Gereja Tanpa Tembok

Efesus 2:11-22

11 Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu–sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging, yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya “sunat”, yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia, — 12 bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia. 13 Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu “jauh”, sudah menjadi “dekat” oleh darah Kristus. 14 Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan, 15 sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera, 16 dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu. 17 Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang “jauh” dan damai sejahtera kepada mereka yang “dekat”, 18 karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa. 19 Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, 20 yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. 21 Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. 22 Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh.

 

Mari saya mulai dengan salah satu pertanyaan yang sangat mudah tetapi sangat sulit pada saat yang bersamaan. “Bisakah kita hidup akur bersama-sama?” Saya rasa kita semua tahu apa jawaban yang benar untuk pertanyaan ini. Terutama jika anda seorang Kristen. Anda tahu persis apa jawaban yang benar. Anda tidak perlu saya memberitahu anda jawabannya. Anda tahu. Saya tahu. Jawabannya adalah, “Iya! Tentu saja kita bisa hidup akur bersama-sama.” Tapi, mari kita jujur. Berapa banyak dari anda yang memiliki orang-orang dalam hidup anda yang anda anggap sangat sulit untuk hidup akur bersama-sama? Angkat tanganmu. Pertanyaan selanjutnya. Berapa banyak dari anda yang menemukan orang-orang jenis ini di gereja? Ketahuilah bahwa jika tangan anda tidak terangkat, anda sedang berbohong dan malaikat maut sedang menulis nama anda sekarang. Kita semua memiliki orang yang kita anggap sangat sulit untuk hidup bersama. Kita menyukai gagasan dan konsep damai sejahtera. Lingkungan kita mempromosikan kedamaian setiap saat. Tetapi kita hanya butuh melihat sekilas sejarah dunia untuk mengetahui bahwa sangatlah mustahil secara manusia untuk hidup dalam damai sejahtera satu sama lain. Sangatlah susah bagi kita untuk hidup akur satu sama lain.

Saya berikan satu cerita. Dulu ketika saya di Dallas, saya punya teman baik yang adalah orang Amerika. Dia sangat putih. Saya bertemu dengannya di semester pertama saya di Bible College dan kami bergaul dan menjadi teman baik. Kami memiliki banyak kesamaan. Kami suka bermain gitar, kami mengajar bahasa Inggris kepada murid internasional, kami suka sushi dan makanan Korea dan gadis Korea. Dan yang paling penting, dia punya mobil dan saya tidak, tapi saya punya uang papi mami saya dan dia bokek. Jadi kami memiliki persetujuan tak tertulis di mana dia memberikan saya tumpangan dan saya membelikan dia makanan. Tetapi kemudian, kami memiliki ide yang saya pikir sangat bagus pada waktu itu. “Karena kita berteman baik, mengapa kita tidak menjadi teman sekamar?” Sekarang, berapa banyak dari anda yang dapat memprediksi apa yang terjadi selanjutnya? Biarkan saya memberi tahu anda intinya. Itu bukan ide yang bagus sama sekali. Itu ide yang sangat buruk. Tidak butuh waktu lama sebelum ke-Asiaan saya dan ke-Amerikaan dia bertabrakan dan membuat tembok pemisah dalam hubungan saya dengan dia. Tidak usah bicara tentang dua orang dari dua budaya yang berbeda. Banyak dari kita mengalami kesulitan untuk bergaul akrab dengan saudara kandung kita sendiri. Jika anda tahu apa yang saya maksudkan, katakan “Amin.”

“Bisakah kita hidup akur bersama-sama?” Secara teori, iya. Secara praktis, saya tidak mengatakan tidak tetapi saya mengatakan hal ini sangat amat sulit. Kita tahu betapa sulitnya bergaul dengan orang-orang yang mirip dengan kita. Ini tidak mudah tetapi masih bisa dilakukan. Itulah sebabnya kita secara alami tertarik ke arah orang-orang yang seperti kita dan kita menghindari orang-orang yang tidak seperti kita. Tapi inilah yang ingin saya camkan ke dalam pikiran anda. Sebagai orang-orang Injil, menurut saya kita tidak memiliki pilihan itu. Ya, lebih mudah bagi kita untuk bergaul dengan mereka yang mirip dengan kita tetapi jika kita percaya pesan Injil, maka kita tidak memiliki pilihan itu. Jantung hati dari Injil adalah seseorang yang memberikan hidupnya untuk musuh-musuhnya sehingga musuh-musuhnya dapat menjadi keluarganya. Injil menuntut agar kita dapat hidup akur bersama satu sama lain, terutama dengan sesama orang Kristen. Dan bacaan kita hari ini memberi tahu kita bahwa hidup akur bersama satu dengan yang lain bukanlah masalah sosial tetapi ini adalah masalah Injil. Apa yang dipertaruhkan bukan hanya hubungan anda dengan satu sama lain tetapi yang dipertaruhkan adalah kebenaran Injil itu sendiri. Bagi orang-orang Injil, hidup akur satu sama lain bukanlah pilihan untuk dipertimbangkan; ini adalah kehidupan yang harus dikejar.

 

Jadi ada beberapa hal yang ingin saya lakukan hari ini. Pertama-tama kita akan melihat apa yang diajarkan bacaan kita tentang hidup bersama sebagai orang-orang Injil, dan kemudian saya akan memberi tahu anda beberapa hal yang ROCK Sydney sebagai gereja harus kejar. Jadi pertama, mari kita lihat bacaan kita hari ini. Tiga hal yang ditunjukkan oleh bacaan ini. Masalah; solusi; hasil.

