Menanggung kelemahan

Roma 14:13-15:7

Roma 14:13-23 – Karena itu janganlah kita saling menghakimi lagi! Tetapi lebih baik kamu menganut pandangan ini: Jangan kita membuat saudara kita jatuh atau tersandung! Aku tahu dan yakin dalam Tuhan Yesus, bahwa tidak ada sesuatu yang najis dari dirinya sendiri. Hanya bagi orang yang beranggapan, bahwa sesuatu adalah najis, bagi orang itulah sesuatu itu najis. Sebab jika engkau menyakiti hati saudaramu oleh karena sesuatu yang engkau makan, maka engkau tidak hidup lagi menurut tuntutan kasih. Janganlah engkau membinasakan saudaramu oleh karena makananmu, karena Kristus telah mati untuk dia. Apa yang baik, yang kamu miliki, janganlah kamu biarkan difitnah. Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus. Karena barangsiapa melayani Kristus dengan cara ini, ia berkenan pada Allah dan dihormati oleh manusia. Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun. Janganlah engkau merusakkan pekerjaan Allah oleh karena makanan! Segala sesuatu adalah suci, tetapi celakalah orang, jika oleh makanannya orang lain tersandung! Baiklah engkau jangan makan daging atau minum anggur, atau sesuatu yang menjadi batu sandungan untuk saudaramu. Berpeganglah pada keyakinan yang engkau miliki itu, bagi dirimu sendiri di hadapan Allah. Berbahagialah dia, yang tidak menghukum dirinya sendiri dalam apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Tetapi barangsiapa yang bimbang, kalau ia makan, ia telah dihukum, karena ia tidak melakukannya berdasarkan iman. Dan segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa.

 

Membesarkan bayi adalah pekerjaan yang sangat melelahkan. Dan setiap orang tua yang memiliki anak bayi katakan amin. Bayi tidak bisa makan sendiri. Mereka masih belajar merangkak dan berjalan dan sering tersandung. Mereka terus-menerus membuat segala sesuatu berantakan. Mereka membutuhkan banyak perhatian. Mereka menghabiskan sebagian besar energi dan waktu anda. Dan inilah yang lebih buruk. Mereka tidak memiliki kontribusi apapun. Mereka menuntut begitu banyak dari anda dan mereka tidak memberikan imbalan apa pun kecuali senyum sesekali dan poop yang begitu banyak. Apakah saya benar? Tetapi inilah yang saya ketahui tentang bayi-bayi tersebut. Meskipun mereka tidak berkontribusi apapun, mereka masih bagian dari keluarga anda. Anda tidak menyerah terhadap mereka. Anda terus merapikan apa yang mereka berantakin. Anda terus mengajari mereka berjalan. Anda terus memberi mereka makan. Anda tidak berkata kepada bayi anda, “Nak, papi mami sayang kamu tetapi jika kamu tidak mulai membersihkan pantatmu sendiri saat kamu berusia 9 bulan, kami akan menendang kamu keluar dari keluarga ini.” Anda tidak dapat mengharapkan anak berusia 9 bulan untuk bertindak seperti anak berusia 9 tahun. Mereka adalah bayi. Dan saat anda terus memberi mereka makan dan melatih mereka, mereka akhirnya akan tumbuh menjadi dewasa.

Mari kita bawa pengertian ini ke dalam konteks gereja. Gereja yang sehat adalah gereja yang terus memenangkan jiwa. Dengan kata lain, gereja yang sehat akan selalu dipenuhi oleh orang Kristen yang dewasa dan orang Kristen yang masih bayi. Atau untuk menggunakan terminologi Paulus dalam perikop ini, orang Kristen yang kuat dan orang Kristen yang tidak kuat atau lemah. Karena itu, gereja akan selalu berantakan. Dan kita harus nyaman dengan hal ini. Gereja yang berantakan adalah gereja yang sehat. Tetapi inilah yang saya ingin kita mengerti. Orang Kristen yang lemah tidak lebih rendah daripada orang Kristen yang kuat. Baik orang Kristen yang kuat maupun yang lemah memiliki peran masing-masing dalam rencana Allah. Allah telah menyatukan kita untuk tumbuh bersama sebagai satu kesatuan. Dan ini sangat penting. Karena ketika kita semakin bertumbuh dalam Injil, kita menemukan bahwa Injil mulai membentuk dan mengubah kita. Kita mulai berpikir secara mendalam tentang berbagai implikasi Injil dalam hidup kita. Dan kita mulai mengembangkan keyakinan tersebut di berbagai bidang kehidupan. Tetapi inilah permasalahannya. Tidak semua orang di gereja memiliki keyakinan yang sama dengan kita. Sangat mungkin bagi mereka yang mengasihi Yesus dan bertumbuh dalam Injil untuk memiliki keyakinan yang berbeda.

