Kekuatan dalam kelemahan

Hakim-hakim 7:1-23

Hakim-hakim 7:1-7 – Adapun Yerubaal–itulah Gideon–bangun pagi-pagi dengan segala rakyat yang bersama-sama dengan dia, lalu mereka berkemah dekat mata air Harod; perkemahan orang Midian itu ada di sebelah utaranya, dekat bukit More, di lembah. Berfirmanlah TUHAN kepada Gideon: “Terlalu banyak rakyat yang bersama-sama dengan engkau itu dari pada yang Kuhendaki untuk menyerahkan orang Midian ke dalam tangan mereka, jangan-jangan orang Israel memegah-megahkan diri terhadap Aku, sambil berkata: Tanganku sendirilah yang menyelamatkan aku. Maka sekarang, serukanlah kepada rakyat itu, demikian: Siapa yang takut dan gentar, biarlah ia pulang, enyah dari pegunungan Gilead.” Lalu pulanglah dua puluh dua ribu orang dari rakyat itu dan tinggallah sepuluh ribu orang. Tetapi TUHAN berfirman kepada Gideon: “Masih terlalu banyak rakyat; suruhlah mereka turun minum air, maka Aku akan menyaring mereka bagimu di sana. Siapa yang Kufirmankan kepadamu: Inilah orang yang akan pergi bersama-sama dengan engkau, dialah yang akan pergi bersama-sama dengan engkau, tetapi barangsiapa yang Kufirmankan kepadamu: Inilah orang yang tidak akan pergi bersama-sama dengan engkau, dialah yang tidak akan pergi.” Lalu Gideon menyuruh rakyat itu turun minum air, dan berfirmanlah TUHAN kepadanya: “Barangsiapa yang menghirup air dengan lidahnya seperti anjing menjilat, haruslah kaukumpulkan tersendiri, demikian juga semua orang yang berlutut untuk minum.” Jumlah orang yang menghirup dengan membawa tangannya ke mulutnya, ada tiga ratus orang, tetapi yang lain dari rakyat itu semuanya berlutut minum air. Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Gideon: “Dengan ketiga ratus orang yang menghirup itu akan Kuselamatkan kamu: Aku akan menyerahkan orang Midian ke dalam tanganmu; tetapi yang lain dari rakyat itu semuanya boleh pergi, masing-masing ke tempat kediamannya.”

Bayangkan anda adalah pemilik sebuah perusahaan yang berkembang dengan pesat di seluruh dunia, dan anda sedang dalam proses merekrut COO yang baru. Apa yang akan anda lakukan? Anda akan merekrut orang yang paling memenuhi syarat untuk pekerjaan tersebut. Benar? Anda akan melihat resume mereka, pengalaman masa lalu mereka, kualifikasi mereka, dan memilih kandidat yang terbaik untuk bisa mengembangkan perusahaan. Anda tidak akan memilih seseorang yang baru saja lulus SMA yang tidak memiliki pengalaman kerja dan prestasi. Adalah wajar jika kita lebih memilih seseorang dengan resume yang baik daripada seseorang yang tidak memiliki pengalaman. Dan mungkin itulah sebabnya sulit bagi kita untuk memahami Alkitab. Karena Alkitab tidak mementingkan resume seperti kita. Bahkan, Alkitab sering kali melawan kecenderungan ini. Alkitab mengatakan bahwa Tuhan sering kali memanggil orang-orang yang tidak memenuhi syarat dan memberikan tugas yang mustahil kepada mereka. Jika kita melihat orang-orang yang dipilih Tuhan dalam Alkitab, kebanyakan dari mereka tidak akan diterima kerja di gereja kita. Contoh, Raja Daud menulis sebagian besar kitab Mazmur. Tetapi saya yakin dia tidak akan lulus interview untuk menjadi pemimpin pujian di gereja kita. “Daud, kamu adalah pemimpin pujian yang luar biasa. Suaramu bagus sekali dan kamu menulis lagu-lagu yang sangat indah. Boleh ceritakan tentang masa lalumu?” “Oh, aku tidur dengan seorang wanita yang bukan istriku dan membunuh suaminya untuk menutupinya.” Coret namanya dari daftar. Rasul Paulus menulis sebagian besar dari Perjanjian Baru. Tetapi saya yakin kita tidak akan menerima dia untuk menjadi pengajar di gereja kita. “Paulus, kamu adalah seorang guru yang sangat pintar. Kamu memiliki pikiran yang cemerlang dan tulisan-tulisanmu sangat membuka pikiran. Apakah ada sesuatu yang perlu kami ketahui tentang riwayat hidupmu?” “Ya, aku memenjarakan beberapa anggota gerejamu dan membunuh beberapa lusin dari mereka.” “Terima kasih untuk waktumu. Orang berikutnya.” Dan hal yang sama juga berlaku terhadap Gideon. Jika kita menginginkan seseorang untuk memimpin bangsa untuk berperang, kita tidak akan memilih orang yang lemah dan pengecut seperti Gideon. Tetapi dialah orang yang Tuhan pilih untuk menyelamatkan Israel.

Jadi, di hakim-hakim pasal 6 kita melihat panggilan Gideon. Tuhan mendatangi Gideon yang pengecut dan memanggilnya, “Pahlawan yang gagah berani.” Dan yang Tuhan lakukan adalah Dia bernubuat atas Gideon. Tuhan berbicara kepada Gideon tidak berdasarkan siapa Gideon saat itu, tetapi berdasarkan siapa Gideon di mata Tuhan. Dengan kata lain, Gideon tidak dipanggil karena ia memenuhi syarat; ia dibuat memenuhi syarat karena panggilan Tuhan. Gideon bukanlah seorang pahlawan yang kuat; Dia adalah seorang pahlawan yang lemah. Namun, seperti yang akan kita lihat dalam kisah ini, kelemahan Gideon bukanlah suatu kekurangan melainkan suatu kelebihan. Karena melalui kelemahan Gideon, Tuhan ingin mengatakan kepada kita bahwa kuasa-Nya menjadi sempurna saat kita lemah. Jadi, sebelum perang dimulai, Tuhan ingin mengajarkan Gideon sebuah pelajaran penting. Pelajarannya adalah ini: Kita paling kuat di dalam Tuhan ketika kita berada pada titik terlemah dalam kekuatan kita sendiri. Dan ini adalah pelajaran yang perlu dipelajari oleh bangsa Israel setiap saat, dan ini adalah pelajaran yang masih perlu kita pelajari sampai sekarang. Jadi, mari kita simak ceritanya.