 

 

Masalah

 

Efesus 2:11-12 – Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu–sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging, yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya “sunat”, yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia, — bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia.

Perhatikan bahwa kita dapat melihat ketegangan yang sudah ada dalam ayat 11. Biarkan saya memberi anda konteks dari bacaan kita dengan cepat. Surat Efesus ditulis oleh Rasul Paulus kepada gereja (atau mungkin gereja-gereja) di Efesus. Efesus adalah salah satu kota utama di Kekaisaran Romawi. Gereja di Efesus bertumbuh dan Paulus menulis surat ini untuk membantu mereka berkembang lebih baik lagi sebagai gereja. Namun, seperti kebanyakan gereja dalam Perjanjian Baru, kita dapat melihat bahwa ada ketegangan di dalam gereja. Ketegangan ini disebabkan oleh dua jenis kelompok di dalam gereja – antara orang yang bersunat dan orang yang tidak bersunat; orang Yahudi dan orang bukan Yahudi. Salah satu masalah yang Paulus bahas dalam surat ini adalah ketegangan antara orang Yahudi dan orang bukan Yahudi. Orang Yahudi dan orang bukan Yahudi sangat berbeda satu sama lain. Mereka tidak hanya berbeda, tetapi ayat 14 dan 16 memberi tahu kita bahwa ada perseturuan di antara mereka. Itu artinya mereka saling tidak menyukai satu sama lain. Jadi kita memiliki dua kelompok berbeda yang membenci satu sama lain di dalam satu gereja. Pertanyaannya adalah, bagaimana kedua kelompok ini bisa hidup bersama dengan akur di dalam satu gereja yang sama? Tetapi sebelum kita menjawab pertanyaan ini, kita perlu bertanya, mengapa mereka saling membenci? Mengapa ada tembok permusuhan di antara mereka? Anda mungkin akan terkejut dengan jawabannya. Penyebab permusuhan antara orang Yahudi dan bangsa-bangsa lain adalah hukum Musa. Biar saya jelaskan.

Pada mulanya, ketika Allah memilih Abraham untuk memulai program pemulihan dunia, Tuhan menyatakan dengan jelas bahwa Allah akan memberkati Abraham dan membuatnya menjadi bangsa yang besar. Tuhan akan memberi Abraham nama yang besar dan Abraham akan menjadi berkat. Namun itu tidak berhenti di situ. Tujuan Tuhan memberkati Abraham adalah agar semua keluarga di bumi diberkati melalui Abraham. Sangat jelas. Sejak awal, apa yang ada dalam pikiran Allah adalah untuk memberkati seluruh dunia melalui keturunan Abraham. Kemudian dari Abraham, kita memiliki bangsa yang disebut Israel, orang Yahudi. Allah kemudian membawa Israel keluar dari Mesir, membentuk mereka menjadi sebuah bangsa, dan memberi mereka hukum melalui Musa, hukum Musa. Hukum ini diberikan untuk mengatur kehidupan Israel sebagai bangsa dan membuat mereka berbeda dari setiap bangsa lain. Anda dapat membaca kitab Ulangan jika anda ingin mengetahui detailnya. Pada dasarnya, dalam kitab Ulangan Tuhan berkata, “Alasan aku memberi kamu hukum adalah agar kamu dapat memberkati bangsa-bangsa lain di sekitarmu. Alasan aku memberi kamu hukum ini adalah agar kamu dapat menunjukkan kepada dunia suatu bangsa yang berbeda, suatu bangsa yang ditandai oleh kasih dan keadilan. Aku ingin kamu hidup secara berbeda sehingga orang-orang bukan Yahudi dapat melihat betapa berbedanya kamu dan mereka kemudian tertarik untuk mengenal aku. Israel, aku ingin kamu mematuhi hukum agar kamu menarik orang-orang bukan Yahudi kepadaku.” Apakah anda mengikuti saya? Hukum Musa itu baik dan tujuan dari hukum itu baik.

Tetapi apa yang terjadi dengan berjalannya waktu adalah Israel melupakan tujuan dari hukum Musa. Mereka mengingat hukum. Mereka menjunjung tinggi hukum. Mereka menjalani hukum. Tetapi mereka melupakan tujuan hukum. Daripada menggunakan hukum untuk menarik bangsa lain kepada Tuhan, mereka malah menggunakan hukum untuk membedakan diri mereka dengan bangsa lain. Hukum Musa menjadi identitas mereka dan mereka mulai menjauhi bangsa lain yang tidak memiliki hukum Musa. Mereka memandang rendah bangsa-bangsa yang berbeda dari mereka. Hukum yang seharusnya menarik bangsa lain menjadi alasan bagi mereka untuk membenci bangsa lain. Bahkan, pada jaman Perjanjian Baru, hubungan antara orang Yahudi dan orang bukan Yahudi telah menjadi begitu buruk sehingga mereka tidak hanya memandang rendah satu sama lain, mereka saling membenci. Hal ini menjadi sangat buruk sampai-sampai jika seorang Yahudi menikahi orang bukan Yahudi, keluarga orang Yahudi tersebut akan mengadakan pemakaman bagi orang itu. Dan Josephus, seorang sejarawan Yahudi, menulis bahwa di bait Yerusalem yang dibangun oleh Herodes Agung, ada tembok besar yang memisahkan orang Yahudi dan orang bukan Yahudi. Orang bukan Yahudi tidak diizinkan melewati tembok. Dan kemudian ada tanda besar di dinding yang mengatakan, “Pelanggar akan dieksekusi” (bukan dituntut). Bayangkan anda masuk ke gereja ini dan anda membaca tanda di partisi dinding yang berkata, “Hanya orang Indonesia. Orang bukan Indonesia akan dibunuh di tempat.” Dan kemudian semua ushers memegang pistol siap untuk menembak kapan saja. Ini buruk sekali.