Jadi, inilah pertanyaannya. Bagaimana kita bisa mengasihi orang-orang di gereja yang memiliki keyakinan yang berbeda dengan kita? Bagaimana kita bisa tumbuh bersama dengan seseorang yang sangat berbeda dari kita? Saya akan memberikan anda sebuah prinsip yang telah digunakan sepanjang sejarah gereja untuk menjawab pertanyaan ini. St. Augustine menuliskan, “Dalam hal esensiil, kesatuan. Dalam hal yang tidak esensiil, kebebasan. Dalam segala hal, kasih.” Ini adalah prinsip yang baik. Dalam hal-hal yang penting dan esensii, setiap orang Kristen di gereja harus memiliki kesatuan. Ada kebenaran yang tidak dapat dinegosiasikan dalam Kekristenan. Sebagai contoh, Paulus menulis dalam Galatia 1:8 – Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Ini perkataan yang sangat keras. Saya akan menaruhnya dalam konteks kita hari ini. Jika ada seseorang yang dapat membangkitkan seseorang dari kematian tetapi ia memberitakan Injil yang berbeda, jika ada seseorang yang dapat melakukan mujizat dan menghentikan virus corona tetapi ia memberitakan Injil yang berbeda, jika ada profesor teologi yang menulis buku terkenal tetapi ia memberitakan Injil yang berbeda, jika ada pendeta gereja besar yang memiliki puluhan ribu jemaat tetapi ia memberitakan Injil yang berbeda, jika ada pengkhotbah TV yang muncul setiap hari tetapi ia memberitakan Injil yang berbeda, jika langit terbuka dan malaikat muncul di tengah kita dan memberitakan Injil yang berbeda, dan bahkan jika saya sebagai pendeta anda memberitakan Injil yang berbeda, terkutuklah kami. Jangan dengarkan kami. Kita harus mengerti ini. Bukan pembawa pesan yang membenarkan pesan Injil. Adalah pesan Injil yang membenarkan pembawa pesan.

Kita tidak bisa menoleransi penyimpangan Injil sedikitpun. Apapun yang hitam dan putih dalam Alkitab harus tetap hitam dan putih. Tetapi kemudian, dalam hal-hal yang tidak esensiil, kita memiliki kebebasan. Artinya di bagian di mana Alkitab tidak hitam putih, di bagian abu-abu, kita memiliki kebebasan untuk tidak setuju. Dan dalam segala hal, kasih. Dalam apa yang kita setujui dan tidak setujui, kita harus melakukannya dengan kasih. Hari ini, saya tidak berbicara tentang hal yang esensiil. Hari ini saya mau berbicara tentang hal-hal yang tidak esensiil. Bagaimana kita bisa tidak setuju di bagian kehidupan yang abu-abu tetapi tetap mengasihi?

Perikop kita hari ini membahas masalah ini. Rasul Paulus menulis surat ini kepada orang-orang Kristen di Roma. Dan salah satu isu utama yang dibahas Paulus dalam surat ini adalah bagaimana orang Kristen Yahudi dan Kristen bukan Yahudi dapat bertumbuh bersama di dalam satu gereja. Karena mereka sangat berbeda satu sama lain. Mereka percaya pada Injil yang sama tetapi cara mereka menerapkan Injil di bagian kehidupan yang abu-abu sangat berbeda. Mereka memiliki keyakinan yang berbeda satu sama lain. Jadi bagaimana orang-orang yang memiliki keyakinan yang berbeda ini dapat bertumbuh bersama sebagai satu gereja? Mari kita pelajari bersama-sama.

Saya memisahkan khotbah ini menjadi empat bagian. Masalah; Solusi; Tanggung jawab; Alasan.

Masalah

Saya akan memberikan anda konteks perikop terlebih dahulu. Kota Roma dipenuhi dengan banyak kuil untuk dewa-dewa yang berbeda. Dan sebagian besar daging yang dijual di pasar telah dipersembahkan kepada dewa-dewa tersebut. Tentu saja, para dewa itu tidak memakan dagingnya. Jadi kemudian mereka akan menjual dagingnya dengan harga yang lebih murah di pasar. Dan sebagian besar daging ini adalah daging babi. Dan ini menciptakan perpecahan di dalam gereja. Beberapa orang Kristen di gereja Roma, mungkin sebagian besar orang Kristen Yahudi, mengatakan bahwa mereka tidak boleh membeli dan memakan daging dari pasar. Mereka mengatakan bahwa daging yang telah dipersembahkan kepada dewa-dewa lain itu najis dan untuk membelinya berarti berpartisipasi dalam penyembahan berhala. Jadi, solusi terbaik adalah untuk tidak makan daging dan hanya makan sayur. Mereka adalah kubu sayuran. Tetapi orang Kristen lain di gereja Roma berkata, “Kita tahu hanya ada satu Allah. Semua dewa lain bukanlah Allah. Mereka tidak memiliki kuasa sama sekali. Dan juga, bukankah Petrus mendapatkan penglihatan dari Allah tentang makan daging babi? Jika Allah berkata iya, mengapa kita berkata tidak? Ayo kita makan nasi goreng babi panggang setelah ibadah.” Mereka adalah kubu daging. Coba saya tanya. Berapa banyak dari anda yang termasuk dalam kubu sayuran? Berapa banyak yang ada di kubu daging?

