Habakuk 01: Ketika hidup tidak masuk akal

Habakuk 1:1-13

Ucapan ilahi dalam penglihatan nabi Habakuk. Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepada-Mu: “Penindasan!” tetapi tidak Kautolong? Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian terjadi. Itulah sebabnya hukum kehilangan kekuatannya dan tidak pernah muncul keadilan, sebab orang fasik mengepung orang benar; itulah sebabnya keadilan muncul terbalik. Lihatlah di antara bangsa-bangsa dan perhatikanlah, jadilah heran dan tercengang-cengang, sebab Aku melakukan suatu pekerjaan dalam zamanmu yang tidak akan kamu percayai, jika diceriterakan. Sebab, sesungguhnya, Akulah yang membangkitkan orang Kasdim, bangsa yang garang dan tangkas itu, yang melintasi lintang bujur bumi untuk menduduki tempat kediaman, yang bukan kepunyaan mereka.

Bangsa itu dahsyat dan menakutkan; keadilannya dan keluhurannya berasal dari padanya sendiri. Kudanya lebih cepat dari pada macan tutul, dan lebih ganas dari pada serigala pada waktu malam; pasukan berkudanya datang menderap, dari jauh mereka datang, terbang seperti rajawali yang menyambar mangsa. Seluruh bangsa itu datang untuk melakukan kekerasan, serbuan pasukan depannya seperti angin timur, dan mereka mengumpulkan tawanan seperti banyaknya pasir. Raja-raja dicemoohkannya dan penguasa-penguasa menjadi tertawaannya. Ditertawakannya tiap tempat berkubu, ditimbunkannya tanah dan direbutnya tempat itu. Maka berlarilah mereka, seperti angin dan bergerak terus; demikianlah mereka bersalah dengan mendewakan kekuatannya. Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami. Ya TUHAN, telah Kautetapkan dia untuk menghukumkan; ya Gunung Batu, telah Kautentukan dia untuk menyiksa. Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman. Mengapa Engkau memandangi orang-orang yang berbuat khianat itu dan Engkau berdiam diri, apabila orang fasik menelan orang yang lebih benar dari dia?

 

Pernahkah anda bertanya, “Bagaimana aku bisa melewati masa-masa sukar ini dalam hidupku?” Sepertinya segala sesuatu dalam hidup anda berantakan. Anda telah mencoba sebisa anda untuk memahami semuanya, tetapi anda tidak bisa. Ke mana pun anda melihat, anda hanya melihat kegelapan dan keputusasaan. Anda tidak melihat cahaya di ujung terowongan. Dan anda bertanya-tanya, “Di manakah Tuhan dalam semua ini?” Selamat datang di kitab Habakuk. Hari ini kita akan memulai seri khotbah kitab Habakuk dengan subjudul, “Iman dalam kesukaran hidup.” Hanya untuk ingin tahu, apakah ada anda yang pernah mendengar khotbah tentang kitab Habakuk? Saya belum pernah mendengar khotbah tentang kitab Habakuk sebelumnya, dan saya besar di gereja. Saya mendengar banyak pengkhotbah mengutip bagian terakhir dari Habakuk pasal 3, tetapi saya tidak pernah mendengar khotbah lengkap tentang Habakuk, apalagi satu seri. Dan itu sangat disayangkan karena pesan dari kitab Habakuk sangat relevan bagi kita. Kitab Habakuk membahas pertanyaan-pertanyaan ini. “Apakah Tuhan berkuasa atas sejarah? Apakah Tuhan berkuasa atas hidupku? Jika iya, mengapa semua hal buruk ini terjadi? Mengapa Tuhan mengizinkan semua kejahatan dan penderitaan ini? Di manakah Tuhan ketika aku membutuhkan Dia?” Dapatkah anda melihat betapa relevannya semua pertanyaan ini? Apa yang kita dapatkan dalam kitab Habakuk bukanlah sebuah cerita komedi, tetapi sebuah drama kehidupan yang nyata. Dalam sebuah komedi, akan ada ketegangan dalam cerita, dan dalam waktu 30 menit, semuanya akan terselesaikan. Contoh, pacar anda berselingkuh. Dan dalam 30 menit berikutnya, anda mengetahui bahwa hidup jauh lebih baik tanpa dia, dan anda melanjutkan hidup dengan bahagia. Dan orang-orang menyukainya. Orang-orang menyukai khotbah komedi. Ada ketegangan, ada sedikit tawa, mungkin ada sedikit air mata, dan pada akhirnya semuanya baik-baik saja dan kita melanjutkan hidup seperti biasa. Tetapi kita tidak akan mendapatkan hal itu dalam kitab Habakuk. Habakuk akan memberikan kita sebuah drama kehidupan yang nyata dengan banyak ketegangan dan pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab.

