Mazmur 63: Haus akan Tuhan

Mazmur 63:1-12 – Mazmur Daud, ketika ia ada di padang gurun Yehuda. Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku rindu kepada-Mu, seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair. Demikianlah aku memandang kepada-Mu di tempat kudus, sambil melihat kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu. Sebab kasih setia-Mu lebih baik dari pada hidup; bibirku akan memegahkan Engkau. Demikianlah aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan menaikkan tanganku demi nama-Mu. Seperti dengan lemak dan sumsum jiwaku dikenyangkan, dan dengan bibir yang bersorak-sorai mulutku memuji-muji. Apabila aku ingat kepada-Mu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepanjang kawal malam, — sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai. Jiwaku melekat kepada-Mu, tangan kanan-Mu menopang aku. Tetapi orang-orang yang berikhtiar mencabut nyawaku, akan masuk ke bagian-bagian bumi yang paling bawah. Mereka akan diserahkan kepada kuasa pedang, mereka akan menjadi makanan anjing hutan. Tetapi raja akan bersukacita di dalam Allah; setiap orang, yang bersumpah demi Dia, akan bermegah, karena mulut orang-orang yang mengatakan dusta akan disumbat.

Izinkan saya mulai dengan sebuah pengakuan. Saya sangat berhutang budi kepada Timothy Keller untuk khotbah ini. Sebagian besar dari anda tahu bahwa Keller adalah guru Injil saya. Saya membaca semua tulisannya dan mendengarkan semua khotbahnya. Jadi, anda bisa mencium bau Keller hampir di setiap khotbah saya. Tetapi dalam khotbah saya hari ini, saya bahkan lebih berhutang budi kepada Keller daripada khotbah-khotbah lainnya. Beberapa tahun yang lalu, saya mendengarkan khotbahnya tentang menghadapi “the dark night of the soul”, atau yang biasa dikenal sebagai kekeringan rohani, dan dia memberikan beberapa prinsip yang melekat pada saya sejak saat itu. Dan hari ini, saya akan membagikan kepada anda prinsip-prinsip tersebut yang juga merupakan fokus dari teks kita. Inilah pertanyaan yang akan dijawab Mazmur 63. Bagaimana kita bisa memuji Tuhan saat kita berada di padang gurun? Bagaimana kita bisa menghargai Tuhan di dalam lembah kekelaman? Apa yang kita lakukan ketika kita merasa Tuhan tidak ada dalam hidup kita? Apa yang kita lakukan ketika kita merasa sangat haus akan Tuhan tetapi kita tidak bisa merasakan kehadiran Tuhan? Teks ini membahas tentang depresi rohani. Biar saya perjelas. Depresi mental dan depresi rohani itu berbeda. Mereka tidak sama. Tetapi kedua depresi ini lebih terhubung satu dengan yang lain daripada yang mungkin kita kira. Dan saya percaya bahwa untuk menyembuhkan depresi rohani akan sangat membantu kita mengatasi depresi mental.

Saya akan menceritakan kisah pribadi saya. Saya ingat itu adalah malam ketiga saya di rumah sakit karena leukemia. Dan saya diberitahu dokter bahwa saya harus menjalani kemoterapi tanpa kepastian bahwa saya akan sembuh. Malam itu saya marah kepada Tuhan. Saya tahu teologi saya. Saya tahu bahwa Tuhan berdaulat, dan tidak ada satupun yang terjadi tanpa seizin dia. Tetapi saya tidak mengerti mengapa dia mengizinkan saya melalui apa yang harus saya alami. Maksud saya, saya baru saja menyelesaikan sekolah Alkitab selama lima tahun. Saya lulus dengan nilai bagus dan saya mendedikasikan hidup saya untuk melayani Tuhan. Dan setelah semua itu, saya bertanya kepada Tuhan, “Tuhan, inikah caramu memperlakukan aku? Leukemia? Kemoterapi? Tanpa kepastian bahwa aku akan sembuh? Apa kamu sedang bercanda?” Dan saya menghabiskan sepanjang malam itu mengeluh kepada Tuhan. Tetapi bukan hanya itu yang saya lakukan. Saya juga mengingatkan diri saya sendiri tentang siapa Tuhan itu. Jadi ya, di satu sisi saya marah kepada Tuhan, tetapi di sisi lain, saya juga melakukan dialog batin dengan jiwa saya tentang siapa Tuhan itu. Saya tidak tahu harus menyebutnya apa pada saat itu tetapi ternyata yang saya lakukan adalah saya mengkhotbahkan Injil kepada diri saya sendiri. Beberapa jam kemudian, saya tertidur. Dan hal yang sangat aneh terjadi di pagi hari ketika saya bangun. Saya tidak lagi marah. Saya merasa damai. Saya memiliki keyakinan bahwa Tuhan benar-benar baik dan dia memegang kendali atas hidup saya. Saya tidak lagi takut terhadap leukemia, kemoterapi ataupun kematian. Saya merasakan kebaikan Tuhan dan itu cukup. Saya tahu bahwa saya akan baik-baik saja apa pun yang terjadi. Malam yang gelap bagi jiwa telah berubah menjadi pagi hari yang penuh kepercayaan. Apa yang terjadi? Mazmur 63 terjadi.