Saya memiliki tiga poin untuk khotbah saya: Pentingnya kelemahan; Dorongan dalam kelemahan; Kemenangan dari kelemahan.

Pentingnya kelemahan

Hakim-hakim 7:1-3 – Adapun Yerubaal–itulah Gideon–bangun pagi-pagi dengan segala rakyat yang bersama-sama dengan dia, lalu mereka berkemah dekat mata air Harod; perkemahan orang Midian itu ada di sebelah utaranya, dekat bukit More, di lembah. Berfirmanlah TUHAN kepada Gideon: “Terlalu banyak rakyat yang bersama-sama dengan engkau itu dari pada yang Kuhendaki untuk menyerahkan orang Midian ke dalam tangan mereka, jangan-jangan orang Israel memegah-megahkan diri terhadap Aku, sambil berkata: Tanganku sendirilah yang menyelamatkan aku. Maka sekarang, serukanlah kepada rakyat itu, demikian: Siapa yang takut dan gentar, biarlah ia pulang, enyah dari pegunungan Gilead.” Lalu pulanglah dua puluh dua ribu orang dari rakyat itu dan tinggallah sepuluh ribu orang.

Jadi pasukan Gideon dan pasukan Midian berkemah berdekatan satu sama lain. Perang sudah di depan mata. Dan ada Perang 101 yang semua orang ketahui. Itu adalah ini: Semakin banyak prajurit yang kita miliki dalam pasukan kita, semakin besar peluang untuk menang. Dan Gideon sudah siap. Setelah apa yang terjadi di pasal sebelumnya, Gideon merasa yakin. Dia tahu bahwa Tuhan menyertai dia, dan Tuhan telah menyerahkan orang Midian ke dalam tangannya. Dan dari tempat dia berdiri, ia dapat melihat jumlah tentara Midian yang sangat besar. Kita akan mengetahui bahwa Midian memiliki setidaknya 135.000 prajurit dalam pasukan mereka. Dan Gideon memiliki 32.000 prajurit dalam pasukannya. Jadi, perbandingan jumlah prajurit adalah sekitar 1:4 untuk orang Midian. Ini bukanlah perbandingan yang baik dan Gideon akan membutuhkan setiap prajurit jika Israel ingin memenangkan perang ini. Namun yang mengejutkan adalah Tuhan berkata kepada Gideon, “Gideon, kamu memiliki terlalu banyak prajurit dalam pasukanmu.” Dan Gideon mungkin berpikir, “Tuhan, apa ga salah? Apa aku ga salah dengar? Mungkin Tuhan mengucapkan kata yang salah. Mungkin yang Tuhan maksudkan adalah aku memiliki terlalu sedikit prajurit. Aku butuh lebih banyak prajurit. Ada 4 prajurit Midian untuk setiap 1 prajurit Israel sekarang. Peluang untuk menang sangat kecil.” Namun di mata Tuhan, perbandingan 1:4 masih terlalu banyak. Jadi Tuhan memerintahkan Gideon untuk membiarkan mereka yang takut dan gentar untuk pulang. Dan ini masuk akal secara logika. Ini adalah alat penyaring psikologis yang baik. Anda tidak ingin ada prajurit yang takut karena ketakutan itu sangat mudah menular dan dapat menghancurkan moral pasukan. Dan mungkin ketika Tuhan berkata, “Suruh mereka yang takut untuk pulang,” Gideon berkata, “Oke, Tuhan. Aku pulang dulu. Ciao.” Dan Tuhan berkata, “Ini tidak berlaku untuk kamu. Kamu tetap tinggal.” Dan mungkin Gideon mengira bahwa hanya beberapa ratus orang yang akan pulang. Tetapi yang mengejutkan, 22.000 orang pulang ke rumah, dan hanya 10.000 prajurit yang tersisa. Jadi, 70% dari pasukan Gideon meninggalkan Gideon. Saya mencoba membayangkan jika pada suatu hari Minggu, 70% jemaat gereja ini tiba-tiba keluar dari gereja. Saya mungkin akan ikut keluar juga. Itu bukanlah pemandangan yang menyenangkan. Saya yakin Gideon sangat terpukul dengan apa yang dilihatnya. Perbandingan jumlah prajurit sekarang adalah 1:13,5. Kemungkinan menang sangat amat kecil. Dan Tuhan belum selesai.

Hakim-hakim 7:4-8 – Tetapi TUHAN berfirman kepada Gideon: “Masih terlalu banyak rakyat; suruhlah mereka turun minum air, maka Aku akan menyaring mereka bagimu di sana. Siapa yang Kufirmankan kepadamu: Inilah orang yang akan pergi bersama-sama dengan engkau, dialah yang akan pergi bersama-sama dengan engkau, tetapi barangsiapa yang Kufirmankan kepadamu: Inilah orang yang tidak akan pergi bersama-sama dengan engkau, dialah yang tidak akan pergi.” Lalu Gideon menyuruh rakyat itu turun minum air, dan berfirmanlah TUHAN kepadanya: “Barangsiapa yang menghirup air dengan lidahnya seperti anjing menjilat, haruslah kaukumpulkan tersendiri, demikian juga semua orang yang berlutut untuk minum.” Jumlah orang yang menghirup dengan membawa tangannya ke mulutnya, ada tiga ratus orang, tetapi yang lain dari rakyat itu semuanya berlutut minum air. Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Gideon: “Dengan ketiga ratus orang yang menghirup itu akan Kuselamatkan kamu: Aku akan menyerahkan orang Midian ke dalam tanganmu; tetapi yang lain dari rakyat itu semuanya boleh pergi, masing-masing ke tempat kediamannya.” Dari rakyat itu mereka mengambil bekal dan sangkakala; demikianlah seluruh orang Israel disuruhnya pergi, masing-masing ke kemahnya, tetapi ketiga ratus orang itu ditahannya. Adapun perkemahan orang Midian ada di bawahnya, di lembah.

