Hidup sesuai dengan Injil

Galatia 2:11-21

Tetapi waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku dengan terang-terangan menentangnya, sebab ia salah. Karena sebelum beberapa orang dari kalangan Yakobus datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudara seiman yang tidak bersunat, tetapi setelah mereka datang, ia mengundurkan diri dan menjauhi mereka karena takut terhadap saudara-saudara yang bersunat. Orang-orang Yahudi yang lain pun turut berlaku munafik dengan dia, sehingga Barnabas sendiri turut terseret oleh kemunafikan mereka. Tetapi waktu kulihat bahwa kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku berkata kepada Kefas di hadapan mereka semua, “Jika engkau, seorang Yahudi, hidup seperti orang bukan Yahudi dan tidak seperti orang Yahudi, bagaimana engkau dapat memaksa saudara-saudara yang tidak bersunat untuk hidup seperti orang Yahudi?” Menurut kelahiran, kami adalah orang Yahudi dan bukan orang berdosa dari bangsa-bangsa lain.

Kita tahu bahwa tidak seorang pun yang dibenarkan karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya melalui iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu, kami pun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan karena iman dalam Kristus dan bukan karena melakukan hukum Taurat. Sebab: “Tidak ada seorang pun yang dibenarkan” karena melakukan hukum Taurat. Tetapi jika kami sendiri, sementara kami berusaha untuk dibenarkan dalam Kristus ternyata adalah orang-orang berdosa, apakah hal itu berarti bahwa Kristus adalah pelayan dosa? Sekali-kali tidak. Karena, jikalau aku membangun kembali apa yang telah kurombak, aku menyatakan diriku sebagai pelanggar hukum Taurat. Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Hidup yang sekarang aku hidupi secara jasmani adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku. Aku tidak menolak anugerah Allah. Sebab sekiranya ada pembenaran melalui hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus.

Perikop kita hari ini adalah salah satu adegan yang paling menegangkan dan dramatis dalam Perjanjian Baru. Pernahkah anda menyaksikan pertengkaran terjadi di gereja? Saya pernah. Dan bukan di gereja lain, melainkan di gereja kita. Bertahun-tahun yang lalu, sewaktu saya masih remaja, saya menyaksikan pertengkaran antara salah satu usher dan full-time gereja. Ada barang-barang dilempar, kursi ditendang, dan kata-kata makian yang dilontarkan. Itu sangat menegangkan. Namun pertengkaran itu segera mereda karena orang-orang yang terlibat bukanlah orang-orang yang penting. Namun, dalam perikop hari ini, kita menemukan dua rasul Kristus yang terkemuka berhadapan langsung dalam konflik terbuka: Paulus dan Petrus. Mereka mungkin adalah dua pilar terbesar dalam gereja. Paulus adalah rasul terkemuka bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi dan Petrus adalah rasul terkemuka bagi orang-orang Yahudi. Keduanya penuh dengan dengan Roh Kudus, keduanya dipakai dengan penuh kuasa oleh Tuhan, dan keduanya sangat dihormati oleh orang-orang Kristen lainnya. Bayangkan jika Ps Daniel Prajogo dan Ps Ferdinand Haratua bertengkar di depan umum, dan anda berada di sana untuk menyaksikannya. Pasti sangat menegangkan. Itulah yang terjadi dalam perikop kita. Jadi, apa yang menyebabkan konflik ini?

Saya akan mencoba merangkum apa yang Paulus katakan sebelumnya dalam kitab Galatia. Pada bagian awal kitab Galatia, Paulus mempertahankan Injilnya dari guru-guru palsu yang mencoba memutarbalikkan injil. Guru-guru palsu itu tidak menentang Injil. Mereka percaya bahwa iman kepada Yesus adalah suatu keharusan. Tetapi mereka mengatakan bahwa Injil saja tidak cukup. Mereka mengatakan bahwa anda juga harus menaati hukum Taurat dan disunat, baru kemudian anda akan diselamatkan. Permasalahannya bukanlah apa yang mereka tambahkan melainkan mereka menambahkan sesuatu kepada Injil. Inilah prinsip yang Paulus sangat tidak setuju dengan guru-guru palsu. Apakah pekerjaan Yesus saja cukup untuk menyucikan kita dari segala dosa kita dan membuat kita berkenan di hadapan Allah? Jawaban Paulus adalah “Ya.” Jawaban guru-guru palsu adalah “Tidak.” Poin utama yang dipermasalahkan antara Paulus dan guru-guru palsu adalah tentang urutan logis dari tiga langkah.

Mari saya tunjukkan. Urutan logis dari guru-guru palsu adalah, percaya – taat – selamat. “Satu, percayalah kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Dua, taatilah hukum Allah sebaik mungkin. Tiga, kamu akan diselamatkan.” Tetapi urutan logis dari Paulus adalah, percaya – selamat – taat. “Satu, percayalah kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Dua, anda diselamatkan pada saat anda percaya. Tiga, anda lanjut menaati hukum Allah.” Dapatkah anda melihat perbedaannya? Perbedaan ini bukan hanya masalah urutan. Ini adalah perbedaan antara agama pada umumnya dan Kekristenan. Agama mengajarkan, “Aku taat, maka aku diselamatkan.” Tetapi Injil mengajarkan, “Aku diselamatkan; karena itu aku taat.” Untuk memutarbalikkan urutan ini berarti kehilangan apa yang membuat Kekristenan menjadi kabar baik. Jika kita harus taat terlebih dahulu sebelum Allah menyelamatkan kita, maka Kekristenan sama saja dengan semua agama lain di dunia. Dan Paulus berjuang melawan hal ini.