Izinkan saya memberikan konteks kitab ini terlebih dahulu. Habakuk 1:1 – Ucapan ilahi dalam penglihatan nabi Habakuk. Kita tidak tahu apa-apa tentang Habakuk kecuali dari tiga pasal ini. Kita tidak dapat menemukan Habakuk di bagian lain dalam Perjanjian Lama. Dan kata ucapan berasal dari kata Ibrani ‘massa’ yang berarti beban. Jadi, apa yang dilihat oleh Habakuk adalah sebuah beban. Ayat 1 dapat diterjemahkan, “Beban yang diterima Habakuk.” Inilah yang terjadi. Kitab Habakuk ditulis setelah masa pemerintahan Raja Yosia. Yosia bisa dikatakan sebagai raja Yehuda yang terhebat. Pada masa pemerintahannya, Yehuda mengalami kebangkitan rohani. Mereka menemukan Kitab Taurat, mereka bertobat, dan mereka menghancurkan semua bukit-bukit penyembahan berhala. Yehuda mengalami masa-masa kejayaan. Tetapi setelah kematian Yosia, Yehuda hancur berantakan. Putra-putra Yosia adalah raja-raja yang buruk. Yehuda kembali kepada penyembahan berhala dan kejahatan. Dan Habakuk sangat ingin agar Tuhan membawa kebangkitan rohani lagi. Dia berdoa untuk hal itu, tetapi sebaliknya, dia melihat ketidakadilan dan kejahatan. Dia mengungkapkan keprihatinannya kepada Tuhan, dan Tuhan memberinya pesan yang memberatkan. Habakuk kemudian berdialog dengan Tuhan tentang beban yang Tuhan berikan kepadanya dan menuliskannya dalam gulungan kitab. Itulah kitab Habakuk. Jadi kitab ini adalah kitab yang unik. Sangat berbeda dengan tulisan nabi-nabi lainnya. Nabi-nabi lain biasanya menulis, “Inilah yang Tuhan katakan.” Tetapi pesan Habakuk datang melalui dialog yang intens yang ia lakukan dengan Tuhan mengenai kedaulatan Tuhan dan kejahatan di bumi. Ini adalah dialog yang jujur dan kompleks. Dan saya yakin pergumulan Habakuk mencerminkan pergumulan di dalam hati kita. Jika saya dapat menyimpulkan tema dari kitab Habakuk, tema tersebut adalah ini. Kita dapat dengan rendah hati mempercayai Tuhan bahkan ketika kita tidak mengerti apa yang Dia lakukan karena kita tahu siapa Dia.

Saya memiliki tiga poin untuk khotbah ini, dan semuanya dalam bentuk dialog. Tuhan, di manakah Engkau; Habakuk, lihatlah dan perhatikanlah; Tuhan, bagaimana bisa?

 

 

Tuhan, dimanakah Engkau?

Habakuk 1:2-4 – Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepada-Mu: “Penindasan!” tetapi tidak Kautolong? Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian terjadi. Itulah sebabnya hukum kehilangan kekuatannya dan tidak pernah muncul keadilan, sebab orang fasik mengepung orang benar; itulah sebabnya keadilan muncul terbalik.

Seperti yang dapat kita lihat, Habakuk mengekspresikan rasa frustasinya terhadap kejahatan yang ia lihat di Yehuda. Dia melihat korupsi dan kebobrokan di setiap sudut. Dia melihat kekerasan dan kehancuran. Orang-orang Yehuda tidak mengikuti hukum dan ketidakadilan adalah hal yang biasa terjadi. Semua orang telah meninggalkan Tuhan dan mengejar kepentingan mereka sendiri. Perhatikan baik-baik. Kebobrokan ini tidak terjadi pada orang-orang yang tidak mengenal Tuhan; ini adalah masalah yang terjadi di dalam umat Tuhan. Umat Tuhan mengabaikan hukum-hukum Tuhan dan hidup semaunya sendiri. Dan di tengah-tengah kebobrokan ini, Habakuk memiliki dua pertanyaan untuk Tuhan. Dan pertanyaannya adalah dua pertanyaan yang kita miliki dalam kesukaran hidup: berapa lama dan mengapa? “Tuhan, berapa lama lagi Engkau akan membiarkan hal ini terjadi? Berapa lama lagi aku harus menunggu sebelum Engkau melakukan sesuatu? Berapa lama lagi aku harus berteriak minta tolong, dan Engkau tidak mendengar? Mengapa Engkau membiarkan hal ini terjadi padaku? Mengapa Engkau tidak melakukan sesuatu terhadap keadaanku?”

Dan tahukah anda apa yang terjadi? Hening. Tidak ada suara. Sepertinya Tuhan tidak mendengarkan. Dapatkah anda melihat mengapa Habakuk merasa frustrasi? Dia ingin melihat kebangunan rohani, tetapi yang dia lihat justru sebaliknya. Dia melihat masalah dan kejahatan di mana-mana, tetapi Tuhan tidak terlihat melakukan apa-apa. Dia telah banyak berdoa agar Tuhan turun tangan, tetapi dia tidak mengerti mengapa Tuhan diam saja. Habakuk tidak berdoa meminta rumah yang baru. Dia meminta kebangkitan rohani, suatu hal yang baik. Ia tidak dapat menyelaraskan apa yang ia ketahui tentang Tuhan dan apa yang ia alami. Mengapa Tuhan yang baik dan adil tidak melakukan apa pun terhadap kejahatan umat-Nya? Mengapa Tuhan yang kudus tidak menjawab doanya untuk kebangunan rohani? Bagi Habakuk, orang fasik menang, orang benar kalah, dan Tuhan hilang. Habakuk bingung. Dia merasa Tuhan mengabaikannya.

Pernahkah anda merasa bahwa Tuhan mengabaikan anda? Jika kita melihat konteks kitab Habakuk, kita melihat banyak kesamaan dengan keadaan kita saat ini. Ini adalah gambaran dari masyarakat kita. Beberapa bulan yang lalu, kita mendengar tentang penikaman di Bondi. Kita mendengar tentang perang di Ukraina. Kita mendengar tentang aksi terorisme di berbagai belahan dunia. Kita melihat peningkatan tingkat kriminalitas. Dan kita bertanya, “Mengapa Tuhan membiarkan hal ini terjadi? Di manakah Tuhan dalam semua ini? Mengapa Tuhan meninggalkan kita?” Mari kita bawa hal ini ke ruang tamu kita.