Saya akan memberikan anda konteks dari Mazmur 63 terlebih dahulu. Mazmur ini ditulis oleh Raja Daud ketika dia berada di padang gurun Yehuda. Daud sedang melarikan diri dari Absalom yang ingin membunuhnya. Absalom adalah anak kesayangan Daud. Daud mengasihi Absalom. Tetapi suatu hari, Absalom melakukan kudeta dan Daud harus melarikan diri dari Yerusalem dan bersembunyi di padang gurun Yehuda. Dan di padang gurun, Daud mengalami depresi rohani. Dia berada di lembah kekelaman. Dia mungkin akan kehilangan semua yang ia hargai dalam hidupnya. Dia mungkin akan kehilangan kerajaannya, reputasinya, maupun hidupnya. Dan yang membuat masalah lebih buruk, yang menyebabkan semua penderitaan ini tidak lain adalah anak kesayangannya. Dan di tengah semua ini, Daud berseru kepada Tuhan. Jiwanya haus akan Tuhan. Artinya dia merindukan Tuhan, tetapi Tuhan sepertinya tidak ada bersama dengan dia. Pernahkah anda mengalaminya? Di mana anda sangat mendambakan Tuhan, tetapi anda tidak bisa merasakan kehadiran Tuhan? Ini adalah pengalaman yang umum bagi setiap orang Kristen. Jadi pertanyaannya, apa yang bisa kita lakukan saat kita mengalami kekeringan rohani? Daud akan memberikan kita jawabannya. Dan ini sangat penting. Di dalam lembah kekelaman, Daud tidak bersembunyi dari Tuhan tetapi Daud mencari Tuhan. Dan itu mengubah malam yang gelap bagi jiwa menjadi pagi yang cerah yang penuh kepercayaan.

Saya memisahkan Mazmur 63 menjadi tiga bagian yang berbeda. Mengapa kita haus? Bagaimana mengatasi rasa haus? Jawaban untuk rasa haus.

Mengapa kita haus?

Mazmur 63:1-2 – Mazmur Daud, ketika ia ada di padang gurun Yehuda. Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku rindu kepada-Mu, seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair.

Ada dua alasan mengapa kita haus. Pertama, kita haus karena kita memiliki lubang kekekalan di dalam hidup kita. Saya jelaskan. Salah satu asumsi jaman modern adalah dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kita tidak lagi membutuhkan Tuhan. Mereka mengatakan bahwa alasan gagasan tentang Tuhan tersebar luas adalah karena ada banyak misteri yang tidak dapat dijelaskan di alam semesta. Tetapi saat kita menjadi lebih pintar dan tahu bagaimana menjelaskan hal yang tidak dapat dijelaskan sebelumnya, maka cepat atau lambat kita akan bisa menghapus Tuhan dari kehidupan. Tetapi apakah itu benar? Saya rasa tidak. Yang menarik adalah saat ini ada lebih banyak agama yang berbeda daripada seratus tahun yang lalu. Mengapa? Karena ada rasa haus akan Tuhan di hati manusia yang tidak bisa disangkali. Daud menggunakan ungkapan, “jiwaku haus akan Tuhan, tubuhku rindu kepada Tuhan…” Apa yang dia katakan adalah bahwa seluruh keberadaanya merindukan Tuhan. Jiwanya membutuhkan Tuhan seperti tubuhnya membutuhkan air di padang gurun.

Pernahkah anda berada dalam situasi di mana tubuh anda sangat haus akan air tetapi tidak dapat menemukan air? Saya belum pernah tetapi saya menonton film di mana hal itu terjadi pada karakternya. Dan itu tampak seperti pengalaman yang sangat menyakitkan. Apa yang terjadi? Tubuh mereka menjadi tidak terkendali. Mereka mulai berhalusinasi. Mereka mulai melihat air di mana-mana. Tubuh mereka langsung bereaksi ketika mereka hanya mendekati sedikit kelembapan. Mereka menjulurkan lidah ke mana-mana dengan harapan untuk bisa mencicipi setetes air. Dan Daud memberitahu kita bahwa rasa haus akan Tuhan sama pentingnya dengan kebutuhan tubuh akan air di padang gurun. Mengapa? Alkitab memberitahu kita bahwa kita diciptakan oleh Tuhan untuk Tuhan. Dan sampai kita memiliki Tuhan, akan selalu ada lubang kekekalan di dalam hidup kita. Dan tidak peduli seberapa keras kita mencoba menutupi lubang itu dengan hal-hal lain selain Tuhan, itu tidak akan pernah cukup. Kita masih haus. Kehidupan Raja Salomo adalah contoh yang sempurna.

Mari kita lihat apa yang Salomo miliki dalam hidupnya. Segala sesuatu di rumahnya terbuat dari emas, termasuk tempat duduk toiletnya. Dia sangat berbakat. Dia menulis ribuan lagu dan puisi. Dia sangat berhikmat. Dia menulis kitab Amsal. Dia juga romantis. Dia menulis Kidung Agung, kitab yang paling romantis di dalam Alkitab. Dan dia ganteng. Berapa banyak dari anda yang tahu bahwa ini tidak adil? Pria itu pilihannya pintar dan romantis atau ganteng. Tetapi pria tidak bisa mendapatkan semuanya. Salomo adalah semua itu dan lebih lagi. Jadi, dia kaya, bijaksana, berbakat, romantis, dan ganteng. Dia memiliki segala sesuatu yang dia inginkan. Dia memiliki 1000 pacar pada saat yang bersamaan. Dia membangun bait suci yang paling megah dalam sejarah Israel. Dan dia memimpin Israel dalam kebangkitan rohani. Bisakah kita setuju bahwa dia memiliki segala sesuatu? Jika ada orang yang bisa mengalami kepuasan dalam hidup, orang itu adalah Salomo. Setuju? Tetapi Salomo menulis dalam kitab Pengkhotbah bahwa semua prestasi itu seperti usaha menjaring angin. Pernahkah anda mencoba menangkap angin? Anda bisa merasakannya dan mencoba menangkapnya, tetapi anda tidak akan pernah bisa menyentuhnya. Ini adalah apa yang Salomo rasakan tentang kehidupan. Segala sesuatu sia-sia. Atau dalam perkataan Linkin Park, ““I tried so hard and got so far. But in the end, it does not even matter.” Tahukah anda bahwa angka bunuh diri dan depresi paling tinggi terjadi di antara orang-orang yang kaya, berkuasa, dan sukses? Bukankah itu aneh? Mereka tampaknya memiliki segala sesuatu yang kita inginkan, namun mereka yang sudah memilikinya tahu bahwa itu semua seperti usaha menjaring angin. Kita bisa merasakannya, tetapi kita tidak pernah bisa menyentuhnya. Itu tidak bisa memuaskan dahaga kita. Apapun yang kita lakukan, kita akan selalu haus tanpa Tuhan. Jadi, jika anda bukan seorang Kristen, anda tidak akan pernah bisa menghilangkan rasa haus itu kecuali anda datang kepada Tuhan. Dan hari ini, ada undangan dari Tuhan bagi anda untuk datang kepadanya. Dialah satu-satunya yang bisa memuaskan dahaga anda. Itu yang pertama. Tetapi bukan itu yang dialami Daud.