Dan di awal pasal 2, Paulus mengunjungi Yerusalem, dan Petrus menerima Paulus dan pengajaran Paulus. Petrus menegaskan bahwa Paulus mengajarkan Injil yang sama dengan yang diajarkan para rasul di Yerusalem. Mereka tidak menambahkan apa pun kepada Injil Paulus. Kebenaran Injil tetap terpelihara. Tetapi ketika Petrus mengunjungi Antiokhia, Paulus melakukan hal yang sebaliknya. Paulus menentang Petrus di depan umum. Mengapa? Karena Injil dipertaruhkan. Petrus percaya kepada Injil, tetapi ia tidak bertindak sesuai dengan Injil. Pelanggaran Petrus adalah melawan Injil. Dan Paulus tidak takut menghadapi Petrus karena yang terpenting bagi Paulus adalah Injil. Mari kita lihat apa yang terjadi.

Saya memiliki tiga poin untuk khotbah ini: pelanggaran; teguran; kehidupan Kekristenan.

 

 

Pelanggaran

Galatia 2:11-13 – Tetapi waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku dengan terang-terangan menentangnya, sebab ia salah. Karena sebelum beberapa orang dari kalangan Yakobus datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudara seiman yang tidak bersunat, tetapi setelah mereka datang, ia mengundurkan diri dan menjauhi mereka karena takut terhadap saudara-saudara yang bersunat. Orang-orang Yahudi yang lain pun turut berlaku munafik dengan dia, sehingga Barnabas sendiri turut terseret oleh kemunafikan mereka.

Izinkan saya memberikan anda konteksnya terlebih dahulu. Kefas adalah nama lain dari Petrus. Antiokhia adalah sebuah gereja yang berkembang di luar Yerusalem yang sebagian besar terdiri dari orang-orang Kristen bukan Yahudi. Itu adalah tempat di mana murid-murid Kristus pertama kali disebut sebagai orang Kristen. Jadi, ketika awal Petrus tiba di Antiokhia, Petrus bersenang-senang dengan orang-orang bukan Yahudi. Dia bergaul dengan mereka, dia makan bersama mereka, dan mereka makan bacon dan babi panggang. Padahal orang Yahudi seharusnya tidak boleh makan bersama orang bukan Yahudi dan makan daging babi. Apa yang terjadi? Petrus mengalami pengalaman yang mengubah hidupnya. Dia mencoba bacon dan tidak bisa lepas dari bacon. Oke, bukan itu yang terjadi. Beberapa tahun sebelumnya, Petrus mendapat penglihatan dari Tuhan. Dalam penglihatan itu, ia melihat lemak babi, iga babi, bacon, dan banyak daging tidak halal lainnya turun dari surga. Dan Tuhan berkata, “Petrus, makanlah. Nikmatilah daging babi panggang surgawi.” Tahukah anda apa yang Petrus katakan? “Tuhan, aku bisa melihat daging babi ini jatuh dari surga. Aku bisa mencium bau harum surgawi. Dan aku tahu Engkau menyuruhku memakannya. Tapi aku tidak mau. Aku tidak pernah makan sesuatu yang haram, dan aku tidak akan mulai.” Dan Tuhan menjawab, “Petrus, janganlah kamu menyebut sesuatu haram, yang telah Kujadikan halal.” Dan anda akan berpikir bahwa Petrus akan langsung memakannya setelah mendengar jawaban Tuhan. Tetapi ternyata tidak. Hal itu terjadi sampai tiga kali dan Petrus masih belum memakannya.

Dapatkah anda melihat betapa kuatnya keterikatan Petrus pada hukum Yahudi? Tetapi penglihatan itu diberikan untuk mempersiapkan Petrus menghadapi apa yang akan terjadi selanjutnya. Allah kemudian mengutus Petrus untuk melayani di rumah Kornelius, seorang bukan Yahudi yang dianggap najis. Dan ketika Petrus tiba di rumah Kornelius, Petrus tidak berkata, “Kornelius, jika kamu ingin diselamatkan, inilah yang harus kamu lakukan. Pertama, kamu harus disunat. Kedua, kamu harus berhenti makan babi. Ketiga, kamu harus menaati hukum Taurat.” Ia tidak mengatakan hal itu. Petrus hanya memberitakan Injil dan Roh Kudus turun ke atas Kornelius dan seisi rumahnya. Sama seperti Allah memberikan Roh Kudus kepada orang Yahudi, Allah juga memberikan Roh Kudus kepada orang bukan Yahudi. Ini berarti bahwa orang bukan Yahudi dapat diselamatkan tanpa harus menjadi orang Yahudi. Sejak hari itu, Petrus mengerti bahwa Allah menyambut orang bukan Yahudi dan bahwa orang Yahudi bebas dari hukum kebersihan dan hukum sipil. Jadi, ketika Petrus tiba di Antiokhia, ia makan bersama orang-orang bukan Yahudi.

