Menghadapi badai kehidupan

Kisah Para Rasul 27:13-38

Kisah Para Rasul 27:21-26 – Dan karena mereka beberapa lamanya tidak makan, berdirilah Paulus di tengah-tengah mereka dan berkata: “Saudara-saudara, jika sekiranya nasihatku dituruti, supaya kita jangan berlayar dari Kreta, kita pasti terpelihara dari kesukaran dan kerugian ini! Tetapi sekarang, juga dalam kesukaran ini, aku menasihatkan kamu, supaya kamu tetap bertabah hati, sebab tidak seorangpun di antara kamu yang akan binasa, kecuali kapal ini. Karena tadi malam seorang malaikat dari Allah, yaitu dari Allah yang aku sembah sebagai milik-Nya, berdiri di sisiku, dan ia berkata: Jangan takut, Paulus! Engkau harus menghadap Kaisar; dan sesungguhnya oleh karunia Allah, maka semua orang yang ada bersama-sama dengan engkau di kapal ini akan selamat karena engkau. Sebab itu tabahkanlah hatimu, saudara-saudara! Karena aku percaya kepada Allah, bahwa semuanya pasti terjadi sama seperti yang dinyatakan kepadaku. Namun kita harus mendamparkan kapal ini di salah satu pulau.”

Jika ada tahun badai universal, itu adalah tahun 2020. Tetapi bagi saya pribadi, tahun badai terjadi di tahun 2009. Saya baru saja lulus dari sekolah Alkitab setelah menghabiskan lima tahun di Dallas mempersiapkan hidup saya untuk menjadi pendeta. Saya kembali ke Sydney, siap untuk mengubah dunia bagi Yesus, dan dua minggu kemudian, badai besar melanda hidup saya. Saya lupa tanggal pastinya, tapi saya ingat itu adalah hari Senin, di bulan Juni. Saya sangat fit saat itu. Pagi itu, saya lari pagi di sekitar kompleks rumah saya. Kemudian saya mandi dan pergi ke dokter untuk pemeriksaan darah tahunan. Semuanya tampak baik-baik saja. Setelah dari dokter, saya melakukan aktivitas sehari-hari. Kemudian sekitar jam 8 malam, telepon rumah saya berdering. Saya hampir tidak pernah menjawab telepon di rumah. Tapi malam itu, entah mengapa saya yang mengangkat telepon. Jadi, saya mengangkat telepon dan ternyata itu adalah dokter saya. Dan saya berpikir, “Ini aneh. Mengapa dokter saya menelepon di jam seperti ini?” Dia bertanya apakah dia bisa berbicara dengan papi atau mami saya. Saya menjawab bahwa mereka sedang tidak ada di rumah dan dia dapat meninggalkan pesan untuk mereka melalui saya. Tapi dia menolak. Dia memilih untuk berbicara dengan mereka secara langsung. Saya seharusnya sudah menyadari bahwa ada sesuatu yang salah, tetapi saya tidak berpikir panjang saat itu. Saya menutup telepon dan kembali ke kamar saya untuk main game. Kira-kira satu jam kemudian, papi mami saya pulang, dan mereka memanggil saya turun ke ruang tamu. Mereka menyuruh saya duduk karena mereka ingin berbicara dengan saya. Dan saudara harus mengerti, saya sangat khawatir saat itu. Karena hal itu biasanya hanya terjadi ketika saya melakukan sesuatu kesalahan yang besar dan papi mami saya mengetahuinya dan saya akan dihukum. Lalu papi memberitahu saya. Dokter kami menelepon mereka untuk memberi tahu bahwa saya telah didiagnosis menderita leukemia dan saya harus segera dibawa ke rumah sakit malam itu juga. Pada bulan Juni 2009, saya dilanda badai terbesar dalam kehidupan saya sampai hari ini.

Salah satu pertanyaan yang harus kita hadapi saat kita mengikut Yesus adalah pertanyaan tentang badai kehidupan. Izinkan saya membuat pengakuan. Ada banyak hal di dalam Alkitab yang membuat saya bingung. Dan salah satu pertanyaan yang sering membingungkan saya adalah pertanyaan tentang rasa sakit dan penderitaan, atau yang saya simpulkan sebagai badai kehidupan. Mengapa Allah membiarkan umat Kristus mengalami rasa sakit dan penderitaan? Jika Allah mengasihi kita, mengapa hidup ini penuh dengan tantangan? Jika Allah itu berkuasa, mengapa dia membiarkan kita menderita? Mengapa orang tua kita bercerai? Mengapa keluarga kita meninggal karena virus corona? Mengapa saudara perempuan kita diperkosa? Mengapa kita kehilangan pekerjaan? Mengapa mengikuti Yesus begitu sukar? Ini adalah pertanyaan yang akan dibahas oleh teks kita hari ini. Dan hal ini sangat penting untuk kita mengerti. Saat kita mengikuti Yesus, kita tidak bebas dari badai kehidupan. Umat ​​Kristus akan menghadapi badai kehidupan. Dan itu juga berlaku untuk gereja kita. Di dalam masa transisi gereja kita untuk menjadi gospel-centred church, kita akan menghadapi banyak badai. Maka dari itu, sangatlah penting bagi kita untuk mengerti Injil dengan benar.