Kedua, kita haus karena kita merindukan Tuhan. Jika di alasan pertama kita haus karena kita memiliki kebutuhan yang mendalam akan Tuhan, alasan kedua, kita tahu kita membutuhkan Tuhan, kita telah mencicipi Tuhan, tetapi karena banyak alasan yang berbeda, kita berada pada titik di mana kita merasa terpisahkan dari Tuhan dan kita merindukan Tuhan. Mungkin karena penyakit, patah hati, harapan yang tidak terpenuhi, pengkhianatan, tahap baru kehidupan, kematian orang yang kita kasihi, dll. Tetapi sesuatu terjadi dalam hidup kita dan itu membuat kita merasa bahwa Tuhan jauh dari kita. Anda bisa melihat perbedaannya? Ini adalah krisis seseorang yang mengenal Tuhan dan merindukan Tuhan. Jadi, saat Daud berada di padang gurun, dia haus akan Tuhan. Karena apa yang dia alami, dia mengalami kekeringan rohani. Dia tidak bisa merasakan kehadiran Tuhan dan dia haus akan Tuhan karenanya. Dan ini luar biasa. Biasanya, ketika kita berada di dalam situasi putus asa, kita meminta Tuhan untuk campur tangan dalam kesulitan kita. Kita meminta bantuan Tuhan. Dan itulah alasan mengapa banyak orang datang ke gereja. Mereka datang ke gereja karena mereka menginginkan sesuatu dari Tuhan. Hidup mereka berantakan, dan mereka meminta bantuan Tuhan. Dan tidak ada yang salah dengan itu. Tetapi itu tidak cukup. Lihat Daud. Dia tidak berkata, “Tuhan, aku membutuhkan kekuatan untuk mengatasi masalahku. Tuhan, lihat apa yang telah aku lakukan untukmu. Aku telah setia kepadamu sebagai raja yang kamu pilih atas Israel. Paling tidak yang dapat kamu lakukan adalah menyelamatkan aku dari masalah ini.” Daud tidak melakukan itu. Tahukah anda apa yang dia katakan? Dia berkata, “Tuhan, aku menginginkanmu. Aku haus kepadamu. Aku membutuhkanmu seperti tubuh membutuhkan air di padang gurun.” Daud tidak menyesali kenyataan bahwa hidupnya berada di dalam bahaya, tetapi dia menyesali kenyataan bahwa dia tidak dapat merasakan hadirat Tuhan. Dia merindukan Tuhan. Sama seperti air di padang gurun adalah masalah hidup dan mati, begitu pula Tuhan bagi Daud.

Ini pertanyaan untuk kita. Apa yang kita lakukan sewaktu kita berada di padang gurun? Apakah kita berlari dari Tuhan atau apakah kita berlari kepada Tuhan? Lihat ayat 4. Mazmur 63:4 – Sebab kasih setia-Mu lebih baik dari pada hidup; bibirku akan memegahkan Engkau. Tahukah anda apa yang dikatakan Daud? Daud berkata bahwa mengenal Tuhan dan kasih Tuhan lebih baik daripada hidup. Saya tahu kita dapat dengan cepat mengatakan amin untuk itu, tetapi mari kita pikirkan sejenak. Apakah anda setuju bahwa hidup itu berharga? Setiap orang yang waras percaya bahwa hidup itu berharga. Katakanlah, anda dirampok. Perampok memegang sebuah pisau di depan anda dan berkata, “Beri aku dompetmu atau kamu akan mati.” Apa yang akan anda lakukan? Adakah yang akan berkata, “Langkahi mayatku terlebih dahulu”? Tentu tidak. Tidak peduli dompet merek apa yang anda pakai. Anda mungkin memiliki banyak uang di dompet anda. Anda mungkin memiliki cek kosong. Anda bahkan mungkin memiliki kartu kredit berlian hitam yang tidak memiliki batas pemakaian. Anda akan tetap berkata, “Ambil dompetku. Ambil arlojiku. Ambil semua yang kamu inginkan. Tetapi tolong biarkan aku tetap hidup.” Mengapa? Karena anda menghargai hidup anda. Hidup anda lebih berharga bagi anda daripada semua harta benda anda. Semua orang mengasihi hidup. Tetapi Daud berbeda. Dia berkata bahwa kasih setia Tuhan lebih baik daripada hidup. Itu berarti Daud lebih menghargai Tuhan daripada dia menghargai hidupnya dan semua yang dia miliki. Dia mencintai Tuhan lebih daripada mimpi, hobi, keluarga, kekayaan, kesehatan, anjing, kucing, musik, game, rumah, liburan dll. Dan itu semua bukanlah hal yang buruk. Semua itu adalah pemberian Tuhan yang baik. Tetapi Daud tidak mencintai Tuhan karena pemberiannya yang baik; dia mencintai Tuhan karena Tuhan. Dan itulah mengapa Daud merindukan Tuhan di padang gurun. Tuhan adalah kebaikannya yang tertinggi. Jika Tuhan adalah kebaikan yang tertinggi bagi kita, kita tidak berlari dari Tuhan, tetapi kita berlari kepada Tuhan di padang gurun kita. Jika kita berlari dari Tuhan ketika hidup menjadi asam, itu berarti bahwa ada sesuatu yang lain yang lebih baik untuk kita daripada kasih setia Tuhan.