Tetapi ketika beberapa orang dari kelompok Yakobus datang ke Antiokhia, Petrus tiba-tiba berubah. Orang-orang ini adalah bagian dari kelompok yang mengajarkan Injil palsu, bahwa seseorang harus disunat untuk diselamatkan. Dan ketika orang-orang ini melihat Petrus makan bersama orang-orang bukan Yahudi, mereka mempertanyakan Petrus. Karena makan bersama pada masa itu bukan hanya sekadar makan, tetapi juga merupakan simbol persahabatan dan penerimaan. Itulah sebabnya Yesus mendapat masalah dengan orang-orang Farisi karena dia makan bersama orang-orang berdosa dan pemungut cukai. Jadi, ketika orang-orang ini melihat Petrus makan bersama orang-orang bukan Yahudi, mereka berkata, “Petrus, apa yang kamu lakukan? Kamu adalah seorang Yahudi. Kamu tidak seharusnya makan bersama mereka. Dan apa itu yang ada di piringmu? Apakah itu bacon? Lancang sekali kamu!” Dan Petrus segera mengubah kebiasaan makannya. Ia mulai memisahkan diri dari orang-orang bukan Yahudi.

Dan perhatikan baik-baik. Mengapa Petrus melakukannya? Ia tidak melakukannya karena ia percaya bahwa adalah salah untuk makan bersama dengan orang-orang bukan Yahudi. Petrus tidak mengubah pikiran atau keyakinannya. Ia tahu bahwa Allah telah menerima orang-orang bukan Yahudi. Tetapi Petrus takut kepada kelompok orang yang bersunat. Dengan kata lain, Petrus menghindari orang-orang bukan Yahudi bukan karena keyakinan teologisnya, tetapi karena takut kepada manusia. Petrus percaya kepada Injil, tetapi ia menentang Injil dengan tindakannya. Keyakinan dan tindakan Petrus tidak sesuai. Ia mengizinkan perbedaan budaya dan rasa takut terhadap manusia menjadi lebih penting daripada kesatuan Injil. Dengarkan baik-baik. Ketika kita lebih takut kepada manusia daripada kepada Allah, kita cenderung menyangkal Injil.

Dan yang lebih parah lagi, sikap pengecut Petrus menyebar seperti api liar. Orang-orang Yahudi lainnya di gereja Antiokhia mulai menghindari orang-orang bukan Yahudi, termasuk Barnabas. Ini Barnabas yang sama yang menemani Paulus dalam pelayanannya kepada orang-orang bukan Yahudi. Ini Barnabas yang sama yang berjuang untuk mempertahankan kebenaran Injil bersama Paulus. Bahkan Barnabas pun terseret oleh kemunafikan mereka. Dan hanyalah masalah waktu sebelum semua orang Kristen Yahudi di Antiokhia menghindari orang-orang Kristen bukan Yahudi. Bayangkan jika anda adalah orang Kristen bukan Yahudi di Antiokhia. Pete dan Barnie tiba-tiba menolak untuk makan bersama anda, dan begitu juga dengan banyak orang Yahudi lainnya. Tahukah anda apa implikasi dari hal itu? Implikasinya adalah, orang-orang Kristen bukan Yahudi lebih rendah derajatnya daripada orang-orang Kristen Yahudi. Mereka adalah orang Kristen kelas dua, dan mereka tidak dapat sepenuhnya diterima di hadapan Allah kecuali mereka hidup seperti orang Yahudi dan disunat. Petrus tentu saja tidak percaya bahwa keselamatan datang dari menjadi orang Yahudi. Tetapi tindakannya berbicara lebih keras daripada perkataannya.

Biarlah ini menjadi peringatan bagi kita semua. Jika Petrus dan Barnabas dapat menyimpang dari Injil, apalagi kita? Meskipun Petrus mengetahui Injil, masih ada bagian dari dirinya yang percaya bahwa orang Kristen tidak dapat benar-benar berkenan di hadapan Allah kecuali mereka menjadi orang Yahudi. Dan ini adalah sebuah bentuk legalisme. Apakah itu legalisme? Legalisme adalah mencari sesuatu selain Yesus untuk penerimaan di hadapan Allah. Dan legalisme selalu menciptakan perpecahan di mana seharusnya tidak ada. Apakah anda menyadari bahwa sangatlah mudah untuk menonjolkan keunikan kita untuk menunjukkan kepada diri kita sendiri dan orang lain bahwa kita lebih baik? Tahukah anda apa itu? Legalisme. Dan orang Kristen melakukan hal ini sepanjang waktu. Ada banyak sekali contoh yang terjadi di dalam gereja, tetapi saya berikan satu saja. Salah satu caranya adalah dengan menekankan latar belakang keluarga anda. Beberapa dari anda memiliki latar belakang keluarga yang baik. Tidak ada anggota keluarga anda yang pernah masuk penjara, tidak ada yang hamil sebelum menikah, dan tidak ada yang bercerai. Dan anda merasakan perbedaan, bahkan superioritas, atas orang lain yang telah mengalami hal-hal tersebut. Sebagai contoh, beberapa orang tua tidak ingin anak-anak mereka berpacaran dengan seseorang yang orang tuanya bercerai, walaupun dia sama-sama orang percaya. Mereka merasa bahwa mereka lebih baik karena memiliki latar belakang yang lebih bersih. Mereka tidak ingin reputasi baik keluarga mereka rusak karena berhubungan dengan mereka yang berasal dari keluarga yang berantakan. Itu legalisme.