Masalah ini menciptakan perpecahan yang besar di gereja Roma. Paulus menyebut kedua kelompok ini sebagai orang Kristen yang kuat dan orang Kristen yang lemah. Orang Kristen yang kuat adalah kubu daging, dan orang Kristen yang lemah adalah kubu sayuran. Maaf kubu sayuran. Jangan salahkan saya. Saya hanya menjelaskan Alkitab. Dan ini sangat menarik. Ini berarti bahwa Paulus melihat satu kelompok lebih benar dari yang lain. Dia tidak mengatakan, “Pada akhirnya, kalian semua benar. Kubu sayuran memiliki poinnya sendiri dan kubu daging memiliki poinnya sendiri. Tidak ada yang lebih benar dari yang lain. Jadi mari kita hidup damai dan membiarkan setiap orang dengan pilihan mereka masing-masing. Kubu sayuran bisa pergi makan sendiri dan kubu daging bisa pergi makan sendiri.” Bahkan, solusi termudah adalah untuk memisahkan mereka menjadi dua gereja yang berbeda. Jadi, ada gereja sayuran dan ada gereja daging. Apakah anda setuju ini akan menjadi solusi yang lebih mudah? Tetapi Paulus tidak mengatakan itu. Tetapi sebaliknya, Paulus ingin orang Kristen yang kuat dan yang lemah membangun kesatuan mereka di dalam Kristus.

Roma 14:14 – Aku tahu dan yakin dalam Tuhan Yesus, bahwa tidak ada sesuatu yang najis dari dirinya sendiri. Hanya bagi orang yang beranggapan, bahwa sesuatu adalah najis, bagi orang itulah sesuatu itu najis. Jadi, Paulus ada di dalam kubu daging. Dia mengidentifikasi dirinya dengan orang-orang Kristen yang kuat. Dia yakin bahwa tidak ada makanan yang najis. Makan atau tidak makan daging tidak membuat kita lebih dekat dengan Allah. Itu bisa mempengaruhi berat badan, tetapi itu tidak mempengaruhi hubungan kita dengan Allah. Orang Kristen bebas makan apa saja yang mereka inginkan. Dengan kata lain, Paulus berkata bahwa orang Kristen yang lemah itu salah. Tetapi dia tidak berhenti di situ. Dia juga mengatakan bahwa siapa pun yang menganggap daging itu najis, maka daging itu najis bagi mereka. Dan yang kuat tidak boleh menghakimi yang lemah dan menjadi batu sandungan bagi mereka yang lemah. Di sinilah ini menjadi sangat menarik. Di satu sisi, Paulus berkata kepada yang kuat, “Kalian benar. Aku setuju dengan kalian. Mari kita makan daging babi.” Sebaliknya, Paulus juga berkata kepada yang lemah, “Jika menurut kalian makan daging itu salah, maka jangan makan daging. Adalah salah bagi kalian untuk makan daging ketika kalian yakin bahwa kalian tidak boleh makan daging.” Jadi, Paulus yakin bahwa yang kuat itu benar dan yang lemah itu salah. Dan sebaliknya. Yang lemah juga yakin bahwa yang kuat salah. Jadi bagaimana mereka bisa tumbuh bersama jika mereka berpikir bahwa kelompok lain benar-benar salah?

Beberapa dari anda mungkin berpikir, “Yos, ini tidak relevan buat kita. Kita terlalu pintar untuk jatuh ke dalam perangkap yang sama. Kita tahu bahwa kita dapat makan apa pun yang kita inginkan, dan kita tidak akan terpecahkan karena masalah makanan.” Apakah benar? Saya yakin bahwa jawabannya adalah tidak. Kita mungkin tidak berdebat tentang apakah kita boleh makan daging atau tidak, tetapi kita masih terpisahkan atas banyak hal yang tidak esensiil. Saya berikan beberapa contoh.

Kode pakaian gereja. Percaya atau tidak, ini terjadi di gereja kita. Jika anda datang ke kebaktian Indonesia, anda akan mendengar bahwa Allah layak mendapatkan yang terbaik dalam ibadah, termasuk cara pakaian. Untuk datang ke gereja berarti datang ke hadirat raja alam semesta. Anda tidak datang ke hadapan seorang raja memakai celana gembel robek-robek atau celana pendek. Anda memakai pakaian terbaik yang anda miliki. Tetapi jika anda datang ke RSI, anda mendengar bahwa manusia melihat penampilan, tetapi Allah melihat hati. Anda bisa datang sesuka anda selama anda tidak hanya memakai bikini. Dan ketika kita melakukan ibadah gabungan, kedua kelompok ini saling menatap apa yang dikenakan satu sama lain ke gereja. Lihat yang berikutnya.

Rokok. Satu kelompok yakin bahwa merokok itu salah. Mereka mengatakan bahwa tubuh kita adalah bait Roh Kudus, dan kita tidak boleh mengotorinya dengan racun. Jadi, jika anda merokok, mereka akan menumpangkan tangan atas anda dan mengusir setan rokok keluar dari anda. Kelompok lain yakin bahwa Allah menciptakan segala sesuatu untuk kesenangan kita, termasuk tembakau.

Alkohol. Satu kelompok mengatakan bahwa hanya karena kita boleh minum alkohol, bukan berarti kita harus minum alkohol. Kita tahu bahwa 1 dari 7 orang yang minum alkohol mengalami masalah keterikatan dengan alkohol. Jadi mengapa mengambil risiko? Bahkan mungkin jika kita pribadi tidak terikat dengan alkohol, orang lain mungkin mengikuti teladan kita dan menjadi kecanduan alkohol karenanya. Jadi, hal yang paling baik adalah untuk tidak minum alkohol sama sekali. Kelompok lain mengatakan bahwa Allah menciptakan alkohol untuk kesenangan kita. Mengapa kita menolak pemberian baik yang Allah berikan kepada kita? Bahkan Yesus sendiri minum anggur ketika dia berada di bumi. Hal yang paling memuliakan Allah dengan anggur dan alcohol adalah untuk menikmatinya dan bersyukur kepada Allah.