Saya berikan sebuah contoh. Orang tua, katakanlah anda ingin anak anda melakukan A, tetapi mereka tidak melakukannya. Mereka melakukan B. Dan anda kecewa dengan mereka dan mereka juga kecewa dengan anda. Anda bisa merasakannya dari cara mereka berbicara dengan anda. Hubungan anda dan mereka terasa jauh. Dan anda sering mengemukakan hal itu di setiap kesempatan yang anda miliki. Dan anak anda tidak senang dengan anda dan itu menyakitkan. Anda berduka karenanya. Dan hal ini sangat berat. Terutama jika anda besar di dalam budaya Timur di mana hormat akan orang tua adalah nilai yang sangat penting dan anak anda tumbuh di budaya Barat dimana keinginan pribadi adalah nilai yang sangat penting. Anda mungkin sering sedih karena hal ini. Itu menyakitkan. Itu normal. Tetapi jika anda tidak dapat melupakan fakta bahwa anak anda telah mengecewakan anda, jika anda terus mengingat kata-kata menyakitkan yang diucapkan, jika anda berpikir bahwa hidup anda tidak berharga karenanya, izinkan saya memberi tahu anda alasannya. Itu karena keinginan anda untuk anak anda lebih baik daripada kasih Tuhan. Anda mungkin mengatakan dengan kata-kata anda bahwa mengasihi Tuhan lebih daripada hidup, tetapi kenyataannya ada sesuatu yang lain lebih baik daripada kasih Tuhan. Dan hal itu mencengkeram hati anda. Alasan utama kita tidak berlari kepada Tuhan ketika hidup menjadi buruk adalah karena kita mengasihi sesuatu yang lain lebih daripada Tuhan. Dan inilah yang dilakukan padang gurun kepada kita. Padang gurun menunjukkan kepada kita apa yang sebenarnya kita kasihi. Kita perlu mengalami padang gurun untuk Tuhan mengkalibrasi hati kita untuk merindukan dia.

Bagaimana mengatasi rasa haus?

Mazmur 63:3-9 – Demikianlah aku memandang kepada-Mu di tempat kudus, sambil melihat kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu. Sebab kasih setia-Mu lebih baik dari pada hidup; bibirku akan memegahkan Engkau. Demikianlah aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan menaikkan tanganku demi nama-Mu. Seperti dengan lemak dan sumsum jiwaku dikenyangkan, dan dengan bibir yang bersorak-sorai mulutku memuji-muji. Apabila aku ingat kepada-Mu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepanjang kawal malam, — sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai. Jiwaku melekat kepada-Mu, tangan kanan-Mu menopang aku.

Ini adalah bagian di mana saya sangat berhutang budi kepada Keller. Dia memasukkan ke dalam kata-kata apa yang saya lakukan secara tidak sadar di saat saya mengalami depresi rohani. Kita bisa melihatnya di ayat-ayat ini. Daud melakukan empat hal secara bersamaan. Mereka tersebar di ayat-ayat ini. Saya akan menyusunnya dalam urutan logis untuk anda. Pada dasarnya, apa yang Daud lakukan adalah dia merenungkan kebenaran Tuhan. Saya suka cara Keller menjelaskan merenung. “Merenung adalah untuk mengambil kebenaran Alkitab, memikirkannya, menghargainya, bersikeras agar anda berpikir dan hidup dan merasakan melalui kebenaran itu.” Dengan kata lain, merenung berarti kita menyadari bahwa kita mengasihi sesuatu yang lain lebih daripada Tuhan. Kasih kita yang terutama ada pada sesuatu yang lain. Kita mengakui itu dan kita mengambil kebenaran tentang kasih Tuhan. Kita memikirkannya dan memasukkannya ke dalam pikiran dan jiwa kita sampai hal-hal lain yang telah mencengkeram kasih kita mulai memudar, dan kasih Tuhan mulai bersinar. Itulah artinya untuk merenungkan kasih Tuhan. Ini adalah untuk mengkhotbahkan Injil kepada diri kita sendiri. Bagaimana cara kita melakukannya? Empat hal.

Pertama, mengingat kembali. Daud mengingatkan dirinya sendiri tentang siapa Tuhan itu bagi dia. Tetapi perhatikan cara dia melakukannya. Dia tidak hanya berkata, “Tuhan itu besar,” tetapi dia memberikan alasan mengapa Tuhan itu besar. Daud menjelaskan secara detail. Dia tidak hanya berkata, “Aku mencintai Tuhan,” tetapi dia mengingatkan dirinya sendiri mengapa dia mencintai Tuhan. Dia menganalisa. Dia mengupasnya. Dan ini penting. Coba bayangkan percakapan antara pasangan suami dan istri. Sang suami berkata kepada istrinya, “Sayang, aku sayang sama kamu.” Dan, istrinya menjawab, “Kenapa?” Sang istri menginginkan penjelasan. Jadi, sang suami berkata, “Aku sayang sama kamu karena kamu luar biasa.” Dan tahukah anda apa yang sang istri akan katakan? “Kenapa? Kenapa aku luar biasa? Apa yang kamu maksud saat mengatakan itu? Dalam hal apa aku luar biasa?” Ini yang terjadi. Adalah sangat baik untuk mengetahui bahwa seseorang mencintai anda dan berpikir bahwa anda luar biasa, tetapi akan jauh lebih baik jika anda tahu alasan di baliknya. Apakah saya benar para wanita? Jadi, para wanita, lain kali suami atau pacar anda memberi tahu anda bahwa dia mencintai anda, tanyakan kepada dia apa alasannya. Buat dia berpikir. Adalah baik untuk membuat dia memikirkannya. Karena ketika dia mulai memikirkannya dan memberi tahu anda, “Aku memiliki sepuluh hal yang aku sukai tentang kamu,” tahukah anda apa yang terjadi? Itu mengembangkan kapasitas hati dia dan juga kapasitas hati anda. Jadi, ketika kita mengingat siapa Tuhan bagi kita, kita harus lebih spesifik. Berikan penjelasan. Jangan hanya mengatakan bahwa Tuhan itu penuh kasih. Pikirkan 10 alasan bagaimana dia mengasihi kita. “Tuhan, kasihmu berdaulat. Kamu mengasihiku bahkan sebelum aku mengenalmu. Kasihmu sangat mahal. Aku tidak layak mendapatkan kasihmu.” Ketika kita menjelaskan dengan spesifik, itu membantu kita untuk melihat Tuhan dengan lebih jelas.