Anda lihat apa yang terjadi? Apa yang kita lakukan adalah kita menambahkan kepada Injil, sementara Injil mengatakan bahwa Yesus saja sudah cukup. Kita berkata, “Agar Allah dapat menerima kamu, kamu harus percaya Injil ditambah latar belakang keluarga yang baik. Ditambah berbahasa roh. Ditambah gereja karismatik. Ditambah edukasi yang baik.” Perhatikan. Jika kita membuat perbedaan dimana Allah tidak membuat perbedaan, jika kita menambahkan kualifikasi yang tidak dituntut oleh Allah, kita menyangkal Injil. Kita telah jatuh ke dalam perangkap legalisme. Saya suka bagaimana J.D. Greear mengatakannya. “Di dalam Kristus, tidak ada orang baik atau orang jahat; pemenang atau pecundang; orang yang berhasil atau orang yang tidak berhasil; yang ada hanyalah pemberontak yang jahat, mati, dan sakit karena dosa, tanpa Allah dan tanpa pengharapan di dunia ini – yang diselamatkan Allah melalui tindakan kasih karunia.” Itulah siapa kita. Kita tidak memiliki alasan apa pun untuk berpikir bahwa kita lebih baik dari orang lain. Jadi, jangan sampai kita jatuh ke dalam perangkap legalisme.

 

 

Teguran

Galatia 2:14-16 – Tetapi waktu kulihat bahwa kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku berkata kepada Kefas di hadapan mereka semua, “Jika engkau, seorang Yahudi, hidup seperti orang bukan Yahudi dan tidak seperti orang Yahudi, bagaimana engkau dapat memaksa saudara-saudara yang tidak bersunat untuk hidup seperti orang Yahudi?” Menurut kelahiran, kami adalah orang Yahudi dan bukan orang berdosa dari bangsa-bangsa lain. Kita tahu bahwa tidak seorang pun yang dibenarkan karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya melalui iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu, kami pun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan karena iman dalam Kristus dan bukan karena melakukan hukum Taurat. Sebab: “Tidak ada seorang pun yang dibenarkan” karena melakukan hukum Taurat.

Paulus adalah orang yang berapi-api untuk Injil. Ketika ia melihat apa yang dilakukan Petrus, ia tidak takut untuk menentang Petrus. Dan ini bukanlah seorang pendeta gereja yang menegur jemaatnya. Ini adalah seorang pendeta terkemuka yang menegur pendeta terkemuka lainnya di depan umum. Mengapa di depan umum dan bukan secara pribadi? Karena dosa Petrus telah menyebabkan skandal publik. Tindakannya telah menyebabkan banyak orang Kristen Yahudi tersesat. Dan skandal publik harus ditangani di depan umum juga. Orang-orang yang terpengaruh oleh tindakan Petrus perlu tahu bahwa mereka salah. Dan ini bukanlah konfrontasi demi konfrontasi. Paulus tidak tertarik pada argumen demi argumen. Bagi Paulus, yang dipertaruhkan adalah kebenaran Injil. Pelanggaran Petrus bukanlah masalah makanan; itu adalah masalah injil. Beberapa dari anda mungkin bertanya, “Bagaimana ini bisa menjadi masalah Injil? Bukankah ini hanya masalah rasisme dan makanan? Apa maksudmu bahwa ini adalah masalah Injil?” Mari saya jelaskan.

Paulus mengatakan bahwa masalah Petrus dan kelompoknya adalah bahwa kelakuan mereka tidak sesuai dengan kebenaran Injil. Kata ‘sesuai’ berasal dari kata Yunani, ‘orthopodeo’. ‘Podeo’ adalah kata yang menjadi asal kata podiatris, yang berarti berjalan. Dan ‘ortho’ berarti lurus. Anda pergi ke orthodontist untuk meluruskan gigi anda. Jadi, ‘orthopodeo’ berarti berjalan dalam garis lurus. Mobil baru saya memiliki teknologi baru yang disebut Lane Keep Assist. Teknologi ini memperingatkan saya setiap kali mobil saya keluar dari jalur, dan bahkan menggerakkan setirnya sendiri untuk memastikan saya tetap berada di dalam jalur. Dan saya sama sekali tidak suka teknologi ini. Saya seperti, “Kenapa mobilku memberi tahu aku apa yang harus aku lakukan? Kenapa mobil ini mencoba mengontrol aku? Sudah ada terlalu banyak orang dalam hidupku yang suka memberi tahu aku apa yang harus aku lakukan. Aku tidak butuh satu lagi. Mobil, kamu milikku. Aku tuanmu. Kamu tidak berhak memberitahuku apa yang harus kulakukan.” Jelas sekali, mobil baru saya menunjukkan bahwa saya memiliki berhala kontrol. Paulus mengatakan bahwa Injil memiliki sebuah garis. Injil memiliki jalur. Injil adalah seperangkat kebenaran. Dan adalah peran kita untuk membawa segala sesuatu dalam hidup kita sesuai dengan kebenaran-kebenaran itu.

Kebenaran-kebenaran apa? Paulus menjelaskan dalam ayat 15 dan 16 bahwa semua orang, baik orang Yahudi maupun bukan Yahudi, adalah orang berdosa di mata Allah. Yang satu tidak lebih baik dari yang lain. Dan seseorang dibenarkan bukan karena melakukan hukum Taurat, tetapi karena iman kepada Yesus Kristus. Satu-satunya cara agar seseorang dapat dibenarkan di hadapan Allah adalah melalui pembenaran oleh iman kepada Kristus. Ketaatan kepada hukum Taurat tidak akan membenarkan siapapun. Perkataan pembenaran oleh iman sangatlah penting. Ini adalah detak jantung dari Injil. Jadi kita harus memahaminya dengan benar. Apa artinya untuk dibenarkan oleh iman? Dibenarkan berarti diterima di hadapan Allah. Pembenaran adalah kebalikan dari penghukuman. Pembenaran berarti bahwa di dalam Kristus, meskipun kita sebenarnya adalah orang-orang berdosa, kita tidak berada di bawah penghukuman. Allah menerima kita terlepas dari dosa-dosa kita. Kita tidak diterima oleh Allah karena kita menjadi benar; kita menjadi benar karena kita diterima oleh Allah. Membenarkan sesuatu bukan berarti mengubah sesuatu, tetapi mengubah pandangan kita terhadap sesuatu. Sangatlah penting bagi kita untuk memahami hal ini. Ketika kita membenarkan sesuatu, kita tidak mengubahnya; kita mengubah cara pandang kita terhadap hal tersebut.