Di sinilah Injil kemakmuran sangat salah. Jika anda tidak tahu apa itu Injil kemakmuran, ini adalah pengajaran populer yang berkata bahwa jika anda mengikuti Kristus, maka Allah akan memberkati anda dengan kesehatan dan kekayaan. Mereka berkata bahwa bukanlah kehendak Allah bagi umat Kristus untuk mengalami sakit dan penderitaan. Namun hari ini, banyak orang Kristen yang sudah menyadari kesalahan dari teologi ini. Apalagi dengan terjadinya Covid19 yang berdampak kepada semua orang. Injil kemakmuran sangat tidak realistis dan tidak konsisten dengan ajaran Alkitab dan kehidupan yang kita alami. Tetapi apa yang umum di antara orang Kristen saat ini bukanlah Injil kemakmuran tetapi Injil kemakmuran yang halus. Atau kita bisa menyebutnya sebagai Injil Disney. Mereka percaya bahwa umat Kristus akan melalui badai tetapi pada akhirnya tujuan dari setiap badai adalah agar Allah memberkati anda dengan berkat materi yang lebih di dunia ini. Mereka mengatakan bahwa anda mungkin mengalami rasa sakit sekarang tetapi tunggu sebentar lagi. Karena jika anda tetap bertahan, Allah akan memulihkan kehidupan anda dan memberkati anda dengan berkat ganda dalam kehidupan ini.

Supaya adil, ada bagian dimana mereka benar. Adalah keinginan Allah untuk memberkati kita. Allah ingin memberkati kita lebih dari kita menginginkan berkatnya. Injil Yohanes berkata bahwa Allah adalah sumber air kehidupan yang akan memuaskan dahaga kita. Kita harus minum darinya dan menerima berkat dan kepuasan darinya. Dan yang menakjubkan tentang air hidup ini adalah dialah yang mengejar kita. Kitalah yang memiliki kehausan, tetapi kita terus menerus minum dari sumber air yang salah. Namun dia mengejar kita dan menawarkan kita untuk minum darinya. Dia ingin memberkati kita bahkan ketika kita tidak mencari dia. Jadi, puji Tuhan atas kemurahan hatinya dan keinginannya untuk memberkati kita. Tapi di sinilah Injil kemakmuran sangat salah. Mereka berkata bahwa berkat Allah yang utama adalah kesehatan dan kekayaan, sementara Alkitab mengatakan kepada kita bahwa berkat terutama yang Allah dapat berikan kepada kita adalah pemberian dirinya sendiri. Allah adalah berkat terbesar dari Injil. Dialah air hidup yang memuaskan dahaga kita. Dialah roti kehidupan yang memuaskan rasa lapar kita. Dialah lagu yang kita nyanyikan. Dialah sukacita yang memenuhi hati kita. Dialah alasan kita hidup. Kristus adalah. Titik. Bukan kesehatan, bukan kekayaan, bukan keluarga, bukan kesuksesan, bukan kekuasaan, bukan uang. Kristus adalah harta utama kita. Injil bukanlah jika kita percaya Yesus maka kita akan mendapatkan semua yang kita inginkan; Injil adalah jika kita percaya Yesus, kita mendapatkan Yesus. Hanya ketika kita mengerti Injil dengan benar kita dapat menghadapi segala badai kehidupan.

Izinkan saya memberi anda konteks dari bacaan kita terlebih dahulu. Saat ini, Paulus telah melalui banyak pengadilan karena imannya. Dan di setiap pengadilan, Paulus terbukti tidak bersalah. Paulus bisa saja dibebaskan jika dia tidak meminta naik banding kepada Kaisar. Karena itu, Paulus harus dibawa ke Roma. Kemudian seorang perwira Romawi bernama Yulius ditugaskan untuk membawa Paulus dan tahanan lainnya ke Roma. Namun tidak ada rute langsung dari Kaisarea ke Italia. Mereka harus melakukan perjalanan dalam beberapa tahap dan menggunakan beberapa kapal yang berbeda. Dan Paulus menasihati Yulius bahwa mereka harus berhenti di Pelabuhan Indah dan menunggu beberapa bulan sebelum melanjutkan perjalanan karena saat itu bukanlah musim yang aman bagi mereka untuk berlayar. Tetapi Yulius lebih mendengarkan nasihat para pelaut dan mengabaikan saran Paulus. Dan karena itu, mereka menghadapi badai besar yang mengancam hidup mereka. Dan rupanya, Lukas berada ada bersama dengan Paulus di perjalanan ini. Kita tahu hal ini karena pengunaan kata “kita” di dalam cerita dan juga karena deskripsi perjalanan yang sangat akurat, tepat dan jelas.

Ini menarik. Mengapa Lukas memberikan penjelasan yang begitu panjang dan rinci tentang perjalanan ini? Menurut saya, Lukas sedang mengajarkan kita tentang badai kehidupan. Lukas menyaksikan bagaimana Paulus menghadapi badai kehidupan. Dan melihat bagaimana Paulus menghadapi badai mengajarkan kepada kita tentang bagaimana kita dapat menghadapi semua badai, semua penderitaan, semua masalah, ketika mereka datang ke dalam hidup kita. Tidak seorang pun dari kita bebas dari badai. Setiap orang yang mengikuti Yesus pasti menghadapi badai kehidupan. Anda hanya punya tiga pilihan: anda baru saja melewati badai, anda sedang berada di dalam badai, atau anda akan mengalami badai. Dan yang unik dari badai ini adalah tidak ada campur tangan supranatural Allah yang menghentikan badai tersebut. Tidak ada Yesus di perahu yang berteriak, “Diam”, dan semua badai langsung berhenti dalam sekejap. Dalam badai ini, tidak ada mujizat. Tapi inilah yang kita ketahui: Allah menepati perkataannya. Apa yang Allah telah janjikan, dia akan genapi.

Saya membagi cerita ini menjadi empat bagian. Badai; Paradoks; Tujuan; Kehadiran.