“Tuhan, wanita itu terus tidur dengan orang yang berbeda dan dia terus hamil lagi dan lagi dan menggugurkan anaknya lagi dan lagi. Tetapi aku adalah wanita yang saleh. Aku mencintai-Mu dan aku taat kepada-Mu. Mengapa aku tidak bisa hamil? Mengapa Engkau tidak mendengarkan doaku untuk memiliki anak?”
“Tuhan, aku telah melakukan yang terbaik dalam pekerjaanku. Aku jujur dan aku bekerja dengan integritas. Aku berdoa untuk promosi jabatan itu. Tetapi mengapa dia yang mendapatkannya? Dia mengambil jalan pintas dan berlaku curang untuk mendapatkan promosi itu. Itu tidak adil! Mengapa Tuhan?”
“Tuhan, apakah Engkau melihat orang itu? Dia jahat. Dia suka menipu. Tetapi mengapa keluarganya begitu bahagia dan kaya? Lihat aku. Aku melayani di gereja, dan aku mencintai keluargaku. Tetapi mengapa keluargaku begitu berantakan dan tidak harmonis?”

Ada banyak hal dalam hidup yang membuat kita sedih atau frustrasi, tetapi tidak ada yang lebih memicu kemarahan daripada rasa ketidakadilan. Para orang tua, anda sangat mengerti ini. Anda bisa melihatnya pada anak-anak anda. Anda tidak perlu mengajari mereka untuk marah karena ketidakadilan. Ketika saya masih kecil, setiap kali saya bertengkar dengan cece saya, orang tua saya selalu mendisiplinkan kami berdua. Dan saya akan marah karena saya yakin bahwa itu bukan kesalahan saya. Cece saya yang selalu mencari gara-gara. Mengapa saya harus dihukum untuk sesuatu yang dia mulai? Ada para adik yang tahu apa yang saya bicarakan? Jadi, saya akan berkata kepada orang tua saya, “Ini tidak adil!” Adalah menyakitkan ketika ketidakadilan terjadi, dan tidak ada yang peduli atau tidak berdaya untuk melakukan sesuatu. Lebih menyakitkan lagi ketika tampaknya orang-orang yang melakukannya lolos begitu saja. Tetapi tahukah anda apa yang paling menyakitkan? Ketika kita merasa bahwa Tuhan tidak melihat atau peduli dengan rasa sakit dan ketidakadilan yang kita alami.

Itulah yang dialami oleh Habakuk. Dia sakit. Dia bingung. Dia frustrasi. Tetapi inilah yang Habakuk lakukan dengan rasa frustasinya. Dia membawa semua itu kepada Tuhan. Habakuk membawa keluhannya kepada satu-satunya orang yang dapat menanganinya; dia membawanya kepada Tuhan. Jadi, keluhannya membawa dia kepada Tuhan. Ia mencari Tuhan untuk mengerti dan bukannya menyalahkan Tuhan. Dan inilah yang harus kita lakukan dengan rasa frustrasi kita. Perhatikan. Kita harus jujur tentang rasa frustrasi kita dan membawanya kepada Tuhan. Jika kita menolak untuk jujur, jika kita mengecilkan rasa sakit kita, kita tidak punya pilihan selain berpura-pura. Kita terpaksa memakai topeng dan bertindak seolah-olah semuanya baik-baik saja padahal kenyataannya tidak. Dan tahukah anda apa yang akan terjadi? Itu akan memakan kita dari dalam. Bukannya mengalami kasih karunia Tuhan yang menyembuhkan, kita justru menjadi semakin pahit dan bingung. Dan hanyalah masalah waktu sebelum kita meledak. Tetapi Habakuk mengajarkan kita bahwa adalah baik jika kita membawa rasa frustrasi kita kepada Tuhan. Dan itu bukanlah sesuatu yang berdosa.

Tetapi dengarkan. Ada perbedaan antara bersungut-sungut dan mengerang. Ketika dalam kesukaran hidup, tidak apa-apa bagi kita untuk mengerang dan mengungkapkan rasa frustrasi kita. Mengerang adalah sebuah ekspresi iman di tengah-tengah rasa frustrasi. Kita berkata, “Tuhan, aku tahu Engkau baik. Aku tahu Engkau memegang kendali. Tetapi aku tidak mengerti mengapa Engkau mengizinkan hal ini terjadi padaku. Aku bingung. Bantu aku melihat apa yang Engkau lihat.” Itu mengerang. Bersungut-sungut berbeda. Bersungut-sungut adalah ketika rasa frustrasi kita membuat kita semakin jauh dari Tuhan dan bukannya semakin dekat dengan Tuhan. Bersungut-sungut adalah ketika kita berkata, “Ini tidak adil. Aku tidak seharusnya diperlakukan seperti ini. Tuhan, Engkau tidak tahu apa yang Engkau lakukan. Aku tidak yakin Engkau baik, dan aku tidak bisa mempercayai-Mu.” Tuhan tidak suka jika umat-Nya bersungut-sungut. Itu adalah dosa. Jika mengerang adalah ekspresi iman, bersungut-sungut adalah ekspresi ketidakpercayaan. Ketika dalam kesukaran hidup, Habakuk mengajarkan kita bahwa kita harus membawa semua kekecewaan kita kepada Tuhan. Tuhan tidak takut dengan kejujuran kita. Dia menyambutnya. Karena ketika kita jujur di hadapan Tuhan, itu membuka ruang bagi kasih karunia Tuhan untuk menyembuhkan kita. Tetapi jika kita berpura-pura dan memakai topeng, kita tidak akan mengalami kesembuhan.

 

 

Habakuk, lihatlah dan perhatikanlah

Habakuk 1:5 – Lihatlah di antara bangsa-bangsa dan perhatikanlah, jadilah heran dan tercengang-cengang, sebab Aku melakukan suatu pekerjaan dalam zamanmu yang tidak akan kamu percayai, jika diceriterakan.