Setelah Gideon hanya memiliki 10.000 prajurit, Tuhan berkata, “Gido, prajuritmu masih terlalu banyak.” Pada titik ini, Gideon mungkin berpikir, “Tuhan, kamu pasti bercanda. Ini sama sekali tidak masuk akal. Dalam buku panduan perang mana yang mengatakan bahwa 10.000 prajurit terlalu banyak untuk melawan 135.000 prajurit?” Dapatkah anda melihat betapa frustrasinya hal ini? Dari sudut pandang Gideon, dia memiliki terlalu sedikit prajurit; dia membutuhkan lebih banyak. Dari sudut pandang Tuhan, Gideon memiliki terlalu banyak prajurit; Tuhan menginginkan lebih sedikit. Tetapi Gideon taat kepada Tuhan. Jadi, dia membawa prajuritnya ke air untuk melakukan tes minum yang Tuhan telah tetapkan. Beberapa meminum air dengan menjilat seperti anjing, sementara yang lain minum sambil berlutut. Dan Tuhan berkata, “Suruh orang-orang yang berlutut pulang. Dan yang menjilat seperti anjing tetap tinggal.” Dulu ketika saya masih di Sekolah Minggu, guru-guru saya memberi tahu saya mengapa orang yang menjilat lebih baik daripada orang yang berlutut. Mereka berkata bahwa para penjilat lebih waspada dan berjaga-jaga, sementara yang berlutut itu ceroboh dan hanya memikirkan rasa haus mereka. Jadi, mereka yang tersisa adalah yang terbaik dari yang terbaik, para prajurit elit yang siap berperang. Dan pesan moral dari cerita ini adalah, “Anak-anak, jangan menjadi seperti orang-orang yang pulang ke rumah. Kalian harus menjadi orang-orang yang terpilih untuk berperang. Pastikan kalian menjadi salah satu dari mereka. Jangan menjadi pengecut. Jadilah pemberani.” Saya berterima kasih kepada guru-guru sekolah minggu saya, tetapi mereka salah. Saya akan memberi tahu anda mengapa prajurit yang menjilat seperti anjing lebih baik daripada prajurit yang berlutut. Apakah anda siap? Karena Tuhan menyukai anjing. Tentu bukan itu jawabannya. Jawabannya adalah bukan itu intinya. Pada saat kita bertanya mengapa menjilat adalah tanda seorang prajurit yang lebih baik, kita sudah kehilangan intinya.

Apa yang Tuhan lakukan bukanlah memilih jenis prajurit yang terbaik. Tuhan tidak sedang mengumpulkan sekelompok prajurit elit yang terlatih dengan baik. Tuhan tidak sedang mencari jenis prajurit tertentu; Dia sedang mencari jumlah prajurit tertentu. Jadi, Gideon berkata kepada para prajurit yang berlutut, “Kalian pulang.” “Kenapa?” “Karena kalian salah cara minum air.” Tes minum air hanyalah cara Tuhan mengurangi jumlah pasukan Gideon. Tuhan dengan sengaja menyingkirkan segala sesuatu yang bisa menjadi harapan Gideon kecuali Tuhan sendiri. Sampai tidak mungkin bagi Israel untuk bisa memenangkan perang sendirian, jumlahnya masih terlalu banyak bagi Tuhan. Dan dari 10.000 prajurit, hanya 300 yang tersisa. Jadi sekarang, Gideon hanya memiliki kurang dari 1% dari jumlah pasukan yang dia miliki sebelumnya. Perbandingan jumlah prajurit sekarang adalah 1:450. Agar Israel dapat memenangkan perang, setiap prajurit harus membunuh 450 prajurit Midian. Ini bukan lagi kemungkinan yang sangat kecil; ini mustahil. Tetapi itulah intinya. 300 prajurit bukanlah lambang kekuatan Israel; mereka adalah tanda kelemahan Israel.

Jadi, inilah pertanyaan yang harus kita tanyakan. Mengapa Tuhan melakukannya? Mengapa Tuhan dengan sengaja mengurangi jumlah prajurit menjadi 300 orang? Inilah alasannya. Hakim-hakim 7:2 – Berfirmanlah TUHAN kepada Gideon: “Terlalu banyak rakyat yang bersama-sama dengan engkau itu dari pada yang Kuhendaki untuk menyerahkan orang Midian ke dalam tangan mereka, jangan-jangan orang Israel memegah-megahkan diri terhadap Aku, sambil berkata: Tanganku sendirilah yang menyelamatkan aku. Jadi, alasan mengapa Tuhan mengurangi jumlah pasukan Gideon adalah karena Tuhan ingin Gideon dan Israel mengetahui dengan pasti siapa yang mendapatkan kemuliaan dalam perang ini. Tuhan ingin mereka melihat kembali ke perang ini dan berpikir, “Tidak mungkin kita bisa memenangkan perang ini. Tidak mungkin bagi kita untuk menang. Jumlah kita terlalu sedikit dan jumlah mereka terlalu banyak. Satu-satunya alasan kita menang adalah karena Tuhan menyertai kita. Kemenangan ini adalah milik Tuhan dan kemuliaan hanya bagi Dia. Tugas kita hanyalah untuk memercayai Dia.” Tuhan sangat mengetahui kecenderungan Israel untuk bermegah dalam kekuatan mereka sendiri. Israel akan memuji Tuhan atas kemenangan ini atau mereka akan bermegah dalam diri mereka sendiri. Dale Ralph Davis menjelaskannya seperti ini. “Karena kecenderungan umat Tuhan untuk mengagungkan usaha mereka sendiri, untuk mempercayai metode mereka yang telah terbukti, untuk memuji kontribusi mereka sendiri, untuk berpikir baik tentang kepandaian mereka, Yahweh sering kali bersikeras agar umat-Nya dibuat menjadi tidak berdaya, sehingga mereka harus menyadari bahwa pembebasan mereka hanya dapat dikaitkan pada kekuatan dan belas kasihan Yahweh.” Jika Tuhan tidak mengurangi jumlah pasukan, Tuhan mungkin akan disebut dalam catatan kaki, tetapi Dia tidak akan menjadi berita utama. Namun ketika 300 orang berperang melawan 135.000 orang dan menang, Tuhan akan menjadi berita utama di setiap media. Itulah sebabnya Tuhan dengan sengaja mengurangi jumlah pasukan sampai tidak mungkin bagi Israel untuk bermegah dalam diri mereka sendiri.