Kedua, menilai. Setelah kita mengingat kembali kebenaran tentang Tuhan, kita perlu berpikir tentang implikasi dari kebenaran tersebut. Langkah ini menuntut kita untuk berpikir dan membandingkan. Saat kita menilai sebuah rumah, kita membandingkannya dengan rumah lain. Inilah yang dilakukan Daud. Mari saya tunjukkan. Mazmur 63:3-4 – Demikianlah aku memandang kepada-Mu di tempat kudus, sambil melihat kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu. Sebab kasih setia-Mu lebih baik dari pada hidup; bibirku akan memegahkan Engkau. Ingat konteksnya. Daud sedang dalam pelarian untuk menyelamatkan hidupnya. Dia dikhianati oleh putra kesayangannya sendiri. Dan dia melakukan penilaian. Dia mengingatkan dirinya sendiri tentang kuasa dan kemuliaan Tuhan yang telah dia lihat di tempat kudus Tuhan. Dia mengingatkan dirinya sendiri tentang kasih setia Tuhan kepadanya. Dan kemudian dia membandingkannya dengan situasinya pada saat itu. Dan dia menyimpulkan bahwa kasih setia Tuhan lebih baik daripada hidup. Daud memikirkan implikasi dari kebenaran tentang Tuhan. Dia tidak hanya berkata, “Tuhan mencintaiku,” tapi dia mengambil langkah lebih jauh. “Jika Tuhan begitu penuh dengan kuasa dan kemuliaan, dan aku telah menyaksikannya dalam hidupku sendiri, dan Tuhan yang agung ini mencintai aku dengan kasih setianya, lalu mengapa aku takut? Mengapa aku khawatir tentang hidupku? Memiliki kasih Tuhan yang mulia ini jauh lebih baik daripada hidup. Mengapa aku harus takut kehilangan nyawaku?” Dan ini bukanlah sesuatu yang baru. Kita selalu melakukan ini dalam hidup. Tetapi kita hampir tidak pernah meluangkan waktu untuk melakukan hal yang sama dengan Tuhan.     

Saya berikan sebuah contoh. Katakanlah papi saya memberikan saya sebuah jam tangan. Merek jamnya dimulai dengan huruf R, diakhiri dengan X, dan OLE ditulis di antaranya. Dan ternyata, papi saya mewarisi jam tangan ini dari opa saya, dan opa saya saya mewarisi jam tangan ini dari papinya. Dan jam ini sekarang menjadi milik saya. Jamnya oke, tetapi terlihat sangat tua. Jadi, saya tidak pernah memakainya dan menyimpannya di dalam lemari. Kemudian suatu hari, anda datang ke rumah saya, melihat jam tersebut dan anda sangat terkejut. Anda mulai berteriak-teriak seperti orang gila dan anda segera berlari ke saya dan berkata, “Yos, apa kamu tahu ini jam apa?” Di mata saya, itu hanya jam tangan kuno yang biasa saja. Tetapi bagi seseorang yang menyukai jam, jam tangan ini memegang nilai yang sangat besar. Anda kemudian mulai memberi tahu saya nilai jam tangan tersebut. Jam tangan yang saya warisi bukanlah Rolex biasa. Ini adalah jam tangan Rolex yang pertama dibuat, dan memiliki serial nomor 1. Dan saya masih tidak mengerti. Anda kemudian melanjutkan dan mengatakan bahwa jam tangan ini bernilai setidaknya beberapa juta dolar. Sekarang saya jadi ikut gila. Bicara jam, saya tidak mengerti. Bicara duit, saya mengerti. Menurut anda, apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah saya akan meletakkan jam tersebut kembali ke dalam lemari dan bertindak seperti tidak ada yang terjadi? Tentu tidak. Saya akan mulai memikirkan apa artinya memiliki jam tangan ini. Saya mulai berpikir bahwa hidup saya benar-benar berbeda sekarang. Jam tangan ini mengubah hidup saya. Sekarang saya adalah orang kaya. Saya tidak perlu khawatir bagaimana membayar cicilan rumah saya. Saya tidak perlu khawatir tentang resesi. Saya memiliki jam tangan yang bernilai beberapa juta dolar. Apakah anda melihat apa yang terjadi? Dan saudara, ini hanyalah sebuah ilustrasi. Anda tidak perlu merampok rumah saya untuk mencari jam tersebut. Saya tidak memiliki jam tangan Rolex.

