Teenagers – The gap analysis

Hubungan antara orang tua dan anak akan melewati masa ‘up and down’ sejak pertumbuhan anak dari usia balita menjelang dewasa. Pada saat anak masih berusia balita maka hubungan antara orang tua dan anak lebih banyak bersifat fisik (menggendong, bermain, dll). Namun sering dengan pertumbuhan anak menjelang dewasa, maka hubungan mulai bergeser dari fisik kepada non-fisik, dimana mulai terdapat banyak komunikasi, argumentasi, dan sebagainya.

Pada saat anak menginjak usia remaja, hubungan antara orang tua dan anak banyak mengalami tantangan. Ini dapat disebabkan oleh banyak hal; hormone yang mulai bekerja, pergaulan di sekolah, budaya yang berbeda, expektansi yang berbeda antara orang tua dan anak, dsb. Untuk memperbaiki dan memper-intim hubungan orang tua dan anak remaja, diperlukan hikmat, kesabaran dan kedewasaan dari kedua belah pihak. Sebagai orang tua yg lebih bijaksana dan dewasa secara rohani, maka sudah sewajarnya kita mengambil langkah atau initiatif menjembatani atau memperbaiki hubungan yang ada.

Hari ini kita akan belajar bersama bagaimana kita sebagai orang tua berusaha untuk memahami keberadaan anak remaja kita yang lahir dan tumbuh di Australia.

Tahun 2003 & 2014 adalah tahun yang berkesan bagi keluarga kami. Tahun 2003 adalah dimana Tuhan mengkaruniakan seorang putri dan seorang putra di tahun 2014. Yes, kalau saudara jeli, di antara kedua anak kami ada 12 tahun perbedaan. Ini membuat kami berada di posisi yang unik dimana kami berada di antara dua ‘stages of parenting – Toddler & Teenager’

Selain melayani sebagai ‘usher’ saya juga mengajar di ‘Extra-ordinary Teenager’ class. Posisi ini memberikan ‘advantage’ buat saya untuk mengenal dan memahami teenagers secara umum baik pola pikir, ‘challenges’, hal-hal yang sedang nge-trend, social media (Insta, snapchat, etc)

Mari kita melihat apa perkataan Firman Tuhan tentang hubungan orang tua dan anak – Efesus 6:1-4

“6:1 Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. 6:2 Hormatilah ayahmu dan ibumu. ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: 6:3 supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi. 6:4 Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan

Efesus 6:1-3 menuliskan perintah Tuhan kepada anak-anak. Kerinduan saya adalah sebagai orang tua, kita dapat menjelaskan arti firman Tuhan ini kepada anak kita sehingga mereka mengerti dengan jelas kehendak and rencana Yesus dalam kehidupan mereka.

6:1 Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian.

  • “anak-anak”
    • Anak-anak pada jaman ke-kaisaran Romawi:
      • Struktur keluarga berdasarkan ‘paterfamilias’ (Father of the family) dimana seorang ayah mempunyai posisi tertinggi dalam keluarga dan kekuasaan yang absolute. Seorang ayah dapat memutuskan untuk mentelantarkan anaknya, menjual sebagai budak ataupun membunuh anaknya tanpa menyalahi hokum
      • Tradisi – Bidan yang membantu proses melahirkan akan menaruh bayi di lantai, jikalau ayah dari bayi tersebut menggendong bayi itu maka ini merupakan tanda bayi tersebut diterima dalam keluarga. Jikalau bayi tersebut dibiarkan di lantai, maka bidan tersebut akan menaruh bayi itu di luar rumah. Bayi tersebut dapat diambil oleh orang lain dan dijual sebagai budak atau mati terlantar

 

Dari 2 point di atas, maka kita mengerti keberadaan anak-anak dalam struktur masyarakat Romawi. Sering kali kita mendengar dimana Yesus mengangkat derajat wanita pada jaman Romawi (Yoh 8:3-11, Eph 5:25) maka saya percaya Yesus melakukan hal yang sama terhadap anak-anak. Bahkan Yesus memakai anak-anak sebagai contoh dalam mengajar murid-muridNya tentang kerajaan surga (Matt 18:1-7, 19:13-15)

 

Tuhan Yesus tidak memandang rendah atau meremehkan anak-anak. Ini sebuah kabar baik untuk disampaikan kepada anak-anak kita bahwa Tuhan pencipta alam semesta menghargai mereka tidak seperti yang mereka sering alami di dalam pergaulan maupun keluarga

 

  • “taatilah (obey)orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian”
    • Obey = “under” and “to listen” = Listen under (the idea is to listen under with the intent to understand and do it)
    • Pada saat anak-anak remaja kita mentaati orang tua mereka, secara tidak sadari mereka sudah memenuhi 3 persyaratan:
      • Hukum alam – Tuhan menuliskan hokum ini di setiap hati manusia dengan tidak memandang suku, ras ataupun agama
      • Hukum Musa – Hukum ke-5 (Kel 20:1-17) dalam 10 perintah Tuhan yang diberikan kepada Musa. Rasul Paulus menambahkan di ayat 2 & 3. Bahkan di katakana bahwa menghormati orang tua adalah satu-satunya perintah Tuhan yang diberikan dengan janji (“supaya panjang umur and diberkati”) “The fact that God specifically call out the fifth commandment, this signifies the important of children in our family and society”
      • Taat kepada perintah Tuhan Yesus – menghormati orang tua karena kasih dan ketaatan mereka sebagai murid Yesus bukan karena terpaksa