Badai

Kisah Para Rasul 27:13-20 – Pada waktu itu angin sepoi-sepoi bertiup dari selatan. Mereka menyangka, bahwa maksud mereka sudah tentu akan tercapai. Mereka membongkar sauh, lalu berlayar dekat sekali menyusur pantai Kreta. Tetapi tidak berapa lama kemudian turunlah dari arah pulau itu angin badai, yang disebut angin “Timur Laut”. Kapal itu dilandanya dan tidak tahan menghadapi angin haluan. Karena itu kami menyerah saja dan membiarkan kapal kami terombang-ambing. Kemudian kami hanyut sampai ke pantai sebuah pulau kecil bernama Kauda, dan di situ dengan susah payah kami dapat menguasai sekoci kapal itu. Dan setelah sekoci itu dinaikkan ke atas kapal, mereka memasang alat-alat penolong dengan meliliti kapal itu dengan tali. Dan karena takut terdampar di beting Sirtis, mereka menurunkan layar dan membiarkan kapal itu terapung-apung saja. Karena kami sangat hebat diombang-ambingkan angin badai, maka pada keesokan harinya mereka mulai membuang muatan kapal ke laut. Dan pada hari yang ketiga mereka membuang alat-alat kapal dengan tangan mereka sendiri. Setelah beberapa hari lamanya baik matahari maupun bintang-bintang tidak kelihatan, dan angin badai yang dahsyat terus-menerus mengancam kami, akhirnya putuslah segala harapan kami untuk dapat menyelamatkan diri kami.

Saat mereka mulai berlayar, semuanya terlihat baik-baik saja. Tidak ada tanda-tanda badai. Perjalanan dimulai dengan angin sepoi-sepoi yang bertiup dari selatan. Tapi tidak lama kemudian, angin sepoi-sepoi berubah menjadi badai yang mengerikan. Dan dalam sekejap, kapal terombang-ambing oleh badai. Orang-orang di kapal melakukan segala sesuatu yang dapat mereka pikirkan untuk menyelamatkan diri mereka dan kapal. Saya tidak akan menjelaskan setiap detail yang mereka lakukan karena saya bukan seorang pelaut. Saya tidak memahami teknis di balik setiap hal yang mereka lakukan. Tetapi inti dari deskripsi yang rinci ini adalah untuk menunjukkan betapa parahnya badai tersebut. Lukas tidak ingin kita melewatkannya. Kisah Para Rasul 27:20 – Setelah beberapa hari lamanya baik matahari maupun bintang-bintang tidak kelihatan, dan angin badai yang dahsyat terus-menerus mengancam kami, akhirnya putuslah segala harapan kami untuk dapat menyelamatkan diri kami. Ini adalah situasi tanpa harapan. Tidak ada lagi yang dapat mereka lakukan. Mereka berada di ujung akhir kekuatan diri mereka sendiri.

Apa yang bisa kita pelajari dari sini? Kita belajar bahwa badai kehidupan dapat datang kapan saja, di mana saja, dan tanpa undangan. Saya berharap ketika badai kehidupan akan datang, mereka akan menelepon saya terlebih dahulu supaya saya bisa mempersiapakn diri. Tapi mereka tidak pernah melakukan itu. Yang diperlukan hanyalah satu deringan telepon untuk mengubah angin sepoi-sepoi menjadi badai. Di satu saat, semuanya tampak baik-baik saja. Langit biru, dan matahari bersinar cerah. Di saat berikutnya, hidup kita terombang-ambing. Langit gelap, dan matahari tidak terlihat sama sekali. Tahun 2020 mengajarkan kepada kita bahwa badai tidak membutuhkan undangan. Covid19 terjadi begitu saja dan sampai hari ini kita masih belum pulih dari efeknya. Inilah sesuatu yang harus kita pahami tentang kehidupan Kekristenan. Allah tidak pernah menjanjikan perjalanan yang mulus dalam hidup. Dua tahun sebelum badai terjadi di dalam cerita ini, Allah telah memberi tahu Paulus bahwa dia akan pergi ke Roma dan berdiri di hadapan Kaisar untuk bersaksi tentang Kristus. Jadi, Paulus tahu bahwa pada akhirnya dia akan sampai ke Roma. Tetapi yang tidak diketahui oleh Paulus adalah bagaimana dia akan sampai ke Roma. Dalam hidup, kita seringkali hanya peduli pada tujuan. Kita hanya peduli untuk sampai ke Roma. Tapi Allah jauh lebih tertarik pada bagaimana kita bisa sampai ke Roma. Saya katakan seperti ini. Kita lebih tertarik untuk sampai ke tujuan sedangkan Allah jauh lebih tertarik dengan perjalanan menuju tujuan.

Tapi inilah pertanyaan yang harus kita hadapi. Mengapa badai? Maksud saya, kita bisa mengerti ketika badai datang kepada Yunus. Suatu hari, Allah berkata kepada Yunus untuk pergi ke Niniwe dan berkhotbah ke kota itu. Tapi Yunus tidak menaati Allah dan malah pergi naik kapal ke Tarsis. Dan karena itu, Allah mengirimkan badai besar yang mengancam untuk menghancurkan kapal dan membunuh semua orang di kapal. Kita bisa mengerti badai ini. Allah mengirimkan badai untuk mendisiplin Yunus yang sedang tidak taat. Tapi bagaimana dengan badai untuk Paulus? Paulus tidak melakukan kesalahan apa pun. Paulus hidup dalam ketaatan pada firman Allah. Paulus berjalan di dalam kehendak Allah. Tapi mengapa Allah membiarkan badai yang besar mengancam perjalanannya untuk memenuhi kehendak Allah? Dan inilah pertanyaan yang cepat atau lambat akan kita temui dalam perjalanan kita dengan Kristus. Dan ini juga yang menjadi pertanyaan bagi banyak orang. Pertanyaannya biasanya seperti ini. “Jika Tuhan itu mahabaik dan mahakuasa, mengapa dia mengijinkan kejahatan dan penderitaan?” Dua jawaban logis. Entah Tuhan itu mahakuasa tetapi dia tidak mahakasih ATAU Tuhan itu mahakasih tetapi tidak mahakuasa. Jika Tuhan itu mahakuasa, maka dia mampu menyingkirkan kejahatan dan penderitaan dalam satu detak jantung. Tetapi karena kejahatan dan penderitaan masih ada, itu berarti Tuhan tidak mahakasih untuk melakukannya. ATAU. Tuhan itu mahakasih tetapi dia tidak mahakuasa untuk menghapus kejahatan dan penderitaan. Anda akan mendengar argumen ini banyak digunakan untuk menentang Kekristenan. Karena Kekristenan percaya pada Allah yang mahakuasa dan mahakasih. Dia bukan salah satu. Dia mahakuasa dan mahakasih pada saat yang bersamaan. Jadi bagaimana kita menjawab masalah kejahatan dan penderitaan?

