Teruslah berbuat baik!

27 “Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu;

33 Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun berbuat demikian.”

Lukas 6:27,33.

13 Dan siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik?

14 Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar.

15 Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat,

16 dan dengan hati nurani yang murni supaya mereka yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu.

17 Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat.

18 Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh

1 Petrus 3:13-18.

Setiap tanggal 21 April, bangsa kita selalu memperingati hari Kartini. Tokoh perjuangan wanita Indonesia ini, banyak menuangkan gagasan dan kritik yang tajam dan diluar batas pemikiran orang-orang pada zaman itu, apalagi usianya tergolong masih muda, 20 tahun.

 

Anak-anak muda zaman now, menyebut RA Kartini memiliki pola pikir out of the box.

Salah satu kritikan yang pernah ditulis Kartini adalah tentang kehidupan beragama “Agama harus menjaga kita dari perbuatan dosa tetapi berapa banyak dosa dibuat orang, atas nama agama.”

 

Tokoh besar pejuang kemanusiaan, Mahatma Gandhi pernah mengungkapkan pemikiran serupa; ia berkata bahwa kejahatan yang paling keji dan mengerikan dalam sejarah dunia adalah kejahatan yang dilakukan dengan mengatasnamakan agama atau dengan motif lain yang sama mulianya.”

 

Apa yang dikatakan oleh dua tokoh besar itu, mengingatkan adanya dua sisi dalam kehidupan beragama.

Sisi pertama, agama memang penting dan mendatangkan manfaat yaitu menjauhkan manusia dari dosa atau dapat mendekatkan manusia pada Sang Pencipta.

Di’sisi lain, agama dapat menjadi alat untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan tertentu yang dianggap benar oleh para penganutnya. Dianggap benar, belum tentu benar.

Melihat berbagai peristiwa yang terjadi, baik di Indonesia maupun dunia internasional, kita harus mengakui bahwa golongan tertentu berkoar-koar memperjuangkan agamanya, yang sebenarnya mereka tidak benar-benar memperjuangkan agamanya tetapi lebih pada kepentingannya sendiri.

Karena tujuan yang tidak jelas, maka tidak heran bila orang bisa berbuat apa saja, menghalalkan atau membenarkan segala cara, membungkus rapi dengan kemasan agama. Makin banyak dikemas dengan mengutip ayat Kitab Suci, makin kuat kesan yang dibangun bahwa mereka sedang berjuang atas nama agama.

Padahal maksud dari ayat yang digunakan, tidak sama dengan yang mereka pahami. Sepanjang sejarah, rasanya tidak ada agama, yang tidak pernah tidak dijadikan alat untuk membenarkan sebuah tindakan tertentu. Apalagi jika pemimpin agama yang menjadi  penggeraknya, maka makin kuat pengaruh dan pergerakannya.

 

Rasul Petrus dalam surat pembukaannya, “1 Petrus 1:1-2” ini menyebutkan,

1 “Dari Petrus, rasul Yesus Kristus, kepada orang-orang pendatang, yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia

2 yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita dan yang dikuduskan oleh Roh supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu.”

Surat ini ditujukan kepada orang Kristen yang tersebar di perantauan, di pelbagai propinsi Asia Kecil dibawah kekaisaran Roma. Mereka menjadi pendatang dan juga bagian dari kaum minoritas yang hidup di tengah masyarakat yang tidak percaya kepada Tuhan. Tentu ini bukan situasi yang mudah.

Bayangkan jika kita menjadi pendatang di sebuah kota dan tergolong kaum minoritas, biasanya apa saja akan dipersulit oleh kaum mayoritas.

Kepada mereka yang minoritas ini, Rasul Petrus bukan hanya menyebut mereka adalah pendatang tetapi juga menegaskan sebagai “orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita dan yang dikuduskan oleh Roh supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu.”

  • Dengan menyebut identitas mereka, Rasul Petrus menegaskan agar terus mengingat bahwa mereka adalah orang-orang yang dipilih sesuai kehendak Bapa, mereka telah dikuduskan oleh Roh dan mereka dapat menjadi taat kepada Yesus.
  • Ini berarti sekalipun mereka berada dalam situasi yang sulit dan menghadapi banyak kesulitan (termasuk penganiayaan), identitas mereka sebagai anak Allah akan mempengaruhi cara mereka berpikir dan bersikap dalam menghadapi setiap peristiwa.