Tuhan akhirnya menjawab Habakuk. Tetapi jawaban Tuhan sangat mengejutkan. Tuhan berkata, “Habakuk, perhatikan baik-baik. Aku mendengar keluhanmu dan Aku ingin kamu melihat dan memperhatikan bangsa-bangsa. Heran dan tercenganglah. Karena Aku akan melakukan sesuatu yang tidak terpikirkan. Aku akan melakukan sesuatu yang tidak dapat kamu pahami. Bahkan jika Aku memberitahumu, kamu tidak akan percaya. Kamu tidak akan bisa mengerti. Ini akan benar-benar mengejutkanmu. Tetapi Aku akan tetap memberitahumu.” Dan ini adalah salah satu ayat Alkitab yang sangat sering digunakan di luar konteks. Saya ingat beberapa tahun yang lalu ada sebuah retreat gereja yang menggunakan ayat ini sebagai temanya. Temanya adalah “Behold” jika saya tidak salah ingat. “Lihatlah, Aku melakukan pekerjaan yang tidak dapat dipercayai pada zamanmu.” Ini lucu, tetapi sangat bodoh. Karena pekerjaan luar biasa yang akan Tuhan lakukan dalam konteks ini bukanlah kabar baik, melainkan kabar buruk. Tuhan akan melakukan sesuatu yang sangat aneh, sesuatu yang sangat berlawanan dengan intuisi, dan Ia tahu bahwa manusia tidak akan dapat menerima kenyataan ini. Ini bukan kabar baik tentang pengharapan, tetapi kabar buruk tentang bencana. Dengarkan apa yang Tuhan katakan selanjutnya.

Habakuk 1:6-11 – Sebab, sesungguhnya, Akulah yang membangkitkan orang Kasdim, bangsa yang garang dan tangkas itu, yang melintasi lintang bujur bumi untuk menduduki tempat kediaman, yang bukan kepunyaan mereka. Bangsa itu dahsyat dan menakutkan; keadilannya dan keluhurannya berasal dari padanya sendiri. Kudanya lebih cepat dari pada macan tutul, dan lebih ganas dari pada serigala pada waktu malam; pasukan berkudanya datang menderap, dari jauh mereka datang, terbang seperti rajawali yang menyambar mangsa. Seluruh bangsa itu datang untuk melakukan kekerasan, serbuan pasukan depannya seperti angin timur, dan mereka mengumpulkan tawanan seperti banyaknya pasir. Raja-raja dicemoohkannya dan penguasa-penguasa menjadi tertawaannya. Ditertawakannya tiap tempat berkubu, ditimbunkannya tanah dan direbutnya tempat itu. Maka berlarilah mereka, seperti angin dan bergerak terus; demikianlah mereka bersalah dengan mendewakan kekuatannya.

Dapatkah anda melihat mengapa hal ini sangat mengejutkan? Orang Kasdim mengacu pada orang Babel. Tuhan berkata kepada Habakuk, “Aku telah mendengar keluhanmu tentang umat-Ku. Jadi, inilah yang akan Aku lakukan. Aku akan membangkitkan Babel dan menggunakan Babel sebagai alat penghakiman ilahi terhadap Yehuda.” Tunggu, apa? Tuhan akan menggunakan Babel untuk mendisiplin Yehuda? Bagaimana itu mungkin? Karena Babel adalah bangsa yang sangat jahat. Lihat gambaran yang Tuhan berikan tentang Babel. Dalam ayat 6, Babel digambarkan sebagai bangsa yang garang dan tangkas. Gambarannya adalah seekor binatang buas yang liar yang ingin merebut segala sesuatu yang bukan miliknya. Dalam ayat 7, mereka dahsyat dan menakutkan. Mereka adalah hukum bagi diri mereka sendiri. Mereka sangat sombong dan agresif. Dalam ayat 8, mereka lebih cepat daripada macan tutul dan lebih ganas daripada serigala, yang berarti mereka memiliki pasukan yang kuat dan menghancurkan. Dalam ayat 9, mereka menyukai kekerasan. Dalam ayat 10, mereka tidak memiliki rasa takut. Mereka menertawakan raja-raja dan benteng-benteng karena kekuatan mereka yang luar biasa. Dalam ayat 11, mereka mendewakan kekuatan mereka. Mereka menyembah kekuatan mereka. Gambaran-gambaran ini memberi tahu kita bahwa Babel bukan saja sangat jahat, tetapi juga sangat kuat. Mereka tidak memiliki tandingan. Melawan Babel adalah seperti melawan senapan mesin dengan pisau. Tidak ada harapan. Dan inilah bangsa yang akan dibangkitkan dan digunakan Tuhan untuk mendisiplinkan umat-Nya.

Singkatnya, inilah yang Tuhan katakan kepada Habakuk. “Aku telah mendengar doamu untuk kebangkitan rohani di Yehuda. Tetapi Aku tidak akan membuat situasi lebih baik bagimu. Aku akan membuat situasi lebih buruk. Aku akan membangkitkan orang-orang yang paling kejam dan haus darah yang pernah ada di dunia. Mereka akan menyapu seluruh dunia, dan mereka akan menghancurkan negerimu.” Saya berikan gambaran lain. Bayangkan anda menderita flu yang parah. Anda berdoa kepada Tuhan untuk menyembuhkan anda dari flu. Tetapi kemudian anda pergi ke dokter dan ternyata anda menderita kanker. Itulah yang terjadi disini. Habakuk berdoa untuk kebangunan rohani, yang ia dapatkan justru kebinasaan. Tetapi inilah yang saya ingin anda lihat. Ya, Babel sangat kuat. Ya, mereka ganas. Ya, mereka akan menghancurkan Yehuda. Tetapi dengarkan. Kehancuran yang akan datang harus dilihat bukan sebagai contoh kekuatan Babel, tetapi sebagai kedaulatan Tuhan yang agung. Tuhanlah yang membangkitkan Babel. Tuhanlah yang menggunakan Babel untuk mencapai tujuan-Nya. Mereka tidak menyadarinya, tetapi mereka hanyalah alat di tangan Tuhan yang berdaulat. Tuhan hanya memilih untuk menggunakan mereka untuk mendisiplinkan umat-Nya dan mencapai tujuan-Nya. Mereka berpikir bahwa mereka berada di puncak dunia karena kekuatan mereka. Mereka tidak menyadari apa yang sedang dilakukan oleh Tuhan Israel.