Izinkan saya menunjukkan satu kelemahan fatal dalam menangani pertanyaan tentang badai kehidupan. Ada satu asumsi di dalam alur pemikiran ini yang sangat cacat. Inilah asumsi yang salah: Karena kita tidak bisa melihat tujuan dari badai kehidupan, karena kita tidak bisa menemukan alasan yang baik di balik badai, maka itu berarti bahwa tidak ada tujuan yang baik dari badai. Apakah anda menyadari betapa bodohnya pemikiran ini? Saya berikan sebuah contoh. Berapa banyak dari saudara pernah patah hati? Ketika saya berusia 18 tahun, saya patah hati karena mantan pacar saya memutuskan saya. Sudah jelas sekali bahwa dia yang salah, tetapi malah dia yang memutuskan saya. Dan saya sangat terpukul. Itu adalah pacaran publik pertama dalam hidup saya. Pacaran sebelumnya adalah pacaran di belakang layar. Saya benar-benar berpikir bahwa saya akan menikahi dia. Dan saya tidak dapat melihat alasan yang baik mengapa saya harus diputusin. Tetapi hari ini, jika saya melihat mundur ke belakang, saya sangat bersyukur bahwa saya tidak menikahi dia. Mungkin dia adalah pilihan terburuk yang bisa saya nikahi. Namun, pada saat kejadian, saya yakin bahwa dialah pilihan terbaik untuk saya. Tetapi inilah yang diajarkan penambahan usia kepada kita. Semakin kita bertambah usia, semakin kita bersyukur bahwa kita tidak mendapatkan segala sesuatu yang kita benar-benar inginkan sebelumnya. Apakah saya benar? Contoh. Pasangan yang sudah menikah, angkat tangan anda jika anda bersyukur anda tidak menikahi mantan pacar anda. Dan jika anda sudah menikah dan tangan anda tidak terangkat, mari saya beri tahu, anda pasti akan menghadapi badai yang besar dalam perjalanan pulang dari gereja. Anda bisa lihat apa yang terjadi? Hanya karena kita tidak dapat menemukan alasan yang baik, bukan berarti tidak ada alasan yang baik. Penambahan usia mengajarkan hal ini kepada kita. Dan jika hal ini benar tentang kesenjangan intelektual antara kita hari ini dan kita 15 tahun yang lalu, betapa jauh lebih benar hal ini tentang Allah? Kesenjangan intelektual antara kita dan Allah adalah tidak terbatas. Bagaimana mungkin kita bisa berasumsi bahwa tidak ada alasan yang baik di balik badai kehidupan yang Allah ijinkan?

Paradoks

Kisah Para Rasul 27:21-32 – Dan karena mereka beberapa lamanya tidak makan, berdirilah Paulus di tengah-tengah mereka dan berkata: “Saudara-saudara, jika sekiranya nasihatku dituruti, supaya kita jangan berlayar dari Kreta, kita pasti terpelihara dari kesukaran dan kerugian ini! Tetapi sekarang, juga dalam kesukaran ini, aku menasihatkan kamu, supaya kamu tetap bertabah hati, sebab tidak seorangpun di antara kamu yang akan binasa, kecuali kapal ini. Karena tadi malam seorang malaikat dari Allah, yaitu dari Allah yang aku sembah sebagai milik-Nya, berdiri di sisiku, dan ia berkata: Jangan takut, Paulus! Engkau harus menghadap Kaisar; dan sesungguhnya oleh karunia Allah, maka semua orang yang ada bersama-sama dengan engkau di kapal ini akan selamat karena engkau. Sebab itu tabahkanlah hatimu, saudara-saudara! Karena aku percaya kepada Allah, bahwa semuanya pasti terjadi sama seperti yang dinyatakan kepadaku. Namun kita harus mendamparkan kapal ini di salah satu pulau.” Malam yang keempat belas sudah tiba dan kami masih tetap terombang-ambing di laut Adria. Tetapi kira-kira tengah malam anak-anak kapal merasa, bahwa mereka telah dekat daratan. Lalu mereka mengulurkan batu duga, dan ternyata air di situ dua puluh depa dalamnya. Setelah maju sedikit mereka menduga lagi dan ternyata lima belas depa. Dan karena takut, bahwa kami akan terkandas di salah satu batu karang, mereka membuang empat sauh di buritan, dan kami sangat berharap mudah-mudahan hari lekas siang. Akan tetapi anak-anak kapal berusaha untuk melarikan diri dari kapal. Mereka menurunkan sekoci, dan berbuat seolah-olah mereka hendak melabuhkan beberapa sauh di haluan. Karena itu Paulus berkata kepada perwira dan prajurit-prajuritnya: “Jika mereka tidak tinggal di kapal, kamu tidak mungkin selamat.” Lalu prajurit-prajurit itu memotong tali sekoci dan membiarkannya hanyut.

