Menjadi besar dalam pandangan Tuhan

1 “Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya:

2 ”Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa.

3 Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.

4 Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya.

5 Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang;

6 mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat;

7 mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi.

8 Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara.

9 Dan janganlah kamu menyebut siapa pun bapa di bumi ini karena hanya satu Bapamu yaitu Dia yang di sorga.

10 Janganlah pula kamu disebut pemimpin karena hanya satu Pemimpinmu yaitu Mesias.

11 Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu.

12 Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”

Matius 23:1-12.

 

Suatu kali saya berbelanja di supermarket. Hari itu, tidak banyak orang yang berbelanja. Saya sedang mengamat-amati produk tertentu dan tidak jauh dari tempat saya berdiri, ada dua orang wanita melakukan hal yang sama. Salah seorang wanita itu mengambil sebuah botol berisi produk tertentu. Tiba-tiba botol itu terlepas dari tangannya, jatuh ke lantai. Saking terkejutnya, wanita itu dengan spontan menyebut nama Tuhan beberapa kali, begitu juga dengan temannya. Ia’pun segera mengangkat botol itu. Tidak pecah berantakan hanya bocor disana-sini. Ia menengok kiri kanan, tidak ada yang mengawasi. Dengan segera wanita itu menaruh botol yang sudah bocor kembali ke tempatnya. Keduanya bergegas pergi. Melihat hal itu saya terbengong …??

 

Kejadian itu mengingatkan saya bahwa menyebut nama Tuhan dan hidup dalam kehendak Tuhan adalah dua hal yang berbeda. Sangat berbeda bahkan seringkali tidak berhubungan langsung. Hal seperti inilah, merupakan masalah yang melatarbelakangi teguran dan kecaman Yesus kepada ahli Taurat dan orang Farisi.

Ahli Taurat adalah orang-orang yang mempunyai tugas menyalin naskah tulisan yang merupakan bagian dari Kitab Taurat. Mereka pasti sering membaca dan menuliskan nama Tuhan dalam kegiatan mereka sehari-hari.

Orang-orang Farisi apalagi, mereka ini adalah kelompok pembaharuan kerohanian orang-orang Israel. Sudah pasti mereka sering berkhotbah dan mengajar dalam nama Tuhan.

 

Namun, mengapa Tuhan Yesus mengecam mereka dengan keras?

Ahli Taurat dan orang Farisi punya cara hidup yang sama, seringkali menyebut nama Tuhan, namun perilaku mereka jauh dari kehendak Tuhan.

Itu sebabnya Yesus berkata di Matius 23:3 “Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.”

Yesus tau dengan pasti letak permasalahannya adalah bukan pada ajaran mereka, namun pada perbuatan hidup mereka sehari-hari.

 

Permasalahan yang Yesus temukan dalam diri ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi di zaman Alkitab juga sering kita temukan di jaman sekarang. Tanpa bermaksud menghakimi atau merasa diri lebih baik, kita melihat realitas bahwa memang banyak orang yang menyebut dirinya Kristen, pengikut Kristus bahkan mampu mengajar Firman Tuhan dengan baik, namun perbuatan yang dihasilkan justru menimbulkan persoalan disana-sini. Ingin menjadi besar dan hebat, namun salah kaprah.

Bukan hebat dan besar dalam ukuran penilaian Tuhan tetapi dalam ukuran manusia, terlebih menurut ukuran dirinya sendiri.

 

Belajar dari teguran Yesus terhadap kesalahan sikap ahli Taurat dan orang Farisi, kita akan menemukan tiga macam perilaku yang seharusnya tidak boleh ada dalam diri orang Kristen, dalam perjuangannya untuk menjadi besar dalam pandangan Tuhan.

 

  1. Menyebut Nama Tuhan, namun Tidak Ada Tempat bagi Tuhan

“Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa” Matius 23:2.