Jadi, apa pelajarannya bagi kita? Sederhana. Kita tidak bisa menilai Tuhan dengan jadwal dan ukuran kita sendiri. Tuhan selalu melakukan sesuatu yang jauh lebih besar daripada yang dapat kita pahami dan ketahui. Bahkan jika Dia memberitahukannya kepada kita, kita tidak akan mengerti. Terkadang hidup terasa seperti berada di tengah-tengah serial TV yang menyedihkan. Rasanya seperti salah satu serial di mana segala sesuatu berjalan salah, dan kita mulai bertanya-tanya bagaimana semuanya bisa berakhir dengan baik. Dan kita berpikir, “Pasti penulis serial ini akan menemukan cara untuk membalikkan keadaan dan semuanya akan baik-baik saja.” Tetapi setelah melakukan riset berjam-jam menonton Netflix dan drama Korea, inilah yang saya temukan. Ada banyak serial yang akhir ceritanya sangat mengecewakan. Akhir cerita tidak menjelaskan pertanyaan-pertanyaan yang kita miliki dalam serial tersebut. Pernahkah anda mendengar serial TV berjudul “LOST”? Serial ini dimulai dengan begitu baik. Itu menciptakan begitu banyak pertanyaan. Orang-orang membicarakannya, dan mereka berspekulasi tentang semua teori yang mungkin terjadi. Saya terus menonton selama 6 tahun, menunggu hari di mana semua pertanyaan akan dijawab. Namun ketika episode terakhir selesai, saya lebih ‘lost’ dibandingkan saat pertama kali menonton LOST. Jika tujuan LOST adalah untuk membuat saya ‘lost’, mereka berhasil melakukannya. Saya sama sekali tidak suka akhir ceritanya. Dan terkadang kita bertanya-tanya, apakah hidup akan berakhir seperti itu? Tidak ada akhir yang bahagia, tidak ada resolusi, tidak ada tujuan yang baik.

Tetapi inilah yang Habakuk tunjukkan kepada kita. Tuhan berbeda. Tuhan tidak seperti para penulis serial TV itu. Tuhan mengetahui akhir cerita dari awal. Dia telah menulis segala sesuatu yang terjadi di dalam kitab-Nya sebelum semua itu terjadi. Tidak ada akhir yang tidak jelas bagi Tuhan. Tuhan akan mengikat semuanya menjadi kesatuan yang indah. Dan inilah berita yang lebih baik lagi. Tuhan bukanlah pengamat sejarah yang pasif; Dia adalah partisipan yang aktif dalam sejarah. Sejarah mengikuti rencana Tuhan dan jadwal Tuhan. Dan yang Tuhan ingin kita ketahui adalah cara kita melihat tidak selalu sama dengan cara Tuhan melihat. Apa yang kita pikir sedang terjadi tidak selalu sama dengan apa yang Tuhan sedang lakukan. Habakuk bertanya, “Tuhan, mengapa Engkau tidak melakukan sesuatu?” Tuhan menjawab, “Aku sedang melakukan sesuatu, Habakuk. Hanya saja kamu tidak dapat melihatnya dan tidak memahaminya. Tetapi Aku selalu bekerja.”

Ini seperti anak berusia lima tahun yang bersikeras ingin makan es krim sebelum makan malam. Orang tua yang baik tidak akan mengiyakan hal itu. Dan jika anda memiliki anak berusia lima tahun, anda tahu apa yang terjadi selanjutnya. Banyak jeritan. Mengapa? Karena dia ingin es krim. Dia tidak mengerti mengapa anda menghalangi hal yang baik darinya. Anda bisa mencoba menjelaskan kepadanya. “Ini alasan mengapa kamu tidak boleh makan es krim sekarang. Karena tubuhmu membutuhkan nutrisi, dan kamu tidak akan mendapatkannya dari es krim.” Dan dia akan berkata, “Eh?” Anak anda tidak akan mengerti dan akan terus menjerit. Setelah mencoba meyakinkannya selama 5 menit, apa yang akan anda katakan? “Diam dan dengarkan aku. Kamu harus percaya bahwa aku tahu apa yang aku lakukan. Aku melakukan ini untuk kebaikanmu.” Itulah yang terjadi antara Tuhan dan Habakuk. Tuhan mengatakan kepada Habakuk bahwa dia tidak akan memahaminya meskipun Tuhan menjelaskan kepadanya. Habakuk hanya perlu percaya kepada Tuhan. Dan perhatikan. Jarak antara pikiran Tuhan dan pikiran kita jauh lebih besar daripada jarak antara pikiran orang tua dan anak berusia 5 tahun. Jadi, bagaimana mungkin kita berharap untuk memahami segala sesuatu yang Tuhan lakukan? Kita tidak akan bisa. Untuk berkata, “Tuhan harus masuk akal,” tidak masuk akal. Untuk berkata, “Aku harus mengerti apa yang Tuhan lakukan,” tidak masuk akal. Satu-satunya hal yang masuk akal adalah mempercayai hikmat Tuhan yang tak terbatas. John Piper mengatakannya dengan sangat baik. “Tuhan selalu melakukan 10.000 hal dalam hidup anda, dan anda mungkin menyadari tiga di antaranya.” Tuhan selalu bekerja untuk kemuliaan-Nya dan kebaikan kita. Selalu. Kita mungkin tidak melihat atau memahaminya, tetapi Tuhan tidak berdiam diri. Bagaimanapun juga, hidup kita bukanlah cerita kita; hidup kita adalah bagian dari cerita Tuhan. “History is His story.”