Pada saat anak mentaati orang tua mereka, secara tidak disadari mereka telah melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam kehidupan mereka. Ada 2 ketaatan yang diminta oleh Tuhan:

  • ‘Obey’ – Pada saat anak-anak masih kecil/remaja dan tinggal bersama orang tua
  • ‘Honour’ – Pada saat anak tersebut sudah dewasa ataupun sudah menikah

 

6:4 Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan

Pada saat saya membaca ayat ini, kesan saya secara reflek adalah “kalau anak engga ngeselin, orang tua engga bakal marah” Saya rasa ini adalah hal yang umum karena kita sebagai orang tua selalu merasa kita:

  • Lebih bijaksana
  • Lebih berpengalaman
  • Lebih pintar, dan sebagainya

Namun jikalau kita mau jujur terhadap diri kita sendiri, sebagian persoalan antara kita dan anak remaja kita adalah disebabkan oleh orang tua yang kurang bijaksana. Jikalau kita mengharapkan ‘Obedience’ dan ‘Honour’ dari anak-anak kita maka sebagai orang tua kita harus ‘worthy of the honour’ juga.

Sebagai contoh:

  • Unrealistic Expectation – Orang tua mengharapkan anak-anak mereka untuk selalu mencapai hasil yang terbaik tanpa mau mengerti kendala ataupun keterbatasan anak mereka (Effort not Result)

 

  • Inconsistent messages and actions:
    • Value of God (spiritual growth & ministries) –Orang tua tidak menjadi contoh bagi anak remaja mereka dalam hal mengasihi Tuhan

 

  • Value of relationship:
    • Trustworthy – Orang tua yang tidak dapat dipercaya
    • Downplay teenagers’ challenges
No When parents were teenagers Our teenagers
1 Bullying/Teen violence Bullying/Teen violence
2 Smoking Smoking/Vaping
3 Alcohol use Alcohol use ++
4 Academic problems Academic problems ++ compete with more smart kids from other countries
5 Peer Pressure Peer Pressure
6 Sexual Activities Sexual Activities ++
7 Video games Video games ++ (iphone/ipad)
8 Family issue Family issue ++ (divorce)
9 Self esteem and body image Self esteem and body image
Teen suicide, depression
10 Cyberbullying
11 Social media Instagram/Snapchat
12 Information overload
LGBT/SSM

 

  • Komunikasi – tidak ada komunikasi yang intim antara orang tua dan anak. Seringkali orang tua berkomunikasi dengan anak mereka dengan sikap yang judgemental sehingga pada akhirnya anak menjadi enggan berbicara di kemudian hari

 

  • Value of Time – Tidak hanya berbicara tentang bagaimana caranya mengatur waktu dengan baik namun pembicaran kita mencakup wawasan yang lebih luas:
    • Belajar memprioritas waktu dengan baik dalam kesehari-harian
    • Belajar bekerja lebih efisien mengingat waktu yang terbatas
    • Belajar ‘Work smart’ daripada ‘work hard’
    • Belajar menolak pekerjaan (How to say ‘No’)
    • Belajar menyiapkan waktu untuk bersaat teduh di kesibukan sehari-hari

 

  • Value of Money – Tidak hanya berbicara tentang cara menghemat namun wawasan mencakup topik yang lebih luas:
    • Belajar bertanggung jawab kepada Tuhan: Persepuluhan, persembahan
    • Belajar pengetahuan financial dasar (life skills) i.e. income, tax, budgeting, investment, retirement Planning
    • Belajar membedakan antara ‘Need’ and ‘Want’
    • Belajar hidup sederhana i.e. self-control
    • Belajar menggunakan uang kita untuk membantu orang lain

Kita semua setuju bahwa anak kita dapat dianggap sebagai sebuah kanvas ataupun puzzle dimana kita sebagai orang tua (representative of God) yang menggambar ataupun menyusun puzzle tersebut. Orang lain ataupun teman akan mulai menggambar atau menyusun puzzle tersebut jikalau kita mengijinkannya.

Summary

Jikalau kita sebagai orang tua rela untuk mati buat anak-anak kita, maka secara tidak sadar kita sudah mengikuti jejak Tuhan Yesus yang rela mati untuk kita semua. Saya berharap dengan apa yang sudah kita pelajari bersama hari ini, kita sebagai orang tua lebih mendekat kepada Yesus dalam hubungan kita sehingga kasih Yesus yang melampaui akal budi kita akan mengalir ke dalam hubungan kita dengan anak-anak.

Saya percaya, pada saat anak-anak kita mengalami kasih Yesus, mereka akan menjadi anak-anak yang ‘obey’ dan ‘honour’ tidak hanya kepada Yesus tetapi juga terhadap kita, orang tua mereka. Amin.

No Comments

Sorry, the comment form is closed at this time.