Jadi apa masalahnya? Beberapa dari anda mungkin berpikir, “Ya, mereka kuno. Kita lebih berpikiran terbuka daripada mereka. Kita tidak akan mengulangi kesalahan yang sama seperti mereka. Kita tidak lagi hidup menurut hukum Musa. Kita tidak perlu khawatir. Kita lebih baik dari mereka.” Ini argumen saya. Saya berpikir kita tidak lebih baik dari mereka. Menurut saya, kita masih terjebak dalam masalah yang sama dengan orang Yahudi. Inilah masalahnya dengan orang Yahudi. Mereka memiliki hukum. Dan hukum itu baik. Ini adalah pemberian Tuhan yang baik bagi mereka untuk berkembang sebagai suatu bangsa. Tetapi kemudian mereka mengangkat pemberian Allah yang baik dan menjadikannya sebagai identitas mereka. Dan begitu hukum menjadi identitas mereka, mereka membenci orang-orang bukan Yahudi yang tidak memiliki hukum. Akibatnya, pemberian Allah yang baik yang diberikan Allah kepada orang Yahudi menjadi alasan bagi mereka untuk membenci orang bukan Yahudi. Dan ijinkan saya memberitahu anda. Kita masih mengulangi kesalahan yang sama hari ini. Ada sesuatu dalam hati kita yang mengambil pemberian Allah yang baik (kelebihan, talenta, dan nilai) dan mengangkatnya menjadi nilai mutlak, dan kita memandang rendah mereka yang tidak memiliki nilai yang sama dengan kita. Oh, bagaimana kita melakukan ini sering kali. Kita mendapatkan harga diri kita dengan mengangkat apa yang istimewa dan unik tentang kita, dan menjadikannya nilai utama, kemudian melihat mereka yang tidak memiliki apa yang kita miliki dan berkata, “Aku tidak seperti kamu. Aku berbeda dari kamu. Kamu harus menjadi seperti aku.” Kita merasa lebih baik dengan cara merendahkan orang lain. Intinya, masalahnya adalah kita mengambil apa yang baik tentang kita dan menjadikannya identitas kita yang membuat kita merasa lebih superior dari yang lain. Dan ini menciptakan permusuhan. Kelebihan kita menjadi tembok permusuhan.

 

Biarkan saya memberi anda dua contoh. Contoh kultural dan contoh pribadi. Pertama, contoh kultural. Apakah anda pernah menghadiri pernikahan antara orang Indonesia dan orang Australia? Saya pernah. Biarkan saya memberi tahu anda apa yang terjadi. Dalam pernikahan itu, anda akan melihat dua kelompok orang. Indonesia dan Australia. Inilah yang menarik. Kedua kelompok menerima undangan pernikahan yang sama. Undangan memberi tahu anda hal yang sama persis. Undangan menunjukkan anda tempat pernikahan dan jam berapa pernikahan akan dimulai. Tapi biarkan saya memberi tahu anda apa yang terjadi pada hari pernikahan. Undangan tersebut dengan jelas mengatakan bahwa pemberkatan pernikahan akan dimulai pada jam 10 pagi. Namun, cara kedua kelompok menanggapi undangan yang sama sangat berbeda. Saya tidak akan memberi tahu anda kelompok mana yang mana. Anda tebak sendiri. Tetapi satu kelompok melihat undangan dan menanggapnya sebagai “Aku harus berada di sana paling telat jam 9:59 pagi”, sementara kelompok yang lain menanggap itu sebagai “Aku punya sampai jam 1 siang untuk berada di sana. Batasnya adalah satu jam terlambat ke makan siang, bukan pemberkatan. Jadi satu kelompok sudah ada di kursi mereka jam 10 pagi dan yang lainnya muncul antara jam 10:30 sampai jam 1 siang. Dan biarkan saya memberi tahu anda apa yang mereka pikirkan di pernikahan itu. Satu kelompok akan berpikir, “Oh, lihat orang-orang ini. Mereka tidak tahu bagaimana menghargai waktu. Mereka tidak menghargai Pengantin Pria dan Mempelai Wanita. Berani-beraninya mereka sampai pernikahan begitu telat? Dan sekarang kelompok lain merasakan permusuhan kelompok lain terhadap mereka, mereka mulai berpikir, “Setidaknya aku mandi bersih. Apakah kamu mandi tadi pagi? Aku yakin kamu tidak mandi. Sedangkan aku sudah mandi dan ke salon 4 jam. Itulah alasan mengapa aku telat dan kamu dapat datang tepat waktu. Mending telat tapi cantik daripada tepat waktu tapi bau. Apakah saya benar? Oke, saya akui saya mendramatisasikan sedikit tetapi kita melihat ini bermain di depan mata kita setiap saat. Daripada mengakui bahwa kita berbeda, kita meningkatkan titik kuat kita dan menggunakannya untuk memandang rendah orang lain.