Jadi, bagaimana kita bisa menghadapi badai kehidupan? Ada dua kebenaran yang harus kita pegang secara bersamaan. Pertama, percaya pada pemeliharaan Allah. Lihat apa yang Paulus lakukan. Dia memulai dengan berkata kepada mereka, “Tuh kan, sudah aku bilangin.” Jika saja mereka mendengarkan Paulus sejak awal, semua ini tidak akan terjadi. Tetapi karena sekarang mereka sudah berada dalam kesulitan, Paulus memberitahu mereka untuk bertabah hati. Dia berkata bahwa seorang malaikat Allah datang kepadanya dan mengatakan bahwa tidak akan ada seorangpun yang akan mati dalam perjalanan itu. Hanya kapal mereka saja yang akan hancur. Dan malaikat itu menegaskan apa yang Allah telah katakan kepada Paulus sebelumnya bahwa dia akan berdiri di hadapan Kaisar. Inilah alasan mengapa Paulus tetap tenang. Paulus yakin pada perkataan Allah bahwa dia akan sampai ke Roma dan berdiri di hadapan Kaisar. Allah tidak akan gagal. Adalah kepercayaan pada rencana Allah atas hidup kita yang akan menopang kita di tengah badai kehidupan. Sampai rencana Allah untuk kita tercapai, kita tidak akan terkalahkan. Jika pekerjaan kita di bumi belum selesai, tidak ada yang bisa membunuh kita. Tetapi jika pekerjaan kita di bumi sudah selesai, mengapa kita ingin tinggal di sini lebih lama? Paulus memiliki kepercayaan mutlak pada pemeliharaan Allah. Tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Ini kebenaran pertama.

Kedua, peluk tanggung jawab. Hanya karena Paulus memiliki kepercayaan mutlak kepada pemeliharaan Allah, bukan berarti dia diam dan menganggur. Dia tidak mengatakan, “Kalian bebas melakukan apapun yang kalian mau. Kalian bisa snorkeling dan mancing jika kalian mau. Aku hanya akan berdoa. Dan jangan khawatir, kita pasti akan sampai ke Roma.” Paulus tidak melakukan itu. Tapi, dia mengambil tanggung jawab. Ketika beberapa pelaut mencoba melarikan diri dari kapal, Paulus tidak tinggal diam. Dia tidak berkata, “Tidak masalah jika pelaut melarikan diri atau tidak. Allah sudah berjanji bahwa aku akan sampai ke Roma jadi aku pasti akan sampai apapun yang terjadi.” Tapi Paulus berkata kepada Yulius, “Jika kamu membiarkan pelaut-pelaut tersebut melarikan diri, maka kita semua akan mati.” Tunggu dulu. Bukankah Allah telah berjanji bahwa mereka akan sampai ke Roma tanpa kematian? Iya. Tapi janji Allah mengandaikan bahwa mereka akan tetap bersama. Dengan kata lain, dapatkan ini. Mempercayai pemeliharaan Allah bukanlah kepercayaan yang pasif tetapi kepercayaan yang aktif. Janji Allah tidak menghilangkan tanggung jawab manusia. Allah selalu menepati janjinya. Ketika Allah menjanjikan sesuatu, kita tidak boleh meragukannya tidak peduli betapa sulit kelihatannya. Tetapi bukan berarti kita bebas dari tanggung jawab.

Inilah mengapa ini penting. Anda dan saya suka memilih salah satu dari dua kebenaran ini. Jika Allah memegang kendali mutlak, jika masa depan sudah tetap, maka pilihan kita tidak penting. Apapun yang kita lakukan, rencana Allah akan tetap terjadi. Di sisi lain, jika pilihan kita penting, itu berarti masa depan terbuka, dan kita memiliki kuasa untuk membentuk masa depan kita dengan pilihan kita. Kita suka berpikir kebenarannya adalah salah satu. Entah Allah berdaulat, atau kita bertanggung jawab. Tetapi Alkitab mengatakan bahwa kebenarannya bukanlah salah satu namun keduanya. Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa Allah memegang kendali mutlak dan pilihan kita sangat berarti. Dan saya tahu apa yang anda pikirkan saat ini. “Yos, ini tidak masuk akal. Aku tidak bisa menggabungkan keduanya.” Dan saya tidak menyalahkan anda. Adalah salah satu misteri Alkitab bagaimana kedua kebenaran ini bekerja sama secara harmonis. Dan ini bukan seolah-olah Allah memegang kendali atas 50% dan kita bertanggung jawab atas 50% lainnya. Ini bukan 80/20, 70/30 dll. Ini adalah 100/100. Allah memegang kendali 100% dan kita bertanggung jawab 100% atas apa yang kita lakukan.

Biarkan saya mundur ke awal 2018. Di akhir bulan Januari 2018, ketika saya akhirnya benar-benar menyadari bahwa Ps Ferdinand telah berangkat ke Melbourne, kecemasan melanda hati saya. Suatu pagi saya bangun dan saya merasakan beban yang sangat berat di bahu saya. Saya pikir itu hanya serangan panik sesaat dan akan hilang dengan sendirinya. Tapi ternyata tidak. Yang terjadi malah kepanikan itu menjadi lebih parah. Saya percaya bahwa Allah memanggil gereja kita untuk menjadi gereja internasional. Allah ingin menggunakan gereja ini bukan hanya untuk menjangkau orang-orang Indonesia di kota ini tapi juga bangsa-bangsa. Saya percaya hal itu dengan sepenuh hati. Inilah permasalahannya. Saya tidak yakin saya memiliki apa yang dibutuhkan untuk melakukannya. Saya berpikir bahwa saya tidak memiliki apa yang diperlukan untuk pergi ke mana Allah ingin saya pergi dan saya sangat takut. Dan bukan hanya itu, saya juga bertanggung jawab untuk memimpin banyak orang lain dalam perjalanan ini. Saya sangat takut sampai-sampai saya berpikir bahwa ini adalah sebuah kesalahan. Saya berlutut dan berkata kepada Allah, “Tuhan, aku tidak sanggup melakukannya. Aku tidak memiliki apa yang diperlukan untuk melakukan apa yang Engkau mau aku lakukan.” Tapi saat saya berdoa dan memohon kepada Allah, ada api yang membakar hati saya. Saya merasa Roh Kudus di dalam saya berkata, “Allah memegang kendali.” Saya memiliki perasaan bahwa dia berkata, “Sekarang kita bisa berdansa. Aku telah menunggu saat ini. Aku tahu kamu tidak bisa melakukannya, tetapi Aku bisa. Aku tahu kamu tidak tahu apa yang harus kamu perbuat tetapi itu tidak menjadi masalah. Ini adalah misiku dan bukan misimu. Aku akan memimpinmu dan tugasmu adalah mengikuti Aku. Jangan takut.” Malam itu saya menerima janji dan keyakinan dari Allah. Dan kami memulai RSI pada bulan Maret tahun 2018. Tapi itu bukan akhir dari cerita.