Bukankah hal ini berbicara kepada setiap kita? Dapatkah anda melihat kecenderungan jahat di dalam diri kita untuk mencuri kemuliaan Tuhan? Dan bukankah itu sebabnya Tuhan sering kali harus menyadarkan kita betapa tidak mampunya kita sebelum Dia mempercayakan pekerjaan-Nya kepada kita? Tuhan tahu bahwa kita sangat rentan untuk mengandalkan diri kita sendiri. Kita sangat rentan untuk mencuri pujian yang seharusnya menjadi milik Tuhan. Sifat alamiah kita adalah sedemikian rupa sehingga jika ada kesempatan sekecil apa pun untuk menyombongkan kekuatan kita sendiri, kita akan melakukannya. Dan begitu kita berpikir bahwa kita layak menerima pujian, kita sudah mengambil kemuliaan yang seharusnya Tuhan terima. Itulah sebabnya Tuhan tidak dapat mempercayakan pekerjaan-Nya kepada kita sampai kita menyadari betapa tidak mampunya kita untuk melakukannya. Tuhan ingin kita bergantung sepenuhnya kepada Dia dalam segala hal. Dan Tuhan selalu bekerja untuk mencapai tujuan ini dalam hidup kita. Izinkan saya menariknya selangkah lebih jauh. Perhatikan ini. Tuhan begitu bersikeras dalam kesukaan-Nya akan kelemahan sehingga Dia sering kali harus melemahkan kita terlebih dahulu ketika Dia ingin memakai kita.

Dan bolehkah saya jujur dengan anda? Ini adalah pelajaran tersulit yang harus saya pelajari sebagai seorang pengkhotbah. Ada sesuatu dalam diri saya yang terus percaya bahwa saya memiliki apa yang diperlukan untuk menjadi seorang pengkhotbah yang baik. Bahwa saya memenuhi kualifikasi untuk Tuhan dapat memakai saya. Bahwa Tuhan beruntung memiliki saya di sisi-Nya. Tentu saya tidak menyuarakannya dengan kata-kata, tetapi saya sering mendengar bisikan itu di dalam hati saya. Itulah sebabnya sebelum Tuhan dapat memakai saya, Dia harus menghancurkan ilusi saya tentang kekuatan saya. Saya ingat ketika saya baru lulus dari Bible College pada tahun 2009, saya siap untuk mengubah dunia. Saya lulus sebagai salah satu mahasiswa terbaik, dan saya percaya bahwa saya cukup baik untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan besar bagi Tuhan. Saya siap untuk mengubah gereja ini. Tetapi semuanya berpusat pada saya. Saya ingin melakukan pekerjaan Tuhan tetapi saya mengandalkan kekuatan saya sendiri. Saya menginginkan pujian dan kemuliaan untuk diri saya sendiri. Dan sebelum saya memiliki kesempatan untuk melakukan apa pun, tiba-tiba saya didiagnosis menderita leukemia. Dan buat saya, itu tidak masuk akal. Mengapa Tuhan mengizinkan hal itu terjadi pada saya? Mengapa Dia membuat saya sangat lemah? Namun, ketika saya terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit, saya menyadari betapa sombongnya saya. Saat itulah saya mengerti bahwa kekuatan saya bukanlah suatu keuntungan. Ketika saya berpikir bahwa saya kuat, sebenarnya saya lemah. Tetapi ketika saya lemah, maka saya kuat. Karena hanya ketika saya menyadari and menerima bahwa saya lemah, saya tahu betapa kuatnya Tuhan.

Jadi, izinkan saya memberikan anda peringatan yang bergema di seluruh Alkitab. Perhatikan. Kekuatan kita lebih berbahaya daripada kelemahan kita karena kekuatan kita sering kali membuat kita tidak bersandar pada kekuatan Tuhan. Ketika kita berpikir bahwa kita kuat, kita tidak mencari kasih karunia Tuhan karena kita tidak merasa kita membutuhkannya. Dan mungkin alasan kita berada di tempat kita berada sekarang adalah karena Tuhan sedang bekerja untuk meyakinkan kita akan pentingnya kelemahan. Tuhan sengaja mengurangi jumlah pasukan kita karena Dia ingin kita tahu betapa lemahnya kita. Karena hanya dengan begitu, kita belajar untuk bersandar pada kekuatan Tuhan. Dengar baik-baik. Tuhan tidak hanya bekerja di tengah kelemahan kita; Tuhan bekerja di dalam dan melalui kelemahan kita. Jadi, ketika kita mendengar diagnosis yang buruk dari dokter, ketika kita tiba-tiba kehilangan pekerjaan, ketika pernikahan kita hampir hancur, ketika kita tiba-tiba kehilangan orang yang kita kasihi, ketika kita tidak tahu lagi apa yang harus kita lakukan terhadap anak-anak kita, kita harus melihat saat-saat itu sebagai saat-saat di mana pasukan kita berkurang. Saat-saat itu adalah saat-saat untuk mengambil keputusan: apakah kita akan mengepalkan tangan kita kepada Tuhan atau apakah kita akan bersandar kepada Tuhan lebih dari sebelumnya?