Kedua, contoh pribadi. Ini memalukan tapi ini benar. Anda boleh untuk tidak setuju dengan saya, tetapi menurut saya sekarang saya adalah pengkhotbah terbaik di RSI. “Errr… Yos, kamu adalah satu-satunya?” Ya, itu maksud saya. Setelah Ps. Achien pergi ke Melbourne, RSI terjebak dengan saya. Saya adalah pengkhotbah terbaik di RSI mau mereka suka atau tidak. Tiga pengkotbah lainnya masih dalam pelatihan. Mereka tidak dihitung. Akan tiba harinya mereka menjadi lebih baik daripada saya. Tapi hari itu belum tiba. Tugas saya adalah membuat mereka rendah hati dulu sekarang. Jadi di kolam kecil bernama RSI, saya adalah pengkhotbah terbaik. Tetapi jika saya meninggalkan kolam RSI dan melompat ke lautan yang disebut YouTube, saya tidak lagi menjadi yang terbaik. Jika anda membuka channel YouTube gereja kita dan melihat khotbah video saya, dibutuhkan kira-kira seminggu untuk mencapai 50 view. Beberapa khotbah bahkan tidak mencapai 50 view. Tetapi jika saya melihat saluran YouTube di gereja lain, khotbah itu mungkin baru saja diupload selama satu menit, dan kotbah itu sudah memiliki lebih dari 100 view. Dan tahukah anda apa tanggapan hati saya? “Orang-orang menyukai kotbah dia karena dia adalah komunikator yang hebat. Tapi khotbahnya sangat dangkal. Semuanya susu dan tidak ada daging. Mereka tidak memberitakan Injil. Aku memberitakan Injil dalam dan luas. Aku memberikan makanan padat. Aku yakin orang-orang di gerejaku dapat mengalahkan dia dalam perdebatan teologis kapan saja.” Sekarang, bisakah anda melihat apa yang terjadi? Apakah buruk untuk saya memberitakan Injil? Tentu saja tidak. Saya berkomitmen untuk tumbuh dalam dan lebar di dalam Injil. Injil adalah karunia Allah yang baik bagi saya. Tetapi entah bagaimana hati saya mengangkat peran saya sebagai pengkhotbah Injil dan menjadikannya identitas saya. Sekarang saya melihat mereka yang berbeda dan lebih sukses daripada saya dan saya berpikir, “Aku lebih baik dari mereka.” Saya lupa bahwa satu-satunya alasan saya bisa percaya kepada Injil adalah karena Tuhan membuka mata saya untuk melihat keindahan Injil. Ini adalah pemberian yang baik dari Tuhan bagi saya. Saya tidak punya alasan untuk membanggakan diri. Tetapi saya meninggikan karunia Allah yang baik dan mengubahnya menjadi tembok pemisah yang memecah belah.

 

Inilah apa yang kita sering lakukan di gereja. Kita menciptakan pemisah antara satu sama lain. Kita membuat tembok pemisah antara ras. Kulit putih, kulit hitam, Asia, Hispanik. Kita menciptakan tembok antara yang berpendidikan dan yang kurang berpendidikan. Kita menciptakan tembok antara yang sukses dan yang gagal. Kita membuat tembok antara yang ganteng cantik dan yang kurang ganteng cantik. Kita menciptakan tembok antara yang kaya dan yang miskin. Kita membuat tembok antara yang sehat dan yang sakit. Kita menciptakan tembok di antara mereka yang berasal dari keluarga baik dan keluarga berantakan. Kita menciptakan tembok antara yang muda dan yang kurang muda. Ini yang kita lakukan. Bahkan, kita sudah terlalu terbiasa dengan tembok kita sehingga kita bahkan tidak menyadari keberadaannya. Kita melihat tembok ini sebagai akal sehat. Kita melihat tembok-tembok ini sebagai pola hidup kita. Kita membedakan orang di gereja sesuai dengan tembok kita. Gereja Tuhan, ijinkan saya berbicara dengan keras kepada anda. Saya mengasihi anda tapi anda harus mendengar saya dengan jelas. Tembok-tembok pemisah ini tidak dapat diterima. Tembok-tembok ini bukan masalah preferensi. Ini bukan masalah sosial. Ini bukan masalah budaya. Ini bukan masalah ras. Ini bukan masalah bibit, bobot, bebet. Biarkan saya memberi tahu anda apa permasalahannya. Ini adalah masalah dosa. Tembok-tembok pemisah ini ada karena dosa di hati kita dan kita sebagai gereja Tuhan tidak seharusnya mentolerirnya. Apakah anda mendengar saya? Masalah dengan tembok-tembok pemisah di dalam gereja adalah masalah dosa.

 

 

Solusi

 

Efesus 2:13-18 – Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu “jauh”, sudah menjadi “dekat” oleh darah Kristus. Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan, sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera, dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu. Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang “jauh” dan damai sejahtera kepada mereka yang “dekat”, karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa.