Jadi, tidaklah cukup bagi kita untuk mengetahui kebenaran tentang Tuhan. Kita perlu berpikir implikasi dari kebenaran tersebut. Jangan hanya mengatakan bahwa Tuhan mengasihi kita. Tetapi pikirkan, “Jika Tuhan mengasihi aku, mengapa aku takut?” Jangan hanya mengatakan bahwa Tuhan itu bijaksana. Tetapi pikirkan, “Jika Tuhan itu bijaksana, lalu mengapa aku frustrasi tentang hal-hal dalam kehidupan yang tidak berjalan sesuai dengan harapanku? Dia tahu apa yang terbaik untukku.” Jangan hanya mengatakan bahwa Tuhan mengampuni anda. Tetapi pikirkan, “Jika Tuhan telah mengampuni aku, mengapa aku masih merasa bersalah atas apa yang aku lakukan di masa lalu? Mengapa aku menganggap rendah diriku sendiri ketika Tuhan telah mengorbankan segalanya untuk mengampuni aku?” Inilah artinya untuk melakukan suatu penilaian. Dan saat kita melakukan ini, kita mulai melihat hal-hal dalam perspektif yang benar. Kita tidak lagi terlalu kecewa dalam hubungan kita satu sama lain. Kita tidak lagi terlalu kecewa dengan karier kita. Kita tidak lagi terlalu kesal ketika kita kehilangan banyak hal karena kita sudah memiliki hal yang paling penting. Apakah anda bisa melihat betapa pentingnya untuk melakukan penilaian?

Ketiga, memuji. Daud melakukannya terus menerus di dalam mazmur ini. Dia berkata, “Bibirku akan memegahkan engkau. Aku menaikkan tanganku demi namamu. Mulutku akan memujimu dengan bersorak sorai. Aku mau memuji engkau seumur hidupku.” Ini mungkin terdengar sangat mudah, tetapi ini sangat penting. Ketika CS Lewis baru menjadi seorang Kristen, dia memiliki permasalahan dengan fakta bahwa Tuhan terus-menerus memerintahkan kita untuk memuji dia. Kebenaran ini membuat dia malu sebagai seorang Kristen. Mengapa Tuhan selalu meminta pujian? Apakah Tuhan itu narsis? Dan di seluruh kitab Mazmur, Tuhan terus mencari pujian kita. Bayangkan seorang suami datang ke istrinya dan berkata, “Hi sayang, aku telah menulis sesuatu untukmu. Aku telah menulis 150 lagu yang berbicara tentang betapa hebatnya aku. Aku ingin memberikan ini kepada kamu sebagai hadiah, sehingga kamu dapat membukanya dan membacakannya kepada aku setiap malam sebelum kamu tidur dan setiap pagi ketika kamu bangun. Dan ketika kamu melakukannya, ini akan membawa kesenangan yang luar biasa bagimu.” Anda tahu apa yang akan dikatakan istrinya? “Loe gila?” Tidak ada suami yang waras yang akan memberikan buku semacam ini kepada istrinya. Mengapa? Karena tidak ada manusia yang layak untuk itu. Tetapi itulah kitab Mazmur. Kita memiliki satu kitab yang ditulis oleh Tuhan yang digunakan untuk memuji Tuhan. Mengapa?

Inilah yang akhirnya Lewis pahami. Dia menulis, “Saya pikir kita senang memuji apa yang kita nikmati karena pujian tidak hanya mengungkapkan tetapi melengkapi kenikmatan itu; Pujian adalah penyempurnaan dari kenikmatan. Bukanlah karena keharusan pasangan kekasih terus mengatakan satu sama lain betapa cantiknya mereka; kesenangan itu tidak lengkap sampai kesenangan itu diungkapkan.” Apa anda dengar itu? Artinya adalah ketika Tuhan memerintahkan kita untuk memuji dia, itu adalah undangan bagi kita untuk melengkapi kesenangan kita. Kita mengerti ini. Ketika kita menikmati sesuatu, tidaklah cukup bagi kita untuk menikmatinya untuk diri kita sendiri. Kita harus memberitahu orang lain tentang hal itu. Ketika kita menemukan restoran baru yang enak, tidaklah cukup bagi kita untuk menikmati makanan itu untuk diri kita sendiri. Kita harus mempostingnya di Instagram dan memujinya kepada pengikut kita. Mengapa kita perlu melakukan itu? Karena pujian tidak hanya merupakan ekspresi sukacita tetapi penyelesaian sukacita. Sukacita kita tidak lengkap sampai kita memujinya.

Inilah alasan mengapa saya suka mendengarkan banyak khotbah. Jika anda mengenal saya, anda tahu bahwa saya adalah seorang pecandu khotbah. Saya mendengarkan khotbah yang berpusat kepada Injil setiap hari. Dan saya suka mendengarkan bagaimana pengkhotbah dari berbagai ras yang berbeda mengkhotbahkan Injil. Mengapa? Bukan karena saya selalu belajar sesuatu yang baru dari khotbah mereka. Menurut saya, saya hanya belajar sesuatu yang baru dalam satu dari sepuluh khotbah. Jadi mengapa saya mendengarkan sembilan khotbah lainnya? Mari saya beri tahu alasannya. Karena saya senang mendengarkan para pengkhotbah tersebut mengungkapkan Injil dengan cara yang berbeda. Saya khususnya menyukai bagaimana orang-orang Afrika-Amerika berkhotbah dan mengungkapkan Injil yang saya ketahui dengan cara yang tidak dapat saya lakukan. Saya memuji Tuhan untuk mereka. Tetapi saya bukan orang Afrika-Amerika, dan saya tidak akan mencoba untuk berkhotbah seperti mereka. Jika saya melakukannya, gereja ini akan kosong minggu depan. Tetapi ketika saya mendengar mereka mengungkapkan Injil, saya menikmatinya. Kenikmatan saya tidak hanya dalam mengetahui Injil tetapi juga mendengar Injil diungkapkan. Inilah yang dimaksudkan Lewis. Kita tidak dapat menikmati Tuhan hanya dengan merasa baik tentang Tuhan di dalam hati kita. Kita harus mengungkapkannya. Kita harus memuji Tuhan untuk melengkapi sukacita kita di dalam Tuhan. Jadi, hal ketiga yang harus kita lakukan adalah memuji Tuhan.