Dorongan dalam kelemahan

Hakim-hakim 7:9-11 – Pada malam itu berfirmanlah TUHAN kepadanya: “Bangunlah, turunlah menyerbu perkemahan itu, sebab telah Kuserahkan itu ke dalam tanganmu. Tetapi jika engkau takut untuk turun menyerbu, turunlah bersama dengan Pura, bujangmu, ke perkemahan itu; maka kaudengarlah apa yang mereka katakan; kemudian engkau akan mendapat keberanian untuk turun menyerbu perkemahan itu.” Lalu turunlah ia bersama dengan Pura, bujangnya itu, sampai kepada penjagaan terdepan laskar di perkemahan itu.

Bayangkan jika anda adalah Gideon. Anda memulai dengan 32.000 prajurit. Dan sekarang anda hanya memiliki 300 prajurit. Dan jumlah prajurit musuh masih tetap sama. Bagaimana perasaan anda? Anda akan merasa putus asa. Anda akan takut. Benar? Dan Tuhan tahu persis apa yang dirasakan Gideon. Dia sangat peka terhadap kondisi Gideon. Jadi, Tuhan berkata kepada Gideon, “Gideon, pergilah dan perangi orang Midian, sebab Aku telah menyerahkan mereka ke dalam tanganmu. Tetapi jika kamu takut, pergilah ke perkemahan mereka terlebih dahulu dan Aku akan menguatkanmu dengan apa yang akan kamu dengar di sana.” Dan Gideon berkata, “Takut? Aku? Baiklah, aku akan pergi. Pura, ikut denganku.” Dapatkah anda melihat bahwa Gideon bukanlah William Wallace? Dia tidak memiliki brave heart. Gideon bukanlah man of steel. Dia bukan Superman. Dia adalah seorang pria yang memiliki rasa takut. Dia adalah manusia biasa seperti anda dan saya. Tetapi yang saya ingin kita lihat adalah kebaikan Tuhan terhadap Gideon. Tuhan tahu bahwa Gideon takut tanpa Gideon harus mengatakannya. Dan Tuhan mengambil inisiatif untuk memberikan jaminan yang dibutuhkan Gideon. Satu kali tidak cukup. Dua kali tidak cukup. Gideon perlu diingatkan lagi dan lagi. Dan Tuhan terus bersabar dengan Gideon. Dan lihat apa yang terjadi selanjutnya.

Hakim-hakim 7:12-15 – Adapun orang Midian dan orang Amalek dan semua orang dari sebelah timur itu bergelimpangan di lembah itu, seperti belalang banyaknya, dan unta mereka tidak terhitung, seperti pasir di tepi laut banyaknya. Ketika Gideon sampai ke situ, kebetulan ada seorang menceritakan mimpinya kepada temannya, katanya: “Aku bermimpi: tampak sekeping roti jelai terguling masuk ke perkemahan orang Midian; setelah sampai ke kemah ini, dilanggarnyalah kemah ini, sehingga roboh, dan dibongkar-bangkirkannya, demikianlah kemah ini habis runtuh.” Lalu temannya menjawab: “Ini tidak lain dari pedang Gideon bin Yoas, orang Israel itu; Allah telah menyerahkan orang Midian dan seluruh perkemahan ini ke dalam tangannya.” Segera sesudah Gideon mendengar mimpi itu diceritakan dengan maknanya, sujudlah ia menyembah. Kemudian pulanglah ia ke perkemahan orang Israel, lalu berkata: “Bangunlah, sebab TUHAN telah menyerahkan perkemahan orang Midian ke dalam tanganmu.”

Jadi, Gideon menyelinap ke perkemahan orang Midian. Dan salah satu prajurit Midian bermimpi dan dia menceritakan mimpinya kepada temannya. Dan Gideon kebetulan ada di sana untuk mendengarkan mimpinya. Dan itu adalah mimpi yang aneh. Dia bermimpi bahwa sekeping roti jelai jatuh ke dalam perkemahan dan merobohkan kemah mereka. Saya akan menjelaskannya dalam konteks kita. Ini seperti bermimpi bahwa satu piring nasi goreng jatuh dari langit dan menghancurkan rumah anda. Apakah ada yang pernah bermimpi seperti itu? Tidak ada orang yang khawatir tentang sepiring nasi goreng menghancurkan rumah mereka. Itu tidak masuk akal. Dan yang lebih mengejutkan lagi adalah bagaimana temannya menafsirkan mimpi itu. Dia berkata, “Nasi goreng itu pastilah Gideon. Tuhan telah menyerahkan orang Midian ke dalam tangannya.” Maksud saya, berapa kemungkinannya? Mimpi yang aneh, penafsiran yang ironis, dan Gideon kebetulan berada di tempat dan waktu yang tepat untuk mendengarnya. Jadi Gideon mendengar perkataan yang sama yang telah diucapkan Tuhan kepadanya dari mulut musuh. Waktu dan peristiwanya terlalu indah untuk menjadi kenyataan. Tahukah anda apa namanya ini? Ini bukanlah suatu kebetulan; ini adalah pemeliharaan Tuhan. Tangan Tuhan dengan berdaulat mengatur skenario ini untuk menguatkan Gideon dalam kelemahannya. Dan ketika Gideon mendengar mimpi itu dan artinya, dia sujud menyembah Tuhan. Gideon diubahkan. Kemudian dia kembali kepada pasukannya dan berkata, “Bangun, saatnya untuk berperang. Sebab Tuhan telah menyerahkan orang Midian ke dalam tanganmu.” Gideon yang penakut berubah menjadi Gideon yang pemberani. Karena sekarang dia tahu dengan pasti bahwa Tuhan menyertainya, dan Tuhan telah menyerahkan musuh ke dalam tangannya. Dan jangan lewatkan. Tuhanlah yang berinisiatif untuk menguatkan Gideon. Tuhan tahu persis apa yang dibutuhkan Gideon sebelum berperang.