Jika dosa adalah masalahnya, maka Injil adalah satu-satunya solusi. Bagaimana Injil menghancurkan tembok pemisah? Tiga hal. Pertama, Injil menempatkan semua orang di tingkat yang sama. Dalam ayat 11 dan 12, Paulus berbicara tentang bagaimana orang yang tidak bersunat berbeda dari orang-orang yang bersunat. Orang-orang bersunat, orang Yahudi, memiliki akses ke banyak hal yang kita tidak miliki sebagai orang bukan Yahudi. William Hendriksen meringkas kondisi kita sebagai tanpa Kristus, tanpa kewarganegaraan, tanpa teman, tanpa harapan dan tanpa Tuhan. Atau untuk menyimpulkannya, kita adalah orang-orang yang jauh dari Tuhan sementara orang Yahudi adalah mereka yang dekat dengan Tuhan. Itulah ayat 11 dan 12. Tetapi ayat 13 dimulai dengan “Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu “jauh”, sudah menjadi “dekat” oleh darah Kristus.” Kita tidak lagi jauh tetapi kita telah didekatkan. Dan bukan hanya itu, tetapi ayat 17 mengatakan kepada kita bahwa Yesus datang untuk memberitakan pesan damai sejahtera yang sama kepada mereka yang jauh dan mereka yang dekat. Apa artinya? Itu berarti bahwa tidak peduli siapa anda. Anda mungkin bagian dari mereka yang dulunya jauh. Anda mungkin dibesarkan dalam keluarga yang berantakan. Anda mungkin tidak tahu tentang Alkitab dan Kekristenan. Anda mungkin seorang pecandu narkoba. Anda mungkin seorang pembunuh berantai. Anda mungkin gelandangan. Anda mungkin pezina. Atau mungkin anda John Wick. Atau, anda mungkin orang-orang yang dekat. Anda mungkin tumbuh dalam keluarga yang penuh kasih sayang. Anda mungkin pergi ke gereja setiap hari Minggu. Anda mungkin pemenang hadiah nobel. Anda mungkin orang terkaya di Kingsford. Anda mungkin adalah presiden suatu negara. Anda mungkin pendeta di gereja besar. Tidak peduli siapa anda, injil menempatkan semua orang di lapangan permainan yang sama. Tidak ada orang baik dan orang jahat. Injil memberi tahu kita bahwa kita semua memberontak melawan Allah yang maha kuasa. Kita semua adalah orang berdosa yang membutuhkan rekonsiliasi dengan Allah. Dan Yesus datang membawa pesan damai sejahtera bagi kita semua. Injil menempatkan semua orang pada tingkat yang sama.

Kedua, Injil memberikan kita akses yang sama kepada Allah. Akses ini adalah Yesus. Di kayu salib, Yesus menggenapi hukum moral Allah dan menghapuskan hukum adat yang memisahkan orang Yahudi dan orang bukan Yahudi. Di kayu salib, Yesus meruntuhkan tembok pemisah yang disebabkan oleh dosa dengan menjadi dosa bagi kita. Di kayu salib, orang yang tidak berdosa menjadi dosa sehingga kita dapat menerima hidup baru. Dengan kematiannya di kayu salib, Yesus membawa perdamaian di antara kita dan Allah. Karena masalah kita adalah dosa, hal pertama yang kita butuhkan adalah perdamaian dengan Tuhan. Dan salib Kristus memberikan kita perdamaian itu. Karena Yesus membayar dosa-dosa anda, Allah tidak lagi marah kepada anda. Dia tidak lagi bermusuhan dengan anda. Anda sekarang terlindungi dalam kebenaran Kristus dan anda memiliki akses kepada Allah Bapa.

Ketiga, Injil menciptakan identitas baru. Saya suka ini. Perhatikan ini baik-baik. Apa yang Injil lakukan tidaklah membuat orang Yahudi menjadi orang bukan Yahudi, atau orang bukan Yahudi menjadi seorang Yahudi. Ini bukan solusi Tuhan. Tuhan tidak tertarik pada homogenisasi. Apa yang Tuhan lakukan adalah Tuhan mengambil baik orang Yahudi dan orang bukan Yahudi dan menempatkan mereka dalam api salib Kristus. Dan dari api itu, muncullah sosok yang baru. Sosok ini bukan setengah Yahudi dan setengah bukan Yahudi. Ini adalah tipe manusia yang baru. Seorang manusia baru. Identitas baru. Identitas baru ini tidak ditentukan oleh ras, latar belakang, bakat, kedudukan sosial, dll. Identitas ini ditentukan oleh siapa mereka di dalam Kristus dan apa yang telah dilakukan Kristus bagi mereka. Itulah sebabnya Paulus dengan berani menyatakan dalam Kolose 3:11 – dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu. Kita telah diberikan identitas baru. Dan identitas itu mengatakan bahwa kita adalah umat Kristus.

Ini berarti seharusnya tidak ada tembok pemisah di antara kita. Bagaimana mungkin bisa ada pemisah? Kita semua adalah satu di dalam Kristus. Jika ada pemisah di antara kita, itu berarti bahwa Kristus terbagi-bagi. Ini bukan berarti kita harus setuju dalam segala hal. Kita mungkin tidak memiliki pandangan yang sama dalam segala hal tetapi sebagai orang Kristen, kesatuan yang kita miliki dengan satu sama lain lebih besar daripada persatuan yang kita miliki dengan orang lain di dunia. Di dalam Kristus, kita lebih dekat satu sama lain daripada saudara kembar identik yang tidak mengenal Kristus. Itu berarti bahwa sekarang ini saya memiliki lebih banyak kesamaan dengan seorang janda di Afrika yang percaya kepada Yesus daripada dengan orang-orang dari ras yang sama, sekolah yang sama, usia yang sama yang tidak percaya kepada Yesus. Apakah anda mengikuti saya?

Itu juga berarti bahwa identitas utama kita ada di dalam Kristus. Ini berarti jika anda orang Indonesia, percaya kepada Kristus tidak membuat anda menjadi orang yang kurang Indonesia. Injil tidak menghilangkan kekhasan budaya kita, tetapi Injil memberikan kita identitas yang lebih besar. Ya anda orang Indonesia. Tetapi anda adalah pertama-tama orang Kristen dan orang Indonesia kedua. Anda adalah pertama orang Kristen, orang Australia kedua. Saya adalah pertama orang Kristen, pendeta kedua. Anda adalah pertama orang Kristen, pengusaha kedua. Istri rumah kedua. Arsitek kedua. Murit kedua. Orang tua kedua. Kita adalah pertama-tama dan utama umat Kristus.

 

 

Hasil

 

Efesus 2:19-22 – Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh.