Keempat, memandang. Bahasa Inggrisnya adalah “behold.” Ini adalah bahasa kuno yang tidak lagi kita gunakan sehari-hari tetapi ini adalah sebuah kata yang sangat penting. Kata memandang tidak hanya berarti untuk melihat. Memandang lebih dari sekedar melihat. Memandang adalah untuk menikmati. Ini adalah bahasa sensorik. Seperti ini contohnya. Kita melihat sebuah bola lampu. Tetapi kita tidak melihat sunset. Kita memandang sunset. Memandang adalah jenis melihat yang mengubah kita. Daud menggunakan kata-kata ini dalam mazmur ini. “Aku memandang kepadamu di tempat kudus. Seperti dengan lemak dan sumsum jiwaku dikenyangkan.” Dengan kata lain, Daud berkata kepada Tuhan, “Aku tidak hanya tahu tentang kasihmu, tetapi aku juga merasakan kasihmu. Kasihmu seperti makanan yang nikmat dan berlemak. Dan jiwaku dipuaskan. Aku tidak hanya tahu tentang kekuatan dan kemuliaanmu; Aku telah memandangnya.” Ini adalah di mana sebuah konsep berubah menjadi sebuah pengalaman. Kita tidak hanya tahu bahwa Tuhan itu baik, tetapi kita juga merasakan bahwa Tuhan itu baik. Ada perbedaan besar antara mengetahui bahwa Tuhan itu baik dan merasakan bahwa Tuhan itu baik. Contoh. Saya baru saja kembali dari Melbourne. Dan jika anda sering ke Melbourne, maka anda pasti tahu tentang LUNE croissant. Ini adalah croissant legendaris. Anda tahu itu. Anda telah sering mendengar tentang bagaimana nikmatnya LUNE croissant. Tetapi pengetahuan itu tidak dapat dibandingkan dengan saat anda memasukan croissant itu ke dalam mulut dan merasakan kilasan surga di dalam mulut anda. Adalah satu hal untuk mengetahui kebenaran Tuhan, adalah hal lain untuk mengalami kebenaran Tuhan. Adalah satu hal untuk memiliki pendapat bahwa Tuhan itu penuh kasih, adalah hal lain untuk merasakan kasihnya di dalam hati kita.

Saudara, inilah yang membedakan antara Kristen agamawi dan Kristen Injili. Kristen Injili telah merasakan manisnya Tuhan dan mereka menginginkan lebih. Mereka menginginkan Tuhan lebih daripada hidup. Mereka mencintai Tuhan untuk Tuhan. Itulah mengapa Daud berkata dalam ayat 9, Mazmur 63:9 – Jiwaku melekat kepada-Mu, tangan kanan-Mu menopang aku. Daud melekat kepada Tuhan. Dia tidak akan pernah pergi dari Tuhan. Dia tetap dekat dengan Tuhan karena dia tahu bahwa hanya Tuhan yang dapat memuaskannya secara mendalam. Itulah sebabnya di padang gurun, dia sangat membutuhkan Tuhan. Dia haus akan Tuhan. Tetapi Daud tidak membuat kesalahan dengan berpikir bahwa itu semua tergantung pada usahanya untuk melekat kepada Tuhan. Ketika Daud melekat kepada Tuhan, dia menemukan bahwa tangan kanan Tuhan menopang dia sepanjang waktu. Tuhanlah yang memungkinkan Daud untuk melekat kepadanya. Tetapi saya akan jujur ​​kepada anda. Mengingat kembali, menilai dan memuji, semua itu ada di bawah kendali kita. Kita bisa melakukannya. Tetapi memandang, untuk merasakan manisnya kasih Tuhan, ini di luar kendali kita. Ini adalah pekerjaan Roh Kudus. Roh Kudus adalah satu-satunya yang dapat mengubah pengetahuan menjadi pengalaman. Yang bisa kita lakukan adalah memposisikan diri kita di bawah keran Injil. Kita melakukannya dengan cara mengingat kembali, menilai, dan memuji. Dan saat kita melakukannya, kita memposisikan diri kita untuk dibasahi oleh Injil ketika Tuhan menyalakan keran. Dan kita dapat memiliki keyakinan bahwa Tuhan akan menyalakan keran. Bagaimana?

Jawaban untuk rasa haus

Mazmur 63:10-12 – Tetapi orang-orang yang berikhtiar mencabut nyawaku, akan masuk ke bagian-bagian bumi yang paling bawah. Mereka akan diserahkan kepada kuasa pedang, mereka akan menjadi makanan anjing hutan. Tetapi raja akan bersukacita di dalam Allah; setiap orang, yang bersumpah demi Dia, akan bermegah, karena mulut orang-orang yang mengatakan dusta akan disumbat.

Daud menutup mazmur dengan keyakinan bahwa Tuhan akan membenarkan dia. Dia yakin bahwa Tuhan akan membalikkan keadaan dan mengalahkan musuh-musuhnya dan dia akan bersukacita di dalam Tuhan bersama dengan semua umat Tuhan. Artinya, Tuhan tidak hanya akan memuaskan jiwa kita, tetapi Tuhan juga tidak akan gagal untuk menjaga kita. Ini tidak berarti bahwa kita akan melalui jalan yang mulus di masa depan, tetapi ini berarti bahwa Tuhan akan melindungi kita dari serangan musuh yang fatal, dan dia tidak akan gagal membawa kita ke masa depan yang indah bersamanya. Tetapi pertanyaannya adalah, bagaimana caranya? Bagaimana Daud bisa memiliki keyakinan bahwa Tuhan akan membenarkan dia? Bagaimana kita bisa yakin bahwa Tuhan ada untuk kita dan dia tidak akan gagal untuk memuaskan kita? Ada sesuatu yang harus kita miliki yang membuat semuanya menjadi mungkin. Tanpa hal ini, semuanya sia-sia. Kuncinya ada di ayat 4.

