah yang hidup.”

1 Samuel 17:34-36.

Di tengah ketakutan bangsa Israel terhadap bangsa Filistin, Daud bangkit untuk menghadapi Goliat.

  • Apakah Daud menghadapi Goliat hanya karena nekat alias bermodalkan keberanian yang membabi buta?
  • Apakah Daud hanya sekedar menguji keberuntungan hidupnya?
  • Atau Daud dikuasai oleh keinginan untuk menjadi superhero dihadapan orang banyak?

BUKAN karena itu semua Daud memutuskan untuk melawan Goliat.

 

Perhatikan dua hal penting yang bisa kita temukan dari ayat 34-36.

Pertama: Daud menceritakan pengalamannya menggembalakan domba. Ketika Daud bercerita tentang pengalamannya, kita tahu bahwa semua pengalaman itu memberikan rasa percaya diri yang sangat kuat bagi Daud untuk menghadapi Goliat, sekalipun semua orang takut menghadapinya.

Kata Daud, ”Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya. Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya. Kemudian apabila ia berdiri menyerang aku, maka aku menangkap janggutnya lalu menghajarnya dan membunuhnya. Baik singa maupun beruang telah dihajar oleh hambamu ini.”

Daud mengalami kemenangan-kemenangan kecil dalam hidupnya, seperti saat menghadapi singa atau beruang, ia berhasil mengejar, menghajar binatang-binatang itu sehingga dombanya dapat diselamatkan.

  • Mengapa saya katakan itu kemenangan kecil? Yaa kecil.
  • Mungkin itulah yang orang-orang pikirkan, saat mendengarkan perkataan Daud, anak muda ini.

Mungkin dalam hati mereka berkata, “itu’kan singa, itu’kan beruang; ini Goliat!” Atau yang lain berkata, “Yang kamu ceritakan itu soal domba, semua gembala yaa sudah seharusnya bisa menyelamatkan domba-dombanya.”

Tetapi ini tentang orang banyak, nasib sebuah bangsa, apa kamu bisa menyelamatkan bangsa ini?”

Bagi Daud, semua pengalamannya menang melawan binatang-binatang buas itu, menjadi pengalaman yang mendatangkan kekuatan baginya saat dia dihadapkan dengan kenyataan bahwa bangsanya sedang dicengkeram ketakutan. Ketakutan terhadap bangsa Filistin yang terkenal paling kuat.

 

Hal Kedua yang bisa kita temukan dari ayat 34-36 ini adalah bahwa pengalaman kemenangan Daud melawan binatang-binatang buas itu ternyata membuat imannya menjadi lebih kuat. Bukan sekedar nostalgia masa lalu yang membuat kepercayaan atau kebanggaan diri.

  • Daud berkata, “Baik singa maupun beruang telah dihajar oleh hambamu ini. Dan orang Filistin yang tidak bersunat itu, ia akan sama seperti salah satu dari pada binatang itu karena ia telah mencemooh barisan dari pada Allah yang hidup.”
  • Apakah Daud sedang menyamakan orang Filistin dengan singa dan beruang? TIDAK.
  • Tetapi Daud sedang mengungkapkan bahwa kemenangan-kemenangannya melawan binatang buas selama ini tidak luput dari campur tangan Allah.

Karena itu Daud berkata, “Tuhan yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu” (ayat 37).

Daud menyebut orang Filistin dengan istilah “yang tidak bersunat” alias orang yang tidak percaya kepada Allah bahkan mencemooh Allah, mereka akan mengalami nasib yang sama dengan binatang buas yang coba menerkam domba Daud.

  • Goliat dan bangsa Filistin mengalami kekalahan dan Tuhan memberikan kemenangan kepada Daud dan bangsa Israel.
  • Pertarungan dengan Goliat, dilihat Daud sebagai pertarungan iman.

Sering kali kita menjadi lupa akan pengalaman disertai dan ditolong Tuhan, apalagi ketika sedang menghadapi masalah yang besar di masa kini.

  • Rasanya semua yang Tuhan pernah lakukan dalam hidup anda, tidak berarti apa-apa.
  • Tuhan tetap diragukan kuasaNya, tetap disalahkan, Tuhan tetap ditinggalkan.
  • Anda tetap dibelenggu ketakutan, keputusasaan dan ketidakpercayaan pada Tuhan.