Mari saya berikan beberapa contoh lagi. Online dating. Apakah bijaksana bagi kita untuk memakai aplikasi online dating? Atau haruskah kita tetap berpegang pada cara tradisional untuk bertemu seseorang? Tato. Apakah dosa untuk memiliki tato? Atau apakah tato hanyalah sebuah seni? Ibadah gereja. Apakah kita harus ibadah di tempat? Atau apakah kita boleh ibadah online juga? Vaksinasi. Haruskah kita divaksinasi? Atau apakah vaksinasi adalah tanda anda menjadi anti-Kristus? Masker. Haruskah kita memakai masker di dalam gereja? Atau tidak? Dan masih banyak lagi hal yang lainnya.

Dapatkah anda melihat betapa mudahnya topik-topik ini menciptakan perpecahan di dalam gereja? Dan kita tidak bisa mengabaikan perbedaan-perbedaan ini begitu saja. Kita tidak dapat hanya mengatakan, “Oh kamu percaya ini, dan aku percaya itu. Ya sudah. Mari kita setuju untuk tidak setuju dan tidak usah membicarakannya. Ciao.” Ini bukan solusi. Sikap ini hanya akan menciptakan lebih banyak masalah. Karena jika kita yakin bahwa kita benar dan kelompok lain salah, untuk membiarkan mereka tetap salah bukanlah tindakan mengasihi; ini adalah ketidakpedulian. Dan kita tidak bisa tumbuh bersama jika kita tidak peduli satu sama lain. Kita harus bisa menyelesaikan perbedaan satu sama lain. Dan ini sangat sukar. Mari saya tunjukkan permasalahan dengan yang lemah dan yang kuat. Kita mulai dengan yang lemah.

Siapa itu Kristen yang lemah? Kristen yang lemah adalah mereka yang memahami Injil, tetapi Injil belum meresap. Mereka mengetahui Injil dengan pikiran mereka, tetapi mereka belum memahami implikasi Injil dalam berbagai bidang kehidupan. Dan ini berlaku untuk kita semua. Tidak ada satu pun dari kita yang telah mendapatkan semuanya dengan benar. Kita masih lemah dalam banyak hal. Dibutuhkan seumur hidup agar hidup kita sepenuhnya selaras dengan apa yang kita ketahui tentang Injil. Seringkali kita melupakan hal ini. Kita lupa bahwa kita adalah produk dari masa lalu dan budaya kita. Dan banyak dari perbedaan kita, apakah itu teologis, doktrinal, atau filosofis, sebagian besar terjadi karena cara berpikir kita dipengaruhi oleh budaya dan pendidikan kita. Sebagai contoh, beberapa tahun yang lalu saya pergi ke Kuala Lumpur dengan beberapa jemaat RSI untuk konferensi Injil. Dan saya sangat diberkati. Saya sangat senang dan menikmati belajar dari Timothy Keller dan D.A. Carson. Dan karena saya dibesarkan di gereja karismatik, adalah wajar bagi saya untuk mengungkapkan kesenangan saya sepanjang khotbah. Jadi, setiap kali mereka mengatakan sesuatu yang indah, saya akan bekata, “Amin… Hmmm… Yes…” Lalu ada pria yang duduk beberapa baris di depan saya, dia berbalik, menatap saya dan menyuruh saya untuk diam dengan jarinya. Saya berpikir, “Aku salah apa? Aku menikmati khotbah dan kamu ingin aku diam?” Tetapi saya menghormati dia dan berhenti bersuara. Tetapi salah satu jemaat RSI yang duduk di sebelah saya mulai dengan sengaja membuat suara untuk mengganggu orang tersebut. Dan orang itu mengira itu saya. Jadi dia terus menatap saya dan menyuruh saya untuk diam. Apakah anda melihat apa yang terjadi? Bagi saya, adalah normal dan baik untuk meresponi khotbah. Itu cara saya dibesarkan di gereja. Tetapi bagi orang yang dibesarkan di gereja malam kudus sunyi senyap, apa yang saya lakukan adalah tidak sopan. Bisakah anda melihatnya? Kita dipengaruhi oleh didikan dan budaya kita lebih dari yang kita kira. Inilah sebabnya mengapa setiap kita perlu terus menerus dibentuk oleh kebenaran Injil. Jadi, mereka yang lemah adalah mereka yang belum memahami implikasi Injil di berbagai bidang kehidupan. Dan dalam kasus saya, menurut saya, saya adalah yang kuat dan dia adalah yang lemah.