Saya berikan sebuah contoh. Katakanlah ada seorang jemaat baru di gereja. Setelah kebaktian, saya datang dan berbicara dengannya, dan tiba-tiba saya memukul wajahnya dan membuat dia pingsan. Anda segera mengerumuni orang itu untuk melihat apakah dia baik-baik saja. Dan om Joe, yang melihat sebagian dari kejadian itu, mencengkeram kerah baju saya dan berkata, “Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu memukul seseorang yang baru saja kamu temui? Kamu tidak layak menjadi pendeta gereja ini.” Dan anda setuju dengan om Joe. Pendeta macam apa yang akan melakukan hal itu? Kemudian saya berkata, “Coba cek saku orang itu.” Jadi ko Andra melihat ke dalam saku pria itu dan ternyata ada sebuah pisau. Dan tangan pria yang pingsan itu memegang pisau tersebut. Saya berkata, “Ya, aku memukul wajahnya, tetapi dia hendak menusuk seseorang di dalam gereja.” Apa yang saya lakukan adalah saya membenarkan tindakan saya. Saya tidak mengubah tindakan saya. Saya memukul orang tersebut. Itu fakta. Anda melihatnya. Namun yang saya lakukan adalah mengubah pandangan terhadap tindakan saya. Jika sebelumnya tindakan saya dipandang buruk, sekarang tindakan saya dipandang baik. Anda lihat apa yang terjadi?

Membenarkan sesuatu tidak berarti mengubah tindakan, tetapi bagaimana tindakan itu dinilai; bagaimana tindakan itu dipandang. Dan ini adalah segalanya dalam Kekristenan. Menjadi seorang Kristen berarti menjadi orang yang dibenarkan. Jika anda bertanya kepada orang-orang, apa artinya menjadi seorang Kristen? Mereka sering berkata, “Itu berarti aku harus menjadi orang yang sangat baik. Aku harus hidup untuk Tuhan dan membuat diriku layak di hadapan Tuhan.” Tetapi bukan itu yang dimaksud dengan menjadi seorang Kristen. Menjadi seorang Kristen bukan berarti menjadi baik. Menjadi baik adalah hasil dari menjadi seorang Kristen; itu bukanlah esensi dari menjadi seorang Kristen. Seorang Kristen adalah seseorang yang dibenarkan. Itu bukan berarti kita tiba-tiba berhenti menjadi jahat dan menjadi baik. Itu berarti kita tidak lagi dipandang dengan cara yang sama. Itu berarti dosa-dosa kita tidak lagi dapat menghukum kita. Kita diterima dan dibenarkan di hadapan Allah. Ada perubahan pandangan. Dan Paulus berkata bahwa kita dibenarkan, bukan karena ketaatan kita pada hukum Taurat, tetapi karena iman kita kepada Kristus. Pada saat kita menaruh iman kita kepada Kristus, pandangan Allah terhadap kita berubah. Satu saat kita jelek, najis, dan tidak layak. Saat berikutnya kita menjadi kudus, benar, dan tidak bercacat karena Kristus. Inilah pembenaran oleh iman. Inilah detak jantung dari Injil.

Dan jika kita mempercayai hal ini, kebenaran Injil ini memiliki implikasi yang sangat besar bagi seluruh kehidupan. Dan adalah tugas kita untuk membawa segala sesuatu dalam hidup kita sesuai dengan jalur Injil. Perhatikan. Peran kita sebagai umat Kristus adalah untuk memikirkan implikasi Injil dalam setiap area kehidupan kita dan membawa pemikiran, perasaan, dan perilaku kita sesuai dengan Injil. Ketika beberapa tahun yang lalu saya pertama kali memahami apa yang Paulus katakan dalam ayat-ayat ini, hal itu benar-benar mengubah pandangan saya tentang Kekristenan. Dan saya berharap hal ini juga akan mengubah pandangan anda. Dalam ayat-ayat ini, Paulus menunjukkan kepada kita keluasan dan kedalaman Injil. Pertama, mari kita lihat keluasan Injil. Banyak orang cenderung berpikir bahwa Injil adalah titik awal Kekristenan. Mereka berkata, “Tentu saja Injil itu luar biasa. Kamu harus percaya Injil untuk menjadi seorang Kristen. Tetapi kamu tidak bisa berhenti di situ. Kamu butuh lebih dari sekadar Injil. Sekarang, kamu perlu dipenuhi dengan Roh Kudus. Kamu perlu melakukan katekisasi. Kamu perlu memiliki teologi yang lebih maju. Injil hanya untuk para pemula. Jika kamu ingin menjadi orang Kristen yang dewasa, kamu membutuhkan lebih dari Injil.” Tetapi inilah permasalahannya. Apakah anda menyadari siapa yang ditegur oleh Paulus? Rasul Petrus. Dan saya berani bertaruh bahwa Petrus jauh lebih dewasa secara rohani daripada kita semua. Dan tahukah anda apa yang Paulus katakan kepadanya? Inilah yang dikatakan Paulus. “Petrus, kamu melupakan Injil. Tindakannmu tidak sesuai dengan kebenaran Injil. Kamu tidak berpikir dengan jernih tentang implikasi Injil dalam hidupmu.”