 

 

Tuhan, bagaimana bisa?

Habakuk 1:12-13 – Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami. Ya TUHAN, telah Kautetapkan dia untuk menghukumkan; ya Gunung Batu, telah Kautentukan dia untuk menyiksa. Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman. Mengapa Engkau memandangi orang-orang yang berbuat khianat itu dan Engkau berdiam diri, apabila orang fasik menelan orang yang lebih benar dari dia?

Setelah mendengar jawaban Tuhan atas keluhannya, Habakuk lebih bingung dari sebelumnya. Habakuk dapat memahami jika Tuhan ingin mendisiplinkan Yehuda atas kejahatan mereka. Masalah Habakuk bukanlah pada pendisiplinan Tuhan. Masalahnya adalah dengan cara pendisiplinan Tuhan. Tidak masuk akal bagi Habakuk bahwa Tuhan akan menggunakan Babel untuk mendisiplinkan Yehuda. Mengapa? Karena Babel lebih jahat daripada Yehuda. Dan bagi Tuhan untuk menggunakan bangsa yang lebih jahat dari Yehuda untuk menghancurkan Yehuda? Bagaimana itu adil? Bagaimana itu masuk akal? Jika anda hidup cukup lama, akan tiba saatnya anda tidak dapat memahami apa yang Tuhan lakukan. Bahkan, dalam bahasa Ibrani, ayat 12 merupakan sebuah pertanyaan retoris. Ini sangat konfrontatif. Dalam bahasa Indonesia, kedengarannya seperti Habakuk bertanya secara sopan kepada Tuhan. Namun, ia melakukan lebih dari itu. Dia menantang Tuhan. Dia berkata, “Aku kira Engkau adalah Tuhan yang besar. Aku kira Engkau adalah Tuhan yang maha kuasa, maha baik, maha bijaksana. Jika iya, bagaimana mungkin Engkau melakukan hal ini? Aku tahu kami telah berbuat jahat di mata-Mu. Tetapi kami tidak seburuk Babel. Mengapa Babel?” Habakuk sangat dekat untuk berkata, “Tuhan, apakah Engkau sudah gila?”

Apakah anda melihat? Habakuk sangat berani. Dia menantang Tuhan. Tetapi perhatikan bagaimana ia melakukannya. Tidak sedetik pun Habakuk kehilangan kepercayaannya kepada Tuhan. Dia menantang Tuhan. Dia mengajukan pertanyaan. Dia bergumul. Tetapi dia berkata, Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus?” Habakuk mengakui siapa Tuhan. Tuhan adalah Tuhan yang berdaulat. Tuhan tidak berubah dalam sifat dan tujuan-Nya. Ia yakin bahwa meskipun seluruh dunia tampaknya telah berubah, Tuhan tidak berubah. Tuhan berasal dari kekekalan, dan Dia akan melakukan apa yang benar. Dia selamanya adalah Gunung Batu. Jadi, iman Habakuk bukanlah iman yang lemah, tetapi iman yang bingung. Ia mengakui siapa Tuhan, tetapi ia tidak dapat memahami apa yang baru saja Tuhan katakan kepadanya. Ia mencoba untuk menyelaraskan siapa Tuhan dengan apa yang baru saja ia dengar. Ia tahu bahwa Tuhan itu kudus. Ia tahu bahwa Tuhan terlalu suci untuk melihat kejahatan. Jadi, bagaimana mungkin Tuhan yang kudus menggunakan bangsa yang lebih jahat daripada Yehuda untuk mendisiplinkan Yehuda? Bukankah Babel lebih pantas dihukum daripada Yehuda? Bagaimana mungkin Tuhan lebih memilih Babel daripada umat yang dikasihi-Nya? Protes Habakuk muncul dari iman yang mendalam untuk mencari pengertian, bukan penolakan. Jadi, di satu sisi, Habakuk menantang Tuhan. Dia bergumul dengan keraguan. Di sisi lain, Habakuk menolak untuk pergi. Dia tidak pernah berpikir untuk meninggalkan Tuhan atau berhenti berdoa kepada Tuhan. Itu bahkan bukan sebuah pilihan. Habakuk membawa semua pertanyaan dan keraguannya kepada Tuhan. Dia bergumul dengan setia saat dia menantang Tuhan.

Ada dua respon yang umum ketika hidup tidak masuk akal: respon tradisional dan respon modern. Respon tradisional adalah penyangkalan. “Jangan berani-berani mempertanyakan Tuhan. Jangan bertanya. Tuhan adalah Tuhan dan kamu bukan Tuhan. Berhenti bertanya dan lakukan saja apa yang harus kamu lakukan. Jika tidak, Tuhan mungkin akan menyambar kamu dengan petir dari surga.” Jadi, mereka berkata, “Jangan bertanya, jangan bergumul, anggap saja semuanya baik-baik saja dan kamu akan baik-baik saja.” Ini adalah penyangkalan terhadap kenyataan. Dan mereka sering menyamakan pertanyaan dengan kurangnya iman. Jika anda memiliki iman, anda tidak akan mempertanyakan Tuhan. Jadi, orang yang beriman adalah orang yang berpura-pura semuanya baik-baik saja saat rumahnya terbakar. Di sisi lain, respon modern adalah penolakan. Mereka menaruh begitu banyak kepercayaan pada pengertian manusia. “Jika Tuhan itu baik, jika Tuhan memegang kendali, mengapa Dia membiarkan hal ini terjadi? Mengapa Dia membiarkan kamu menderita? Dapatkah kamu melihat sesuatu yang baik dari situasi ini? Jika tidak, mengapa kamu percaya kepada Tuhan? Dia tidak peduli padamu. Dia tidak menjawab doamu. Lupakan tentang Dia. Dia tidak ada.”