Jika saya hanya percaya pada pemeliharaan Allah, saya akan menjadi sangat pasif. Sikap saya akan, “Baiklah Tuhan, lakukan apa yang ingin kamu lakukan. Aku akan diam saja, mengambil popcorn dan menonton.” Maksud saya begini, siapa yang peduli apa yang saya lakukan? Masa depan sudah pasti. Allah sudah berjanji. Pertanyaannya, akankah ada RSI hari ini? Akankah gereja kita memulai transisi menuju ke arah Gospel-centred hari ini? Tentu saja tidak. Tetapi jika semuanya bergantung kepada keputusan saya semata-mata, bagaimana saya bisa bangun di pagi hari? Jika masa depan gereja ini adalah hasil dari pilihan saya semata-mata, saya akan sangat tertekan dan ketakutan. Jika anda tidak menjadi sangat panik ketika anda berpikir bahwa anda memiliki kendali penuh atas hidup anda dan Allah tidak memiliki kendali atas hidup anda, anda tidak berpikir dengan jernih. Mengapa? Karena itu berarti bahwa satu keputusan kecil yang salah bisa menghancurkan masa depan anda selamanya. Tetapi Alkitab mengajarkan kita tentang dua kebenaran, yaitu kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia. Paulus percaya penuh pada keduanya. Itu sebabnya dia tidak panik di tengah badai. Tetapi dia juga tidak pasif. Dia mengambil tanggung jawab. Dia membuat keputusan yang bijak. Tidak ada yang lebih praktis dalam hidup daripada mempercayai bahwa kita bertanggung jawab atas pilihan kita dan Allah memegang kendali mutlak pada saat yang bersamaan. Kita perlu memegang kedua kebenaran ini karena ini memberdayakan dan menghibur. Kebenaran ini memberdayakan karena ini mengajarkan kepada kita bahwa pilihan kita penting, dan kebenaran ini menghibur karena kita tahu bahwa kita tidak dapat menghancurkan rencana Allah atas hidup kita. Inilah paradoks kehidupan Kekristenan.

Tujuan

Kisah Para Rasul 27:33-38 – Ketika hari menjelang siang, Paulus mengajak semua orang untuk makan, katanya: “Sudah empat belas hari lamanya kamu menanti-nanti saja, menahan lapar dan tidak makan apa-apa. Karena itu aku menasihati kamu, supaya kamu makan dahulu. Hal itu perlu untuk keselamatanmu. Tidak seorangpun di antara kamu akan kehilangan sehelaipun dari rambut kepalanya.” Sesudah berkata demikian, ia mengambil roti, mengucap syukur kepada Allah di hadapan semua mereka, memecah-mecahkannya, lalu mulai makan. Maka kuatlah hati semua orang itu, dan merekapun makan juga. Jumlah kami semua yang di kapal itu dua ratus tujuh puluh enam jiwa. Setelah makan kenyang, mereka membuang muatan gandum ke laut untuk meringankan kapal itu.

Sekarang kita bisa melihat dengan jelas apa tujuan dari badai. Coba perhatikan. Semua pelaut dan penumpang di atas kapal sudah kehilangan harapan, termasuk Lukas. Tapi tidak dengan Paulus. Paulus percaya pada janji Allah dan dia juga mengambil tanggung jawab. Ketika setiap orang tidak memiliki nafsu makan, Paulus mendorong mereka untuk makan. Paulus memahami bahwa jika mereka ingin tetap hidup, mereka harus makan. Dia menggunakan akal sehat. Ada banyak orang yang berkata bahwa orang Kristen terlalu berpikiran surgawi sehingga mereka tidak berguna di dunia ini. Tapi kenyataannya justru sebaliknya. Justru mereka yang memiliki pikiran surgawilah yang berguna di dunia ini. Orang-orang yang memiliki pikiran duniawi tidak memiliki harapan ketika badai kehidupan datang. Hanya mereka yang memiliki pikiran surgawi yang memiliki harapan dan mampu membantu orang lain ketika badai kehidupan datang. Inilah kunci dari Kekristenan yang praktis. Paulus mampu membantu dan mendorong orang lain di tengah badai. Dan itulah mengapa Allah menempatkan Paulus di kapal yang menuju badai. Coba pikirkan sejenak. Tanpa keberadaan Paulus di atas kapal, tidak diragukan lagi bahwa semua orang di kapal itu akan binasa. Mereka akan tenggelam di laut. Tapi kehadiran Paulus di kapal tersebut mengubah segalanya. Apakah anda melihat apa yang terjadi? Badai yang kita alami bukanlah hanya tentang kita. Badai yang kita alami sering kali adalah untuk orang lain melihat Kristus di dalam kita. Orang-orang di sekitar kita tidak memperhatikan kita dalam angin sepoi-sepoi kehidupan. Tapi mereka memperhatikan kita ketika kita bertindak berbeda dari mereka dalam badai kehidupan. Bagaimana kita menghadapi badai kehidupan menarik perhatian orang-orang di sekitar kita dan itu membawa kemuliaan bagi Allah.