Dapatkah anda melihat apa yang terjadi? Paulus menegur Petrus dengan membawanya kembali kepada Injil. Inilah yang dikatakan oleh Timothy Keller. “Kita tidak pernah “melampaui Injil” dalam kehidupan Kristen kita menuju sesuatu yang lebih “maju.” Injil bukanlah “anak tangga” pertama dalam “tangga” kebenaran, melainkan lebih seperti “poros” dalam “roda” kebenaran. Injil bukan hanya A-B-C dalam Kekristenan, tetapi Injil adalah A sampai Z dari Kekristenan. Injil bukan hanya doktrin minimum yang diperlukan untuk masuk ke dalam kerajaan, tetapi juga cara kita membuat semua kemajuan di dalam kerajaan.” Ada sebuah jalur dalam Injil, dan jalur ini mempengaruhi cara kita melakukan segala sesuatu dalam hidup. Jadi, izinkan saya mengajukan beberapa pertanyaan. Apakah cara kita bekerja sesuai dengan Injil? Apakah cara kita berhubungan sesuai dengan Injil? Apakah cara kita membesarkan anak sesuai dengan Injil? Apakah cara kita menggunakan uang sesuai dengan Injil? Apakah cara kita menikmati waktu luang sesuai dengan Injil? Sudahkah kita memikirkan implikasi dari kebenaran Injil dalam setiap bidang kehidupan? Karena keluasan Injil menjangkau ke mana-mana. Injil mempengaruhi segala sesuatu.

Tetapi perhatikan juga kedalaman Injil. Ini sangat penting. Ketika Paulus menegur Petrus, ia tidak berkata, “Pete, berhenti bersikap rasis. Rasisme itu salah. Kamu tidak boleh rasis.” Atau, “Pete, kamu tidak boleh menjadi seorang munafik. Kemunafikan itu buruk. Kamu tidak boleh takut kepada manusia. Kamu harus takut kepada Tuhan.” Dia tidak mengatakan itu. Paulus bisa saja mengatakannya dan dia tidak salah jika dia mengatakannya. Alkitab menentang rasisme, kemunafikan, dan rasa takut akan manusia. Tetapi sebaliknya, Paulus berkata, “Pete, kamu melupakan Injil. Kelakukanmu tidak sesuai dengan Injil. Tidakkah kamu ingat bagaimana kamu dibenarkan oleh Allah? Bukan karena kamu menaati hukum Taurat. Kamu dibenarkan oleh imanmu kepada Kristus. Dan jika Allah membenarkan orang Yahudi dan orang bukan Yahudi dengan cara yang sama, mengapa kamu tidak mau bergaul dengan orang yang bukan Yahudi kecuali jika mereka telah disunat? Kamu rasis karena kamu lupa bahwa kamu diselamatkan oleh kasih karunia.” Dengan kata lain, Paulus tidak mengincar perubahan perilaku Petrus; Paulus mengincar hati Petrus. Ia berkata kepada Petrus, “Kamu tahu Injil, tetapi Injil tidak benar-benar mempengaruhi hatimu. Itulah sebabnya mengapa kamu rasis.” Jadi, Paulus tidak hanya mengatakan bahwa rasisme adalah dosa, tetapi rasisme adalah masalah Injil. Apa bedanya? Semua perbedaan di dunia. Karena rasisme hanyalah masalah permukaan, bukan akar permasalahan.

Jika kita mendatangi orang dan berkata, “Hei, kamu rasis. Hentikan. Itu adalah dosa”, kita hanya mempermalukan mereka. Kita tidak berurusan dengan mengapa mereka rasis. Tetapi jika kita berkata, “Inilah alasan mengapa kamu rasis. Kamu mencoba menambahkan sesuatu selain Yesus untuk membuat dirimu merasa lebih berharga. Kamu meninggikan ras dan budayamu, dan kamu berpikir bahwa kamu lebih baik dari orang lain karenanya. Kamu lupa bahwa kita semua adalah orang berdosa di mata Allah. Tidak ada satu pun dari kita yang layak menerima apapun kecuali penghukuman dari Allah. Kita semua telah memberontak terhadap Allah. Injil menempatkan semua orang pada tingkat yang sama. Tetapi kemudian Allah menyelamatkan kita dengan kasih karunia-Nya. Yesus adalah kebenaran kita. Dia adalah identitas kita. Dan kita berharga karena kita ditemukan di dalam Yesus. Itulah siapa kita. Alasan mengapa kamu rasis adalah karena kamu melupakan Injil. Tindakanmu tidak sesuai dengan Injil.” Dapatkah anda melihat perbedaannya? Apa yang kita lakukan adalah kita berurusan dengan akar permasalahan.