Paulus memberi kita tiga gambaran bagaimana Injil mengubah hubungan kita. Ini sangat indah. Dan hubungannya menjadi semakin intens dengan setiap gambar. Pertama, Injil menjadikan kita kawan sewarga. Kita bukan orang asing satu sama lain. Kita adalah warga kerajaan Allah. Kita memiliki Raja yang sama dan kita dilindungi oleh hak yang sama dari kerajaan. Setiap warga kerajaan Allah memiliki hak yang sama. Jika anda adalah permanent resident atau warga negara di Australia, maka anda akan tahu bahwa ada perbedaan besar antara hak yang anda miliki dan mereka yang bukan permanent resident. Apakah anda tahu betapa beruntungnya anda menjadi penduduk di negara ini? Saya ingat ketika saya didiagnosis menderita leukemia, salah satu beban saya adalah, “Bagaimana aku akan membayar semua biaya perawatannya?” Pikirkan saja. Saya masuk dan keluar dari rumah sakit selama hampir 5 bulan. Dan untuk perawatan pertama, saya dirawat di rumah sakit selama 1,5 bulan berturut-turut. Dan saya diobati dengan apa yang mereka sebut perawatan ICE. Ini adalah perawatan kemoterapi terkuat yang tersedia. Dan bukan hanya itu, untuk 5 bulan itu saya berubah menjadi vampir. Saya selalu membutuhkan transfusi darah merah dan trombosit. Sungguh menakjubkan apa yang bisa dilakukan darah itu bagi saya. Di satu saat saya merasa sangat lemah, saat berikutnya saya menjadi superman. Tetapi berapa biaya pengobatannya? Saya sering mendengar banyak cerita tentang bagaimana orang-orang di Indonesia harus menjual rumah dan apartemen mereka untuk membayar biaya perawatan kanker. Apakah anda tahu berapa banyak saya membayar? Dan saya tidak berbohong atau melebih-lebihkan. Saya tidak membayar sedikitpun. Tidak satu dolar pun. Pemerintah membayar semuanya karena saya adalah seorang penduduk Australia. Saya dilindungi oleh hak negara ini. Tetapi hak ini tidak hanya tersedia untuk saya. Saya tidak menerima hak ini karena saya penduduk yang lebih baik dari anda. Ini juga tersedia untuk semua penduduk di negara ini. Setiap warga kerajaan Allah, tidak peduli siapa anda, memiliki hak yang sama.

Kedua, Injil menjadikan kita keluarga. Kita adalah anggota keluarga Allah. Gambaran menjadi lebih intens. Kita bukan hanya sesama warga, tetapi kita juga adalah keluarga. Ketika kita mempercayai Injil, kita diadopsi ke dalam keluarga Allah. Tuhan bukan hanya Raja kita tetapi dia juga Bapa kita. Itu berarti orang Kristen lain bukan hanya sesama warga, tetapi mereka adalah saudara dan saudari kita. Karena itu, gereja bukan hanya tempat di mana kita berkumpul seminggu sekali. Gereja ini adalah rumah kita. Ketika kita datang ke tempat ini pada hari Minggu, kita tidak mengatakan “Aku datang menghadiri gereja ROCK Sydney”, kita mengatakan “Aku ada di rumah.”

Ketiga, Injil menjadikan kita bait Allah yang kudus. Intensitas meningkat lagi. Dari sesama warga ke keluarga ke bait Allah. Untuk membangun sebuah bait, anda perlu menggabungkan batu-batu untuk membentuk keseluruhan struktur. Itulah sebabnya mengapa Petrus dalam 1 Petrus 2 menyebut umat Kristen sebagai batu hidup. Kita adalah batu hidup yang digabung bersama untuk membentuk bait Allah. Ini berarti bahwa kita sangat saling membutuhkan satu sama lain. Di dalam Kristus, kita disatukan sedemikian rupa sehingga setiap batu sangatlah penting untuk membangun bait suci. Tidak ada satu batu yang lebih penting dari yang lain. Kita semua memiliki peran dalam membangun bait Allah. Tetapi yang paling penting tentang bait ini adalah fondasi dan batu penjuru. Dasar dari bait suci adalah para rasul dan para nabi, yang merupakan cara lain untuk mengatakan bahwa fondasi bait Allah adalah firman Allah. Bait Allah harus dibangun dengan Firman Allah sebagai dasarnya. Tetapi bait kudus ini juga memiliki Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Apa itu batu penjuru? Batu penjuru adalah batu yang menopang struktur bangunan. Tanpa batu penjuru, semuanya rubuh. Jadi dapatkan gambar ini. Kita semua memiliki peran dalam membangun bait suci. Dengan Firman Allah sebagai fondasi dan Yesus sebagai batu penjuru, Allah menggabungkan kita bersama untuk menjadi bait Allah yang kudus. Dan kemudian sesuatu yang luar biasa terjadi. Bait kudus ini menjadi tempat tinggal Allah. Allah yang berdaulat atas alam semesta membuat kita menjadi tempat tinggalnya. Jadi sekarang, gereja bukanlah tempat yang anda datangi. Gereja bukanlah bangunan. Gereja bukanlah ROCK Centre, Artarmon. Tidak ada yang istimewa tentang tempat ini. Ini hanya bangunan biasa. Gereja adalah umat Allah. Di mana pun umat Allah berkumpul, itulah gereja. Saya suka cara Chandler menyimpulkannya. Tuhan tidak membangun tempat; dia membangun umat.”