Daud punya kenangan atas perbuatan Allah di masa lalu. Ia mengingat penyertaan Tuhan dalam hidupnya selama ini.

  • Itu memberinya keberanian untuk mengalahkan semua rasa takutnya.
  • Itu memberinya keberanian untuk melakukan sesuatu yang besar bagi bangsanya.
  • Itu membuatnya bangkit dan bersinar di tengah bangsa yang terpuruk.
  • Dan bukan hanya Daud sendiri yang bangkit dan bersinar tetapi juga bangsanya.

Sama halnya dengan kita di masa kini. Ketika kita pernah mengalami berbagai penyertaan Tuhan di masa-masa sulit, kini kita berani bangkit, maka orang-orang di sekitar kita’pun akan ikut dibangkitkan: pengharapannya, kekuatannya, keberanian dan ketangguhannya. Hingga pada akhirnya, hidup anak-anak Tuhan akan menjadi berkat.

Menerangi sekitarnya yang sedang berada dalam kegelapan, baik karena belenggu dosa, maupun berbagai situasi hidup yang sulit yang membuat orang-orang di sekitar kita tidak lagi mampu melihat cahaya pengharapan bahkan mungkin cahaya hari esok.

  1. Daud selektif dalam mendengarkan perkataan orang lain.

Tetapi Saul berkata kepada Daud: ”Tidak mungkin engkau dapat menghadapi orang Filistin itu untuk melawan dia sebab engkau masih muda, sedang dia sejak dari masa mudanya telah menjadi prajurit” 1 Samuel 17:33.

 

Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang bapak tua bersama anaknya di sebuah desa.

Kehidupan mereka sangat miskin, harta yang mereka miliki hanyalah sebuah gubuk reyot dan seekor keledai. Setiap hari mereka bekerja dengan mengandalkan keledai itu. Hingga suatu hari, mereka memutuskan untuk menjual keledainya. Maka pergilah mereka ke kota untuk mendatangi pasar yang cukup ramai di kota itu.

Dalam perjalanan menuju ke kota,

  • datanglah seorang ibu melihat mereka, lalu ibu itu tertawa dan berkata, “kalian itu berjalan membawa keledai, mengapa tidak kalian tunggangi saja keledai itu? Kalian berdua benar-benar bodoh!”
  • “Ibu itu benar, Nak” kata bapak itu kepada anaknya, “kita berdua ini sungguh bodoh.” Segera bapak itu naik ke punggung keledai dan anaknya berjalan mengikuti di belakangnya.

Belum lama mereka berjalan,

  • datanglah seorang ibu tua mendekati mereka. Dengan ekspresi wajah tidak senang, ibu itu berkata kepada bapak yang sedang duduk di atas keledai, “Wah, ini tidak benar! Kamu menunggang keledai dan membiarkan anakmu berjalan kaki di belakangmu. Orang tua macam apa kamu itu!”
  • “Iyaa, ada benarnya perkataan orang itu,” pikir bapak itu sambil melompat turun dari punggung keledai. Lalu ia membiarkan anaknya naik ke punggung keledai. “Nak, kamu saja yang naik keledainya, biar bapak yang jalan kaki sambil menuntun.”

Mereka’pun kembali melanjutkan perjalanan.

  • Tiba-tiba terdengar suara teriakan orang dari kejauhan, “Anak muda, engkau menunggang keledai dengan enaknya dan membiarkan orang tua berjalan kaki. Anak zaman sekarang memang tidak tau hormat pada orang tuanya!”
  • Mendengar teriakan itu, si anak’pun merasa bersalah dan malu. Segeralah ia turun dari keledai itu.

Bapak dan anak itu kebingungan dan mencoba memikirkan bagaimana caranya membawa keledai mereka ke pasar tanpa dikritik lagi sana-sini.

  • “Aku punya ide,” kata anak itu, “kita berdua menunggang keledai, dengan demikian orang akan berhenti protes”. “Ide yang bagus,” ucap bapak itu dengan semangat. Segera mereka menunggangi keledai dan dengan semangat melanjutkan perjalanan.
  • Namun ternyata, ada lagi yang berteriak kepada mereka, “Apa kalian itu penyiksa binatang? Bagaimana bisa kalian berdua berada diatas punggung keledai itu. Tidak lama lagi keledai kalian pasti mati kelelahan.”
  • Mendengar teriakan itu, bapak dan anak itu’pun segera melompat turun dari atas keledai.