Jadi apa permasalahan dengan yang kuat? Roma 14:15-16 – Sebab jika engkau menyakiti hati saudaramu oleh karena sesuatu yang engkau makan, maka engkau tidak hidup lagi menurut tuntutan kasih. Janganlah engkau membinasakan saudaramu oleh karena makananmu, karena Kristus telah mati untuk dia. Apa yang baik, yang kamu miliki, janganlah kamu biarkan difitnah. Permasalahan dengan yang kuat adalah bahwa mereka menempatkan hak kebebasan pribadi mereka di atas saudara dan saudari mereka di dalam Kristus. Mereka benar dengan percaya bahwa mereka bebas untuk makan daging. Tetapi ketika kebebasan menjadi lebih penting daripada mengasihi orang lain di gereja, kebebasan menjadi salah. Karena jika mereka mengasihi saudara-saudari mereka di dalam Kristus, mereka akan membatasi kebebasan mereka karena kasih. Tetapi jika mereka bersikeras terhadap kebebasan mereka, mereka tidak lagi berjalan dalam kasih tetapi mereka menghancurkan orang-orang yang untuknya Kristus mati. Dengan kata lain, Paulus berkata, “Hai orang Kristen yang kuat, tidak tahukah kalian bahwa Kristus telah mati untuk menyelamatkan Bejo dan Inem juga? Tidak tahukah kalian bahwa Kristus telah menyerahkan kebebasannya untuk membawa mereka kepada dia? Tidak tahukah kalian bahwa Kristus telah menempatkan kebutuhan mereka di atas hak pribadinya? Jika itu benar, masakah kalian tidak bisa melepaskan kebebasan kalian untuk makan daging di depan mereka sehingga kalian tidak menghancurkan mereka?”

Lihat ayat berikutnya. Roma 14:17 – Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus. Setiap kali kita menempatkan hal-hal yang tidak esensiil di atas hal-hal yang esensiil, kita telah kehilangan intinya. Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman. Kerajaan Allah adalah tentang kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita oleh Roh Kudus. Kerajaan Allah bukanlah tentang dunia sementara ini tetapi hidup yang kekal. Dapatkan ini dengan benar. Setiap kali kita menuntut hak pribadi kita di atas kebaikan orang lain, kita lebih mementingkan kebebasan daripada kasih. Kita telah menggantikan hal yang kekal dengan hal yang sementara. Jika kita menempatkan kebebasan kita di atas kerajaan Allah, kerajaan Allah tidak bekerja dalam hidup kita. Inilah permasalahannya.

Solusi

Roma 14:19-23 – Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun. Janganlah engkau merusakkan pekerjaan Allah oleh karena makanan! Segala sesuatu adalah suci, tetapi celakalah orang, jika oleh makanannya orang lain tersandung! Baiklah engkau jangan makan daging atau minum anggur, atau sesuatu yang menjadi batu sandungan untuk saudaramu. Berpeganglah pada keyakinan yang engkau miliki itu, bagi dirimu sendiri di hadapan Allah. Berbahagialah dia, yang tidak menghukum dirinya sendiri dalam apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Tetapi barangsiapa yang bimbang, kalau ia makan, ia telah dihukum, karena ia tidak melakukannya berdasarkan iman. Dan segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa.

Ayat 19 memberi tahu kita bahwa solusi untuk masalah ini adalah agar kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan saling membangun. Saya suka kata membangun. Kata ini digunakan sebagai lawan dari kata menghancurkan. Gereja sering disebut sebagai bangunan di dalam Perjanjian Baru. Dan kita diberikan dua pilihan. Apakah kita membangun gereja, atau kita menghancurkan gereja? Jadi ya, setiap kita memiliki kebebasan. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita menggunakan kebebasan kita? Apakah kita menggunakannya untuk membangun orang lain? Atau untuk menghancurkan mereka? Kemudian di ayat 20, Paulus mengulangi perkataannya sendiri untuk menegaskan. Dia mengatakan, “Apakah kalian benar-benar akan mendukakan saudara-saudari kalian di dalam Kristus, dan menghancurkan komunitas di dalam gereja, hanya karena masalah makanan? Apakah kalian sebodoh itu? Ya, segala sesuatu adalah suci, dan kalian berhak makan daging. Tetapi adalah salah untuk membuat orang lain tersandung dengan apa yang kalian makan. Adalah baik bagi kalian untuk membatasi kebebasan kalian untuk mengasihi orang lain. Jangan melakukan apa pun yang menyebabkan orang lain tersandung.” Biarkan saya mengatakannya dengan cara yang berbeda. Jangan hancurkan pekerjaan Allah untuk babi panggang, untuk cara berpakaian, untuk alkohol, untuk pendirian politik, untuk masker, untuk vaksin, dll. Tetapi kejarlah apa yang membangun satu sama lain di dalam gereja. Jika itu mengharuskan kita untuk melepaskan kebebasan kita, maka lepaskan kebebasan kita.

Tetapi perhatikan apa yang tidak dikatakan Paulus. Paulus tidak mengatakan bahwa yang kuat harus melepaskan keyakinan mereka. Roma 14:22 – Berpeganglah pada keyakinan yang engkau miliki itu, bagi dirimu sendiri di hadapan Allah. Berbahagialah dia, yang tidak menghukum dirinya sendiri dalam apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Kita harus memiliki keyakinan. Jika kita percaya bahwa makan daging itu benar, kita tidak mengatakan bahwa makan daging itu salah demi orang Kristen yang lemah. Tetapi kita menyimpan keyakinan kita bagi diri kita sendiri. Jadi, jika kita punya teman vegan di gereja yang berpikir bahwa makan daging itu salah, kita tidak mengundang dia ke tempat kita dan masak babi panggang dan berkata, “Kamu lihat lemak babi ini? Seandainya kamu memiliki kebebasan untuk memakan daging surgawi ini.” Kita tidak lakukan itu. Jika kita memiliki teman yang berpikir orang Kristen tidak boleh minum alkohol, kita tidak membuka kaleng bir di depan dia dan berkata, “Sobat, inilah kebebasan.” Kita tidak lakukan itu. Namun sebaliknya, kita membatasi diri kita dari makan daging dan minum alkohol pada saat kita bersama mereka. Jadi, Paulus tidak berkata kepada kita untuk mengubah keyakinan kita, tetapi dia berkata kepada kita untuk mengubah sikap kita terhadap yang lemah. Adalah baik dan penuh kasih bagi kita untuk melepaskan kebebasan kita demi membangun orang lain.