 

Dan apa tujuan dari semua ini? Efesus 3:10 supaya sekarang oleh jemaat diberitahukan pelbagai ragam hikmat Allah kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di sorga. Dengan kata lain, ketika dunia melihat gereja, mereka tidak bisa tidak melihat hikmat Allah dimanifestasikan. Gereja berbeda dari organisasi lain di dunia. Gereja adalah komunitas supranatural yang dibentuk oleh Injil. Cara kita melakukan gereja harus mencerminkan kebenaran Injil karena melalui gerejalah Tuhan menunjukan hikmat-Nya kepada dunia. Gereja harus menjadi komunitas supranatural yang dibentuk oleh Injil.

 

 

Aplikasi

 

Jadi apa artinya bagi kita sebagai gereja? Apakah kita bisa hidup akur bersama? Jawabannya adalah iya. Kita harus menjadikannya sebagai prioritas bagi kita untuk bisa hidup akur bersama satu sama lain. Ada 4 hal yang harus kita lakukan sebagai gereja.

 

  1. Kita harus melakukan segala yang kita bisa untuk meruntuhkan tembok pemisah di dalam gereja. Kita sudah membicarakannya jadi saya tidak ingin menghabiskan waktu lama untuk ini. Ingat bahwa tembok pemisah di dalam gereja adalah masalah dosa. Ini adalah sesuatu yang perlu kita tanggapi dengan serius. Cara kita melakukan gereja harus menunjukkan bahwa Yesus telah menghancurkan tembok pemisah. Tidak ada lagi tembok pemisah di antara berbagai kelompok di gereja. Menciptakan tembok di gereja adalah penghinaan terhadap karya Kristus di salib. Ini juga memengaruhi cara kita melakukan komunitas. Ketika kita memikirkan kelompok kecil atau KM, kita ingin KM kita dipenuhi dengan orang-orang yang seperti kita. Orang yang berada di perahu yang sama dengan kita. Orang yang memahami kita. Jadi kita cenderung membuat kelompok kecil berdasarkan kesamaan. Dan saya akan jujur dengan anda. Cara ini berkerja. Orang-orang merasa lebih mudah bergaul satu sama lain dalam kelompok-kelompok kecil yang dipenuhi orang-orang yang sama seperti mereka. Kejadian ini nyata sekali sewaktu kita merayakan ulang tahun gereja kita. Mata saya merantau memperhatikan siapa saja yang hadir dan tidak hari dari RSI. Dan itu ternyata sangat mudah. Anda tahu kenapa? Karena hampir semua RSI duduk di pojok yang sama. Tetapi dengan melakukan itu, apa yang kita lakukan adalah kita sedang membangun tembok pemisah di dalam gereja. Kita menciptakan tembok pemisah antara RSI dan Ibadah Indonesia. Kalau kita menganggap serius pesan Injil, jika kita serius tentang menghilangkan pemisah di dalam gereja, maka komunitas kita harus menjadi semacam komunitas di mana Ps Timotius Arifin, Rambo dan Inem dapat duduk dan saling bersekutu satu sama lain.

 

  1. Kita harus berusaha untuk menjadi gereja multikultural. Jangan cepat mengatakan amin. Inilah yang saya ketahui tentang sebagian besar dari kita. Kita menyukai gagasan gereja multikultural tetapi kita benci proses menjadi gereja multikultural. Mengapa? Karena proses ini sangat amat tidak nyaman. Pikirkan saja. Menjadi gereja multikultural berarti kita perlu belajar untuk melepaskan preferensi kita. Sering kali ketika kita berpikir tentang gereja multikultural, kita berpikir tentang gereja yang terdiri dari orang-orang dengan warna kulit yang berbeda menyembah Tuhan dengan cara kita menyembah Tuhan. Itu bukan gereja multikultural. Itu gereja multi-warna. Kita tidak memiliki masalah dengan orang-orang dari suku, bangsa dan bahasa yang berbeda beribadah bersama kita asalkan kita melakukannya dengan cara kita. Tapi itu tidak akan terjadi. Agar kita menjadi gereja multikultural, maka kita harus multikultur. Dan ini sangat tidak nyaman. Biarkan saya memberi anda satu contoh. Bayangkan saja jika kita bukan hanya menyanyikan lagu-lagu hillsong dan JPCC, tetapi kita mengubah salah satu lagu menjadi rap Kristen. Bagaimana perasaan anda? Biarkan saya mengaku bahwa hanya memikirkannya saja sudah membuat saya merinding. Ini sangat tidak nyaman. Dan ini hanya satu hal kecil. Kemudian, berikutnya. Orang tua, saya mengasihi anda. Dengarkan saya tentang ini. Jika kita serius menjadi gereja multikultural, maka anda harus bisa menerima kenyataan anak anda mungkin saja akan menikah dengan seseorang yang tidak berasal dari etnis yang sama dengan anda. Saya tahu beberapa dari anda tidak akan menyukai saya karena saya mengatakan hal ini. Tetapi jika saya bisa jujur, ya mungkin ada beberapa alasan sah mengapa anda ingin anak-anak anda menikah dengan orang-orang dengan etnis yang sama dengan anda. Saya tidak meragukan itu. Tetapi jika saya bisa jujur, bagi banyak dari anda, alasan anda menolak anak-anak anda menikah dengan orang-orang dari budaya yang berbeda adalah karena anda berpikir bahwa budaya anda lebih baik. Anda tidak mau adaptasi. Dengan kata lain, permasalahan anda adalah anda rasis. Oke, mari kita lanjutkan sebelum saya kena masalah dan dipecat. Saya ingin anda mendengar kata-kata ini dari John Piper. Sangat indah. “We love Christ-exalting diversity because we love the gospel.” Gereja yang kita lihat dalam kitab wahyu terdiri dari orang-orang dari setiap suku, bangsa dan bahasa yang menyembah Anak Domba yang disembelih. Yesus mencurahkan darahnya dan memberikan hidupnya untuk membentuk gereja multikultural. Gereja di kekekalan adalah gereja multikultural. Oleh karena itu, gereja hari ini harus berusaha untuk mencerminkan gereja di kekekalan.