Dari nasihat rasul Petrus di pasal 3 ini, kita dapat belajar bagaimana identitas kekal itu mempengaruhi perilaku hidup kita di dunia yang sementara ini.

  1. Lakukanlah perbuatan baik, namun bersiaplah untuk resiko yang t

13 Dan siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik?

14 Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar.

1 Petrus 3:13-14.

Identitas kita sebagai anak Allah akan terlihat dalam perbuatan baik yang kita lakukan. Tidak mungkin menyebut diri orang Kristen, namun hidup kita jauh dari menghasilkan perbuatan baik. Yang terjadi adalah orang-orang akan mempertanyakan kekristenan kita; apakah benar ia, orang Kristen?

 

Rasul Petrus mengingatkan bahwa sebagai anak Allah, salah satu cara hidup yang sesuai adalah rajin berbuat baik.

  • Rajin berarti kita sebagai orang Kristen, yang menjadi subjeknya.
  • Menjadi subjek berarti kita sendiri yang harus menjadi penentu untuk melakukan perbuatan baik, bukan situasi dan bukan pula orang lain.
  • Kita tidak bisa menyalahkan situasi dan orang lain atas pilihan hidup kita, termasuk pilihan untuk tetap melakukan hal yang baik atau sebaliknya.

 

Dengan kata lain, rajin berbuat baik berarti tetap memutuskan berbuat baik, meskipun situasi dan orang-orang di sekitar kita tidak mendukung.

Apakah ini sulit? Iyaa. Tetapi bukan berarti tidak bisa kita lakukan.

Sebab ini terkait dengan identitas kita sebagai anak Allah, yang berarti kita tidak melakukannya dengan kekuatan dan kemampuan kita sendiri.

Yesus yang telah memilih kita dan Roh Kudus yang terus berkarya menguduskan kita, turut berperan di dalam perjuangan kita untuk melakukan perbuatan baik.

Perkataan Rasul Petrus di ayat ini, memberikan penegasan yang tidak kalah penting yaitu hidup tidak selalu logis atau matematis. Logis atau matematis, contohnya: jika kita rajin berbuat baik, maka hasilnya adalah pujian, penghargaan dan menerima kebaikan dalam bentuk lain dari orang lain. Namun karena hidup tidak selalu logis dan matematis, maka yang terjadi dalam hidup ini bisa saja sebaliknya. Hal-hal yang tidak terduga dan yang menurut kita, tidak semestinya terjadi, bisa saja terjadi.

Dalam konteks ayat yang kita baca, saat kita rajin berbuat baik, memang bisa saja orang lain tidak berbuat jahat kepada kita. Akan tetapi pada kenyataannya, tidak jarang perbuatan baik yang kita lakukan, justru membawa kita pada kesulitan, ketidak-adilan bahkan penderitaan.

Karena identitas hidup kita sebagai anak-anak Allah harus terwujud dalam segala bentuk perilaku di segala situasi hidup, maka kerajinan kita dalam melakukan hal yang baik, juga tidak bergantung pada hasil apa yang akan kita peroleh nantinya.

Hidup sebagai orang Kristen tidak luput dari tantangan.

Kekerasan atas nama agama, demokrasi, LGBTQ dll, kerap muncul dalam konteks hidup beragama. Tidak perlu menyalahkan pihak lain sebab tidak satupun agama di dunia ini yang luput dari kesalahan menjadikan agama sebagai pembenaran untuk melakukan kesalahan, kekerasan bahkan kejahatan pada sesama manusia.

Dalam konteks hidup yang demikian, apa yang telah kita lakukan sejauh ini?

Apa yang sudah kita lakukan untuk orang-orang di sekitar kita? Mereka tidak selalu sependapat dengan kita, bukan?

  • Bukankah mereka juga tidak selalu menghormati apa yang kita yakini?
  • Bukankah ada di antara mereka yang selama ini turut mempersulit hidup kita hanya karena persoalan perbedaan agama?