Dan ini sangat penting. Roma 14:23 – Tetapi barangsiapa yang bimbang, kalau ia makan, ia telah dihukum, karena ia tidak melakukannya berdasarkan iman. Dan segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa. Perhatikan ini. Paulus berkata bahwa kita yang kuat harus melepaskan kebebasan kita karena jika mereka yang lemah melihat kita menjalankan kebebasan kita dan memutuskan untuk mengikuti kita meskipun itu bertentangan dengan keyakinan dan hati nurani mereka, mereka dihukum. Adalah dosa bagi mereka untuk melakukannya. Karena apa pun yang tidak berdasarkan iman adalah dosa. Bagi yang lemah untuk melawan keyakinan mereka demi menyenangkan yang kuat tidak menyenangkan Allah. Karena itu berarti mereka rela mengabaikan apa yang mereka yakini sebagai kebenaran untuk menyenangkan manusia. Dan ini adalah tindakan ketidakpercayaan dan itulah sebabnya ini adalah dosa. Yang membawa saya ke poin ketiga. Dan ini sangat mengejutkan.

Tanggung jawab

Roma 15:1-2 – Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri. Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya.

Inilah pertanyaannya. Tanggung jawab siapa untuk membuat hubungan antara yang kuat dan yang lemah bekerja dengan baik? Paulus berkata bahwa adalah tanggung jawab mereka yang kuat untuk menanggung kelemahan mereka yang tidak kuat. “Tunggu dulu. Apa tidak salah?” Kita akan berpikir bahwa jika kita memahami implikasi Injil dengan lebih baik daripada yang lain, maka adalah tanggung jawab mereka yang lemah untuk mengikuti kita. Karena kita benar. Kita adalah orang Kristen yang kuat. Tetapi tidak menurut Paulus. Bahkan, perikop ini sebenarnya adalah kritik Paulus bukan untuk mereka yang lemah tetapi mereka yang kuat. Dan ini berlawanan dengan intuisi kita. Mereka yang benar, mereka yang kuat, mereka yang memahami Injil dengan lebih baik, memiliki kewajiban untuk menanggung kelemahan mereka yang tidak kuat. Dan jika kita bersikeras pada kebebasan kita dan mengharapkan yang lemah untuk mengikuti kita, maka kita membuat kesalahan yang sama persis dengan mereka yang lemah. Coba pikirkan. Katakanlah kita memahami Injil dengan benar. Kita tahu bahwa keselamatan adalah oleh kasih karunia saja, melalui iman saja, di dalam Kristus saja. Kita memahami bahwa dalam segala kelemahan dan dosa kita, kita ditutupi oleh kebenaran Kristus yang sempurna. Bahwa saat ini kita diterima sepenuhnya di hadapan Allah bukan karena perbuatan kita tetapi karena perbuatan Kristus. Kita berpusat kepada Injil. Kita hidup dalam kebebasan Injil. Tetapi kemudian ada orang Kristen lain di gereja yang belum memahami Injil seperti kita. Mereka mengerti tentang Injil, tetapi mereka masih merasa perlu berpuasa seminggu sekali untuk menyenangkan Allah dan bahwa kita harus memakai pakaian terbaik kita ke gereja untuk menyenangkan Allah. Mereka masih legalis dalam beberapa hal. Dan kemudian kita tidak menyukai mereka. Kita menjauhi mereka. Apa yang terjadi? Mari saya beritahu apa yang terjadi. Kita adalah orang Kristen yang lemah. Pikirkan sejenak. Jika kita memahami Injil tetapi kita membenci kaum legalis, siapa kita? Kita adalah kaum legalis yang berpusat kepada Injil. Kita membuat kesalahan yang sama seperti mereka yang lemah. Saudara mengikuti saya? Ini berarti bahwa kita belum benar-benar memahami Injil.

Tetapi jika kita mengerti Injil, maka adalah tanggung jawab kita untuk menanggung kelemahan mereka yang tidak kuat. Dan kata menanggung tidak hanya berarti menoleransi. Ini bukan berarti, “Oke kamu memiliki keyakinan kamu, aku memiliki keyakinan aku. Aku tidak akan mengatur hidupmu, jadi kamu jangan mengatur hidupku.” Ini bukan kasih; ini adalah keegoisan. Tetapi untuk menanggung kelemahan orang yang tidak kuat berarti untuk masuk ke bawah beban mereka dan membantu mereka memikul beban tersebut. Artinya kita harus melakukan evaluasi. Ingat bahwa Paulus membuat perbedaan antara mereka yang kuat dan mereka yang lemah. Dia tidak mengatakan bahwa semua orang benar. Mereka yang kuat adalah benar dan mereka yang lemah adalah salah. Jadi, kita harus membuat penilaian negatif terhadap yang lemah. Mereka salah. Tetapi kita tidak berhenti di situ. Kemudian apa yang kita lakukan adalah bukannya kita membiarkan mereka sendiri, tetapi kita masuk ke dalam kehidupan mereka dan berbicara tentang bagian kehidupan mereka yang tidak sejalan dengan Injil. Kita membantu mereka memikul beban mereka. Dan ini tidak mudah. Ini menuntut kita untuk tidak menyenangkan diri kita sendiri. Jadi, kita dengan sengaja membuat diri kita tidak nyaman dan membuat ruang dalam hidup kita untuk seseorang yang kita anggap benar-benar salah. Dan kita memberi tahu mereka bahwa mereka salah. Tetapi kita melakukannya dengan sedemikian rupa sehingga kitalah yang melepaskan kebebasan kita.