Mari saya berikan contoh lain. Katakanlah anda bergumul dengan pornografi. Saya dapat mendatangi anda dan berkata, “Hei, pornografi itu buruk. Hentikan. Itu adalah dosa terhadap Tuhan, dan kamu merendahkan gambar dan rupa Tuhan dalam orang-orang tersebut. Itu menjijikkan dan akan merusak masa depanmu.” Anda akan merasa malu karenanya, tetapi saya tidak akan banyak membantu anda. Karena saya hanya berurusan dengan gejalanya dan bukan penyakitnya. Tetapi pornografi adalah masalah Injil. Mengapa anda kecanduan pornografi? Karena anda tidak berpikir bahwa Yesus sudah cukup untuk pembenaran anda. Anda tidak benar-benar percaya pada pembenaran oleh iman saja. Anda mungkin mempercayainya di dalam kepala anda, tetapi tindakan anda tidak sesuai dengan Injil. Anda masih berusaha untuk membuat anda merasa puas melalui hal lain. Mungkin anda membutuhkan pujian dari orang lain, dan anda merasa tidak memilikinya, dan itulah sebabnya anda lari ke pornografi. Atau mungkin anda perlu merasa bahwa anda berkuasa dan gambar-gambar di layar anda membuat anda merasa bahwa anda berkuasa dan memegang kendali. Ada banyak alasan mengapa anda lari ke pornografi, tetapi pada akarnya itu adalah karena anda melupakan Injil. Anda lupa bahwa anda telah memiliki semua yang anda cari di dalam Yesus. Anda berpaling kepada hal lain selain Yesus untuk mendapatkan pembenaran.

Jika Paulus dapat berbicara empat mata dengan anda, dia akan berkata, “Kamu percaya Injil di kepalamu, tetapi Injil belum menembus hatimu. Kamu percaya di dalam kepalamu bahwa kamu tidak dibenarkan karena perbuatanmu tetapi karena iman kepada Yesus. Tetapi di dalam hatimu, kamu mencoba untuk dibenarkan oleh perbuatan. Alasan di balik semua pergumulanmu adalah karena Injil belum meresap ke dalam hatimu. Yang kamu butuhkan bukanlah beralih dari Injil. Yang kamu butuhkan adalah lebih banyak Injil.” Dan hal ini tidak hanya berlaku untuk pornografi dan rasisme. Hal ini juga berlaku untuk semua dosa yang kita hadapi sebagai umat Kristus. Keserakahan, iri hati, rasa tidak aman, nafsu, kemarahan, kebencian, apa pun itu, akar dari dosa-dosa kita adalah karena kita tidak sungguh-sungguh mempercayai Injil. Pahami ini. Masalah kita untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus adalah masalah pemahaman bahwa kita sudah sepenuhnya diterima karena siapa Kristus. Izinkan saya menjelaskannya dalam bahasa teologis. Masalah kita dalam pengudusan adalah masalah memahami dan menghidupi pembenaran kita. Itulah mengapa kita tidak pernah bisa keluar dari Injil. Semua perubahan yang kita butuhkan terjadi melalui sukacita atas karya Yesus yang sempurna bagi kita, dengan memikirkan implikasi Injil ke dalam setiap bidang kehidupan dan ke dalam lubuk hati kita.

 

 

Kehidupan Keristenan

Galatia 2:17-19a – Tetapi jika kami sendiri, sementara kami berusaha untuk dibenarkan dalam Kristus ternyata adalah orang-orang berdosa, apakah hal itu berarti bahwa Kristus adalah pelayan dosa? Sekali-kali tidak. Karena, jikalau aku membangun kembali apa yang telah kurombak, aku menyatakan diriku sebagai pelanggar hukum Taurat. Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah.

Ini argumen yang kompleks. Saya akan menyederhanakannya sebisa saya. Pernahkah anda mendengar tuduhan bahwa Injil adalah doktrin yang sangat berbahaya? Saya ingat pada tahun-tahun awal ketika saya mulai mengkhotbahkan Injil, banyak orang mengira saya adalah seorang pengkhotbah ‘hyper-grace’. Mereka mengira saya mempromosikan hidup yang tidak bermoral. Mereka mengatakan bahwa saya mempromosikan gaya hidup yang penuh dosa di mana orang dapat melakukan apa pun yang mereka inginkan dan tetap diampuni dan diterima oleh Allah. Setiap kali saya menerima kritik ini, saya tersenyum. Mengapa? Karena itu berarti saya memberitakan Injil yang benar. Setiap kali Injil yang benar diberitakan, tuduhan ini akan selalu mengikuti. Namun, inilah yang Paulus katakan. “Jika seseorang yang telah mengetahui pembenaran oleh iman berbuat dosa, apakah itu karena pembenaran oleh iman di dalam Kristus mendorong untuk berbuat dosa? Tentu saja tidak. Tetapi jika seseorang yang mengaku beriman kepada Kristus tetap mempertahankan gaya hidup dosa yang sama dan tidak berusaha untuk berubah, maka hal itu membuktikan bahwa orang tersebut tidak pernah sungguh-sungguh memahami Injil.” Mengapa? Karena mereka yang telah memahami Injil tahu bahwa mereka telah mati untuk hukum Taurat sehingga mereka dapat hidup untuk Allah.

Tujuan utama dari hukum Taurat bukanlah agar kita dapat menyelamatkan diri kita sendiri melalui hukum itu, melainkan untuk menunjukkan bahwa kita sama sekali tidak memiliki harapan dengan kekuatan kita sendiri. Hukum Taurat memberitahu kita apa yang benar, tetapi tidak membuat kita menjadi benar. Tetapi ketika kita menyadari bahwa hukum Taurat tidak dapat menyelamatkan kita, pada saat itulah Injil menyentuh kita. Kita dibenarkan bukan karena ketaatan kita pada hukum Taurat, tetapi karena iman kepada Kristus. Kita tidak lagi harus hidup sesuai dengan standar sempurna hukum Taurat karena Kristus telah melakukannya untuk kita. Dan sekarang Paulus berkata jika kita menerima Injil, kita hidup untuk Allah. Implikasinya adalah bahwa sebelum kita memiliki iman, kita mungkin menaati hukum Taurat, tetapi kita tidak pernah benar-benar hidup untuk Allah. Kita mungkin sangat bermoral dan baik, tetapi kita tidak melakukannya untuk Allah; kita melakukannya untuk diri kita sendiri. Jika kita menaati Allah tanpa mengetahui bahwa kita telah diterima, kita menaati Allah bukan karena kasih kepada Allah, melainkan untuk mendapatkan penerimaan dari Allah. Tetapi jika kita tahu bahwa kita telah diterima oleh Allah, kita ingin menaati Allah untuk Allah. Injil memberikan kita motivasi yang baru untuk taat. Kita ingin menaati Allah semata-mata untuk menyenangkan hati Allah. Kita hidup untuk Allah.