 

Hal pertama yang menjadi teguran Yesus adalah kebiasaan para ahli Taurat dan orang Farisi yang suka menjadikan dirinya penguasa alias haus kekuasaan. Yesus menyebut mereka ini telah menduduki kursi Musa. Apa yang Yesus maksudkan dengan kursi Musa? Yesus menyinggung perihal kursi Musa untuk menyebutkan bahwa memang pada saat itu dua golongan ini mempunyai peranan yang penting dan cukup dihormati oleh orang-orang Yahudi. Istilah ini digunakan sebagai sindiran Yesus untuk apa yang mereka lakukan.

  • Mereka telah mengambil hak dan otoritas dalam penafsiran dan pengajaran Taurat.
  • Bahkan mereka menempatkan diri mereka sebagai penjaga Hukum Taurat.
  • Mereka merasa punya kuasa untuk menentukan bagaimana menerapkan sebuah hukum dalam masyarakat jaman itu
  • bahkan menentukan standard pencapaian atau penghukuman bila ada pelanggaran.

 

Kelompok ahli Taurat dan orang Farisi itu mengangkat diri mereka sendiri menjadi kelompok yang berotoritas dan bukan berasal dari pengakuan pihak lain, apalagi dari Tuhan.

Dengan otoritas yang mereka miliki, dua golongan ini merasa bebas dan berhak melakukan apa saja, termasuk menghalangi orang-orang mendengar pengajaran Yesus, menghalangi para murid Yesus melakukan tugasnya.

Orang Farisi dan ahli-ahli Taurat terlihat menguasai seluruh hukum Allah tetapi pada kenyataannya Yesus mendapati bahwa mereka tidak sedia menundukkan diri pada Allah itu sendiri.

  • Agama, hukum Taurat dan seluruh ajaran mereka hanyalah alat untuk memperkuat posisi mereka.
  • Tuhan digunakan sebagai alat untuk membenarkan dan melancarkan tujuan (kebutuhan) mereka akan kekuasaan, otoritas dan pengakuan dari orang-orang Yahudi.

 

Bagaimana dengan kita yang hidup di jaman modern ini?

  1. Banyak orang yang menggunakan posisinya di gereja sebagai sarana untuk memuaskan kebutuhannya akan kekuasaan dan segala hak yang melekat pada kekuasaan itu.
  • Banyak orang memulai pelayanan dengan hati yang murni tetapi tidak semua mengakhirinya dengan kondisi yang sama.
  • Sebagian orang mengakhirinya dengan kejatuhannya sendiri akibat kekuasaan yang tidak terbatas. Tidak ada pertanggungjawaban hidup pada siapapun, termasuk Tuhan.
  • Sebagian orang mengakhiri pelayanannya dengan luka batin yang amat dalam akibat perebutan kekuasaan.
  • Sebagian yang lain mungkin mengakhiri dengan kemarahan karena ‘keakuannya’ tidak lagi mendapat tempat dalam pelayanan yang dikerjakan.

 

Kuasa memang menggiurkan. Otoritas dan segala hak yang melekat pada kuasa itulah yang membuat orang terus menginginkan yang lebih, salah satunya harta.

Keduanya tidak terpisahkan tentunya. Sementara kita menyebut Tuhan yang juga berarti penguasa hidup kita, pada saat yang bersamaan kita sedang terus berusaha menjadikan diri kita penguasa atas diri kita dan orang lain.

Tidak mungkin akan ada dua penguasa di satu tahta, bukan? Pasti ada yang tersingkir.

  1. Saat kita menjadikan diri sebagai penguasa hidup, Tuhan sedang kita singkirkan dari hidup kita. Kita menyebut nama Tuhan, namun tidak memberi tempat bagi Tuhan di hidup kita.

 

  1. Menyebut Nama Tuhan, namun Tidak Memiliki Hati Tuhan

Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya – Matius 23:4.

 

Hal kedua yang menjadi teguran Yesus adalah

  • kebiasaan Ahli Taurat dan orang Farisi yang suka menyebut nama Tuhan, namun tidak memiliki empati terhadap pergumulan orang lain.
  • Yesus menyebut mereka itu suka mengikat beban-beban berat; lalu meletakkannya di atas bahu orang tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya.