Tetapi Habakuk tidak demikian. Di satu sisi, Habakuk tidak hidup dalam penyangkalan. Dia jujur. Dia menantang Tuhan. Di sisi lain, dia tidak berpikir untuk meninggalkan Tuhan. Sebaliknya, dia berkata kepada Tuhan, “Aku tahu siapa Engkau, dan aku tahu keadaanku. Aku tidak bisa menyatukan keduanya. Aku tidak mengerti dan aku kesal, tetapi aku tidak akan pergi ke mana-mana. Jika aku tidak dapat memahami hidup dengan-Mu, bagaimana aku dapat memahami hidup tanpa-Mu? Kemana lagi aku bisa pergi? Tidak ada tempat yang bisa aku tuju selain Engkau. Jadi aku akan tetap mempercayaimu meskipun aku tidak mengerti.” Inilah yang harus kita lakukan ketika hidup tidak masuk akal. Perhatikan. Ketika hidup tidak masuk akal, kita tidak harus hidup dalam penyangkalan, dan kita tidak harus menolak Tuhan. Kita harus bergumul dengan Tuhan dengan setia.

Bulan ini 15 tahun yang lalu, saya didiagnosis menderita leukemia. Saya tidak mengetahuinya pada saat itu, tetapi beberapa bulan yang lalu, dokter keluarga saya memberi tahu saya bahwa profesor yang merawat saya mengatakan bahwa peluang saya untuk bertahan hidup dari leukemia kurang dari 1%. Itu sangat buruk. Jadi, satu-satunya alasan saya masih bernapas sampai sekarang adalah karena Tuhan menyembuhkan saya, dan Dia belum selesai dengan saya. Namun, hal itu susah dimengerti ketika saya mengalaminya. Saya baru saja menghabiskan lima tahun di Sekolah Alkitab. Saya baru saja lulus dengan nilai yang baik. Saya mendedikasikan hidup saya untuk melayani Tuhan. Saya siap untuk melakukan pekerjaan Tuhan. Dan hal pertama yang terjadi pada saya adalah kanker. Saya sangat marah kepada Tuhan. “Tuhan, bagaimana mungkin Engkau membiarkan hal ini terjadi padaku? Setelah semua yang telah aku lakukan selama lima tahun terakhir untuk mempersiapkan diri untuk pelayanan, sekarang Engkau ingin membunuh aku? Apakah Engkau serius? Cerita macam apa ini? Ini adalah cerita yang bodoh dan tidak masuk akal.” Dan ini adalah versi PG dari apa yang saya katakan kepada Tuhan. Kalau saya mengatakan apa yang saya katakan sebenarnya dari mimbar, anda mungkin tidak akan melihat saya minggu depan. Saya marah kepada Tuhan. Tetapi saya juga cukup mengerti bahwa tidak ada tempat lain yang bisa saya tuju. Saya memahami kedaulatan Tuhan dalam segala hal. Tetapi saya tidak dapat menyelaraskan kedaulatan Tuhan dan leukemia. Saya bergumul. Saya ragu. Saya mempertanyakan Tuhan. Tetapi saya tidak pergi. Saya tetap berpegang pada-Nya bahkan ketika saya tidak memahami-Nya. Dan hari ini saya dapat dengan jujur mengatakan bahwa kanker adalah hal terbaik yang terjadi pada saya setelah keselamatan. Melalui kanker, saya tidak hanya mengetahui tentang kedaulatan Tuhan, tetapi juga mengalami kehangatan selimut kedaulatan Tuhan di malam-malam yang dingin. Jika bukan karena pengalaman kanker, saya tidak akan ada di sini hari ini.

Anda bisa lihat? Tuhan tidak memiliki masalah dengan pergumulan kita. Dia tidak memiliki masalah dengan pertanyaan-pertanyaan kita. Tetapi yang Dia inginkan adalah agar kita jujur dan membawa pertanyaan-pertanyaan itu kepada-Nya. Kita akan melihat di sepanjang kitab Habakuk bahwa Tuhan tidak marah ketika Habakuk mempertanyakan Tuhan. Tuhan tidak berkata, “Lancang sekali kamu berbicara seperti itu kepada-Ku. Tidakkah kamu tahu siapa Aku? Tidakkah kamu tahu bahwa kamu hanyalah debu di hadapan-Ku?” Tidak. Tuhan menyambut pertanyaan Habakuk. Alasan mengapa Tuhan memberikan kitab Habakuk kepada kita adalah agar kita dapat belajar melakukan apa yang Habakuk lakukan. Kehadiran doa-doa Habakuk di dalam Alkitab merupakan saksi akan pengertian Tuhan yang penuh belas kasihan. Tuhan tahu bagaimana kita berbicara ketika kita putus asa, dan Dia tidak tersinggung karenanya. Dengan menjaga doa-doa ini, Tuhan mengatakan kepada kita, “Aku tetap menjadi Tuhanmu bukan karena kamu baik, bukan karena kamu selalu memiliki pengendalian diri yang sempurna. Aku tetap menjadi Tuhanmu karena kasih karunia-Ku. Hubungan-Ku denganmu tidak didasarkan pada dirimu. Hubungan ini didasarkan pada kasih perjanjian-Ku yang tanpa syarat. Hubungan ini berdasarkan kasih karunia-Ku semata-mata.” Tim Keller mengatakannya seperti ini. “Mengetahui kasih karunia Tuhan, di satu sisi, memberi anda kebebasan untuk bertanya. Di sisi lain, mengetahui kasih karunia Tuhan meyakinkan anda bahwa tidak ada tempat lain selain bersama Tuhan yang dapat anda tempati dalam hidup ini, sehingga anda tidak akan pernah pergi.” Bergumul dengan Tuhan dengan setia membuktikan bahwa Tuhan adalah Tuhan yang penuh kasih karunia, dan kasih karunia Tuhan membuat kita bergumul dengan setia. Itulah yang harus kita lakukan ketika hidup tidak masuk akal.