Biarlah hal ini juga menguatkan kita. Tuhan tahu ketakutan kita. Dia tahu betapa khawatirnya kita. Adalah manusiawi untuk merasa takut. Pertanyaannya adalah, apa yang kita lakukan ketika kita takut? Harapan saya adalah kita melakukan apa yang Daud lakukan pada saat dia takut. Mazmur 56:4 – Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu. Perhatikan. Tuhan tidak tersinggung ketika kita takut. Dia tidak marah ketika kita khawatir. Dia tidak bersikap keras ketika kita gemetar. Dia tidak mengejek kita karena ketakutan kita. Dia tidak menghina kita karena kita rapuh. Tetapi Dia ingin kita datang kepada-Nya dengan ketakutan kita dan menaruh kepercayaan kita kepada-Nya. Terkadang kita memiliki pola pikir yang salah tentang Tuhan. Kita berpikir bahwa Tuhan hanya memakai orang-orang yang percaya diri, yakin, tidak takut, berbakat, dan sebagainya. Tetapi Tuhan dalam Alkitab tidak seperti itu. Tuhan dalam Alkitab adalah Tuhan yang mengambil orang-orang yang takut, menguatkan tangan mereka dengan kasih karunia, dan membuat mereka mampu melakukan pekerjaan-Nya. Dengan kata lain, Tuhan tidak membutuhkan orang-orang yang kuat dan berkemampuan tinggi; Dia menginginkan orang-orang yang takut yang percaya kepada Dia. Dan Tuhan terus bekerja untuk menguatkan umat-Nya karena Dia mengasihi mereka.

Para orang tua, anda memahami hal ini. Sebagai orang tua yang baik, anda selalu mengingatkan anak-anak anda, “Papi mami mengasihi kamu dan papi mami ada di sini untuk kamu, apa pun yang terjadi.” Terutama ketika anak-anak anda mengalami masa-masa sukar. Anda tidak mengatakan, “Papi sudah bilang bahwa papi mengasihimu saat kamu lahir. Itu sudah lebih dari cukup. Kamu seharusnya sudah tahu bahwa papi mengasihimu.” Tidak. Jika kita mengasihi seseorang, kita akan terus meyakinkan mereka akan kasih kita. Dan inilah yang Tuhan lakukan kepada kita saat kita takut. Alistair Begg menulis, “Kita dapat menyerahkan semua kekhawatiran kita kepada Bapa surgawi. Kita dapat meletakkan semua beban kita dan semua ketakutan kita di kaki-Nya. Tidak apa-apa untuk datang kepada-Nya dan mengatakan bahwa kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan.” Saya suka bagian terakhir. Tidak apa-apa untuk datang kepada Tuhan dan berkata bahwa kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan. Karena itulah yang Tuhan inginkan. Coba pikirkan. Tuhan dengan sengaja menjauhkan setiap godaan untuk Gideon menaruh kepercayaan pada pasukannya. Tuhan dengan sengaja mengurangi jumlah pasukannya dari 32.000 menjadi 300 orang. Tuhan dengan sengaja membuatnya lemah agar dia belajar untuk percaya pada kekuatan Tuhan. Dan itulah yang sering Tuhan lakukan kepada kita. Tuhan harus menyingkirkan banyak hal baik yang telah menjadi terlalu penting bagi kita agar kita belajar untuk percaya kepada Tuhan dan kekuatan-Nya.

Tetapi tahukah anda bagaimana cara Tuhan sering menguatkan kita dalam kelemahan kita? Ini sangat berlawanan dengan intuisi, tetapi ini benar; melalui ketaatan kita pada perintah-Nya. Gideon merasa takut. Dan Tuhan ingin menguatkan dia. Jadi Tuhan memerintahkan Gideon untuk menyelinap ke perkemahan orang Midian. Jika saya adalah Gideon, saya akan berkata, “Tuhan, aku ini lagi ketakutan. Mengapa Engkau justru ingin aku mempertaruhkan nyawaku dengan menyelinap ke dalam perkemahan mereka? Itu adalah hal terakhir yang aku ingin lakukan. Apakah dengan cara itu Engkau akan menguatkanku? Bisakah Engkau memberikan aku dorongan melalui cara yang lain?” Tetapi Tuhan berkata, “Gido, saat kamu menaati-Ku dan pergi ke perkemahan orang Midianlah kamu akan menemukan dorongan yang kamu butuhkan.” Dan inilah cara Tuhan bekerja. Inilah cara Tuhan mendorong kita. Tuhan menyatakan sedikit, kita melangkah. Tuhan mengungkapkan sedikit lebih banyak, kita melangkah lagi. Dan saat kita mengambil langkah kecil iman itulah kita melihat kesetiaan Tuhan memimpin dan membimbing kita. Perhatikan. Tuhan sering kali memberikan apa yang kita butuhkan saat kita melakukan apa yang Dia perintahkan. Dorongan kita ditemukan dalam ketaatan kita pada Firman Tuhan. Dan hal yang sebaliknya juga benar. Jika kita tidak pernah melangkah dengan iman, jika kita tidak pernah mengambil risiko untuk menaati Tuhan, kita tidak akan menemukan jaminan akan penyertaan Tuhan bersama kita. Hanya ketika kita melangkah dengan iman dalam ketaatan kepada Tuhan, kita akan menemukan jaminan bahwa Tuhan menyertai kita.

Kemenangan dari kelemahan

Hakim-hakim 7:16-18 – Sesudah itu dibaginyalah ketiga ratus orang itu dalam tiga pasukan dan ke tangan mereka semuanya diberikannya sangkakala dan buyung kosong dengan suluh di dalam buyung itu. Dan berkatalah ia kepada mereka: “Perhatikanlah aku dan lakukanlah seperti yang kulakukan. Maka apabila aku sampai ke ujung perkemahan itu, haruslah kamu lakukan seperti yang kulakukan. Apabila aku dan semua orang yang bersama dengan aku meniup sangkakala, maka haruslah kamu juga meniup sangkakala sekeliling seluruh perkemahan itu, dan berseru: ‘Demi TUHAN dan demi Gideon!'”