Dengan kata lain, kita berkata kepada mereka, “Menurut aku, kamu salah. Tetapi kamu adalah saudaraku di dalam Kristus. Jadi, aku akan mengubah cara hidupku sehingga aku dapat menyambut kamu ke dalam hidupku. Setiap kali aku ada di sekitarmu, aku akan melepaskan kebebasanku yang mungkin menghancurkan kamu. Aku akan bersabar denganmu. Tetapi kita akan membicarakannya. Aku akan mencoba untuk memahami kamu. Tetapi aku juga ingin menunjukkan kepada kamu bahwa kamu tidak sejalan dengan Injil. Aku akan mengkritik kamu, tetapi aku bersedia melepaskan kebebasanku untuk kamu.” Dapatkah anda melihat apa yang terjadi? Budaya kita memberitahu kita untuk melakukan yang sebaliknya. Budaya kita memberitahu kita, “Jangan mencoba untuk mengubah siapa pun tetapi juga jangan biarkan orang lain mengubahmu.” Injil memberitahu kita, “Beritahu orang lain di mana kesalahan mereka dan biarkan mereka mengubah cara hidupmu.”

Pikirkan seperti ini. Ketika anda memiliki bayi di rumah anda, segala sesuatu tentang rumah anda berubah. Mungkin anda dulu sering meninggalkan banyak benda tajam di sekitar rumah. Namun tidak lagi. Anda menyingkirkan apa pun yang dapat membahayakan bayi anda. Anda menutupi soket listrik. Anda membuat banyak penghalang di sekitar rumah saat bayi anda belajar merangkak dan berjalan. Anda menyusahkan diri anda sendiri karena kasih. Dan saat anak anda bertumbuh dewasa, anda mengurangi batasan tersebut. Anda terus menyesuaikan diri anda untuk membantu anak anda. Katakanlah anak anda takut tidur dalam kegelapan. Dan para papa, saat anda mencium anak anda dan mematikan lampu, anak anda berkata, “Papi, jangan matikan lampu. Aku tidak bisa tidur. Aku takut. Mungkin ada monster yang bersembunyi di dalam lemari.” Dan tentu saja para papa, anda lebih tahu. Anda tahu bahwa tidak ada monster di kamar itu. Anda yakin anda benar. Jadi apa yang anda akan lakukan? Seorang papa yang bijaksana tidak akan berkata, “Jangan jadi pengecut. Tidak ada yang namanya monster. Papi akan mematikan lampu. Sudah tidur.” Tidak. Papa yang bijaksana akan berkata, “Oh ya? Ada monster di dalam lemari? Coba papi periksa buat kamu.” Jadi, anda membuka lemari, memeriksa setiap sudut ruangan, melihat ke bawah tempat tidur, dan berkata, “Papi tidak melihat ada monster di dalam kamar. Monster itu pasti sudah keluar dari kamar ini. Jangan takut, Papi akan mengatasi monster itu. Papi akan memastikan bahwa dia tidak mendekati kamar ini sehingga kamu bisa tidur nyenyak. Dan jika monster itu terlalu kuat untuk papi, ingat, kita punya mami. Kamu tahu kan bahwa mami lebih kuat dari monster mana pun?” Atau mungkin mami adalah monsternya.

Inilah artinya bagi yang kuat untuk menanggung kelemahan mereka yang tidak kuat. Kita tidak mengubah keyakinan kita, tetapi kita melepaskan kebebasan kita agar kita dapat membantu yang lemah untuk bertumbuh di dalam Injil. Dan perhatikan. Ini bukan tindakan menyenangkan manusia. Allah membenci tindakan menyenangkan manusia. Tetapi ini adalah tindakan mengasihi saudara-saudari kita di dalam Kristus untuk membangun mereka di dalam Injil. Dan perhatikan saya dengan jelas. Kita tidak melakukan ini dengan mengorbankan apa yang esensiil bagi Injil. Ini sangat penting. Banyak orang Kristen yang terbalik. Mereka tidak memiliki masalah ketika orang mengkhotbahkan Injil yang salah. Mereka berkata yang penting jemaat diberkati dan khotbahnya lucu dan bagus. Bahkan, mereka menyebut kita sombong rohani dan merasa diri paling benar karena kita menunjukkan Injil yang salah. Tetapi mereka sangat ketat tentang hal-hal yang tidak esensiil. Ini terbalik. Dalam apa yang esensiil bagi Injil, kita tidak tergoyahkan. Tetapi dalam hal-hal yang tidak esensiil, kita menunjukkan banyak kasih dalam keyakinan kita. Dapatkah anda melihat betapa sulitnya hal ini? Tetapi puji Tuhan Paulus tidak berhenti di sini. Dia kemudian memberi kita alasan mengapa kita bisa melakukannya.