Paulus mengatakannya seperti ini. Roma 8:28 – Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Paulus tidak mengatakan bahwa semua hal yang buruk yang menimpa kita sebenarnya adalah hal yang baik. Paulus juga tidak mengatakan, “Kita hanya perlu melihat hal-hal yang buruk dari sudut pandang yang berbeda. Jika kita bisa melihatnya dari sudut pandang yang berbeda, maka hal yang buruk sebenarnya adalah hal yang baik.” Tidak, seribu kali tidak. Kejahatan adalah jahat. Buruk adalah buruk. Badai adalah badai. Adalah kesalahan untuk menyebut kejahatan sebagai kebaikan. Kejahatan bukanlah bagian dari tujuan awal Allah untuk kita. Jadi, apa maksud ayat ini? Artinya adalah bahwa ada Allah yang turut bekerja! Seringkali kita tidak melihatnya atau merasakannya, tetapi itu bukan berarti bahwa Allah tidak bekerja. 7 hari seminggu, 24 jam sehari, 3600 detik sejam, Allah selalu bekerja. Dan saya tahu apa yang ada di pikiran anda. Anda mengatakan, “Okay Yos, aku tahu bahwa Allah turut bekerja. Tapi aku tetap tidak bisa melihat tujuan yang baik di balik badai yang aku alami.” Jawabannya sederhana. Kita tidak dapat melihat tujuannya karena cerita kita belum selesai. Dari sudut pandang Allah, cerita sudah selesai. Tapi dari sudut pandang kita, cerita masih berkelanjutan. Dan jika anda mengetahui sesuatu tentang sebuah cerita yang indah, resolusi selalu terjadi di akhir cerita. Tetapi kita tahu bahwa bahkan pada detik ini, Allah turut bekerja dengan cara yang tidak dapat kita lihat dan pahami untuk mencapai tujuannya yang baik bagi kita.

Saya terus mengatakan ini dan saya tidak akan bosan mengatakannya. Leukemia adalah salah satu hal terbaik yang pernah terjadi dalam hidup saya. Beberapa orang mengira saya gila karena mengatakannya. Tapi saya tidak percaya sedetikpun bahwa Allah terkejut ketika saya terkena leukemia. Allah tidak berkata, “Oh tidak, malaikat nomor 040186, mengapa kamu tidak melindungi Yosi dari leukemia?” “Maaf Tuhan, saya sedang lagi di toilet saat musuh menyerang.” Saya tidak percaya bahwa itu yang terjadi. Saya tidak mengatakan bahwa leukemia itu baik. Leukemia itu jahat. Leukemia membunuh banyak orang. Dan saya tahu musuh bemaksud jahat terhadap saya. Musuh ingin membunuh saya dengan leukemia. Tapi Allah di Surga sedang tertawa. Dia berkata, “Silahkan dan lakukan apa yang mau kamu lakukan Setan. Silahkan dan coba bunuh Yosi. Buat dia menderita leukemia. Saat kamu melakukan apa yang kamu mau, Aku juga akan melakukan apa yang Aku mau. Kamu ingin membunuh Yosi dengan leukemia? Aku akan membuka mata Yosi dan membuat dia melihat keindahan Injil melalui leukemia.” Kejadian yang sama persis, dua tujuan yang berbeda. Tetapi Allah selalu memiliki kata terakhir!

Dan apa yang sungguh menakjubkan adalah Allah turut bekerja dalam segala sesuatu. Ini berarti bahwa tidak ada kejadian acak dalam hidup kita. Allah menggunakan setiap detail dari hidup kita, setiap pengalaman hidup kita, rasa sakit, penderitaan, keberhasilan dan kegembiraan, dan menggabungkannya sebagai bagian dari cerita agungnya. Tidak ada satu bagian pun dari hidup kita yang sia-sia. Apa yang terjadi pada kita ketika kita berusia 3 tahun akan bekerja sama dengan apa yang terjadi pada kita ketika kita berusia 50 tahun. Tidak ada kesalahan dalam rencana Allah. Dia sanggup dan dia melakukannya. Dia mengambil setiap kejadian dari hidup kita dan menggunakannya untuk tujuan baiknya. Apakah saudara mengikuti saya? Inilah pemeliharaan Allah. Umat ​​Kristus tidak dibebaskan dari badai kehidupan, tetapi umat Kristus memiliki keyakinan mutlak bahwa segala sesuatu terjadi di bawah kendali Allah yang baik dan berdaulat. Setiap hal yang buruk yang terjadi pada kita hanya mengarah pada sesuatu yang lebih mulia dan indah pada akhirnya. Pemeliharaan Allah tidak menghilangkan badai dari kehidupan tetapi menopang kita melalui badai untuk mencapai tujuannya yang lebih baik dan lebih besar. Dan sampai tujuan Allah bagi kita tergenapi, kita tidak terkalahkan!

Kehadiran

Namun badai kehidupan tidak selalu membuat kita menjadi lebih baik. Badai bisa membuat kita menjadi pahit dan membunuh kita. Bukan badai yang membuat kita menjadi lebih baik tetapi tanggapan kita terhadap badai yang membuat perbedaan. Agar kita tetap kuat dalam badai kehidupan, kita perlu tahu bahwa Yesus menyertai kita di dalam badai. Dengarkan perkataan Paulus. Kisah Para Rasul 27:23 – Karena tadi malam seorang malaikat dari Allah, yaitu dari Allah yang aku sembah sebagai milik-Nya, berdiri di sisiku. Milik-Nya. Ini adalah bahasa perjanjian. Paulus adalah milik Allah. Di tengah badai, Paulus berkata, “Aku tahu aku adalah kepunyaan Allah. Aku tahu aku adalah miliknya. Aku tahu dia bersamaku. Aku tahu dia mencintaiku.” Paulus tidak membuat kesalahan yang sering kita lakukan di tengah badai. Saat kita berada di tengah badai, kita sering berpikir, “Allah tidak peduli padaku.” Atau, “Allah sedang menghukum aku.” Tapi tidak dengan Paulus. Dia berkata, “Allah ada bersamaku di dalam badai.”