Dengan keyakinan yang baru, Gideon memimpin 300 prajuritnya menuju ke medan perang. Dan dia membuat strategi perang yang aneh. Saya bukan seorang ahli militer tetapi saya suka membaca dan menonton cerita militer. Namun saya belum pernah membaca sesuatu yang seaneh yang baru saja kita baca, selain perang Yerikho. Jadi, Gideon menghadapi 135.000 prajurit dengan 300 prajurit. Dia berada pada posisi yang sangat tidak menguntungkan secara jumlah. Dan dia membuat strategi yang sangat aneh. Bayangkan percakapan Gideon dengan 300 prajuritnya.

“Prajurit, kita akan menyerang perkemahan orang Midian. Aku tahu ini sepertinya mustahil, tetapi Tuhan telah menyerahkan mereka ke dalam tangan kita. Kita bisa melakukan ini. Dan aku telah membuat strategi perang.”
“Luar biasa. Beritahu kami strategimu. Apa yang harus kami lakukan? Apakah kita akan mengincar para komandan pasukan dan membunuh mereka terlebih dahulu? Menurut kami itu cara yang terbaik dengan jumlah pasukan yang kita miliki.”
“Tidak. Aku tahu itu yang biasanya dilakukan di film-film, tapi itu terlalu mainstream. Kita tidak akan melakukannya.”
“Wow Gideon. Kamu pasti punya strategi super jenius yang tidak terpikirkan oleh kami. Beritahu kami strategimu. Apa yang kita butuhkan? Granat asap? Panah? Tombak? Bomb?”
“Tidak. Yang kita butuhkan adalah sangkakala, obor, dan buyung kosong.”
“Sangkakala, obor, dan buyung kosong. Catat. Tunggu. Boleh kamu ulangi lagi?”
“Kita akan membagi pasukan kita menjadi tiga kelompok. Setiap kelompok akan membawa sangkakala, obor, dan buyung kosong. Kita akan bersembunyi di luar perkemahan mereka. Dan ketika aku meniup sangkakalaku, ‘tot to roo rot’, kalian semua harus meniup sangkakala kalian juga. Dan kemudian kita akan memecahkan buyung kosong dan berteriak dengan suara keras, ‘Demi Tuhan dan demi Gideon.’ Kalian mengerti?”
“Tidak, kami tidak mengerti sama sekali.”

Dapatkah kita setuju bahwa ini adalah strategi perang yang sangat aneh? Mereka akan melawan 135.000 orang dengan sangkakala, obor, buyung kosong, dan teriakan. Ini tidak masuk akal. Dan strategi ini tidak memerlukan keahlian militer sama sekali. Siapapun dapat meniup sangkakala, memecahkan buyung kosong, memegang obor, dan berteriak. Karena sangkakala, obor, buyung, dan teriakan bukanlah intinya. Ini adalah strategi Gideon. Tetapi jika Gideon ingin mengalahkan pasukan Midian, maka tangan Tuhanlah yang harus melakukannya, bukan Gideon dan 300 prajurit. Dan itulah yang terjadi.

Hakim-hakim 7:19-23 – Lalu Gideon dan keseratus orang yang bersama-sama dengan dia sampai ke ujung perkemahan itu pada waktu permulaan giliran jaga tengah malam, ketika penjaga-penjaga baru saja ditempatkan. Lalu mereka meniup sangkakala sambil memecahkan buyung yang di tangan mereka. Demikianlah ketiga pasukan itu bersama-sama meniup sangkakala, dan memecahkan buyung dengan memegang obor di tangan kirinya dan sangkakala di tangan kanannya untuk ditiup, serta berseru: “Pedang demi TUHAN dan demi Gideon!” Sementara itu tinggallah mereka berdiri, masing-masing di tempatnya, sekeliling perkemahan itu, tetapi seluruh tentara musuh menjadi kacau balau, berteriak-teriak dan melarikan diri. Sedang ketiga ratus orang itu meniup sangkakala, maka di perkemahan itu TUHAN membuat pedang yang seorang diarahkan kepada yang lain, lalu larilah tentara itu sampai ke Bet-Sita ke arah Zerera sampai ke pinggir Abel-Mehola dekat Tabat. Kemudian dikerahkanlah orang-orang Israel dari suku Naftali dan dari suku Asyer dan dari segenap suku Manasye, lalu mereka mengejar orang Midian itu.

Perhatikan baik-baik. Ketika mereka meniup 300 sangkakala, ‘tot to roo rot,’ Tuhanlah yang bergerak. Tuhanlah yang membuat setiap orang dalam pasukan Midian melawan rekannya sendiri. Yang dilakukan oleh 300 prajurit hanyalah mengejar orang Midian yang melarikan diri dari medan perang. Menurut anda, apakah aneh jika Tuhan menggunakan cara yang tidak masuk akal seperti ini? Jika anda mengenal Tuhan dalam Alkitab, hal ini tidak aneh sama sekali. Karena itulah inti dari Kekristenan. Kekristenan bukanlah agama untuk kaum elit, yang terbaik dari yang terbaik, 300 prajurit. Sama sekali tidak. Banyak orang sering mengejek Kekristenan dengan mengatakan, “Kekristenan bukanlah agama untuk orang yang kuat. Kekristenan adalah agama untuk orang yang lemah.” Dan saya menjawab, “Benar sekali.” Saya sangat setuju. Kekristenan bukanlah untuk orang-orang yang kuat tetapi untuk orang-orang yang lemah. Dan ini adalah kebenaran yang harus kita peluk. Dalam ekonomi Tuhan, kelemahan adalah kekuatan. Ketika kita lemah, kita menjadi kuat karena dalam kelemahan kitalah kuasa Tuhan menjadi sempurna.