Alasan

Roma 15:3-7 – Karena Kristus juga tidak mencari kesenangan-Nya sendiri, tetapi seperti ada tertulis: “Kata-kata cercaan mereka, yang mencerca Engkau, telah mengenai aku.” Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci. Semoga Allah, yang adalah sumber ketekunan dan penghiburan, mengaruniakan kerukunan kepada kamu, sesuai dengan kehendak Kristus Yesus, sehingga dengan satu hati dan satu suara kamu memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus. Sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah.

Alasan mengapa kita dapat melepaskan hak kebebasan kita dan menanggung beban yang lemah adalah karena itulah yang dilakukan Kristus terhadap kita. Pikirkan tentang itu. Yesus adalah orang terkuat yang pernah ada. Dia adalah orang dengan hak kebebasan terbesar. Tetapi Yesus tidak menyenangkan dirinya sendiri. Sebaliknya, dia menjadi yang terlemah di antara kita. Dia melepaskan kebebasannya, datang kepada kita dan melayani kita. Pada malam sebelum penyaliban, dia berdoa kepada Allah Bapa, “Bapa, aku tahu Engkau sanggup melakukan apapun. Ambil cawan ini daripadaku.” Yesus tahu bahwa dia memiliki kebebasan untuk lepas dari salib. Dia tidak pantas menerima salib. Dia adalah satu-satunya orang yang dapat mengatakan bahwa dia menjalani kehidupan yang sempurna tanpa cela di hadapan Allah. Dia tidak pantas mendapatkan hukuman Allah atas dosa. Tetapi kemudian dia melanjutkan, “Namun, bukan kehendakku yang terjadi melainkan kehendakmu.” Dia menyerahkan kebebasannya kepada Allah Bapa. Mengapa? Untuk menanggung kelemahan kita. Yesus adalah satu-satunya yang kuat. Kita adalah mereka yang lemah. Tetapi Yesus datang kepada kita dan memikul beban dosa kita. Dan di kayu salib, Yesus memberikan kita penilaian negatif yang paling buruk. Salib memberitahu kita bahwa kita sangat salah sehingga Yesus harus mati untuk kita. Dosa kita begitu buruk sehingga orang terkuat harus menyerahkan kebebasannya bagi kita. Tetapi salib juga memberi tahu kita bahwa kita sangat dikasihi sehingga Yesus rela melakukannya. Apakah anda melihat apa yang terjadi? Yesus sangat tidak setuju dengan kita, dan pada saat yang sama dia membuat ruang bagi kita. Dan karenanya, kita bisa menerima Injil. Kita diadopsi ke dalam keluarga Allah.

Dan inilah mengapa kekristenan itu radikal. Setiap agama lain memberi tahu kita bahwa kita adalah orang benar atau orang berdosa. Tetapi Kekristenan memberi tahu kita bahwa kita adalah dua-duanya; kita adalah orang berdosa yang dibenarkan oleh kasih karunia semata-mata. Dan jika kita memahami hal ini, maka tidak ada alasan bagi kita untuk memperjuangkan kebebasan kita dan merasa lebih hebat. Kita memahami bahwa satu-satunya alasan kita diselamatkan adalah karena Yesus membuka dirinya kepada kita ketika kita salah. Jika ini benar, ini mengubah cara kita memperlakukan orang yang kita yakin salah. Kita dapat melepaskan kebebasan kita demi membantu mereka bertumbuh di dalam Injil. Karena Kristus telah menerima kita, sekarang kita dapat menerima orang lain. Dan ketika kita melakukan ini, kita memuliakan Allah. Kita memuliakan Allah dengan menunjukkan bahwa keindahan dan kebesaran Allah dalam Kristus jauh lebih mulia daripada kebebasan kita. Kita menunjukkan bahwa Kristus adalah satu-satunya yang penting. Kita hidup di dunia di mana setiap orang berjuang untuk kebebasan dan hak pribadi mereka. Tetapi umat Kristus berbeda. Umat Kristus dapat tidak setuju satu sama lain dan tetap saling mengasihi. Kita tidak perlu berjuang untuk kebebasan kita dengan mengorbankan saudara-saudari kita di dalam Kristus. Kita tidak akan bersependapat dalam segala hal, tetapi itu tidak menghentikan kita untuk tumbuh bersama. Karena Kristuslah yang menyatukan kita. Dan semakin kita setuju dengan Kristus dan tentang Kristus, semakin kita dapat hidup selaras satu sama lain. Mari kita berdoa.

Discussion questions:

  1. Give some examples of non-essential matters that divided the church. Why do you think these matters are important?
  2. In the examples you give above, which group is the strong Christians and which group is the weak Christians? Why?
  3. Romans 14:23 – But whoever has doubts is condemned if he eats, because the eating is not from faith. For whatever does not proceed from faith is sin. Explain the role of conscience in making decision.
  4. Think of examples of how the strong can bear with the failings of the weak. Why is it very hard to do?
  5. How does the gospel empower us to have receptive freedom?
  6. Why we must be unmoving in what is essential to the gospel?
No Comments

Sorry, the comment form is closed at this time.