Dengan menyebut nama Tuhan, ahli Taurat dan orang Farisi menggunakan otoritasnya untuk menafsirkan dan menguraikan hukum Tuhan menjadi lebih detail dan lebih berat untuk dijalani oleh orang Israel, namun mereka sendiri tidak mau melakukannya.

Mereka menambah beban hidup orang lain melalui rincian aturan yang mereka buat. Tetapi mereka selalu mengecualikan diri mereka dari standard yang mereka tetapkan untuk orang lain. Mereka mengajar tentang Tuhan, namun tidak memiliki hati Tuhan. Mereka terlalu sibuk mengajar dengan detail rincian penafsiran hukum Taurat yang mereka buat sendiri hingga kehilangan kasih.

  • Pengajaran mereka akhirnya hanya menjadi praktek legalisme yang kaku.
  • Kesalahan orang Farisi dan ahli taurat muncul dalam bentuk suka menaikkan standard kekudusan bagi orang lain, sementara tidak demikian halnya bagi dirinya sendiri.

Sibuk dengan aturan detail dan harafiah dalam Alkitab yang belum tentu dipahaminya dengan benar, namun diberlakukan pada orang lain dengan saklek.

 

Salah satu kutipan terkenal dari bunda Teresa adalah “ketika kita menghakimi orang, kita tidak punya waktu untuk mengasihi mereka”.

  • Sebagian orang belajar Alkitab dan mengerti banyak tentang Alkitab, akhirnya menjadi sensitif terhadap dosa. Namun bukan terhadap dosanya sendiri melainkan dosa orang lain.
  • Pengajaran yang diberikan bukan lagi sebagai bentuk kasih yang menuntun orang semakin dekat dengan Tuhan, melainkan bentuk penghakiman yang membuat orang menjadi putus asa dan mengalami frustrasi spiritual.
  • Akhirnya kekristenan menjadi tidak menarik lagi bagi mereka yang tidak bisa merasakan ada kasih Tuhan yang mengalir dari anggota keluarga Allah.

Sekalipun nama Tuhan disebut, namun nyatanya kasih Tuhan luput dipraktekkan.

 

  1. Menyebut Nama Tuhan, namun Tidak Menyenangkan Tuhan

5 Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang;

6 mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat;

7 mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi.

Matius 23:5-7.

 

Hal ketiga yang menjadi sorotan teguran Yesus adalah

  • kebiasaan ahli Taurat dan orang Farisi yang suka menjalankan ritual agama bukan untuk Tuhan tetapi untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain.
  • Yesus berkata bahwa tujuan dari semua praktek kesalehan mereka hanyalah demi dilihat orang.

Mereka sibuk dengan hal-hal lahiriah seperti mengenakan tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang sebagai tanda bahwa mereka adalah orang-orang yang selalu mengingat dan melakukan perintah Allah.

Makin lebar tali sembahyang dan makin panjang jumbai yang mereka kenakan, mereka akan semakin merasa suci.

Mereka berharap orang menghormati mereka dengan semua yang mereka tunjukkan.

Mereka tidak melakukannya untuk menunjukkan ketaatan mereka kepada Tuhan, bukan untuk menyenangkan hati Tuhan tetapi untuk kesenangan diri mereka sendiri.

  • Mereka menyebut nama Tuhan, namun tidak berusaha untuk hidup bagi Tuhan.

 

  1. Siapa yang tidak senang dipuji sebagai orang yang saleh?

Dia adalah orang yang dekat dengan Tuhan, kelihatan matang secara rohani dan dia adalah orang suci. Jika anda menerima pujian semacam itu, tentu anda akan senang’kan?