Mazmur 63:4 – Sebab kasih setia-Mu lebih baik dari pada hidup; bibirku akan memegahkan Engkau. Kuncinya ada dalam dua kata ini: kasih setia. Kita sangat sering menemukan dua kata ini di banyak Mazmur lainnya. Tetapi apa artinya? Kata ini berasal dari kata Ibrani, “chesed.” Anda harus memberi penekanan pada “ch” jika tidak, kata ini berarti sesuatu yang sangat berbeda dalam bahasa Indonesia. Ini adalah sebuah kata Ibrani yang digunakan untuk menggambarkan kasih Tuhan bagi umatnya. Chesed artinya adalah kasih Tuhan yang setia, yang tidak dapat dipindahkan, tidak bersyarat, tidak dapat diubah, dan sempurna. Ini adalah kasih yang tetap tidak tergoncangkan ketika segalanya terguncang. Atau jika saya bisa rangkum chesed dalam dua kata, chesed adalah kasih perjanjian. Dan ini sangat penting. Ada sepotong informasi latar belakang yang sengaja saya tidak beritahu di awal khotbah ini. Ketika Absalom memberontak melawan Daud, Daud tidak terkejut. Dia tahu bahwa hal ini suatu saat akan terjadi. Dia sudah menunggunya. Apa yang terjadi? Bertahun-tahun sebelumnya, ketika nabi Natan menegur Daud karena dosa perzinahan dan pembunuhan, Daud bertobat, dan Tuhan mengampuni dosa-dosanya. Tetapi Natan juga mengatakan kepada Daud bahwa meskipun Tuhan telah mengampuni dia, pedang tidak akan terangkat dari keluarga Daud. Daud harus menanggung konsekuensi dosa-dosanya. Jadi, ketika putra kesayangannya merebut tahta kerajaan darinya, Daud tahu dia bersalah. Daud telah menabur benih kepahitan dan perpecahan dalam keluarganya. Daud gagal sebagai seorang raja. Dia gagal sebagai seorang ayah. Dia gagal dalam banyak hal. Namun terlepas dari semua itu, Daud memiliki keyakinan bahwa Tuhan menyertai dia. Bahwa Tuhan akan memuaskan dia dengan kasihnya. Bagaimana mungkin? Karena kasih Tuhan bagi Daud adalah kasih yang setia, chesed. Kasih Tuhan adalah kasih perjanjian.

Perhatikan ini. Jika ini benar bagi Daud, jika Daud dapat melihat kasih setia Tuhan dan memiliki keyakinan dalam Tuhan meskipun dia telah berdosa, bukankah ini jauh terlebih benar bagi anda dan saya? Hari ini kita dapat mengetahui bahwa kasih setia Tuhan ada bagi kita terlepas dari dosa kita. Bagaimana? Karena kita memiliki raja lain yang diusir ke padang gurun. Tetapi dia tidak diusir karena dosanya melainkan karena dosa kita. Kita memiliki raja lain yang bersukacita di dalam Tuhan, mencintai Tuhan, dan memuji Tuhan dengan segenap keberadaanya. Tetapi bukannya menerima kebaikan Tuhan, dia justru menerima murka Tuhan. Dia ditinggalkan oleh Tuhan di kayu salib. Yesus disalibkan sebagai penjahat. Mengapa? Karena Yesus mendapatkan pengabaian yang pantas kita terima sehingga Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita. Yesus menanggung semua hukuman dosa kita agar kita bisa yakin akan kasih setia Tuhan. Dapatkan ini. Saat kita melihat kasih Tuhan yang termanifestasi bagi kita di kayu salib Yesus, saat itulah kita menjadi basah oleh air terjun Injil. Inilah yang mengubah pengetahuan menjadi pengalaman. Inilah yang membuat Tuhan tidak hanya berguna tetapi juga indah bagi kita. Inilah yang melelehkan hati kita dan memuaskan dahaga kita. Kasih setia Tuhan menjadi nilai pribadi dalam Injil Yesus Kristus.

Saya akan tutup dengan ini. Apakah anda haus akan Tuhan? Apakah anda berada di padang gurun rohani saat ini? Jangan membenci padang gurun. Di padang gurunlah kita bisa memahami betapa berharganya air. Di padang gurunlah kita menemukan kasih setia Tuhan begitu indah dan memuaskan. Luangkan waktu untuk merenungkan kasih setia Tuhan. Mengingat kembali, menilai dan memuji. Dan saat anda melakukannya, percayalah bahwa Tuhan akan membuka mata anda untuk memandang kemuliaan Tuhan di wajah Yesus Kristus. Mari kita berdoa.

Discussion questions:

  1. List out some reasons why Christians might experience the dark night of the soul. Do you agree that this is a common issue for Christians? Explain.
  2. How do we know if God’s steadfast love is better than life? Give specific examples.
  3. Look at the first three steps of preaching the gospel to ourselves (Recall, Valuation, Praise). Which one is the hardest for you and why?
  4. Read Psalm 63:8 (verse 9 in Indo). Explain the relationship between our role and God’s role in our wilderness.
  5. How can we have the confidence that we have God’s chesed? How does it empower us to preach the gospel to ourselves?
  6. Spend some time praying with another that the Holy Spirit may help us to behold the gospel.
No Comments

Sorry, the comment form is closed at this time.