Dengan sedih dan putus asa, si anak berkata, “Bagaimana kalau kita yang memanggul keledai itu, Pak?” Bapak itu’pun mengangguk tanda mengiyakan usulan anaknya. Akhirnya bapak tua dan anak itu memanggul keledai mereka dengan sebilah bambu dan membawanya ke pasar.

Mungkin anda tersenyum mendengar cerita tersebut.

  • Namun sebenarnya cerita yang tampaknya tidak masuk akal ini sering terjadi dalam relasi dan interaksi kita dengan orang-orang di sekitar kita.
  • Orang kadang menjadi bingung, ragu karena mendengar terlalu banyak “apa yang orang lain katakan tentang diri mereka.”
  • Bahkan tidak jarang yang kemudian menjadi tidak berpendirian, kehilangan semangat dan tujuan hidup karena lelah menanggung semua perkataan bahkan harapan orang-orang di sekitarnya.

Cerita ini menunjukkan bahwa sampai kapan’pun kita tidak pernah bisa memuaskan keinginan semua orang sebab keinginan itu sendiri’pun akan terus berubah. Karena itu sangat penting untuk bersikap selektif dalam mendengar apa yang orang lain katakan.

  • Jika tidak, kita hanya seperti orang bodoh yang tidak tahu apa yang harus kita lakukan.
  • Jika terlalu sibuk mendengarkan orang lain dan tidak selektif, kita tidak mampu lagi membedakan mana yang benar dan mana yang jahat, mana yang harus segera kita lakukan dan mana yang tidak mendesak.

Ketika Daud mengutarakan niatnya untuk maju menghadapi Goliat, apakah orang-orang sekitarnya mendukung langkah beraninya? TIDAK!!

  • Raja Saul berkata kepada Daud, ”Tidak mungkin engkau dapat menghadapi orang Filistin itu untuk melawan dia sebab engkau masih muda…” 1 Samuel 17:33a.
  • Eliab, kakak Daud berkata, “Mengapa engkau datang? Dan pada siapakah kau tinggalkan kambing domba yang dua tiga ekor itu di padang gurun? Aku kenal sifat pemberanimu dan kejahatan hatimu: engkau datang kemari dengan maksud melihat pertempuran” 1 Samuel 17:28.

Tidak ada yang mendukung rencana Daud, tidak ada yang mempercayai keberaniannya bahkan niat baiknya. Anggaplah sekedar basa basi menyemangati sebagai rasa terima kasih atas niat baik Daud memikirkan solusi bagi bangsanya, itupun ternyata tidak ada.

Perkataan orang lain tentang Daud bermuatan negatif, cenderung melemahkan. Tetapi apakah Daud menjadi ragu?

Apakah hatinya menjadi galau? kemudian Daud mencoba mengikuti perkataan orang-orang tentang dirinya? TIDAK!!

  • Daud sama sekali tidak terpengaruh.
  • Daud tidak bergeming dengan niat dan rencananya.
  • Daud tidak gentar ataupun ragu.
  • Daud selektif dalam mendengarkan perkataan orang lain.
  • Daud memilih untuk mendengar dan mempercayai suara Tuhan Allahnya daripada suara atau perkataan yang tidak jelas.

 

Bagaimana dengan anda?

  • Apakah salah satu kesulitan atau penghalang anda untuk dapat bangkit adalah karena anda terlalu mendengarkan perkataan orang lain tanpa menyeleksinya?
  • Mungkin anda pernah berada di posisi bangkit, namun apa yang anda alami kemudian tidak berjalan sesuai dengan apa yang anda sudah perjuangkan bahkan korbankan.
  • Apakah karena itu kemudian anda menjadi terlalu lelah untuk bangkit dan memilih duduk manis berpangku tangan atau bahkan tiarap tertindih rasa takut dan kecewa?
  • Apakah karena itu anda memilih untuk berhenti bersinar dan memilih hidup dalam remang-remang, tidak perlu menonjol, tidak perlu tampak bahkan tidak ingin terlihat? Memilih hidup untuk diri sendiri saja?