Itulah sebabnya ayat berikutnya, salah satu ayat favorit saya dalam Alkitab, Galatia 2:19b-20 – Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Hidup yang sekarang aku hidupi secara jasmani adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku. Inilah yang dimaksud dengan hidup sesuai dengan Injil. Bagian dalam diri kita yang ingin membenarkan diri dengan perbuatan kita sendiri telah disalibkan bersama Kristus. Bagian itu sudah mati. Yang berarti kita telah bebas dari penghukuman dosa. Dan kehidupan yang kita jalani sekarang bukan lagi kehidupan yang berusaha mendapatkan perkenanan Allah, tetapi kehidupan oleh iman di dalam Yesus, yang telah mengasihi kita dan menerima kita sepenuhnya, dan memberikan diri-Nya bagi kita. Inilah keindahan Injil. Ketika kita menaruh iman kita kepada Yesus, kematian Yesus adalah kematian kita dan kehidupan Yesus adalah kehidupan kita. Kita sepenuhnya bebas dari penghukuman karena ketika Yesus mati untuk dosa-dosa kita, itu seolah-olah kita sendiri yang membayar hutang tersebut. Dan saat ini, kita sepenuhnya dikasihi oleh Allah seolah-olah kita telah menjalani kehidupan yang sempurna seperti yang Yesus jalani. Di dalam Yesus, kita benar, kita indah, kita tidak bercacat. Dan inilah kehidupan Kekristenan. Kehidupan Kekristenan bukanlah tentang kita hidup untuk Kristus, melainkan tentang mempercayai Kristus untuk hidup bagi kita, melalui kita, dan di dalam kita. Dan ketika dia melakukannya, Kristus memberikan kepada kita keinginan-keinginan baru yang ingin menyenangkan hatinya, yang ingin hidup baginya. Bukan berarti kita tidak bisa berbuat dosa; kita bisa berbuat dosa. Tetapi kita tidak ingin melakukannya. Segala sesuatu tentang hidup kita telah berubah. “Bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” Inilah kehidupan Kekristenan.

Dan saya tutup dengan ini. Galatia 2:21 – Aku tidak menolak anugerah Allah. Sebab sekiranya ada pembenaran melalui hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus. Hanya ada dua pilihan: Kristus akan melakukan segalanya untuk kita, atau Kristus tidak melakukan apa pun untuk kita. Semuanya atau tidak sama sekali. Tidak ada tengah-tengah. Kita tidak dapat menggabungkan keselamatan oleh usaha manusia dan keselamatan oleh iman. Jika kita dapat menjadi benar dengan usaha kita sendiri, kematian Kristus tidak ada artinya. Bayangkan rumah anda terbakar habis, dan keluarga anda berhasil lolos. Tetapi kemudian saya datang kepada anda dan berkata, “Aku akan menunjukkan kepadamu betapa aku mengasihimu sebagai pendetamu”, dan saya berlari ke dalam rumah yang terbakar dan mati. Anda akan berpikir, “Orang ini gila. Puji Tuhan, dia tidak lagi menjadi pendetaku.” Kematian saya yang tragis itu sangatlah bodoh dan tidak berarti. Tetapi sekarang bayangkan rumah anda terbakar, anda dan keluarga anda berhasil lolos, tetapi salah satu anak anda masih berada di dalam api. Dan saya berkata kepada anda, “Aku akan menunjukkan kepadamu betapa aku mengasihimu sebagai pendetamu”, dan saya berlari ke dalam rumah yang terbakar. Dalam proses, saya berhasil menyelamatkan anak anda, tetapi saya kehilangan nyawa saya. Anda akan berpikir, “Lihat betapa pendetaku mengasihi keluargaku. Aku akan menamai anakku dengan namanya.” Dapatkah anda melihat apa yang terjadi? Jika kita dapat menyelamatkan diri kita sendiri, kematian Kristus tidak ada artinya bagi kita. Itu semua sia-sia. Yesus hanyalah orang gila yang berlari ke dalam api untuk bunuh diri. Tetapi jika kita menyadari bahwa kita tidak dapat menyelamatkan diri kita sendiri, kematian Kristus tidak ternilai harganya. Itu berarti segalanya bagi kita. Dan kita akan menghabiskan sisa hidup kita untuk memujanya dan membawa hidup kita sesuai dengan Injil. Mari kita berdoa.

Discussion questions:

  1. What struck you the most from this sermon?
  2. Explain the subtle danger of legalism. Give some examples (besides examples given in the sermon).
  3. What does it mean to walk in step with the truth of the gospel?
  4. The root of all our struggle with sins is we don’t really believe in the gospel. How does this change the way you fight against sin?
  5. How does the gospel empower us to live the Christian life?
No Comments

Sorry, the comment form is closed at this time.