Tetapi inilah misteri terbesar dari teks ini. Tuhan berkata, “Habakuk, Aku akan melakukan sesuatu yang tidak kamu mengerti. Aku akan menghakimi umat-Ku. Aku akan menggunakan bangsa Babel untuk melakukannya. Tetapi Aku melakukannya bukan karena Aku ingin menghancurkan umat-Ku. Aku akan melakukannya karena Aku setia kepada umat-Ku. Aku akan membawa keselamatan melalui penghakiman.” Seperti yang akan kita lihat dalam minggu-minggu mendatang, penghakiman bukanlah kata terakhir Tuhan bagi umat-Nya; belas kasihanlah kata terakhir Tuhan. Tetapi bagaimana Tuhan dapat membawa keselamatan dari penghakiman? Bagaimana Tuhan dapat tetap setia kepada umat-Nya ketika umat-Nya tidak setia kepada-Nya? Bertahun-tahun kemudian, Rasul Paulus berkhotbah, dan ia mengutip kitab Habakuk. Dengarkan apa yang ia katakan dalam Kisah Para Rasul 13:38-41 – Jadi ketahuilah, hai saudara-saudara, oleh karena Dialah maka diberitakan kepada kamu pengampunan dosa. Dan di dalam Dialah setiap orang yang percaya memperoleh pembebasan dari segala dosa, yang tidak dapat kamu peroleh dari hukum Musa. Karena itu, waspadalah, supaya jangan berlaku atas kamu apa yang telah dikatakan dalam kitab nabi-nabi: Ingatlah, hai kamu penghina-penghina, tercenganglah dan lenyaplah, sebab Aku melakukan suatu pekerjaan dalam zamanmu, suatu pekerjaan, yang tidak akan kamu percayai, jika diceriterakan kepadamu.” Paulus berbicara tentang Yesus, dan ia mengutip Habakuk. Apa yang dia katakan? Dia berkata, “Jangan menjadi seperti orang-orang pada zaman Habakuk. Dengarkanlah peringatan dari Tuhan. Sama seperti Tuhan membawa keselamatan dan penebusan dari ketidakadilan dan kejahatan di masa lalu, Tuhan membawa keselamatan dan penebusan dari penghakiman hari ini. Percayalah kepada Yesus agar kamu tidak mengalami penghakiman Tuhan.” Prinsip keselamatan dari penghakiman menemukan ekspresi utama di dalam Yesus Kristus.

Coba pikirkan. Apa yang Yesus alami di bumi? Ia mengalami ketidakadilan. Ia mengalami penghakiman. Ia disiksa, Ia menderita, dan Ia mati. Mengapa? Apakah karena Yesus layak menerima penghakiman? Tidak sama sekali. Yesus itu kudus dan sempurna. Jika ada satu orang yang dapat berkata, “Ini tidak adil. Aku sama sekali tidak pantas menerima ini,” itu adalah Yesus. Yesus hidup dalam kehidupan yang sempurna tanpa cela. Dia taat kepada Tuhan sampai akhir. Namun, dia menderita ketidakadilan terbesar di kayu salib. Dan sama seperti Habakuk, Yesus pun bingung. Di kayu salib, dia berkata, “Tuhan, di manakah Engkau? Mengapa Engkau meninggalkan aku?” Namun Yesus tetap setia. Dia memiliki hak dan kuasa untuk turun dari kayu salib, tetapi dia tetap tinggal. Yesus adalah Habakuk yang sesungguhnya. Tetapi mengapa Yesus tetap berada di atas kayu salib? Karena Tuhan yang kudus tidak bisa mengampuni dosa begitu saja. Setiap dosa harus dibayar. Dan karena dosa-dosa kita, Yesus harus dihakimi di kayu salib. Tidak ada jalan lain. Tetapi dari penghakiman itu, muncullah keselamatan terbesar dalam sejarah manusia. Dari penghakiman Yesus di kayu salib, datanglah penebusan dan keselamatan bagi mereka yang menaruh iman mereka kepada Yesus.

Itu berarti satu-satunya alasan Yesus mengalami penghakiman di kayu salib, satu-satunya alasan Yesus ditinggalkan oleh Tuhan, adalah agar anda dan saya dapat mengetahui bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita. Bahkan ketika kita merasa bahwa Tuhan telah meninggalkan kita, Dia tidak pernah meninggalkan kita sedetik pun. Bahkan ketika kita mengatakan hal-hal yang buruk kepada-Nya, Dia tetap bersabar terhadap kita. Bukan karena kita layak mendapatkannya, tetapi karena Yesus telah ditinggalkan bagi kita. Yesus mendapatkan apa yang layak kita dapatkan, sehingga ketika hidup tidak masuk akal, kita hanya merasa ditinggalkan, tetapi kita tidak ditinggalkan. Tuhan selamanya setia kepada kita karena apa yang telah Yesus lakukan. Dan Dia selalu bekerja untuk kemuliaan-Nya dan kebaikan kita. Jika kita tahu bahwa Yesus tetap setia kepada kita ketika hidupnya hancur, itulah yang memampukan kita untuk tetap setia kepada Yesus ketika hidup kita tampak hancur. Mari kita berdoa.

 

 

Discussion questions:

  1. What struck you the most from the sermon?
  2. There are two typical responses when life does not make sense: denial and abandonment. Which one is your tendency and why?
  3. Why do you think the fact that we can’t understand what God is doing is both bad news and good news?
  4. What does it mean to faithfully wrestle with God? Give some practical steps.
  5. How does the gospel enable us to remain faithful to God when life does not make sense?
No Comments

Sorry, the comment form is closed at this time.