Dengarkan. Tuhan tidak menginginkan orang Kristen yang kuat; Dia menginginkan orang Kristen yang lemah yang tahu bahwa Tuhan mereka kuat. Karena dengan demikian tidak ada yang dapat menerima pujian selain Tuhan. Tuhan memilih Gideon bukan karena dia kuat; Tuhan memilih Gideon karena dia lemah. Itulah mengapa Tuhan mengecilkan pasukan Gideon. Itulah mengapa strategi perangnya sangat aneh. Karena Tuhan berkata kepada mereka dan kita, “Aku ingin kamu tahu tanpa keraguan sedikit pun bahwa Akulah yang membebaskanmu. Akulah yang melakukan semua pekerjaan. Dan Akulah yang layak menerima segala kemuliaan. Bagianmu hanyalah untuk memercayai-Ku.” Tidak ada satu pun dari 300 prajurit yang dapat pulang ke rumah menyanyikan apa yang telah mereka perbuat. Mereka hanya dapat menyanyikan apa yang telah Tuhan perbuat bagi mereka.

Cerita belum selesai, masi ada lanjutannya. Tetapi itu khotbah yang lain. Tetapi disinilah masa keemasan Gideon. Karena setelah kejadian ini, kehidupan Gideon akan hancur. Sewaktu Gideon tahu bahwa dia lemah, dia kuat. Tetapi sewaktu Gideon merasa dia kuat, itulah awal kehancuran Gideon. Di sinilah saya ingin menarik perhatian anda dan saya selesai. Di sepanjang kitab Hakim-hakim, kita melihat sebuah pola yang terus diulang bahwa Tuhan mengirimkan keselamatan bukan melalui kekuatan, tetapi melalui kelemahan. Gideon adalah orang yang lemah dari keluarga yang lemah dari suku yang lemah, dan dia harus menghadapi pasukan Midian dengan pasukan yang lemah. Tuhan tidak menyelamatkan melalui kekuatan tetapi melalui kelemahan. Mengapa? Karena cerita keselamatan dalam kitab Hakim-hakim mengarahkan kita pada cerita keselamatan yang terutama; cerita ini mengarahkan kita pada cerita Injil. Injil bukanlah cerita Tuhan menyelamatkan kita melalui kekuatan, tetapi melalui kelemahan. Untuk menyelamatkan kita dari musuh terbesar kita, yaitu dosa, Tuhan tidak mengutus seorang pahlawan yang menaklukkan dunia dengan pasukan yang hebat, tetapi seorang pahlawan yang merendahkan dirinya dan menyerahkan nyawanya bagi kita. Berkali-kali dalam kehidupan Yesus, kita dihadapkan pada kelemahan Yesus. Yesus adalah sosok yang memiliki segala kuasa atas langit dan bumi. Namun dia membasuh kaki murid-murid-Nya, pekerjaan hamba yang paling rendah. Selama pengadilannya, dia diejek, diludahi, dipukuli, dan dia tidak melawan. Bahkan, dia menjadi sangat lemah sehingga dia tidak kuat untuk memikul salibnya. Dan dia mati ditelanjangi dan dipaku di kayu salib, sebuah gambar kelemahan yang sangat nyata. Tetapi melalui kelemahan salib, kemenangan terbesar terjadi. Yesus mengalahkan kuasa dosa satu kali untuk selamanya dengan mati di kayu salib. Dan pada hari ketiga, Yesus dibangkitkan sebagai tanda kemenangan yang utama.

Dan tawaran Injil adalah kemenangan Yesus dapat menjadi kemenangan kita. Yang harus kita lakukan adalah mengakui bahwa kita lemah. Akui bahwa kita tidak dapat menyelamatkan diri kita sendiri. Akui bahwa kita membutuhkan Sang Juruselamat. Dan Yesus lebih dari siap untuk menyelamatkan kita. Kita tidak dapat diselamatkan jika kita masih berpikir bahwa kita baik atau mampu. Kuasa keselamatan Yesus hanya bekerja ketika kita mengakui bahwa kita tidak memiliki kebaikan dalam diri kita sendiri. Dan mungkin itulah sebabnya sebagian dari kita berada dalam posisi yang sangat lemah saat ini. Tuhan membawa kita ke sana agar kita dapat belajar bergantung kepada Dia. Tuhan ingin kita memiliki sesuatu yang jauh lebih baik daripada apa pun yang dapat ditawarkan dunia. Dan itu adalah ketergantungan yang penuh kepada Tuhan. Hanya ketika kita tahu betapa lemahnya kita, kita siap untuk mengalami kasih karunia Tuhan yang sangat mahal bagi kita. Dan jika kita memahami kebenaran ini, maka kita bebas untuk bermegah atas kelemahan kita dan memuliakan Tuhan. Jika kita bermegah atas kekuatan kita, orang akan melihat kita dan berpikir, “Seandainya saja aku kuat seperti dia, tetapi aku tidak kuat seperti dia.” Tetapi jika kita bermegah atas kelemahan kita, orang akan berpikir, “Dia sama lemahnya dengan aku. Tetapi kasih karunia Tuhan menopang dia. Jika demikian, kasih karunia Tuhan juga dapat menopang aku.” Umat Kristus bukanlah orang-orang yang membanggakan kekuatan mereka; umat Kristus adalah pengemis yang memberi tahu sekelompok pengemis lain di mana mereka dapat menemukan roti. Umat Kristus adalah orang-orang yang hanya bermegah di dalam Kristus. Mari kita berdoa.

Discussion questions:

  1. What struck you the most from this sermon?
  2. Have you ever experienced moments where God intentionally reduce your army? What happened and what did you learn from it?
  3. “Our strength is more dangerous than our weakness because our strength often keeps us from relying on God’s strength.” Is this true for you? Why or why not?
  4. What is the relationship between obedience and God’s encouragement in weakness? Give examples
  5. How does the gospel enable you to boast of your weaknesses?
No Comments

Sorry, the comment form is closed at this time.