Pertanyaanya adalah, bagaimana Paulus bisa memiliki keyakinan bahwa Allah menyertai dia di dalam badai? Begini caranya. Matius 12:40-41 – Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam. Pada waktu penghakiman, orang-orang Niniwe akan bangkit bersama angkatan ini dan menghukumnya juga. Sebab orang-orang Niniwe itu bertobat setelah mendengar pemberitaan Yunus, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Yunus! Yesus menyebut dirinya sebagai Yunus yang terutama. Apakah anda ingat apa yang terjadi pada Yunus? Yunus berdosa terhadap Allah dan tidak menaati Allah. Dia naik kapal dengan para pelaut, dan Allah mengirimkan badai murkanya untuk mengejar Yunus. Ketika Yunus melihat badai itu, dia menyadari bahwa badai itu adalah hukuman Allah atas dosanya. Dia menyuruh para pelaut untuk melemparkan dia ke laut dan mereka akan selamat. Mereka melakukannya dan badai berhenti seketika. Ketika Yesus berkata bahwa dialah Yunus yang terutama, Yesus berkata bahwa ada badai yang pantas kita terima. Setiap kita telah berdosa terhadap Allah dan kita layak menerima badai murka Allah untuk menghukum kita. Tetapi jika kita percaya kepada Yesus, Yesus berkata, “Aku akan menerimal badai murka Allah sebagai gantimu. Aku akan memberikan hidupku untukmu. Aku akan dilemparkan ke dalam badai sehingga kamu bisa hidup. Aku akan mengambil semua badai yang pantas kamu terima.” Ketika kita tahu apa yang Yesus telah lakukan untuk kita, maka ketika kita menghadapi badai, kita tahu bahwa badai bukanlah hukuman Allah bagi kita. Yesus sudah mengambil badai murka Allah. Dan sekarang Yesus ada bersama kita dalam badai dan dia akan mencapai tujuan baiknya untuk kita.

Dan inilah yang membedakan Kekristenan dari semua agama lain. Tidak ada agama lain yang mengajarkan bahwa Allah menyertai kita di dalam badai. Bahwa Allah kehilangan Putranya demi kita. Bahwa Allah masuk ke dalam penderitaan, disiksa, ditolak dan menjadi korban ketidakadilan. Saat ini, kita mungkin tidak tahu alasan dibalik badai yang kita alami, tetapi yang pasti jawabannya tidak mungkin karena Allah tidak peduli. Kita mungkin tidak memiliki jawaban untuk masalah kejahatan dan penderitaan, tetapi kita memiliki sesuatu yang jauh lebih baik. Kita memiliki Yesus. Dia masuk ke dalam badai kita dan dia ada bersama kita di tengah badai. Dan tidak hanya itu, kita juga memiliki harapan akan masa depan yang indah. Apakah anda tahu apa yang akan terjadi pada hari kebangkitan? Segala sesuatu yang menyedihkan tidak akan ada lagi. Tidak akan ada lagi air mata, rasa sakit dan penderitaan. Kita akan membaca akhir cerita kita dan mengetahui bahwa setiap badai kehidupan dirancang untuk kebaikan kita dan kemuliaan Allah. Tidak ada satu badai pun yang terjadi sia-sia. Bagaimana kita bisa tahu? Karena Yesus. Teman saya, Tezar Putra, mengatakannya dengan sangat indah. Ketika nanti kita melihat Yesus dalam segala kemuliaannya, kita tidak hanya akan melihat keindahannya. Apakah anda tahu apa lagi yang akan kita lihat? Kita juga akan melihat tangan yang tertusuk paku. Wahyu 5 memberitahu kita bahwa ketika kita melihat Yesus di kekekalan, kita akan melihat anak domba Allah berdiri dan rupanya seolah-olah dia telah disembelih. Kita akan melihat bukti penderitaan Yesus untuk kita. Tapi kita tidak akan sedih karenanya. Kita akan menyembah dia untuk selamanya karena hal tersebut. Penderitaan yang Yesus tanggung di kayu salib hanya membuat Yesus jauh lebih mulia dan jauh lebih indah untuk kekekalan. Badai kehidupan hanya akan membuat masa depan kita jauh lebih gemilang daripada kehidupan tanpa badai. Dan itu adalah janji Allah atas badai kehidupan yang kita alami.

Saya akan tutup dengan ini. Saudara, kita memiliki kesempatan untuk memuliakan Yesus melalui badai yang kita alami. Salah satu papan iklan yang paling gemilang untuk keindahan Injil bukanlah kekuatan kita melainkan kelemahan kita. Adalah saat kita berada di tengah badai kehidupan, tetapi kita terus memiliki harapan dan kepercayaan pada kecukupan kasih karunia Allah untuk menopang kita di setiap langkah. Dunia tidak memiliki kosakata untuk ini. Mereka akan memperhatikan kita sewaktu kita menghadapi badai. Jangan sia-siakan badai kita. Allah pasti menepati firmannya. Adalah bagian Allah untuk mendatangkan kebaikan melalui badai kita, adalah bagian kita untuk mempercayai dia di setiap saat dan bertindak dengan tanggung jawab. Mari kita berdoa.

Discussion questions:

  1. Look back at 2020. List out the storms of life that you experienced in your own life or people around you.
  2. Explain where prosperity theology gets it right and where it is wrong.
  3. Why is it wrong to assume that if we can’t see any good reason behind our storms, it means that there is none? Share your personal story.
  4. Why is it important to embrace both God’s sovereignty and human responsibility? What happens when we choose one over the other?
  5. Read Romans 8:28. How does this verse encourage us to face the storms of life?
  6. What makes Christian better amid the storms of life?
No Comments

Sorry, the comment form is closed at this time.