 

  1. Kita harus merasa nyaman dengan gereja yang berantakan. Ini yang saya maksud. Setiap orang Kristen di gereja memiliki peran masing-masing. Setiap batu digabung bersama untuk membentuk bait. Ini berarti bahwa dalam setiap saat di gereja, kita akan menemukan orang Kristen yang sudah dewasa dan orang Kristen yang masih bayi. Puji Tuhan untuk orang Kristen yang dewasa. Puji Tuhan bagi anda yang tahu bagaimana memberi makan diri anda di dalam Firman dan bagaimana menjalani kehidupan Kristen. Kami membutuhkan lebih banyak dari anda. Tetapi kita juga perlu memuji Tuhan untuk Kristen yang masih bayi. Jika anda adalah orang tua, anda tahu ini. Membesarkan bayi adalah pekerjaan yang sangat melelahkan. Kristen bayi adalah mereka yang tidak tahu cara memberi makan dirinya sendiri. Mereka adalah mereka yang masih belajar merangkak, berjalan, dan terus tersandung. Mereka adalah orang-orang yang terus membuat kekacauan. Mereka membutuhkan banyak perhatian. Mereka akan mengambil sebagian besar energi dan waktu anda. Dan inilah yang terburuk. Mereka tidak memiliki nilai kontribusi apa pun. Mereka menuntut begitu banyak dari anda dan mereka tidak memberikan balasan apa pun kecuali sesekali tersenyum dan poop yang banyak. Apakah saya benar? Tapi inilah yang saya ketahui tentang bayi itu. Meskipun bayi itu tidak memberikan nilai kontribusi apa pun, mereka tetap menjadi bagian dari keluarga. Anda tidak menyerah terhadap mereka. Anda terus membersihkan kotoran mereka. Anda terus mengajari mereka cara berjalan. Anda terus memberi mereka makan. Anda tidak mengatakan kepada bayi, “Jika kamu tidak mulai membersihkan pantat kamu sendiri pada saat kamu berusia 9 bulan, aku tendang kamu keluar dari keluargaku.” Anda tidak dapat mengharapkan bayi usia 9 bulan untuk bertindak seperti anak berumur 9 tahun. Mereka adalah bayi. Dan ketika anda terus memberi mereka makan dan melatih mereka, mereka akhirnya akan tumbuh dan menjadi dewasa. Jika mereka tidak tumbuh, maka ada yang salah dengan mereka. Di sinilah poin yang ingin saya buat. Gereja yang sehat adalah gereja yang terus memenangkan orang kepada Kristus. Dengan kata lain, gereja yang sehat adalah gereja yang selalu diisi dengan bayi Kristen. Karena itu, rumah akan selalu berantakan. Dan kita harus merasa nyaman dengan itu. Itu berarti bahwa gereja itu hidup. Gereja yang berantakan adalah gereja yang sehat. Tapi inilah yang saya ingin anda mengerti. Meskipun mereka Kristen bayi, mereka tidak kurang Kristen daripada mereka yang sudah dewasa. Baik Kristen dewasa maupun Kristen bayi memiliki peran tersendiri dalam tujuan Allah. Tuhan menggabungkan satu batu hidup dengan batu hidup yang lain, yang terdiri dari Kristen dewasa dan Kristen bayi, untuk membentuk tempat kediaman bagi-Nya.

 

  1. Kita harus dibangun di atas dasar Firman Allah dan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Itu berarti bahwa semua yang kita lakukan sebagai gereja perlu didasari oleh Alkitab. Kita tidak melakukan sesuatu karena hal itu berkerja. Kita melakukan segala sesuatu karena “ada tertulis.” Firman Tuhan adalah fondasi kita. Tetapi kita juga perlu menaruh harapan kita dalam karya Kristus yang sempurna. Yesus adalah yang menopang struktur bangunan. Tanpa dia dan pekerjaannya yang sudah selesai di kayu salib, semuanya akan hancur. Injil adalah alasan mengapa segala sesuatu bekerja. Tanpa Injil, semuanya hancur. Karena itu kita harus berpegang teguh pada pesan Injil.

 

 

Discussion

 

  1. Apa tujuan Hukum Musa dalam hubungan antara orang Yahudi dan orang bukan Yahudi?
  2. Apa yang menciptakan tembok pemisah antara orang Yahudi dan orang bukan Yahudi? Bagaimana ini bisa di aplikasikan ke kita hari ini?
  3. Jelaskan 3 cara Injil menjadi solusi atas permasalahan.
  4. Kita sudah diberikan identitas baru. Kita adalah umat Kristus. Jelaskan apa artinya.
  5. Dapatkah anda melihat tembok yang menciptakan pemisahan antara anda dan keluarga anda dalam Kristus? Apa tindakan yang akan anda lakukan untuk meruntuhkan tembok tersebut?
  6. “Di dalam Kristus, kita disatukan sedemikian rupa sehingga setiap batu sangatlah penting untuk membangun bait suci.” Apa implikasi kalimat ini dalam kehidupan komunitas kita?
  7. Bagaimana cara kita menciptakan sebuah komunitas yang ditandai oleh injil dan bukan tembok pemisah?
  8. Apa artinya untuk memiliki Firman Allah sebagai fondasi dan Yesus Kristus sebagai batu penjuru?
No Comments

Sorry, the comment form is closed at this time.