  1. Pada umumnya orang menyukai prestasi atau pencapaian secara spiritual.

Itu sebabnya kita harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam praktik kesalehan yang bertopeng dan melenceng. Bukan untuk menyenangkan hati Tuhan, melainkan untuk menyenangkan diri sendiri, memuaskan diri dengan mengoleksi pujian, sanjungan dan apresiasi dari orang lain sebagai orang yang saleh.

  1. Siapapun rentan dengan jebakan ini, tanpa terkecuali. Tujuan kita bisa bergeser, bukan mencari perkenanan Tuhan, melainkan perkenanan manusia semata.

Itulah tiga perilaku yang menjadi teguran Yesus dalam pembahasan Alkitab kita hari ini. Tentu ini bukan untuk melemahkan kita, melainkan untuk menjadi bahan evaluasi diri kita. Kita menyadari bahwa setiap kita juga adalah orang yang sering menyebut nama Tuhan dan dalam perjuangan hidup bagi Tuhan, kita bisa melenceng dari standar Tuhan.

  1. Karena itu jika kita benar ingin menjadi besar dalam ukuran penilaian (pandangan) Tuhan, penting bagi kita untuk terus memeriksa diri dengan jujur di hadapan Tuhan.

 

Lalu, apakah ini berarti kita tidak boleh menyebut nama Tuhan?

Tentu bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah ukuran kerohanian atau spiritualitas yang sehat itu bukan hanya menyangkut soal bibir tetapi juga soal kepala, hati, tangan dan kaki.

  • Penyebutan nama Tuhan itu bukan hanya dalam tutur kata, namun harus berjalan beriringan dengan keinginan untuk hidup dalam kehendak Tuhan.
  • Semua orang bisa menyebut nama Tuhan tetapi berapa banyak yang serius untuk hidup bagi Tuhan?

 

Yesus berbicara secara konkret tentang apa yang dirindukan-Nya dalam kehidupan kita.

Ia mau kita menjadi besar, namun dalam pandangan dan cara-cara Tuhan.  

8 Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara.

9 Dan janganlah kamu menyebut siapa pun bapa di bumi ini karena hanya satu Bapamu yaitu Dia yang di sorga.

10 Janganlah pula kamu disebut pemimpin karena hanya satu Pemimpinmu yaitu Mesias.

Matius 23:8-10.

 

Melalui kalimat ini, Yesus menegaskan status dan kedudukan para murid-muridNya. Murid-murid Yesus adalah orang yang hidup dalam ajaran satu-satunya Rabi (Guru) yakni Yesus Kristus; menerima otoritas tunggal Bapa yang di Surga dan tunduk pada pimpinan Mesias.

Ini berarti semua bentuk pelayanan termasuk pengajaran kita, harus sejalan dengan apa kata Tuhan dalam Alkitab, bukan menurut ukuran kita.

 

  • Perkataan Yesus ini menegaskan bahwa murid-murid adalah hamba atau abdi Allah.
  • Hidup sebagai hamba berarti hanya punya tujuan tunggal yaitu menyenangkan hati tuannya dan tidak terpikir tentang diri sendiri.
  • Dalam semangat untuk menyenangkan hati Sang Tuan, maka tugas hamba adalah melayani sesama manusia.

 

Dalam konteks inilah Yesus menantang “Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu” Matius 23:11.

  • Inilah hati seorang hamba, sedia melakukan segala sesuatu untuk Tuhan melalui melayani orang lain.
  • Inilah cara untuk menjadi besar dalam pandangan Tuhan yakni dengan kesediaan melayani Tuhan melalui sesama.
  • Biarlah setiap kali kita menyebut nama Tuhan, kita terus berusaha untuk hidup bagi Tuhan.

Teruslah memperhatikan diri sendiri agar tidak jatuh dalam ketiga kesalahan orang Farisi dan ahli Taurat, yang mudah terjadi dalam perjalanan hidup kita melayani Tuhan dan sesama.

 

Inilah cara untuk menjadi besar dalam pandangan Tuhan yakni dengan kesediaan melayani Tuhan melalui sesama.

No Comments

Sorry, the comment form is closed at this time.