Bagi mereka yang seperti itu, apa yang sudah kita lakukan untuk menunjukkan bahwa kita adalah anak Allah? Salah satunya adalah dengan tetap melakukan apa yang baik, tidak peduli respons mereka, tidak peduli hidup kita menjadi lebih mudah atau sebaliknya.

 

Lakukan perbuatan baik, namun bersiaplah untuk resiko yang terburuk.

Kita rajin berbuat baik bahkan selalu berbuat baik dalam situasi terburuk sekalipun karena tidak bisa tidak, hati kita memang demikian karena kita adalah anak-anak Allah.

 

  1. Kuduskan Kristus di dalam hati, namun berbicara dan berkaryalah segenap hati.

15 Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat,

16 dan dengan hati nurani yang murni supaya mereka yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu.

1 Petrus 3:15-16.

Menguduskan Kristus sebagai Tuhan berarti menempatkan Kristus sebagai pemilik, penguasa dan pengendali kehidupan. Ini mudah dilakukan dalam situasi normal atau biasa, namun menjadi pergumulan yang berat, saat kita berada dalam situasi yang tidak biasa atau lebih tepatnya situasi yang tidak menyenangkan.

Tidak mudah karena harus diakui, kita ini adalah orang-orang yang cenderung digerakkan oleh rasa aman dan keuntungan diri sendiri dalam melakukan banyak hal dalam hidup kita.

 

Sedangkan untuk menguduskan Kristus sebagai Tuhan, itu berarti, dalam keadaan apa’pun, untung rugi, Kristus yang harus menjadi pengendali hidup kita. Tidak boleh terganti dengan yang lain. Untuk itu ada ‘harga’ yang harus kita bayar.

 

Dalam buku ‘Catatan Seorang Demonstran’ pernah ditulis tentang prinsip konsistensi ini: “Lebih baik diasingkan, daripada menyerah dengan kemunafikan.”

Kemunafikan berarti pengingkaran prinsip-prinsip mendasar demi keuntungan sesaat. Bukankah kemunafikan ini adalah godaan besar yang kerap muncul dalam situasi hidup yang sulit? Memilih diasingkan? Memilih rugi? Memilih kalah?

Sebagian orang dengan mudahnya memilih mengingkari prinsip-prinsip hidupnya daripada mengorbankan banyak hal dalam hidupnya.

Memilih menjadi munafik memang jalan pelarian termudah, tercepat, teraman, setidaknya itulah yang biasa orang pikirkan.

Menguduskan Kristus dalam hati berarti kita bersedia terus menguji, menyelidiki setiap motivasi, tujuan dan cara-cara yang kita lakukan dalam mengatasi segala kesulitan yang muncul.

  • Adakah semua yang kita lakukan selalu menunjukkan bahwa Kristus adalah pemilik dan pengendali kehidupan kita?
  • Bukan kita, bukan rasa takut kita harus menghadapi ini dan itu yang menjadi pengendali.
  • Bukan kebutuhan kita akan hormat dan kuasa yang menjadi penggerak tetapi Kristus.

Saat kita tetap menempatkan Kristus sebagai pemilik, penguasa dan pengendali kehidupan, maka segala keputusan yang kita ambil, sikap yang kita pilih, karya yang kita perjuangkan dan hasilkan, akan menjadi pertanggungan jawab iman kita.

Tidak peduli situasi yang menekan, kita tahu bagaimana caranya, kita punya hikmat, strategi dan kekuatan untuk bertahan hidup sebagai anak Allah yang tidak terbawa arus dunia. Bahkan akan lebih efektif, jika kita tidak berjuang sendiri tetapi juga memberi inspirasi dan dorongan bagi anak-anak Tuhan di negeri ini untuk juga hidup memenuhi panggilannya untuk menguduskan Kristus dalam banyak karya nyata.

Orang-orang yang tidak menyerah dengan godaan kemunafikan. Biarlah kita terus berjuang menguduskan Kristus di hati dan berkarya sepenuh hati, di manapun kita berada!

  • Identitas hidup sebagai Orang Kristen, harus mempengaruhi cara hidup kita.
  • Dalam situasi apapun, kita akan tetap dapat dilihat sebagai anak-anak Allah.

9 “Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.

10 Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.

Galatia 6:9-10.

No Comments

Sorry, the comment form is closed at this time.