 

Semua pengalaman Daud bersama Allah harus kita ingat dengan baik.

Jadikan itu sebagai kekuatan dan hikmat dalam menyeleksi perkataan dan pandangan hidup orang-orang di sekitar anda. Tidak semua orang berpihak pada anda dan membuat anda bangkit dan bersinar, bersikaplah selektif.

 

  • Daud berani mengambil langkah iman.

45 “Tetapi Daud berkata kepada orang Filistin itu: ”Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing tetapi aku mendatangi engkau dengan nama Tuhan semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kau tantang itu.

46 Hari ini juga Tuhan akan menyerahkan engkau ke dalam tanganku dan aku akan mengalahkan engkau dan memenggal kepalamu dari tubuhmu; hari ini juga aku akan memberikan mayatmu dan mayat tentara orang Filistin kepada burung-burung di udara dan kepada binatang-binatang liar supaya seluruh bumi tahu bahwa Israel mempunyai Allah,

47 dan supaya segenap jemaah ini tahu bahwa Tuhan menyelamatkan bukan dengan pedang dan bukan dengan lembing. Sebab di tangan Tuhanlah pertempuran dan Ia pun menyerahkan kamu ke dalam tangan kami.”

48 Ketika orang Filistin itu bergerak maju untuk menemui Daud, maka segeralah Daud berlari ke barisan musuh untuk menemui orang Filistin itu;”

1 Samuel 17:45-48.

Jika kedua pembahasan di atas lebih bersifat untuk ke dalam diri kita, maka di bagian terakhir ini kita melihat pentingnya mengambil langkah atau tindakan nyata sebagai tahap selanjutnya dari perjalanan kita untuk bangkit, terutama di tengah keterpurukan.

Dengan kenangan pengalaman penyertaan Allah di masa lalu dan telinga yang selektif mendengar apa kata orang, Daud akhirnya maju – ini adalah langkah iman.

Daud tidak lari, ia bahkan tidak menunggu. Daud mengambil langkah untuk menghadapi Goliat. Dia yakin Tuhan menyertainya dan kita tahu Tuhan mempercayakan kemenangan bagi Daud dan bangsa Israel.

Marilah kita melakukan bagian kita yaitu berani mengambil langkah iman karena kita tahu, kita melakukan hal yang benar, bersama dan di dalam Tuhan.

  • Tanpa langkah iman, pengalaman disertai, ditolong, diberi kemenangan oleh Allah hanya akan menjadi milik orang lain.
  • Tanpa langkah iman, kemenangan bangkit dan bersinar hanya menjadi cerita hidup orang lain. Anda hanya akan mendengarnya dari orang lain, membacanya dari buku atau artikel tetapi tidak pernah menjadi kisah anda.
  • Melangkahlah dalam iman, agar anda’pun tahu indahnya memiliki hidup yang bangkit dan bersinar. Jadikan itu kisah anda, bukan hanya kisah orang lain.

Kisah kemenangan Daud melawan Goliat seharusnya juga mengingatkan kita pada kemenangan terbesar yang terjadi dalam sejarah hidup manusia.

  • Kemenangan terbesar itu terjadi ketika Yesus Kristus mengalahkan kuasa maut melalui kebangkitan-Nya.
  • Kemenangan Kristus ini menjadikan kita sebagai orang-orang yang lebih dari pemenang.

“Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita” Roma 8:37.

  • Di dalam Kristus, kita beroleh kemenangan bukan saja atas pergumulan sehari-hari tetapi juga atas kuasa dosa dan maut.
  • Di dalam Kristus, segala peristiwa yang terjadi tidak akan sanggup memisahkan kita dari kasih-Nya.

“Bangkitlah, menjadi teranglah sebab terangmu datang dan kemuliaan Tuhan terbit atasmu. Sebab sesungguhnya, kegelapan menutupi bumi dan kekelaman menutupi bangsa-bangsa tetapi terang Tuhan terbit atasmu dan kemuliaanNya menjadi nyata atasmu.” Yesaya 60:1-2.

No Comments

Sorry, the comment form is closed at this time.